"Hal ini dapat dilaksanakan dengan meningkatkan pembangunan daerah "pedesaan", dimaksudkan untuk mencegah derasnya arus urbanisasi serta memperkecil perbedaan pendapatan di "kota" dan di "desa". "
"KOTA" DAN PROBLEMATIKANYA.
Nusantara suatu gambaran hamparan sawah yang luas, lingkungan hijau menyegarkan, hutan tropis yang lebat, sungai nam jernih airnya, gunung tinggi dengan lembah yang curam, pantai yang indah dan masih banyak lagi panorama indah alami yang menjadi ciri khas negeri Indonesia. Masyarakatnyapun mempunyai ciri karakteristik tersendiri. Senyumnya yang ramah, obrolannya yang penuh canda dan humor, tingkah-lakunya yang santun dan disertai kesetiakawanan-sosialnya yang tinggi, merupakan daya tarik tersendiri.
Namun sangat disayangkan karakteristik yang serba "aduhai" tadi, kebanyakan hanya terdapat di daerah "pedesaan". Di "perkotaan", karakteristiknya cenderung mengikuti "kota-kota" di negara lain. Lingkungan fisik maupun sosialnya sangat berlawanan dengan daerah "pedesaan". Laju urbanisasi semakin meningkat menurut pengamatan beberapa tahun terakhir ini. terasa semakin sesak dan padat. Proporsi penduduk yang tinggal di "Kota perkotaan" semakin meningkat. Sementara lingkungan di sekitarnya makin kurang bersahabat dengan kesehatan. Kondisi seperti ini memaksa kita untuk waspada. Di masa mendatang, masalah lingkungan di "perkotaan" akan semakin rumit dan sulit pula untuk diatasi apabila tidak mulai ditata mulai sekarang.
FASILITAS DAN DAYA TARIK "KOTA".
Memang, "kota" banyak menjanjikan harapan. Dinamika "kota" sangat menggugah. Keramaiannya terasa semarak. Pusat-pusat perbelanjaan yang serba mewah terasa merangsang. Gedung megah, mobil mewah, jalan yang mulus, transportasi yang serba mudah, lampu gemerlapan, hiburan yang beragam, merupakan serangkaian daya tarik yang kuat bagi semua orang untuk mendekatinya.
"Perkotaan" memang mempunyai fasilitas yang lebih baik dibandingkan "pedesaan". Fasilitas pendidikan, di kota jauh lebih lengkap. Mulai dari Sekolah Taman Kanak-Kanak sampai Play Group, SD, SLTP, SLTA baik negeri maupun swasta, Sekolah-sekolah Kejuruan maupun kursus-kursus keterampilan, semua ada di "kota". Universitas, Perguruan Tinggi dan Akademi kebanyakan terletak di "kota" besar. Fasilitas kesehatan di "perkotaan" sangat mudah didapatkan. Mulai dari Balai Pengobatan, Puskesmas, Rumah Bersalin, Rumah Sakit baik Pemerintah maupun Swasta. Keahlian paramedisnyapun beragam, mulai mantri, bidan, dokter umum sampai dokter spesialis. Bahkan untuk keperluan pengobatan tradisionalpun tidak sulit didapatkan. Mulai dari jamu gendong, dukun bayi, dukun patah tulang, tabib, akupuntur dan sebagainya. Semuanya serba lengkap, tinggal kita mau pilih yang mana?
Dinamika kehidupan "perkotaan" dan juga pola kehidupan yang beragam, telah menumbuhkan berbagai jenis pekerjaan yang mungkin dapat menghasilkan uang. Banyak sesuatu yang di "desa" sama sekali tidak dimanfaatkan, di "kota" menjadi komoditi yang sangat menguntungkan. Abu gosok di desa merupakan barang buangan, di "kota" bisa dijadikan komoditi. Sampahpun dapat menjadi komoditi. Sebuah payungpun dapat dijadikan komoditi, di waktu hujan, anak-anak pasukan payung sering dicari penduduk yang baru turun dari taxi atau bus "kota".
