Minggu, 15 Maret 2015

"KISAH MBAH MOERTODJO MENIKAH DENGAN ANAK RAJA JIN"

"Peristiwa per"nikah"an antara manusia dengan "jin" masih menjadi kontroversi di kalangan masyarakat". 


Kontroversi tentang hal itu bukan hanya terjadi pada masyarakat umum, para ulama pun saling beda pendapat. Ada yang berpendapat bahwa per"nikah"an mahluk dari dua alam berbeda ini tidak mungkin terjadi, tetapi pendapat lain mengatakan bahwa hal itu bisa terjadi jika Allah menghendaki. Sebab, "Tidak ada yang mustahil bagi Allah jika Dia telah menghendaki". Begitu dalil yang dikemukakan oleh mereka yang mempercayai fenomena yang cukup asyik diperdebatkan ini.

Peristiwa per"nikah"an dengan "jin" ini pun terjadi pada keluargaku, yaitu "Mbah Moertodjo". "Mbah Moertodjo" adalah anak dari "Mbah" Pangeran Mertonegoro, salah satu adik dari Pangeran Diponegoro". Hubungan saya dengan "Mbah Moertodjo" ini adalah saya turunan ke lima dari beliaunya.

Kisah ini berasal dari ayah saya yang mendapat ceritera dari "Mbah" Buyutnya. 

Ayah saya mengisahkan, bahwa "Mbah Moertodjo" adalah termasuk tokoh yang mbabat alas di Desa Banjarsari Kecamatan Selorejo, dahulu termasuk salah satu desa yang masuk wilayah Kecamatan Kesamben, karena pemekaran wilayah sekarang masuk wilayah Kecamatan Selorejo Kabupaten Blitar. 

Pada zaman dahulu kala. semasa "Mbah Moertodjo" masih hidup, pada suatu hari "Mbah Moertodjo" mbabati alas (menebang pohon di hutan), namun hutan itu kembali  rimbun lagi. Diulanginya lagi esok harinya, lagi-lagi hutan itu kembali rimbun seperti semula dan tidak berkurang sama sekali. Pekerjaan mbabat alas itu diulangi lagi esok harinya, namun peristiwa pertama terulang kembali. Dua kali sudah pekerjaan mbabati alas ini dikerjakan oleh "Mbah Moertodjo" dengan sia-sia. Untuk pekerjaan yang ketiga kalinya, "Mbah Moertodjo" bertemu dengan wanita yang sangat cantik di hutan ini. Wanita cantik itu menawarkan jasanya untuk membantu mbabati alas dengan persyaratan asalkan "Mbah Moertodjo" bersedia "menikah"inya. 

"Mbah Moertodjo", diam dengan sangat lama dan berpikir. Bagaimana dengan istri dan anak-anaknya kalau "Mbah Moertodjo menikah" dengan wanita yang sangat cantik ini. Namun demi pekerjaannya yang harus mbabati alas untuk tempat tinggalnya, maka "Mbah Moertodjo" menerima bantuan jasa dari wanita cantik itu dan dengan tentunya dengan menyetujui persyaratan yang telah disampaikan, yakni bersedia "menikah". Wanita yang sangat cantik ini ternyata adalah "anak" dari "Raja Jin" yang menguasai alas yang ada di tempat ini, yaitu yang sekarang menjadi Desa Banjarsari Kecamatan Selorejo Kabupaten Blitar.  

Pernikahan "Mbah Moertodjo" dengan istri pertamanya (istri manusia) mempunyai lima orang "anak", yaitu: Djosetiko, Pingi, Zaenal, Ekowongso dan Ragil). Saya merupakan keturunan dari "Mbah" Djosetiko. Sedangkan pernikahan dengan "Anak Raja Jin" ini juga memiliki "anak" yang bernama "Mbah" Djoko Umbaran. 

