Minggu, 30 Mei 2010

"PROSTITUSI SEBAGAI PENYAKIT MASYARAKAT"

"Prostitusi" atau pelacuran merupakan salah satu bentuk penyakit "masyarakat" yang penyebarannya harus dihentikan, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikannya."




"Prostitusi" berasal dari bahasa Latin "pro-stituere" atau "pro-stauree", yang artinya membiarkan diri berbuat zinah, melakukan persundalan, percabulan, pergendakan. Sedang "prostitue" adalah pelacur atau sundal, yang dikenal pula dengan istilah wanita tuna susila (WTS).


Sedangkan Tuna susila itu sendiri berarti kurang beradab karena keroyalan relasi seksualnya, dalam bentuk penyerahan diri pada banyak laki-laki untuk pemuasan seksual, dan mendapatkan imbalan jasa atau uang bagi pelayanannya. Tuna susila juga diartikan sebagai salah tingkah, tidak susila atau gagal menyesuaikan diri terhadap norma-norma susila. Maka pelacur adalah wanita yang tidak pantas kelakuannya, dan dapat mendatangkan celaka, baik kepada orang lain (yang bergaul dengan dirinya) maupun kepada diri sendiri.


"Prostitusi" merupakan 'profesi' yang usianya sangat tua, setua usia kehidupan manusia itu sendiri. "Prostitusi" selalu ada pada semua negara berbudaya, sejak zaman purba sampai sekarang. Dan senantiasa menjadi masalah sosial, atau menjadi obyek urusan hukum dan tradisi. Selanjutnya, seiring dengan perkembangan teknologi, industri dan kebudayaan manusia, turut berkembang pula "prostitusi" dalam pelbagai bentuk dan tingkatannya.


"Prostitusi", di banyak negara dilarang, bahkan dikenakan hukuman. Dianggap pula sebagai perbuatan hina oleh segenap anggota "masyarakat". Namun ---- Sejak adanya "masyarakat" manusia yang pertama hingga dunia kiamat nanti, "Prostitusi" ini akan tetap ada, sukar, bahkan hampir-hampir tidak mungkin diberantas dari muka bumi, selama masih ada nafsu-nafsu seks yang lepas dari kendali Kemauan dan hati nurani. Maka timbulnya masalah "prostitusi" dianggap sebagai gejala pathologis yaitu sejak adanya penataan relasi seks dan diberlakukannya norma-norma perkawinan.



DEFINISI "PROSTITUSI".


Menurut Prof. W.A. Bonger, "prostitusi" merupakan gejala ke"masyarakat"an dimana wanita menjual diri melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencaharian. Definisi ini menyatakan adanya peristiwa penjualan diri sebagai 'profesi' atau mata pencaharian sehari-hari dengan jalan melakukan relasi-relasi seksual.


Definisi menurut P.J. de Bruine Van Amstel, "prostitusi" adalah penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki dengan pembayaran. Definisi ini mengemukakan adanya unsur-unsur ekonomis, dan penyerahan diri wanita yang dilakukan secara berulang-ulang atau terus-menerus dengan banyak laki-laki.


"Prostitusi" definisi menurut pasal 296 KUHP, adalah perbuatan perempuan atau laki-laki yang menyerahkan badannya untuk berbuat cabul dengan mendapat upah.



Jadi disini jelas bahwa "prostitusi" itu dapat dilakukan baik oleh kaum wanita maupun pria. Jadi ada persamaan predikat lacur antara laki-laki dan wanita yang bersama-sama melakukan perbuatan hubungan kelamin di luar perkawinan. Dalam hal ini perbuatan cabul tidak hanya berupa hubungan kelamin di luar nikah saja, namun termasuk pula peristiwa homoseksual dan permainan-permainan seksual lainnya.



Dengan adanya unsur komersialisasi dan barter seks (perdagangan tukar-menukar seks dengan benda bernilai), maka "prostitusi" merupakan 'profesi' yang paling tua sepanjang sejarah kehidupan manusia.


Yang dapat dimasukkan dalam katagori "prostitusi" antara lain:

1. Pergundikan: pemeliharaan istri tidak resmi, istri gelap atau perempuan piaraan. Mereka hidup sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan. Gundik-gundik orang asing pada zaman pemerintahan Belanda dahulu disebut 'nyai'.

2. Tante girang atau loose married woman, yaitu wanita yang sudah kawin, namun tetap melakukan hubungan erotik dan seks denga laki-laki lain, baik secara iseng untuk mengisi waktu kosong, bersenang-senang just for fun dan mendapatkan pengalaman-pengalaman seks lain, maupun secara intensional untuk mendapatkan penghasilan.

3. Gadis-gadis panggilan, yaitu gadis-gadis dan wanita-wanita biasa yang menyediakan diri untuk dipanggil dan dipekerjakan sebagai "prostitue", melalui saluran-saluran tertentu. Mereka ini terdiri atas ibu-ibu rumah tangga, pelayan-pelayan toko, pegawai-pegawai, buruh-buruh perusahaan, gadis-gadis sekolah lanjutan, para mahasiswi dan lain-lain.

4. Gadis-gadis bar atau B-girls, yaitu gadis-gadis yang bekerja sebagai pelayan-pelayan bar, dan sekaligus bersedia memberikan pelayanan seks kepada para pengunjung.

5. Gadis-gadis juvenile delinquent, yaitu gadis-gadis muda dan jahat, yang didorong oleh ketidak-matangan emosinya dan keterbelakangan intelektualnya, menjadi sangat pasif dan sugestibel sekali. Karakternya sangat lemah. Akibatnya mereka sangat mudah jadi pecandu minuman keras atau alkoholik dan pecandu obat bius (ganja, heroin, morfin dan lain-lain), sehingga mudah tergiur melakukan perbuatan immoril seksual dan "prostitusi".

6. Gadis-gadis binal atau free girls, adalah gadis-gadis sekolah atau putus sekolah (putus studi di akademi atau fakultas) dengan pendirian yang bejat dan menyebar-luaskan kebebasan seks secara ekstrim, untuk mendapatkan kepuasan seksual. Mereka menganjurkan seks bebas dan cinta bebas.

7. Gadis-gadis taxi - girls (di Indonesia ada pula gadis-gadis becak), yaitu wanita-wanita dan gadis-gadis panggilan yang ditawar-tawarkan dan dibawa ke tempat plesiran dengan taksi-taksi atau becak.

8. Penggali emas atau gold-diggers, yaitu gadis-gadis dan wanita-wanita cantik --- ratu-ratu kecantikan, pramugari/mannequin, penyanyi, bintang film, pemain sandiwara teater atau opera, anak wayang dan lain-lain --- yang pandai merayu dan bermain cinta, untuk mengeruk kekayaan orang-orang berduit.

9. Hostess atau pramuria yang menyemarakkan kehidupan malam dalam nightclub-nightclub. Pada intinya, profesi hostess merupakan bentuk "prostitusi" halus. Sedang pada intinya, hostess adalah predikat baru dari "prostitusi". Para hostess ini biasanya harus melayani makan, minum, dansa, dan memuaskan naluri-naluri seks para langganan dengan jalan menikmati tubuh para hostess tersebut.

