"Semangat gotong royong masyarakat Indonesia dikenal sangat kuat, hal ini merupakan satu syarat yang dibutuhkan bagi perkembangan organisasi "koperasi".
Tanggal 12 Juli 2010 diperingati Hari "Koperasi" Nasional yang ke-63. Dalam perjalanannya selama 63 tahun, "koperasi" telah mengalami banyak masalah, yang hal ini tentunya berpengaruh pula terhadap tingkat kesejahteraan anggota "koperasi" yang relatif masih rendah. Namun demikian, menurut Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, yang disampaikan pada acara peringatan Hari "Koperasi" Nasional ke-63 di Surabaya, bahwa 'banyak juga "koperasi" yang sudah berhasil dan mensejahterakan anggota sekaligus turut berkontribusi memperkuat per"ekonomi"an nasional. Oleh karena itu, gerakan "koperasi" di Indonesia tetap relevan dan berperan penting di tengah percaturan "ekonomi". "Koperasi" masih dan tetap penting.' Masih menurut Bapak Presiden: 'Gerakan "koperasi" dan UKM adalah "Sistem Ekonomi" kerakyatan yang cocok untuk Indonesia. Oleh karena itu, sebaiknya Indonesia tidak perlu meniru "sistem ekonomi" negara lain yang belum tentu cocok untuk Indonesia.'
"KOPERASI" DAN "SISTEM EKONOMI" GOTONG ROYONG.
Sesuai dengan ajaran Pancasila (sebagai dasar negara Indonesia), maka dasar-dasar dan motivasi perilaku manusia dalam "sistem ekonomi" Pancasila tidak hanya rangsangan-rangsangan "ekonomi" yang diterjemahkan dalam harga, namun juga rangsangan-rangsangan sosial (kepentingan bersama), dan rangsangan moral (upaya senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan).
Semangat gotong royong masyarakat Indonesia dikenal sangat kuat. Dengan kata lain, rasa solidaritas sosial adalah tebal, yang ini merupakan salah satu syarat yang dibutuhkan bagi perkembangan organisasi "koperasi". Namun semangat gotong royong merupakan kebutuhan sosial untuk mengatasi masalah bersama bukan masalah individual. Maka dari itu, apabila suatu masyarakat mulai berkembang ke arah yang semakin komersial karena pengaruh perkembangan pasar (pasarisasi), semangat gotong royong cenderung mengendor. Orang akan lebih menggantungkan pemenuhan kebutuhannya pada cara-cara individual-komersial melalui "sistem" pasar.
Selain solidaritas sosial, perkembangan "koperasi" memerlukan berkembangnya individualita atau harga diri manusia. Rasa harga diri yang rendah pada umumnya menghinggapi bangsa kita, lebih-lebih pada masyarakat lapisan bawah; Hal ini terutama disebabkan oleh "sistem" feodalisme yang diperkuat dan diperdalam oleh "sistem" penjajahan yang lama. Gerakan-gerakan nasional, seperti Budi Utomo, Sarekat Islam dan Muhammadiyah, semuanya berusaha menantang penjajah melalui usaha-usaha ber"koperasi" untuk meningkatkan harga diri dan persatuan bangsa. Inilah permulaan gerakan "koperasi" yang dikaitkan dengan perjuangan politik. "Sistem" liberal-kapitalistik dan penjajahan hanya dapat dilawan oleh "koperasi" yang kuat dari kaum bumiputera.
"KOPERASI" DAN "SISTEM EKONOMI" KEKELUARGAAN.
Sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 33, bahwa "koperasi" adalah bangun usaha atau tata "ekonomi" usaha bersama berdasarkan atas asas-asas kekeluargaan. Ketentuan ini juga diulang dengan tegas dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 pasal 3 tentang Per"koperasi"an. Dalam tata "ekonomi" usaha bersama yang berasas kekeluargaan, kita lebih mementingkan manusia atau peran serta orang seorang dari pada peranan modal. Dalam setiap usaha memang modal penting, namun manusia lebih penting lagi.
