"Syekh Abu Syamsudin" yang bernama asli "Su'adi" adalah putra tunggal dari "Syekh" Basyaniyah (putra kedua dari "Syekh" Abdul Mannan/"Buju" Kosambi)".
Jadi "Syekh Abu Syamsudin" adalah cucu dari "Buju'" Kosambi. Kisah hidup "Syekh Abu Syamsudin" tidak berbeda dengan ayahanda dan buyutnya, yakni gemar bertapa dan selalu menyendiri bertirakat serta selalu berpindah-pindah tempat dalam melakukan pertapaannya. Salah satu tempat pertapaan "Syekh Abu Syamsudin" ditemukan di dekat kampung Aeng Nyono' yang berada di tengah hutan yang cukup lebat. Merupakan tempat yang sangat bagus untuk bertapa, karena hutan tersebut memang belum terjamah tangan manusia dan karena tempat itu sering digunakan orang untuk bertapa, maka penduduk sekitar menamakan kampung itu dengan sebutan Kampung Pertapaan.
Begitu juga Bukit yang ada di kampung Aeng Nyono', menjadi salah satu tempat bertapanya "Syekh Abu Syamsudin", serta disana terdapat sebuah Kebesaran Allah yang diperlihatkan kepada manusia hingga sekarang. Tepat di sebelah Barat tempat "Syekh Abu Syamsudin" bertapa terdapat sumber mata air yang mengalir ke atas Bukit Pertapaan. Konon, "Syekh Abu Syamsudin" mencelupkan tongkatnya ke dalam sumber itu, lalu ditariknya tongkat beliau menuju bukit pertapaan dan air sumber itupun mengikuti arah tongkat sampai akhirnya mengakir ke atas bukit hingga kini. Sungguh ini merupakan karunia kebesaran dari Allah dan jauh di luar akal manusia. Allahu Akbar....... Atas dasar keajaiban inilah yang menjadi asal usul nama Kampung Aeng Nyono' (Bahasa Madura) artinya air yang menyelinap/mengalir ke atas dan konon air itu digunakan oleh "Syekh Abu Syamsudin" untuk berwudhu.
"Syekh Abu Syamsudin" semasa hidupnya selalu mendapat ujian dan cobaan yang bertubi-tubi, namun "Syekh Abu Syamsudin" menerimanya dengan ikhlas dan sabar. Semakin tinggi iman dan taqwa seseorang semakin berat dan bertambah pula cobaannya, sedang "Syekh Abu Syamsudin" sadar akan hakekat hidup dan fenomena yang ada di dalamnya, sehingga kesadarannya itulah yang membuat iman "Syekh Abu Syamsudin" semakin mengkristal dan menjadikan jiwanya semakin tenang serta kehidupan sehari-harinya begitu tentram bersama keluarganya dan masyarakat di sekitarnya. Hal inilah yang membuat "Syekh Abu Syamsudin" menjadi panutan masyarakat di sekitar serta membuat nama "Syekh Abu Syamsudin" semakin harum dan amat disegani, Selain itu karena ketabahan dan kesabarannya, "Syekh Abu Syamsudin" dianugerahi oleh Sang Khaliq Ilmu Karomah yang tinggi.
Namun, betapapun baiknya "Syekh Abu Syamsudin", masih saja ada yang membenci dan memusuhinya karena iri dan dengki terhadap kelebihan yang dimiliki oleh "Syekh Abu Syamsudin". Salah seorang yang sangat membenci "Syekh Abu Syamsudin" adalah "Buju'" Sarabe ("Buju'" Gunung Perahu). Pada suatu saat "Buju'" Sarabe bersama komplotannya merencanakan sebuah misi jahat, yakni akan menghabisi "Buju'" Kalampok, yaitu seorang sesepuh dari Dusun Kalampok yang mungkin menjadi panutan masyarakat setempat. Sesampainya disana mereka langsung mencari "Buju'" Kalampok, dan setelah ditemukan tanpa banyak bicara langsung dibunuhnya, seperti layaknya membunuh binatang. Setelah menghabisi "Buju'" Kalampok dengan keji, mereka putar haluan menuju Batu Ampar dengan tujuan ingin menguji sekaligus berniat membunuh "Syekh Abu Syamsudin". Sesampainya di tempat tujuan, di depan rumah "Syekh Abu Syamsudin" , mereka siap-siap untuk membumi-hanguskan kediaman dan menyeang "Syekh Abu Syamsudin".......... Namun apa yang terjadi? Ketika mereka akan mencabut sebnjata mereka, seperti kering, celurit dan tombak, semua benda itu lenyap tinggal tempat dan rangkangnya. Melihat itu mereka terperanjat bukan main dan seketika itu kawanan pengacau tersebut tunduk bersimpuh seraya mohon ampun di hadapan "Syekh Abu Syamsudin". Mereka mengaku kalah serta memohon agar senjata mereka yang lenyap dikembalikan dan mereka bersumpah untuk tidak mengulangi perbuatan nista itu lagi, jika mereka ingkar, mereka akan celaka sampai tujuh turunan. "Syekh Abu Syamsudin" mengabulkan permintaan mereka atas dasar konsekwensi yang mereka ucapkan. "Syekh Abu Syamsudin" menunjukkan letak senjata "Buju'" Sarabe dan pengikutnya yang berada di dalam "Lathong" (Bahasa Madura) yang artinya kotoran sapi. Maka dari itu "Syekh Abu Syamsudin" mendapat julukan "Buju' Lathong".