"Mbah" Djoko Umbaran ini, kadang menampakkan wujudnya sebagai manusia, namun hidupnya lebih banyak menghilang atau tidak bisa dilihat oleh manusia biasa. Dahulu masih sering menampakkan wujudnya sebagai manusia, namun setelah itu menghilang dari Desa Banjarsari dan tidak ada seorangpun yang mengetahui dimana keberadaannya kecuali "Mbah Moertodjo" dan istrinya. Konon ceriteranya, "Mbah" Djoko Umbaran ini mendapat tugas dari "Mbah Moertodjo" untuk mendampingi pamannya ("Mbah" Sayyed Husin) yang tinggal di Batu Ampar Pamekasan Madura.

Istrinya yang "Anak Raja Jin" ini selalu mendampingi "Mbah Moertodjo" selama hidupnya. Setelah "Mbah Moertodjo" meninggal, istrinya ("Jin") ini menunggu di Pusara "Mbah Moertodjo" di Desa Banjarsari.

Sedangkan "Mbah" Djoko Umbaran, setelah "Mbah" Sayyed Husin meninggal, beliau mengikuti "anak" turun dari "Mbah" Sayyed Husin yang berada di Batu Ampar Pamekasan Madura.

Sampai pada suatu waktu, sekitar Tahun 2009 cucu keturunan dari "Mbah" Sayyed Husin menceritakan bahwa di dekat rumahnya ada seorang keluarga yang tinggal di sebuah pohon di jalan raya yang menurut ceritera dari keluarganya, bahwa keluarga yang tinggal di pohon itu adalah keluarga dari Blitar yang masih keturunan dari Saudara "Mbah" Sayyed Husin. Alhamdulillah...... Kami sekeluarga dipertemukan dengan keluarga kami yaitu "Mbah" Djoko Umbaran yang selama ini menghilang. Walaupun tidak pernah menampakkan wujudnya, namun kami merasakan kehadirannya.

Setelah kami mengetahui keberadaan beliau ("Mbah" Djoko Umbaran) di sebuah pohon, kami menangis haru dan tidak tega, karena beliau sering menampakkan diri pada waktu malam dan hal ini sering mengakibatkan kecelakaan bagi pengendara yang melewati jalan tersebut. Kami sekeluarga akhirnya dengan seijin cucu "Mbah" Sayyed Husin tentunya, mengajak "Mbah" Djoko Umbaran untuk kembali ke keluarganya. Beliau mau tinggal di Rumah Sidoarjo.

Ibu dari "Mbah" Djoko Umbaran mengetahui kalau "anak"nya tinggal di Sidoarjo, akhirnya Ibu "Mbah" Djoko Umbaran yang selama ini menunggui Pusara "Mbah Moertodjo" di Desa Banjarsari, mengikuti pindah ke Sidoarjo berkumpul dengan "anak" dan cucu-cucunya. Kedatangan istri "Mbah Moertodjo" ini pada Bulan Ramadhan Tahun 2009 yang ditandai dengan aroma harum bunga kanthil yang luar biasa harumnya. Saya sendiri sampai menangis tersedu-sedu, karena mengingat betapa menderitanya beliau selama ini, namun selalu setia menunggu pusara suaminya dan akhirnya sekarang berkumpul dengan "anak" dan cucunya ..... 

Para pembaca boleh percaya, boleh tidak. Believe or not, up to You...... Karena kurang lebih seperti itulah ceritera dari sebagian keluarga atau "Mbah" kami. Saya tidak tahu, apakah ini sebagai kekurangan atau kelebihan dari keluarga kami, Hanya Allah yang dapat menilainya.

Wallahu'alam..... Semoga Allah selalu melindungi keluarga kami..... 

"SUJUD SYUKUR MENURUT ISLAM"

"Sujud syukur" adalah "sujud" yang dilakukan karena mendapat nikmat dari Allah SWT. tetapi harus diingat bahwa "Sujud syukur" hanya sunat hukumnya apabila dilakukan karena mendapat nikmat YANG BESAR dan JARANG2 berlaku saja. 