(Sumber: Kartini Kartono, Pathologi Sosial).







Jumat, 28 Mei 2010

"KEPEMIMPINAN DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT"

"Pada saat dua orang atau lebih berkumpul bersama di suatu tempat, maka di antara mereka akan ada yang muncul menjadi "pemimpin".



Sesuai dengan formasi kumpulan manusia tersebut, beberapa anggotanya terlihat berperanan lebih aktif apabila dibandingkan dengan anggota lainnya, lebih disukai, lebih didengar dengan rasa hormat, lebih berpengaruh terhadap yang lainnya. Hal ini merupakan permulaan anggota-anggota kelompok ke dalam penggolongan para "pemimpin" dan para pengikut. Jika kelompok tersebut berkembang dan makin stabil, akan makin terlihat batasan hirarki "pemimpin"-pengikut.



IDENTIFIKASI DAN DEFINISI "PEMIMPIN".


Dalam melakukan identifikasi "pemimpin" suatu kelompok, dapat menggunakan cara sebagai berikut:

1. Bertanya kepada anggota-anggota kelompok, siapakah menurut mereka yang paling berpengaruh di dalam mengarahkan kelompok.


2. Bertanya kepada pengamat kelompok untuk menyebutkan anggota-anggota kelompok yang terlihat berpengaruh terhadap anggota-anggota lainnya. Atau mencatat banyaknya perbuatan-perbuatan yang mempunyai konotasi mempengaruhi anggota-anggota kelompok.



Dari cara-cara di atas dapat diakui bahwa kriteria identifikasi "pemimpin" adalah pengaruh individu terhadap individu lain. Jadi secara sederhana dapat didefinisikan bahwa "pemimpin" adalah anggota kelompok yang dapat mempengaruhi aktivitas-aktivitas kelompok.


Berdasarkan pada definisi tadi dapat diambil kesimpulan, bahwa:


1. Setiap anggota kelompok, pada tingkatan tertentu adalah "pemimpin". Hal ini dengan mudah dapat dimengerti karena setiap anggota kelompok pada saat tertentu dituntut untuk mempengaruhi aktivitas anggota-anggota lain di dalam kelompok.


2. Perbuatan-perbuatan yang mencerminkan "kepemimpinan" merupakan kejadian yang dapat digolongkan ke dalam 'interpersonal-behaviour', misalnya interaksi. Semua interaksi bersifat dua arah dalam hal ini "pemimpin" mempengaruhi pengikut dan sebaliknya pengikut mempengaruhi "pemimpin". Menurut Haythorn, bahwa tingkah laku "pemimpin" pada tingkatan tertentu merupakan fungsi sikap anggota-anggota kelompok.



3. Perlu dibedakan antara "pemimpin" sebagai individu yang mempunyai sejumlah pengaruh yang berarti dengan "pemimpin" formal dari suatu kelompok yang mungkin mempunyai pengaruh yang sangat kecil. Disini dapat dikatakan bahwa tidak semua "pemimpin" formal adalah "pemimpin" yang benar-benar "pemimpin".



TUMBUHNYA SEBUAH "KEPEMIMPINAN".


Struktur, situasi dan tugas-tugas kelompok, akan menentukan "kepemimpinan" yang tumbuh dan berfungsi di dalam suatu kelompok. "Pemimpin" yang merupakan pusat posisi di dalam kelompok memainkan peranan penting di dalam pencapaian tujuan kelompok, ideologi kelompok, struktur kelompok dan di dalam pencapaian aktivitas-aktivitas yang disetujui oleh anggota-anggota kelompok. Disini nampak adanya hubungan timbal-balik antara munculnya "kepemimpinan" dan fungsi-fungsi yang terbentuk dengan struktur, situasi dan tugas-tugas kelompok.


Pada umumnya pengaruh di dalam kelompok lebih diarahkan pada satu atau beberapa orang saja, jarang yang diarahkan pada semua anggota kelompok. Secara alamiah perubahan konsentrasi "kepemimpinan" dapat beraneka ragam sesuai dengan pertumbuhan dan berfungsinya kelompok.


Hierarkhi "kepemimpinan" berkembang di dalam kelompok yang tumbuh menjadi besar dan kompleks karena tuntutan dan fungsi "pemimpin" kelompok serta pelengkap tujuan kelompok meningkat. Pada tingkat tertinggi dari hierarkhi "kepemimpinan" dipegang oleh "pemimpin" utama, satu tingkat lebih rendah dipegang oleh "pemimpin" kedua, satu tingkat lebih rendah dipegang oleh "pemimpin" ketiga, dan seterusnya. Pada tingkat yang paling rendah terdapat pengikut.


Di dalam hierarkhi "kepemimpinan" yang membentuk struktur kelompok ada pendelegasian atau penyebaran "kepemimpinan". Sering diduga bahwa "kepemimpinan" yang hierarkhis adalah "kepemimpinan" yang mempunyai konsentrasi "kepemimpinan" di satu tangan manusia. Dugaan seperti ini tidak benar ! Mengapa? ---- Karena makin besar dan makin kompleks suatu kelompok atau organisasi, makin dibutuhkan banyak "pemimpin", karena makin banyak memberikan kondisi untuk munculnya "pemimpin-pemimpin".


"Kepemimpinan" akan muncul pula pada situasi dimana usaha-usaha pencapaian tujuan kelompok mengalami hambatan atau pada saat kelompok menderita tekanan-tekanan dari luar yang mengancam keselamatan kelompok. Situasi kelompok yang demikian menuntut adanya pengertian yang dapat melangkahkan kelompok mencapai tujuannya atau mengatasi bahaya yang dihadapinya. Pengertian tersebut dapat muncul pada individu di dalam kelompok yang diterima oleh kelompok karena karakteristik pribadinya yang berani, terampil, berpengetahuan, percaya diri sendiri dan karakteristik lainnya, sehingga diakui kelompok sebagai seorang "pemimpin". Dengan demikian dapat dikatakan bahwa situasi kelompok yang mengalami krisis dapat mengarahkan munculnya "kepemimpinan". Analisa historis terhadap munculnya kediktatoran terbukti karena adanya situasi krisis yang menuntut perubahan-perubahan segera di dalam pencapaian tujuan kelompok.


Apabila masalah dalam kelompok tersebut sangat rumit, fungsi "kepemimpinan" didistribusikan diantara sejumlah anggota sehingga muncul "pemimpin-pemimpin" baru. Dengan berkurangnya tugas yang dilakukan karena sebagian tugas didelegasikan kepada anggota lain, maka "kepemimpinan" dapat dilaksanakan dengan lebih berkonsentrasi lagi. Pembagian tugas yang mewujudkan tugas-tugas semudah mungkin sehingga setiap orang dapat melaksanakan pekerjaannya merupakan kunci kesuksesan di dalam pencapaian tujuan kelompok.


"Pemimpin-pemimpin" baru juga dapat muncul seandainya "pemimpin" formal kelompok tersebut tidak menjalankan fungsinya sebagai seorang "pemimpin".