Pengembangan "sistem ekonomi" yang berdasar kekeluargaan ini erat kaitannya dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam upaya senantiasa mendekatkan diri pada Tuhan, kita percaya bahwa bangsa Indonesia adalah satu keluarga besar yang anggota-anggotanya tidak akan bersaingan satu sama lain, namun senantiasa bekerja sama. Kesejahteraan materi tidak dikejar untuk kepentingan diri sendiri, namun sesuai dengan perintah Tuhan, untuk dibagi secara merata di antara warganya dengan cara yang seadil-adilnya.
Sementara itu asas kerakyatan dan persatuan lebih menegaskan lagi relevansi organisasi "koperasi". "Koperasi" adalah organisasi "ekonomi" yang demokratis dan berwatak sosial. Anggota tidak bisa tinggal diam dan kemudian mendapat bagian keuntungan. Baik dalam "koperasi" produksi maupun simpan pinjam dan konsumsi, selalu didorong simpanan atau tabungan wajib secara rutin, supaya peran serta anggota bersifat aktif dan dinamis.
Ciri-ciri "sistem ekonomi" yang berasas kekeluargaan dan patuh pada sila-sila Pancasila adalah:
1. Roda per"ekonomi"an digerakkan oleh rangsangan "ekonomi" sosial dan moral.
2. Ada kehendak kuat dari seluruh anggota masyarakat untuk mewujudkan keadaan kemerataan sosial (egalitarianisme) sesuai asas-asas kemanusiaan.
3. Prioritas kebijakan "ekonomi" adalah penciptaan "ekonomi" nasional yang tangguh yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijakan "ekonomi".
4. "Koperasi" merupakan soko-guru per"ekonomi"an nasional.
5. Ada imbangan yang jelas dan tegas antara sentralisme dan desentralisme kebijakan "ekonomi" untuk menjamin keadilan dan keadilan sosial dengan sekaligus menjaga prinsip efisiensi dan pertumbuhan "ekonomi". (Sumber: UNISIA Majalah Triwulanan UII Yogyakarta, Nomor 7 / Tahun VII . Triwulan II / 1986).
JUMLAH "KOPERASI" DAN ANGGOTANYA DI INDONESIA.
Menurut Menteri "Koperasi" dan UKM Sjarifuddin Hasan, yang disampaikannya pada acara peringatan Hari "Koperasi" Nasional ke-63 di Surabaya, bahwa jumlah "koperasi" di seluruh Indonesia meningkat signifikan atau mencapai sekitar 13 % dalam dua tahun terakhir. Hingga Maret 2010, terdapat 175.102 "koperasi" di seluruh Indonesia. Dari jumlah "koperasi" itu, jumlah anggota "koperasi" tercatat mencapai 20.124 juta dengan volume usaha sebesar Rp. 77.514 triliun. Dan "koperasi" tersebut, tercatat modal sendiri mencapai Rp. 30.656 triliun.
Masih menurut Menteri "Koperasi" dan UKM, terjadi pula peningkatan jumlah anggota "koperasi" sebesar 6,61 % dengan peningkatan volume usaha 13,25 %. Selain terjadi peningkatan volume usaha 13,25 % juga terjadi peningkatan jumlah modal sendiri sebesar 35,88 %. Ini menunjukkan bahwa gerakan "koperasi" telah dapat memberikan kontribusi yang baik bagi per"ekonomi"an nasional Indonesia.
Pihak Kementerian "Koperasi" dan UKM juga menggagas Gerakan Masyarakat "Koperasi" (Gemaskop) seiring dengan banyaknya kebijakan pemerintah yang telah dilaksanakan menyangkut "koperasi" dan UKM. Kebijakan terkait diantaranya adalah bantuan sosial, penguatan modal,KUR, dana bergulir, pelatihan, kewirausahaan, pameran dan sebagainya. Ini telah banyak memberikan peluang dan kemudahan kepada rakyat untuk mendirikan dan lebih meningkatkan usaha "koperasi". Dengan dicanangkannya Gemaskop, diharapkan akan tercipta "koperasi"-"koperasi" yang kreatif, inovatif, dan berskala besar dengan daya saing yang tinggi. Di samping itu, juga sebagai wujud dan peran "koperasi" untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam hal perbaikan gizi, Kementerian "Koperasi" dan UKM juga menggagas kampanye minum susu. Produk minuman susu tersebut antara lain diproduksi oleh "koperasi" Indonesia.