Contohnya apabila dapat mendirikan rumah tangga atau mendapat pekerjaan. mendapat nilai yang bagus dalam ujian juga merupakan nikmat yang besar dan tidak selalu berlaku (?) 

TETAPI sekiranya nikmat tersebut adalah yang biasa-biasa saja seperti DAPAT MAKAN atau MENDAPAT BELI TOPUP misalnya maka hukum "Sujud syukur" tidaklah sunat tetapi BIDA'AH.

Jika hajat kita telah tercapai, maka hendaklah kita mendzahirkan rasa penghargaan kita terhadap Allah melalui "Sujud syukur". "Sujud syukur" bermaksud "Sujud" yang dilakukan karena men"syukur"i nikmat Allah. "Sujud syukur" ini disunatkan kepada seseorang yang terlepas dari bahaya atau orang yang mendapat nikmat dari Allah SWT.

Abi Bakrah meriwayatkan “bahwa Nabi SAW apabila datang kepadanya sesuatu yang mengembirakan atau khabar suka, baginda terus "Sujud" berterima kasih kepada Allah”.(Riwayat Abu Dawud dan Tarmizi).

Firman Allah SWT:
Dan (ingatlah juga), ketika Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu ber"syukur", pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Quran, surah Ibrahim, 14:7)

SEBAB-SEBAB "SUJUD SYUKUR" DILAKUKAN
 
Secara umumnya "Sujud syukur" itu dilakukan apabila seorang hamba itu mendapat nikmat atau terhindar dari suatu bencana atau mendapatkan kembali sesuatu yang telah hilang atau selamat dari merbahaya.

Dalam hal ini hukum "Sujud syukur" menurut madzhab Syafi'i dan Hanbali adalah sunat, sama ada nikmat yang diperolehi atau bencana yang dialami itu khas bagi dirinya atau bagi semua umat "Islam", seperti kemenangan atas musuh, hilangnya wabah yang merbahaya dan sebagainya. Tetapi terdapat suatu pandangan di kalangan madzhab Hanbali bahawa "Sujud syukur" hanya dilakukan bagi nikmat yang sifatnya umum untuk semua umat "Islam" dan bukan untuk nikmat yang khas.

SYARAT-SYARAT "SUJUD SYUKUR".

Menurut madzhab Syafi’i dan Hanbali disyaratkan sebagaimana hendak melakukan sholat yaitu thaharah, suci dari hadas kecil ataupun besar, menghadap kiblat dan menutup aurat.

KAIFIAT "SUJUD SYUKUR".

Cara pelaksanaanya adalah sebagai berikut:
1) Menghadap kiblat
2) Bertakbir kemudian
"Sujud" sekali dengan membaca doa sebagaimana doa "Sujud" di dalam sholat.
3) Bertakbir sekali lagi untuk bangkit dari
"Sujud", kemudian salam tanpa membaca doa tasyahud.
(untuk salam boleh dilakukan sekali)

HUKUM "SUJUD SYUKUR" PADA WAKTU YANG DILARANG MENGERJAKAN SHOLAT:

Makruh hukumnya mengerjakan "Sujud syukur" pada waktu-waktu yang dilarang mengerjakan sholat sunat seperti selepas sholat Subuh atau selepas sholat Ashar. Meskipun pada ketika itu berlaku sebab-sebab yang membolehkan mengerjakan sholat sunat. Begitu juga tidak dibenarkan mengerjakan "Sujud syukur" ketika mendengar khutbah Ju'mat.

RUKUN "SUJUD SYUKUR".

1) Berniat untuk "Sujud syukur" 
2) Membaca takbiratul ihram ketika hendak "Sujud" 
3) Satu kali "Sujud" 
4) Memberi salam sesudah "Sujud"

Sumber:
1. https://www.facebook.com/.../posts/57298272612383...
3. thelivelovela.blogspot.com/.../cara-cara-sujud-syukur-...


MusicPlaylistView Profile