Namun..... Walaupun situasi dan kondisi kelompok memungkinkan munculnya "kepemimpinan", tetapi tidak ada anggota kelompok yang mempunyai potensi "pemimpin", maka tidak akan muncul seorang pemimpin pun di dalam kelompok tersebut. Jadi ..... Selain kesempatan, potensi psikologis "pemimpin" dibutuhkan untuk muncul "kepemimpinan". "Pemimpin" yang muncul adalah "pemimpin-pemimpin" yang mempunyai keinginan-keinginan terutama keinginan untuk meningkatkan kekuasaan, prestasi dan materi.



FUNGSI-FUNGSI "PEMIMPIN".


Bagaimanapun alam dan situasi kelompok. semua "pemimpin" harus dapat menjalankan fungsi-fungsi "pemimpin" sesuai dengan tujuan kelompok. Fungsi-fungsi tersebut adalah:

1. "Pemimpin" sebagai orang yang menjalankan "kepemimpinan"nya.
Peranan "pemimpin" yang paling jelas di dalam setiap kelompok adalah sebagai koordinator tertinggi di dalam mengelola aktivitas-aktivitas kelompok. "Pemimpin" dituntut berperan langsung di dalam pemutusan kebijaksanaan atau penentuan tujuan-tujuan kelompok. Namun.... "pemimpin" tidak diharuskan untuk melakukan sendiri semua aktivitas kelompok.

2. "Pemimpin" sebagai perencana.

3. "Pemimpin" sebagai pembuat kebijaksanaan.

4. "Pemimpin" sebagai seorang ahli.

5. "Pemimpin" sebagai wakil kelompok.

6. "Pemimpin" sebagai pengawas hubungan di dalam kelompok.

7. "Pemimpin" sebagai orang yang mampu memberikan hadiah dan hukuman (reward and punishmant).

8. "Pemimpin" sebagai pelerai dan penengah.

9. "Pemimpin" sebagai contoh.

10. "Pemimpin" sebagai simbol kelompok.

11. "Pemimpin" sebagai pengganti tanggung jawab individu.

12. "Pemimpin" sebagai orang yang mempunyai ideologi.

13. "Pemimpin" sebagai tokoh ayah.

14. "Pemimpin" sebagai orang yang selalu dipersalahkan.


Dari semua fungsi yang disebutkan tadi dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu:

1. Fungsi utama.

2. Fungsi pelengkap.


Yang termasuk dalam fungsi utama adalah: fungsi sebagai orang yang menjalankan "kepemimpinan", sebagai perencana, sebagai pembuat keputusan, sebagai ahli, sebagai wakil kelompok, sebagai pengawas hubungan dalam kelompok, sebagai orang yang mampu memberikan hadiah dan hukuman, sebagai penengah dan pendamai.


Sedangkan fungsi pelengkap adalah: Fungsi sebagai model atau contoh, sebagai simbol kelompok, sebagai pengganti tanggung jawab individu, sebagai orang yang mempunyai ideologi, sebagai tokoh ayah, sebagai orang yang selalu dipersalahkan.



PERSEPSI PENGIKUT TENTANG "PEMIMPIN".


Supaya "pemimpin" dapat diterima oleh pengikutnya, maka perlu diketahui bagaimana persepsi pengikut tentang "pemimpin". Persepsi tersebut adalah:

1. "Pemimpin" harus diterima sebagai salah satu dari anggota kelompok (one of us).

2. "Pemimpin" harus diterima sebagai anggota kelompok pada umumnya (most of us).

3. "Pemimpin" harus diterima sebagai orang yang paling baik dibandingkan dengan anggota kelompok lainnya (the best of us).

4. "Pemimpin" harus menyesuaikan diri dengan harapan-harapan pengikut.



KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN "PEMIMPIN".


Pada umumnya seorang "pemimpin" memiliki intelegensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan intelegensi para pengikutnya. Disamping itu seorang "pemimpin" juga memperlihatkan karakteristik penyesuaian diri yang lebih baik, lebih dominan, lebih ekstrovert, lebih jantan, tidak konservatif dan lebih sensitif di dalam hubungan antar manusia bila dibandingkan dengan anggota kelompok lainnya.


Karakteristik "pemimpin" akan berkembang apabila berperanan sebagai "pemimpin", artinya apabila bergumul dengan masalah-masalah yang menuntut usaha mengarahkan kelompok. Dengan demikian pola "pemimpin" pada seseorang adalah hasil dari proses belajar.


Penampilan yang terus menerus dalam waktu yang cukup lama di dalam melakukan suatu pekerjaan akan membentuk kepribadian tertentu. Misalnya seseorang yang bekerja sebagai pedagang akan memperlihatkan kepribadian yang berbeda dengan kepribadian seorang yang mempunyai pekerjaan sebagai guru atau pegawai negeri, dan seterusnya. Jadi dapat dikatakan bahwa kantor atau pekerjaan dapat membentuk pribadi manusia. Demikian pula dengan kedudukan "pemimpin" dengan hak dan kewajiban yang harus dilaksanakannya dapat mempengaruhi dan membentuk pribadi tertentu pada seorang "pemimpin".


Mengenai sifat "kepemimpinan" ada dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa "kepemimpinan" itu bersifat umum, artinya seseorang yang menjadi "pemimpin" di dalam suatu situasi akan menjadi "pemimpin" di dalam situasi-situasi lainnya. Pendapat kedua, menyatakan bahwa "kepemimpinan" itu bersifat khusus, artinya seorang "pemimpin" dari suatu kelompok dengan tugas dan karakteristik tertentu belum tentu dapat menjadi "pemimpin" dari kelompok dengan tugas dan karakteristik yang lain. Perubahan tugas dan karakteristik kelompok dapat menyebabkan timbulnya perubahan di dalam cara memimpinnya.


Menurut Carter dan Nixon, ada tiga macam tugas dalam kelompok, yaitu:

1. Tugas yang menuntut pemikiran.

2. Tugas yang menuntut keahlian mekanis.

3. Tugas yang ada kaitannya dengan keagamaan.


Dari ketiga macam tugas tadi dihitung korelasinya sehingga dihasilkan adanya dua macam "kepemimpinan", yaitu:

1. "Kepemimpinan" Intelektual.

2. "Kepemimpinan" mekanik (tehnik).


Di dalam studi lebih lanjut lagi, Carter menyimpulkan hanya ada dua macam tugas yaitu tugas yang menuntut pemikiran dan tugas yang menuntut penggunaan obyek.

(Sumber: Psikologi Sosial, Oleh Carolina Nitimihardjo).

"Pemimpin" sering diilustrasikan sebagai:

1. Matahari yang memberikan sinar kehangatannya tanpa membeda-bedakan yang baik, yang buruk, yang kaya, yang miskin, suku, keyakinan, ras dan mampu memancarkan cahaya untuk menyingkirkan kegelapan sebagai sumber kejahatan. Seorang "Pemimpin" harus mampu memberi kehangatan, kejelasan, berlaku adil tanpa membeda-bedakan dan mampu menumbuhkan kebaikan dan mengubah lingkungan menjadi lebih baik.