Contoh-contoh di atas menandakan bahwa alternatif pilihan pekerjaan di "kota" lebih bervariasi dibandingkan "desa" yang relatif statis dan lamban perubahannya.
PROBLEMATIKA "KOTA".
Fasilitas-fasilitas di "perkotaan" tadi merupakan perangsang yang luar biasa kuatnya bagi masyarakat "pedesaan". Tak heran bila dalam beberapa tahun terakhir ini, arus urbanisasi semakin kuat. Warga "desa" yang sukses di "kota", bila mudik ke "desa"nya, membawa cerita tentang keadaan di "kota". Hal ini merupakan ajakan pindah ke "kota" untuk mengadu nasib. Kita tidak dapat menghalangi arus untuj mencari kehidupan yang lebih layak ini, karena langkah ini sangat manusiawi sifatnya. Fitrah manusia yang ingin menggapai yang lebih baik, mendorong mereka mengikuti arus dari "desa" ke "kota". Sayang berbagai cerita dari warga "desa" yang sukses di "kota " tadi tidaklah lengkap. Sebenarnya banyak cerita tragis yang terjadi, yang justru jarang diceritakan. Misalnya, kisah pendatang yang terlantar, ditipu bahkan diperkosa tidaklah sedikit terjadi di "kota". Banyak pendatang wanita yang terperosok ke dalam lembah hitam yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Memang benar di "kota" lebih mudah mencari uang (bagi yang punya skill), namun setiap aktivitas di "kota" juga mengeluarkan uang. Bagi yang tidak punya skill, kesempatan untuk mendapatkan uang sangat sulit, sementara kehidupan sehari-hari tetap harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit jumlahnya. Fasilitas kesehatan juga banyak tersedia, namun beayanyapun tidak sedikit. Artinya, meskipun fasilitas kesehatan itu terasa dekat di mata, namun belum tentu terjangkau bagi mereka yang hidupnya di bawah standart kecukupan. Di "kota" juga banyak alternatif pilihan pendidikan, tetapi sulit dicari fasilitas pendidikan yang murah. Sekolah Taman Kanak-Kanak saja tidak jarang yang bertarif ratusan ribu bahkan sampai jutaan rupiah. Tidaklah mengherankan bila untuk sekolah SD dan selanjutnya, beayanya semakin membumbung. Masih beruntung dan harus bersyukur bila kita punya anak bisa masuk di sekolah negeri, karena beayanya lebih murah bila dibanding dengan sekolah swasta. Di "kota" memang penuh gemerlap, jalan terasa terang benderang, toko-toko penuh cahaya, diskotik-diskotik bertaburan cahaya lampu warna-warni. Namun tidak sedikit warga "kota" yang hidup dalam kegelapan. Rumah megah, berdinding beton dan beralaskan permadani mewah memang banyak di "kota". Namun coba kita menengok di sisi lain daerah "perkotaan". Di daerah kumuh misalnya, rumah-rumah berdempetan, dengan ventilasi yang minimal dan cahaya yang pas-pasan. Ruangan yang sempit dengan jumlah penghuni yang melimpah sungguh merupakan perumahan yang jauh dari ciri rumah sehat. Kalau kita mau melihat di lokasi pinggiran sungai, di tempat pembuangan sampah, di pinggiran rel kereta api atau di kolong jembatan, disana banyak terdapat rumah karton atau kardus yang mudah hancur dan beterbangan dihembus angin. Di sisi lain, dapat kita rasakan hampir semua pertumbuhan "kota" diiringi dengan pertumbuhan industri. Pabrik-pabrik bermunculan, asap mesin mengakibatkan polusi udara. Air limbahnya, meracuni sumber air penduduk. Disamping itu bunyi mesinnya bising mengganggu ketentraman warga. Kondisi seperti ini jelas tidak menguntungkan bagi kesehatan dan kesejahteraan penduduk.