Disampaikan pula oleh Menteri "Koperasi" dan UKM, bahwa mulai tahun ini "koperasi" Indonesia diharapkan mampu meningkatkan kinerja, sehingga menjadi kekuatan "ekonomi" rakyat yang mandiri, kreatif dan inovatif untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sumbangsih "koperasi" dan UKM dalam per"ekonomi"an nasional terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Sementara itu, menurut Soekarwo (Gubernur Jawa Timur), bahwa kebijakan "ekonomi" makro mendorong agresivitas para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) serta "koperasi" dalam mengembangkan usahanya. Dari dana kredit yang disalurkan perbankan di Jawa Timur tahun ini sebesar Rp. 150 triliun, sebanyak Rp. 86 triliun atau sekitar 44 % diantaranya diserap UMKM dan"koperasi". Padahal tahun lalu hanya Rp. 65 triliun.
IMPLEMENTASI "SISTEM EKONOMI" PANCASILA.
"Sistem Ekonomi" Pancasila, berusaha mencari keseimbangan yang benar-benar serasi dan selaras, sehingga kegiatan "ekonomi" dan pembangunan nasional benar-benar merupakan perbuatan amal dan sekaligus ibadah yang merupakan manifestasi manusia yang beragama.
Nampaknya gambaran peranan "koperasi" sebagai soko-guru per"ekonomi"an nasional sudah semakin meresapi kalbu bangsa secara keseluruhan. "Koperasi" adalah soko-guru atau tiang-tiang pokok penyangga "ekonomi" rakyat banyak. Dan soko-guru hanya akan kuat apabila peran-serta anggotanya benar-benar berjalan secara aktif dan efektif.
Apabila "sistem ekonomi" Pancasila akan dijadikan "sistem" yang realistik dan relevan, maka operasionalisasi dari konseptual tersebut di atas harus nyata-nyata dapat dirasakan dalam kehidupan "ekonomi" dan bisnis sehari-hari.
Namun, mengupayakan supaya norma-norma "sistem ekonomi" Pancasila benar-benar realistik dan relevan ternyata amat tidak mudah. Hal ini disebabkan:
1. Amat tidak tergantung pada sikap dan perilaku orang seorang yang harus bertekad keras melaksanakannya; dan
2. Lingkungan kehidupan "ekonomi" dan bisnis itu sendiri kadang-kadang sudah cenderung terlalu mapan, sehingga sukar berubah ke arah yang dikehendaki.
Nampaknya yang kini sedang terjadi adalah proses penciptaan iklim yang memungkinkan berkembangnya unsur-unsur "sistem" tersebut secara wajar. Pemerintah tidak bisa memaksakan dan menetapkan laju perkembangan proses tersebut. Sikap Pemerintah yang tepat adalah 'Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangung karso, tut wuri handayani'.
Banyak ahli dan pengamat "ekonomi" berpendapat bahwa "sistem ekonomi" Pancasila dewas ini belum ada. Yang lebih tepat sebenarnya adalah, belum ada secara lengkap penuh dan sempurna. Embrio "sistem" itu sendiri sudah ada.
Tidak dapat disangkal bahwa iklim pertumbuhan dan perkembangan "sistem ekonomi" Pancasila amat dipengaruhi oleh pendapat tokoh-tokoh pemikir khususnya ahli-ahli "ekonomi"nya. Pendapat-pendapat mereka baik yang baik maupun yang tidak, terbukti menjadi petunjuk dan panutan dunia bisnis dan masyarakat luas.
0 komentar:
Posting Komentar