2. Air yang siap memberi kehidupan dan kesuburan, jernih, transparan dan selalu siap dibersihkan kalau kotor tetapi mampu juga menghukum bila manusia salah, tanpa pandang bulu. Seorang "Pemimpin" juga harus mampu memberi kehidupan kpada para pengikutnya, transparan dan siap dikoreksi/mengkoreksi diri bila bersalah dan berani menghukum bila ada yang salah tanpa membeda-bedakan.

3. Bintang yang memberi arah kepada siapa saja yang sedang dalam kegelapan dan membutuhkan tuntunan. Seorang "Pemimpin" harus mampu menjadi penuntun dan penerang dalam kegelapan melalui keteladanan hidup.

4. Angin yang selalu dirindukan karena mampu memberi kesejukan kepada siapa saja yang kegerahan dan membutuhkan kesgaran. Seorang "Pemimpin" harus selalu dirindukan bila tidak ada karena mampu memberi kesejukan dan kesegaran waktu hadir.

5. Bumi yan g siap diinjak, dikotori tetapi tetap setia memberi kehidupan bagi para penghuninya dan mampu memendam segala keburukan atau hal-hal yang kurang bermanfaat lagi dan selalu siap enerima siapa saja yang datang kepadanya. Seorang "Pemimpin" harus juga mampu memberi maaf, tidak pendendam, teta setia, akomodatif dan mengayomi.

6. Api yang mampu mengubah segala sesuatu sehingga bermanfaat bagi manusia, mampu mengubah yang keras menjadi lunak, memberi terang dan kehangatan. Seorang "Pemimpin" juga harus mampu mengubah sesuatu yang tidak/kurang bermanfaat menjadi bermanfaat untuk kehidupan pengikutnya.

7. Kemudi karena seorang "Pemimpin" harus mampu membawa pengikutnya menuju tujuan yang dicita-citakan.

8. Rem karena seorang "Pemimpin" juga harus mampu berfungsi mencegah hal-hal yang buruk terjadi.

Dengan demikian, maka ciri utama seorang "Pemimpin" masyarakat justru tidak langsung dikaitkan dengan keterampilan, kecakapan, jenis kelamin dan sebagainya, tetapi lebih dikaitkan dengan sifat-sifat luhur manusia yang diperankannya; jujur, adil, transparan, kerendahan hati, setia dan kearifan selalu mampu berperan dalam memberi penerangan dalam kegelapan, penunjuk arah melalui keteladanan, kesejukan dalam kegelisahan, mencegah hal-hal yang buruk terjadi, akomodatif dan mengayomi, dan sebagainya yang secara keseluruhan menunjukkan keluhuran budi seorang manusia sejati.

"INTERAKSI SOSIAL DALAM KEHIDUPAN MANUSIA"

"Sebagian besar dari kehidupan "manusia", sejak lahir di dunia sampai akhir hayat dikandung badan, terlibat di dalam "interaksi sosial".



Pada saat masih bayi terlibat "interaksi" terutama dengan ibu atau pengasuhnya. Setelah besar terlibat "interaksi" dengan tetangga, teman-teman sepermainan dan teman-teman sekolah. Setelah dewasa terlibat "interaksi" dengan teman-teman seprofesi dan seterusnya. Sangat sulit menemukanmanusia yang menyendiri tanpa melakukan "interaksi" dengan "manusia" lain.


Pada dasarnya "manusia" selalu ingin berkumpul dengan "manusia" lain, selalu ingin bertemu, berbicara atau ingin melakukan kegiatan-kegiatan lain dengan "manusia". Faktor yang menimbulkan dorongan atau keinginan untuk berkumpul dengan "manusia" lain dikenal sebagai 'gregariousness'.


Gregariousness ini pada awalnya dianggap sebagai instink "manusia", artinya sebagai faktor yang dibawa sejak lahir dan tidak dipelajari. Namun..... seiring dengan ilmu pengetahuan, pada saat ini gregariousness tidak dianggap sebagai instink lagi, tapi merupakan faktor yang telah terkondisikan pada diri seseorang. Dengan kata lain, gregariousness pada seseorang tumbuh dengan melalui proses belajar. Seseorang merasa aman atau selalu ingin bertemu dengan orang lain pada saat dia sendiri karena pada dirinya telah terkondisikan dari sejak dilahirkan berada diantara "manusia". Apabila sejak lahir tidak pernah berada diantara "manusia" lain, maka gregariousness pada orang tersebut tidak akan muncul. Artinya orang itu tidak akan merasa ada keinginan berkumpul dengan "manusia" lain --- bahkan akan merasa takut apabila bertemu dengan "manusia".


Dengan demikian dapat dikatakan bahwa "interaksi sosial" terjadi karena faktor kebiasaan yang tumbuh berdasarkan pada proses belajar yang dialaminya.



PENGERTIAN "INTERAKSI SOSIAL".


Di dalam "interaksi sosial", minimal ada dua individu yang terlibat. Individu di dalam "interaksi sosial" memperlihatkan aktion yang berupa perbuatan sebagai reaksi terhadap lingkungannya. Reaksi yang diperlihatkan tidak hanya dibatasi oleh pengaruh-pengaruh dari luar saja, namun dipengaruhi pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang memerlukan pemuasan. Jadi reaksi yang diperlihatkan tidak hanya berdasarkan pada rangsangan "sosial" saja, namun dipengaruhi pula oleh seleksi individu sesuai dengan pemuasan kebutuhannya. Reaksi yang aktif ini terjadi karena adanya proses belajar pada diri individu.


Tidak akan ada reaksi apabila tidak ada aksi. Tidak akan ada respon apabila tidak ada rangsang. Jadi dalam "interaksi sosial", tidak akan ada aktion-aktion yang berupa reaksi atau respon apabila tidak ada aktion-aktion yang berupa aksi atau rangsang. Supaya terjadi reaksi atau respon, maka harus ada hubungan atau kontak antara individu pemberi rangsang dengan individu yang akan menerima rangsang dan memberikan respon.


Di dalam "interaksi sosial" tidak hanya sekedar ada kontak atau hubungan antar individu saja, namun dalam proses "interaksi sosial" juga harus ada individu yang memperhatikan dan memberikan respon terhadap individu lain yang juga memperhatikan dan memberikan respon terhadap individu pertama. Jadi dapat dikatakan bahwa "interaksi sosial" merupakan proses dimana masing-masing individu yang terlibat di dalam proses "interaksi sosial" saling memperhatikan dan saling menerima serta memberikan respon. Disini jelas bahwa "interaksi sosial" merupakan proses dua arah, dimana masing-masing individu saling mempengaruhi dan dipengaruhi.



FAKTOR PENUNJANG TERJADINYA "INTERAKSI SOSIAL".


