"Salah
satu faktor utama yang dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan
pengendalian Intern adalah efektivitas "peran" Aparat "Pengawasan Intern"
Pemerintah (APIP).
Untuk itu, APIP harus terus melakukan perubahan dalam
menjalankan proses bisnis guna memberi nilai tambah bagi kementerian
negara/lembaga dan penyelenggaraan pemerintahan "daerah". Hal ini sejalan
dengan peran "pengawasan intern" untuk mendorong peningkatan efektivitas
manajemen risiko (risk management), pengendalian (control) dan tata
kelola (governance) organisasi. APIP juga mempunyai tugas untuk
melakukan pembinaan Sistem Pengendalian "Intern" Pemerintah (SPIP)
sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian "Intern" Pemerintah.
"Pengawasan"
pada hakekatnya merupakan fungsi yang melekat pada seorang leader atau
top manajemen dalam setiap organisasi, sejalan dengan fungs-fungsii
dasar manajemen lainnya yaitu perencanaan dan pelaksanaan. Demikian
halnya dalam organisasi pemerintah, fungsi "pengawasan" merupakan tugas
dan tanggung jawab seorang kepala pemerintahan, seperti di lingkup
pemerintah provinsi merupakan tugas dan tanggung jawab Gubernur
sedangkan di pemerintah kabupaten dan kota merupakan tugas dan tanggung
jawab Bupati dan Walikota. Namun karena katerbatasan kemampuan
seseorang, mengikuti prinsip-prinsip organisasi, maka tugas dan tanggung
jawab pimpinan tersebut diserahkan kepada pembantunya yang mengikuti
alur distribution of power sebagaimana yang diajarkan dalam teori-teori
organisasi modern.
MAKSUD DAN TUJUAN "PENGAWASAN".
Maksud
"pengawasan" itu dalam rumusan yang sederhana adalah untuk memahami dan
menemukan apa yang salah demi perbaikan di masa mendatang. Hal itu
sebetulnya sudah disadari oleh semua pihak baik yang mengawasi maupun
pihak yang diawasi termasuk masyarakat awam.
Sedangkan tujuan "pengawasan"
itu adalah untuk meningkatkan pendayagunaan aparatur negara dalam
melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan menuju
terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean
government)
Seiring
dengan semakin kuatnya tuntutan dorongan arus reformasi ditambah lagi
dengan semakin kritisnya masyarakat dewasa ini, maka rumusan "pengawasan"
yang sederhana itu tidaklah cukup dan masyarakat mengharapkan lebih dari
sekedar memperbaiki atau mengoreksi kesalahan untuk perbaikan di masa
datang, melainkan terhadap kesalahan, kekeliruan apalagi penyelewengan
yang telah terjadi tidak hanya sekedar dikoreksi dan diperbaiki akan
tetapi harus diminta pertanggungjawaban kepada yang bersalah. Kesalahan
harus ditebus dengan sanksi/hukuman, dan bila memenuhi unsur tindak
pidana harus diproses oleh aparat penegak hukum, sehingga membuat efek
jera bagi pelaku dan orang lain berpikir seribu kali untuk melakukan hal
yang sama, sehingga praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) menjadi
berkurang dan akhirnya hilang. Hal seperti itulah yang menjadi
cita-cita dan semangat bangsa Indonesia yang tercermin dalam
Undang-undang Nomor 28 tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan
yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Salah satu
tuntutan masyarakat untuk menciptakan good governance dalam
penyelenggaraan pemerintahan "daerah" adalah kiprah institusi "pengawas
daerah". Sehingga masyarakat bertanya dimana dan kemana lembaga itu,
sementara korupsi merajalela. Masyarakat sudah gerah melihat perilaku
birokrasi korup, yang semakin hari bukannya kian berkurang tetapi
semakin unjuk gigi dengan perbuatannya itu. Bahkan masyarakat memberi
label perbuatan korupsi itu sebagai kejahatan yang “luar biasa“, dan
biadab, karena diyakini hal itu akan menyengsarakan generasi di belakang
hari. Sampai-sampai masyarakat berfikir untuk membubarkan institusi
"pengawas daerah" tersebut karena dinilai tidak ada gunanya, bahkan ikut
menyengsarakan rakyat dengan menggunakan uang rakyat dalam jumlah yang
relatif tidak sedikit.
Secara
naluri kegerahan masyarakat itu sebetulnya dapat dipahami, namun
berbicara tentang "pengawasan" sebenarnya bukanlah tanggung jawab
institusi "pengawas" semata melainkan tanggung jawab semua aparatur
pemerintah dan masyarakat pada semua elemen. Karena sebetulnya institusi
"pengawas" seperti "Inspektorat Daerah", bukannya berdiam diri, tidak
berbuat, tidak inovatif, adem dan sebagainya. Tetapi jauh dari anggapan
itu, insan-insan "pengawas" di "daerah" telah bertindak sejalan dengan apa
yang dipikirkan masyarakat itu sendiri. Langkah pro aktif menuju
"pengawasan" yang efektif dan efisien dalam memenuhi tuntutan itu telah
dilakukan seperti melakukan reorganisasi, perbaikan sistem, pembuatan
pedoman dan sebagainya, namun kondisinya sedang berproses dan hasilnya
belum signifikan dan terwujud seperti yang diinginkan oleh masyarakat
tersebut.
Guna
mewujudkan keinginan tersebut diperlukan langkah-langkah pragmatis yang
lebih realistis dan sistematis dalam penempatan sumberdaya manusia pada
lembaga "pengawas daerah", mulai dari pimpinannya sampai kepada
staf/pejabat yang membantu dan memberikan dukungan untuk kesuksesan
seorang pimpinan lembaga "pengawas" tersebut. Seorang pimpinan organisasi
akan memberikan pewarnaan terhadap organisasi tersebut, dan ia akan
berfungsi sebagai katalisator dalam organisasinya, sehingga untuk itu ia
harus punya integritas, moralitas dan kapabilitas serta kompetensi yang
tinggi dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga dengan demikian, tugas
"pengawasan" yang dilaksanakan merupakan bagian dari solusi, dan bukan
bagian dari masalah.
Sumber:
1. inspektoratkab.wordpress.com/./peran-inspektorat-daerah-sebagai-peng.
2. https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid...id...
3.laely.widjajati.photos.facebook/Di-Bandara-Hussein-Sastranegara-17-5-2013
4. laely.widjajati.photos.facebook/Add-a-description...
5. laely.widjajati.photos.facebook/nyantai-dulu-ah.....
6. laely.widjajati.photos.facebook/Add-a-description...
0 komentar:
Posting Komentar