Perkembangan "perkotaan", akan selalu ditandai dengan bergantinya lahan hijau menjadi hutan beton kelabu, atau rumah kaca yang menylaukan. Asap yang dikeluarkan mobil dan kendaraan bermotor juga menambah polusi udara. Keadaan ini mengakibatkan udara di "kota" tidak sesegar dan sealami di "pedesaan". Besarnya arus urbanisasi membuat jumlah penduduk "kota" semakin melimpah. Upaya mencari keberuntungan warga "desa" ini ternyata sebagian besar tidak berhasil, sehingga akan memperpanjang deretan daerah kumuh di "perkotaan". Urbanisasi ini pada umumnya terjadi pada mereka yang berusia muda. Kondisi ini membawa dampak yang luas. Meningkatnya pasangan usia muda, membawa akibat banyaknya bayi dan anak balita yang tumbuh dan berkembang di lingkungan yang kurang yang kurang menguntungkan. Hal ini akan merupakan problema yang rumit di kemudian hari. Derasnya arus urbanisasi dan banyaknya pasangan usia mnuda, membuat laju pertumbuhan penduduk "perkotaan" 5 (lima) kali lebih cepat dibandingkan di daerah "pedesaan". Bila tidak ditanggulangi, laju pertumbuhan yang cepat ini akan berdampak negatif pada tingkat kesejahteraan masyarakat.
Di "kota", penduduknya sangat heterogen. Mereka berasal dari bermacam-macam suku bangsa, tentunya membawa tabiat, adat-istiadat dan perilaku yang sangat beragam. Tingkat kesibukan masyarakat "kota" yang luar biasa, telah menyita banyak waktu, sehingga tidak sempat lagi bersilaturrahmi dengan sesama warga. Kompetisi yang keras, terkadang memaksa kita untuk tega berbuat sesuatu yang merugikan orang lain. Kondisi ini cenderung menuntun warga "kota" menjadi individualistis dan materialistis. Bersamaan dengan itu, rasa kebersamaan sebagai sesama warga akan luntur. Sifat individualistis dan materialistis ini cenderung membuat orang apatis terhadap lingkungannya. Dampaknya tanpa disadari kesenjangan akan semakin besar, stres banyak diderita orang, dan masalah pelik sosial lainnya akan bermunculan.
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH.
Uraian di atas memberikan gambaran global problematika masyarakat "perkotaan" yang akan berpengaruh pada derajad kesejahteraan. Untuk itu diperlukan upaya penanggulangan permasalahan-permasalahan yang terjadi. Langkah-langkah yang dapat diambil antara lain :
1. Membendung Arus Urbanisasi.
Hal ini dapat dilaksanakan dengan meningkatkan pembangunan daerah "pedesaan", dimaksudkan untuk mencegah derasnya arus urbanisasi serta memperkecil perbedaan pendapatan di "kota" dan di "desa". Hal ini dapat dicapai dengan adanya usaha ke arah :
a. Kegiatan penambahan produksi pertanian .
b. Transmigrasi bagi petani tak bersawah.
c. Penyebaran hasil produksi secara adil dan merata.
d. Pelaksanaan pembatasan pemilikan tanah sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
2. Membantu pembangunan perumahan di "kota", terutama ditujukan untuk mengimbangi pertambahan penduduk.
3. Membantu memberikan kredit investasi kecil (KIK) bagi para pedagang berkapital lemah, sehingga dapat diharapkan meningkatkan usaha mereka.
4. Memberikan keterampilan kerja kepada penduduk usia kerja, sehingga dapat dijadikan bekal untuk memperoleh pekerjaan yang produktif.
5. Mengadakan pembinaan mental, dengan jalan memberikan penyuluhan kepada penduduk dimaksudkan agar tidak terjadi penyelewengan-penyelewengan yang merugikan masyarakat itu sendiri.
Selain kangkah-langkah di atas, masih banyak lagi alternatif pemecahan masalah yang perlu dilakukan, yaitu pemecahan masalah sesuai dengan problema yang terjadi di masyarakat. Dan disamping itu semua, dibutuhkan kesadaran masyarakat itu sendiri di dalam melaksanakan langkah-langkah yang harus dilaksanakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.