Supaya terwujud suatu situasi "interaksi sosial", maka setiap individu harus:


1. Menerima Rangsang.
Individu dituntut mampu mempergunakan alat inderanya di dalam menerima rangsang yang datang pada dirinya. Baik rangsang berupa suara, cahaya, getaran, temperatur maupun bau-bauan. Individu harus mampu menyadari adanya perubahan yang terjadi pada dirinya karena adanya rangsang. Jika seseorang tidak mampu menerima rangsang yang datang pada dirinya, tentu tidak akan dapat memberikan respon terhadap rangsang tersebut. Orang yang tidak mampu menerima rangsang dan memberikan respon tentu tidak dapat berpartisipasi di dalam "interaksi sosial".


2. Memberikan Respon.
Dalam "interaksi sosial", selain dituntut mampu menerima rangsang, individu juga dituntut mampu memberikan respon. Setelah proses penerima rangsang, individu harus mampu mengolahnya sehingga timbul reaksi atau respon terhadap hasil pengolahan tersebut. Jika individu tidak dapat memberikan respon terhadap rangsang yang datang pada dirinya, si pemberi rangsang tentu saja tidak akan menerima umpan balik. Hal ini berarti antara pemberi dan penerima rangsang tidak terjadi "interaksi" walaupun sudah ada kontak.


3. Terlibat Dalam Proses Belajar.
Di dalam "interaksi sosial", penerima rangsang dan munculnya respon pada diri seseorang berdasarkan pada proses belajar. Manusia tidak terlepas dari proses belajar sejak dia dilahirkan. Jika individu tidak mampu terlibat di dalam proses belajar, dia tidak akan mampu menerima rangsang dan mengolahnya serta memberikan respon terhadap rangsang tersebut.


Ketiga kemampuan di atas merupakan faktor yang mempunyai hubungan erat satu sama lain. Apabila salah satu faktor mengalami hambatan, maka individu tersebut akan mengalami hambatan pula di dalam "interaksi"nya.



SIFAT RESPON ANTAR PERSON.


Menurut Krech, Crutchfield dan Ballachey di dalam bukunya berjudul 'Individual in Society', menyatakan bahwa sifat respon antar golongan, yaitu:


1. Role dispositions, terdiri dari:
a. Sifat berpengaruh (ascendance).
b. Sifat menguasai (dominance).
c. Sifat yang memperlihatkan inisiatif "sosial" (social initiative).
d. Sifat tidak tergantung pada orang lain (independence).


2. Sociometric Dispositions, terdiri dari:
a. Sifat menerima orang lain (accepting of others).
b. Sifat bermasyarakat (sociability).
c. Sifat berteman (friendliness).
d. Sifat bersimpati (sympathetic).


3. Expressive Dispositions, terdiri dari:
a. Sifat berkompetisi (competitiveness).
b. Sifat agresif (aggresiveness).
c. Sifat sadar akan dirinya (self consciousness).
d. Sifat pamer diri (exhibitionistic).



BENTUK "INTERAKSI SOSIAL".


Menurut Horney, ada tiga tipe sifat respon individu pada saat ber"interaksi", yaitu:


1. Bergerak menghadapi orang lain.


2. Bergerak melawan orang lain.


3. Bergerak menjauhi orang lain.



Sebenarnya tipe sifat respon yang ada pada setiap bentuk "interaksi sosial" sama dengan sifat respon antar person di atas. Perbedaannya tipe sifat respon lebih sederhana pengelompokkannya dibandingkan dengan pengelompokkan yang disampaikan oleh Krech, Crutchfield dan Ballachey.

(Sumber: Psikologi Sosial, Oleh Carolina Nitimihardjo).


"Interaksi sosial" akan selalu terjadi dalam kehidupan "manusia" di dunia ini.






Kamis, 27 Mei 2010

"PENINGKATAN KUALITAS PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN"

"Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang "Administrasi Kependudukan", merupakan landasan hukum penyelenggaraan "Administrasi Kependudukan" dengan menggunakan metode registrasi "penduduk".


"Administrasi Kependudukan" sangat penting dan strategis, karena "penduduk" merupakan salah satu pilar dari berdirinya satu negara. Jumlah "penduduk" Indonesia yang relatif besar harus dicatat, dikelola dan ditingkatkan kualitasnya.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang "Administrasi Kependudukan", merupakan landasan hukum penyelenggaraan "Administrasi Kependudukan" dengan menggunakan metode registrasi "penduduk". Melalui ketentuan ini jumlah "penduduk" Indonesia yang besar tersebut perlu di"administrasi"kan secara benar, tertib, teratur dan berkelanjutan.



PENYELENGGARAAN "ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN".


Penyelenggaraan "administrasi kependudukan" pada prinsipnya diarahkan untuk memenuhi hak asasi setiap orang di bidang "administrasi kependudukan" tanpa deskriminasi, meningkatkan kesadaran "penduduk" untuk berperanserta dalam pelaksanaan "administrasi kependudukan", menyediakan database "kependudukan" yang lengkap dan akurat, mendukung perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan secara nasional, regional dan lokal, serta untuk penerbitan dokumen "kependudukan" yang keabsahannya diakui oleh semua pihak.


Penyelenggaraan "administrasi kependudukan" yang tertib akan mendukung terwujudnya good governance, mengoptimalkan demokratisasi dan melindungi hak asasi manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pencapaian kondisi tersebut tidaklah mudah, karena membutuhkan prasyarat yang kompleks seperti piranti hukum, kemantapan kelembagaan, kemampuan aparatur, keteraturan manajemen, ketersediaan pembiayaan sampai dengan dukungan kesadaran masyarakat.


Substansi utama dari "administrasi kependudukan" meliputi:


1. Pendaftaran "penduduk".
Kegiatan Pendaftaran "Penduduk", antara lain pencatatan biodata, penerbitan Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda "Penduduk" (KTP), Surat Keterangan Pindah dan lain-lain.


2. Pencatatan Sipil.
Kegiatan Pencatatan Sipil antara lain Pencatatan Kelahiran, Kematian, Perkawinan dan Perceraian serta Penerbitan Akta Pencatatan Sipil.


3. Pengelolaan informasi "administrasi kependudukan".
Pengelolaan Informasi "Administrasi Kependudukan" yang menggunakan SIAK merupakan alat untuk memfasilitasi pengelolaan database "kependudukan", penerbitan Nomor Induk "Kependudukan" (NIK) dan penerapan Kartu Tanda "Penduduk" Elektronik (e-KTP).



TUJUAN PENYELENGGARAAN "ADMINISTRASI kEPENDUDUKAN".


Penyelenggaraan "administrasi kependudukan" pada hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan:


1. Tertib Database "Kependudukan".
Yang dimaksud dengan Tertib Database "Kependudukan" adalah semua "penduduk" di Indonesia terekam dalam database dan tidak ada data "penduduk" yang ganda.


2. Tertib Penerbitan Nomor Induk "Kependudukan" (NIK).
Yang dimaksud dengan Tertib Penerbitan NIK adalah tidak adanya NIK ganda dan semua "penduduk" ditargetkan telah mendapatkan NIK paling lambat 29 Desember 2011.


3. Tertib Penerbitan Dokumen "Kependudukan" (KK, KTP, Akta-akta Pencatatan Sipil dan lain-lain).
Yang dimaksud dengan Tertib Dokumen "Kependudukan" adalah tidak ada lagi dokumen "kependudukan" yang ganda dan palsu.



KONDISI "ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN" SAAT INI.


Pada saat ini kondisi "administrasi kependudukan" di Indonesia masih perlu ditingkatkan kualitasnya, karena:


1. Database "kependudukan", cakupan dan kualitasnya masih relatif rendah serta database "kependudukan" Kabupaten/Kota belum tersambung (offline) dengan propinsi dan Pusat.


2. Nomor Induk "Kependudukan" (NIK), belum semua "penduduk" memiliki NIK, masih ada NIK ganda yang diakibatkan antara lain belum tersambungnya database "kependudukan" Kabupaten/Kota dengan Propinsi dan Pusat.


3. Dokumen "Kependudukan", masih banyaknya dokumen "kependudukan" terutama KTP ganda dan palsu.



STRATEGI UNTUK PENERTIBAN "ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN".


Dalam rangka mewujudkan tertib "administrasi kependudukan", Pemerintah melaksanakan beberapa strategi, antara lain:


1. Pemutakhiran database "kependudukan".


2. Meningkatkan kualitas database "kependudukan" kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat melalui pelayanan pendaftaran "penduduk" dan pencatatan sipil dengan menggunakan SIAK secara online dari Kabupaten/Kota ke Propinsi dan Pusat.


3. Percepatan penguatan regulasi di daerah melalui Peraturan Daerah (Perda) penyelenggaraan "Administrasi Kependudukan" serta diikuti dengan penegakan hukum (Law Enforcement) bagi pelanggaran "Administrasi Kependudukan".


4.Penerapan awal (uji petik) KTP berbasis NIK secara Nasional yang dilengkapi dengan sidik jari dan chip, dilaksanakan sejak Oktober s/d. akhir Desember 2009.


5. Pemberian NIK kepada setiap "penduduk" paling lambat Tahun 2011.


6. Penerapan KTP berbasis NIK secara Nasional yang dilengkapi dengan sidik jari dan chip (e-KTP) paling lambat Tahun 2012.


7. Melakukan kerjasama antara Kemendagri dengan BPPT, Lembaga Sandi Negara, ITB dan APTIKOM untuk mengantisipasi kebutuhan tenaga teknis.



MANFAAT KARTU TANDA "PENDUDUK" ELEKTRONIK (e-KTP).


Manfaat e-KTP bagi masyarakat, bangsa dan negara, antara lain adalah:


1. Untuk mencegah dan menutup peluang adanya KTP ganda dan KTP palsu sehingga memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi masyarakat.


2. Untuk mendukung terwujudnya database "kependudukan" yang akurat, khususnya yang berkaitan dengan data "penduduk" wajib KTP yang identik dengan data "penduduk" potensial pemilih pemilu (DP4), sehingga DPT Pemilu yang selama ini sering bermasalah tidak akan terjadi lagi.


3. Dapat mendukung peningkatan keamanan negara sebagai dampak positif dari tertutupnya peluang KTP ganda dan KTP palsu, dimana selama ini para pelaku kriminal termasuk teroris selalu menggunakan KTP ganda dan KTP palsu.


4. e-KTP merupakan KTP Nasional yang sudah memenuhi semua ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009, sehingga berlaku secara Nasional. Dengan demikian mempermudah masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dari Lembaga Pemerintah dan Swasta, karena tidak lagi memerlukan KTP setempat.



PERUBAHAN NAMA DIREKTORAT JENDERAL "ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN".


Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010, bahwa Direktorat Jenderal "Administrasi Kependudukan" diubah menjadi Direktorat Jenderal "Kependudukan" dan Pencatatan Sipil.

(Sumber: Hasil Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) "Kependudukan" dan Pencatatan Sipil Tahun 2010, Tanggal 25 Mei 2010 di Jakarta).


Dengan berubahnya nama Direktorat Jenderal tersebut berarti nomenklatur lembaga yang menangani "administrasi kependudukan" di tingkat Pusat sampai dengan tingkat daerah akan sama, yaitu untuk tingkat Kabupaten/Kota namanya Dinas "Kependudukan" dan Pencatatan Sipil. Sehingga hal ini akan mempermudah tersambungnya jaringan SIAK online antara Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.





ERA BARU ADMINISTRASI "KEPENDUDUKAN".


Era baru pelaksanaan administrasi "kependudukan" diawali dengan diterbitkannya Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi "Kependudukan" beserta berbagai peraturan pelaksanaannya. Landasan hukum dan pedoman teknisnya sudah jelas, namun pelaksanaan di lapangan masih belum optimal karena berbagai kendala yang dihadapi petugas pada instansi pelaksana maupun tanggapan dan semangat "penduduk" untuk mengikuti sistem baru tersebut.


Administrasi "Kependudukan" dengan sistem baru tersebut memuat seluruh data dan informasi setiap "penduduk". Mulai dari biodata, pencatatan lahir, mati, pindah dan datang (Lampid). Dengan data lengkap tersebut, niscaya akan mempermudah berbagai urusan yang diperlukan masyarakat berupa pelayanan publik dan pendayagunaan untuk penetapan kebijakan pembangunan (antara lain merupakan komponen penting dalam pembuatan indikator MDGs).


Administrasi "Kependudukan" berdasarkan sistem baru ini, akan membangun Sistem Informasi Administrasi "Kependudukan" (SIAK). Dari pembangunan SIAK diharapkan akan dapat dihasilkan data base "kependudukan" yang lebih lengkap, akurat dan mutakhir.


Administrasi "Kependudukan" sebagai suatu sistem diharapkan dapat diselenggarakan sebagai bagian dari penyelenggaraan administrasi negara. Dari sisi kepentingan "penduduk", administrasi "kependudukan" memberikan pemenuhan hak-hak administratif, seperti pelayanan publik serta perlindungan yang berkenaan dengan dokumen "kependudukan". Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006, bahwa setiap "penduduk" mempunyai hak untuk memperoleh:
1. Dokumen "kependudukan".
2. Pelayanan yang sama dalam pendaftaran "penduduk" dan pencatatan sipil.
3. Perlindungan atas data pribadi.
4. Kepastian hukum atas kepemilikan dokumen.
5. Informasi mengenai data hasil pendaftaran "penduduk" dan pencatatan sipil atas dirinya dan/atau keluarganya; dan
6. Ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam pendaftaran "penduduk" dan pencatatan sipil serta penyalahgunaan data pribadi oleh instansi pelaksana.


Untuk mendapatkan haknya, setiap "penduduk" berkewajiban melaporkan peristiwa "kependudukan" dan peristiwa penting dialaminya kepada instansi pelaksana, dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dlam pendaftaran "penduduk" dan pencatatan sipil. (Sumber: Jurmal Administrasi "Kependudukan" No. 002 April - Juni 2010).

Minggu, 23 Mei 2010

"RIBA MENURUT TUNTUNAN ISLAM"

"Riba" adalah tambahan pada harta-harta tertentu. "Riba" ada dua macam, yaitu "Riba" Fadl dan "Riba" Nasiah."



"Riba" Fadl adalah jual beli barang sejenis dengan adanya kelebihan padanya. Hal itu seperti menjual satu liter gandum dengan satu seperempat liter gandum, atau menjual satu sa' kurma dengan setengah sa' kurma, atau menjual satu uqiyyah perak dengan satu uqiyyah dan satu dirham perak.


Sedangkan "Riba" Nasiah ada dua macam, yaitu:


1. "Riba" jahiliah yang diharamkan oleh Allah sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an Surat Ali 'Imran Ayat 130: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan "riba" dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah, supaya kamu mendapatkan keberuntungan."

Hakikat dari "riba" ini adalah seseorang mempunyai utang kepada orang lain dengan tenggang waktu tertentu, ketika jatuh tempo, orang yang meminjamkan berkata kepada orang yang berhutang: "Kamu membayar sekarang atau akan kutambah lagi dan waktunya diperpanjang." Apabila peminjam tidak membayarnya, maka utangnya itu bertambah dan ia menunggu jatuh tempo berikutnya. Demikianlah, sehingga dalam waktu tertentu, hutang itu menjadi berlipat ganda.

Yang termasuk "riba" jahiliah juga, misalnya seseorang meminjamkan kepada orang lain sepuluh juta rupiah, tetapi harus membayarnya sebesar lima belas juta rupiah, dalam tenggang waktu yang singkat ataupun lama.


2. "Riba" Nasiah dalam bentuk menjual sesuatu yang "riba" biasa berjalan padanya, seperti salah satu alat pembayar (emas, perak atau uang kertas), gandum, syair dan kurma dengan benda lain yang mengandung unsur "riba" nasiah. Misalnya seseorang menjual satu liter kurma dengan satu liter gandum sampai dengan tenggang waktu tertentu, atau menjual sepuluh dinar emas dengan dua puluh dirham perak sampai dengan tenggang waktu tertentu.


"Riba" itu haram hukumnya, sebagaimana difirmankan Allah dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 275: "...... Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan "riba"......"
Dan juga dalam Surat Ali 'Imran Ayat 130, seperti yang telah dijelaskan di atas.



Hadits Riwayat Ashabus-Sunan dan Tirmidzi, menjelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Allah akan melaknat pemakan "riba", pemberinya, kedua saksinya, dan penulisnya."


Hadits Riwayat Ahmad dengan sanad sahih juga menjelaskan bahwa Rasulullah bersabda: "Satu dirham "riba" yang dimakanoleh seseorang dan ia mengetahuinya, adalah lebih berat dari pada tiga puluh enam kali."


Juga Hadits Riwayat Hakim, hadits sahih, menerangkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Ada tujuh puluh tiga macam pintu "riba". Yang paling ringan adalah seperti zinahnya seseorang kepada ibunya, sedangkan yang paling berat adalah mempermalukan seorang Muslim."


Hadits Riwayat Muttafaq 'alaih, menjelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Jauhilah oleh kamu sekalian tujuh macam perbuatan yang merusak. Rasulullah ditanya tentang tujuh macam itu, beliau menjawab: Syirik kepada Allah, perbuatan sihir, membunuh seseorang yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan alasan yang hak, memakan "riba", memakan harta anak yatim, lari dari medan pertempuran saat berkecamuknya perang, dan menuduh berbuat zuna pada wanita Mukminah yang memelihara dirinya."



Hikmah diharamkannya "riba" antara lain adalah:


1. Memelihara harta Muslim, supaya tidak dimakan dengan cara batil.


2. Mengarahkan Muslim untuk mengembangkan hartanya dengan cara usaha yang mulia dan bersih dari kecurangan serta penipuan, menjauhkan dari segala sesuatu yang akan menyebabkan kesulitan dan kebencian diantara sesama Muslim. Usaha yang diarahkan itu antara lain seperti pertanian, industri, perdagangan yang baik dan bersih.


3. Menutup segala kemungkinan untuk memusuhi dan menyulitkan antar sesama Muslim yang dapat mendatangkan kebencian dan sebagainya.


4. Menjauhkan Muslim dari semua yang akan menyebabkan kehancurannya, karena pemakan "riba" itu adalah orang yang aniaya dan dzalim, yang mengakibatkan kehancuran.


5. Membuka pintu-pintu kebaikan bagi Muslim untuk memperoleh bekal di akhirat, dengan memberikan pinjaman tanpa adanya tambahan (bunga), dan menunggu kemampuan hingga dapat mengembalikannya dengan cara meringankan dan menyayanginya, semata-mata mengharapkan rodha Allah.

Kegiatan ini akan menumbuhsuburkan rasa kasih sayang di antara sesama kaum Muslimin. Dengan demikian, akan tumbuh pula rasa persaudaraan dan kesatuan di antara mereka.



HUKUM-HUKUM "RIBA".


1. Pokok-pokok benda "riba".

Pokok-pokok benda riba ada enam, yaitu emas, perak, gandum, syair, kurma dan garam. Hadits Riwayat Muslim, menjelaskan bahwa Rasulullah bersabda: "Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma dan garam dengan garam, (juallah) dalam keadaan sama, dan kontan dibayar dengan kontan. Apabila jenis-jenis ini berbeda, maka juallah sekehendak hatimu, apabila keadaannya kontan bayar dengan kontan."

Para ahli ilmu dari kalangan sahabat, tabi'in dan para pemimpinnya telah melakukan qias (analogi) dengan segala sesuatu yang sesuai dengan enam jenis benda yang ditakar dan ditimbang dalam makanan yang dapat disimpan. Demikian juga biji-bijian yang lainnya, minyak, madu dan daging. Berkata Sa'iid bin Musayyab: "Tidak ada "riba" kecuali pada makanan dan minuman yang dapat ditakar dan ditimbang."


2. "Riba" pada semua benda "riba" ada tiga jenis.


a. Benda yang satu dijual dengan benda lain yang sama jenisnya, seperti emas dengan emas, gandum dengan gandum, dan kurma dengan kurma, dengan cara dilebihkan. Hal ini sebagaimana Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim: "Sesungguhnya Bilal datang kepada Nabi SAW dengan membawa kurma yang berkualitas baik. Rasulullah bertanya kepadanya: Dari mana engkau dapatkan kurma ini wahai Bilal? Bilal menjawab: Kami memiliki kurma yang berkualitas buruk, lalu aku menjual dua sa' ditukar dengan satu sa' kurma jenis baik ini, untuk diberikan kepadamu. Rasulullah menjawab: "Wah itu adalah "riba".... itu adalah "riba".... jangan engkau melakukannya. Tetapi jika engkau bermaksud untuk membelinya, juallah kurma engkau itu dengan yang lain, baru setelah itu engkau membeli kurma yang berkualitas baik itu."


b. Dua benda yang berbeda jenisnya dijual (ditukar) seperti emas dengan perak, atau gandum dengan kurma, sebagian atas sebaiannya lagi, yang satu kontan dan yang lainnya ditangguhkan (tidak ada di tempat).
Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah kamu sekalian menjual barang-barang yang ditangguhkan dengan yang kontan."
Rasulullah juga bersabda: "Juallah emas dengan perak, dengan cara kontan kedua-duanya."
Hadits Riwayat Muttafaq 'alaih, menjelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Menjual emas dengan perak itu adalah "riba", kecuali kontan dengan kontan."


c. Dua buah benda yang sejenis dijual satu dengan yang lainnya secara sama, namun yang satu tidak ada dan ditangguhkan (gaib nasiah). Misalnya seseorang menjual emas dengan emas, kurma dengan kurma, sejenis dan sama ukuran serta tibangannya, namun salah satunya tidak ada.
Sebagaimana dijelaskan Hadits disepakati Bukhari Muslim, bahwa Rasulullah bersabda: "Gandum dengan gandum adalah "riba", kecuali kontan dengan kontan."


3. Tidak ada "riba" pada perdagangan yang kontan dan berbeda jenis.


"Riba" tidak masuk pada jual beli yang berbeda harga dan benda yang dihargakan, kecuali salah satunya nasiah (ditangguhkan). Jual beli ini selain pada mata uang. Karena itu dijinkan menjual emas dengan perak, gandum dengan kurma atau dengan syair apabila yang satu dilebihkan atas yang lainnya, dilakukan dengan seara kontan, yaitu salah satunya bukan nasiah (ditangguhkan).

Hal ini sebagaimana Hadits Riwayat Muttafaq 'alaih, menjelaskan bahwa Rasulullah bersabda: "Apabila berbeda jenis barang-barang ini, maka juallah sekehendakmu, jika dilakukan dengan cara kontan."

Sebagaimana penjelasan di atas, tidak ada "riba" dalam benda-benda "riba" yang dijual dengan mata uang, secara kontan maupun tidak. Sama saja apakah harganya atau barangnya tidak ada di tempat. Rasulullah telah membeli unta Jabir bin Abdullah dalam perjalanan, ia tidak membayar harganya, kecuali ketika sampai di Medinah. Sebagaimana Rasulullah telah mengijinkan jual beli secara salam atau jual beli pesanan, sebagaimana dijelaskan Hadits Riwayat Mauttafaq 'alaih, bahwa Rasulullah pernah bersabda: "Barangsiapa yang melakukan jual beli dengan cara pesan sesuatu, maka hendaknya memesan dalam takaran dan timbangan yang jelas, serta waktu yang jelas pula."

Salam adalah mendahulukan harga dengan cara kontan, namun barangnya ditangguhkan sampai tenggang waktu yang cukup lama.


4. Penjelasan jenis-jenis benda "riba".


Benda-benda "riba" itu bermacam-macam. Berdasarkan apa yang ditetapkan oleh jumhur sahabat dan ulama, bahwa emas itu termasuk salah satu jenisnya, perak satu jenis, syair satu jenis, semua macam kurma satu jenis, kapas jenisnya berbeda-beda, lada satu jenis, kacang kedelai satu jenis, padi satu jenis, jagung satu jenis, minyak semuanya satu jenis, madu satu jenis, daging-daging satu jenis, daging unta satu jenis, daging sapi satu jenis, daging kambing satu jenis, daging burung satu jenis, dan daging ikan yang bermacam-macam itu satu jenis.


5. Makanan yang tidak berjalan padanya "riba".


Tidak ada "riba" pada buah-buahan dan lalab (hijau-hijauan), karena pada satu segi jenis-jenis ini tidak dapat disimpan lama dan segi lain pada zaman dulu tidak dapat ditakar atau ditimbang. Selain itu jenis-jenis ini bukan merupakan makanan pokok yang mengenyangkan seperti biji-bijian, buah-buahan (kurma, gandum dan lain-lain) dan daging, yang untuk hal-hal tersebut terdapat keterangan jelas yang sahih dari Nabi Muhammad SAW.

Perhatian:

a. Bank.

Bank di negara-negara Islam, pada umumnya menjalankan kegiatannya dengan cara "riba". Bahkan tidak berlandaskan satu dasar tertentu, kecuali semata-mata "riba". Karenanya, tidak boleh bermuamalah dengan bank, kecuali dalam keadaan darurat, seperti memindahkan uang dari satu negara ke negara lain. Atas dasar ini, maka wajiblah bagi saudara-saudara yang saleh dari kaum Muslimin untuk mendirikan bank-bank Islam yang semua kegiatannya jauh dari "riba".

Inilah bentuk yang mendekati bank Islam, yang dicanangkan untuk didirikan. Jika berkumpul kaum Muslimin dari suatu negara, lalu bersepakat untuk mendirikan satu tempat (dar) yang disebut Simpanan Jemaah. Kemudian mereka memilih di antara mereka sendiri orang yang terpelihara akhlaknya, berpengetahuan, yang akan mengurus dan menggerakkan kegiatannya, hal itu jauh lebih baik.

Masalah yang penting dari Simpanan Jemaah ini, terfokus pada hal-hal sebagai berikut:

1). Menerima titipan (memelihara amanah saudara) tanpa disertai dengan imbalan.

2). Iqrad simpan pinjam. Saudara-saudara Muslim saling meminjamkan dana yang disesuaikan dengan kegiatan dan usahanya, tanpa bunga.

3). Kerjasama dalam bidang pertanian, perdagangan, pembangunan dan industri. Simpanan Jemaah memberikan saham pada setiap lapangan yang memungkinkan adanya usaha dan keuntungan untuk Simpanan Jemaah itu sendiri.

4). Memperlancar pemindahan pekerjaan kaum Muslimin dari satu negara ke negara lain tanpa biaya, apabila Simpanan Jemaah mempunyai cabang di negara yang dimaksudkan untuk memindahkan pekerjaan tersebut.

5). Di awal tahun dipersiapkan perhitungan Simpanan Jemaah, lalu membagikan keuntungan kepada setiap pemegang saham sesuai dengan besarnya saham yang dimiliki.


b. Asuransi.

Diperbolehkan apabila penduduk satu negeri yang terdiri dari kaum Muslimin yang saleh, membentuk lembaga keuangan. Mereka menanamkan saham yang disesuaikan dengan besarnya penghasilan per bulannya, atau sesuai kesepakatan mereka, besarnya saham akan menentukan bagian mereka. Hanya saja lembaga keuangan ini merupakan wakaf khusus pada saudara-saudara yang menjadi peserta. Barangsiapa yang tertimpa musibah alam, seperti kebakaran, kehilangan harta, kebanjiran, ataupun mendapatkan musibah pada badannya sehingga mengakibatkan cacad seumur hidup, maka orang itu berhak mendapatkan santunan untuk meringankan musibahnya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

1). Para peserta berniat dengan sahamnya itu hanya untuk mendapatkan ridha dari Allah SWT, supaya kegiatannya itu mendapatkan ganjaran pahala.

2). Ditetapkan ukuran yang akan diberikan kepada orang yang tertimpa musibah, sebagaimana ditetapkannya batasan orang-orang yang memiliki saham, sehingga hal itu mencerminkan persamaan.

3). Tidak ada halangan untuk mengembangkan harta simpanan dengan cara kerjasama dalam perdagangan ataupun pekerjaan industri yang diperbolehkan.


(Sumber: Pedoman Hidup Muslim, Oleh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi).


MusicPlaylistView Profile