Namun tidak hanya atas kejadian itu saja "Syekh Abu Syamsudin" mendapat julukan tersebut. Kisah lain menceritakan tentang kelebihan "Syekh Abu Syamsudin", keluarnya pancaran sinar dari dadanya, dam apabila sinar itu terlihat oleh orang yang banyak melkukan dosa serta belum pernah bertaubat, maka orang tersebut akan pingsan atau mati. Karena khawatir tentang hal itu, maka "Syekh Abu Syamsudin" menutupi dadanya dengan cara mengoleskan "Lathong" di sekitar dada beliau.
Setelah berkeluarga "Syekh Abu Syamsudin" dikaruniai tiga orang putra, yaitu bernama "Syamsudin", Luqman dan Husen. Dan sebenarnya asal nama beliau diambil dari putra pertamanya. yakni "Syamsudin", "Syekh Abu Syamsudin" berarti Bapaknya "Syamsudin".
Ujian dan cobaan silih berganti menghujani "Syekh Abu Syamsudin". setelah ujian satu selesai maka ujian yang lain menyusul seakan tanpa jeda. Pada masa itu wilayah Pamekasan berdirilah sebuah Kerajaan Non Islam yang megah dipimpin seorang Raja yang tidak pernah percaya kepada ajaran agama Islam. Sang Raja juga mendengar tentang kelebihan dalam hal Ilmu Karomah yang dimiliki seseorang di wilayah Batu Ampar. Namun hal itu dianggap pepesan kosong, sebelum Raja tahu dan menyaksikan dengan mata sendiri. Maka timbul niatan untuk menguji tingkat Karomah "Syekh Abu Syamsudin", dengan mengundang "Syekh Abu Syamsudin" pada acara syukuran di kerajaan yang diadakan Raja sendiri. Sang Raja juga mengundang Ulama di seluruh Madura pada masa itu.
Pada hari yang ditentukan, Sang Raja mengutus Panglima Istana untuk menjemput "Syekh Abu Syamsudin" di Batu Ampar, saat itu undangan sudah banyak yang datang. Sesampainya di Batu Ampar tepatna di kediaman "Syekh Abu Syamsudin", para pengawal itu disambut oleh "Syekh Abu Syamsudin" dan langsung dipersilahkan masuk, sesudah itu diutarakannya maksud dan tujuan kedtangan Pengawal itu, yakni bermaksud menjemput "Syekh Abu Syamsudin" atas undangan dan perintah dari Raja. "Syekh Abu Syamsudin" menolak untuk berangkat bersama Pengawal, maka dipersilahkannya para Pengawal itu untuk berangkat terlebih dahulu. Jarak antara Batu Ampar dan Kerajaan cukup jauh, tapi dengan mengendarai kuda akan lebih menghmat waktu. Begitulah yang ada di benak para pengawal Kerajaan maksudnya, agar "Syekh Abu Syamsudin" cepat sampai di Kerajaan bila naik kuda besama Pengawal Kerajaan itu, namun niat baik pengawal itu ditolak secara halus. Lalu ada apa di balik ini semua....? Tanpa pikir yang terlalu panjang, berangkatlah para Pengawal itu kembali ke Kerajaan. Sesampainya di Istana Kerajaan, para Pengawal dibuat terkejut dan terheran-heran ketika melihat "Syekh Abu Syamsudin" sudah sampai terlebih dahulu lebih lama sebelum pengawal itu datang dan "Syekh Abu Syamsudin" sudah duduk serta berbincang-bincang dengan undangan yang lain. Sungguh keistimewaan yang luar biasa atas kebesaran Allah SWT.....
Begitu acara dimulai, "Syekh Abu Syamsudin" dimohon untuk memimpin do'a, maka dipimpinnya acara syukuran itu dengan membacakan do'a dan mohon perlindungan kpada Allah SWT. Ruangan istana digegerkan oleh sesuatu yang menakubkan, seisi istana tercengang menyaksikan itu, termasuk Raja sendiri yang terbelalak matanya seakan tidak percaya, karena seluruh hidangan mewah dan lezat tampaknya yang tgersaji di hadapan para undangan untuk siap disantap, tiba-tiba berubah ke bentuk asal sebelum dimasak dan diolah sedemikian rupa. Antara lain masakan itu kembali utuh menjadi binatang anjing dan binatang haram lain. Menyaksikan hal itu, maka Raja mengakui seketika tentang ketinggian Ilmu Karonah yang dimiliki "Syekh Abu Syamsudin" atas kebesaran Allah SWT., serta yakin akan kesucian dan kemurnian Islam yang terpelihara oleh Sang Khaliq dan selamatlah orang mukmin untuk yang kesekian kali dari sesuatu yang diharamkan agama, demi kokohnya Syari'at Islam yang tetap terpelihara.
Akhirnya terbukalah hati Sang Raja atas kebesaran Allah SWT, yang ditampakkan melalui "Syekh Abu Syamsudin". Raja bersama komponen Kerajaan dan seluruh kerabatnya menemukan jalan yang terang sehingga ditinggalkannya dunia kegelapan yang penuh maksiat serta dibuangnya jauh-jauh seraya mereka semua berbondong-bondong memasuki alam yang baru nun fitrah. Semenjak itu keluarga Kerajaan mendapat bimbingan tentang ajaran Agama Islam secara langsung oleh "Syekh Abu Syamsudin". Dan untuk lebih menguatkan hubungan tali persaudaraan, Raja mengajukan permohonan atas diri "Syekh Abu Syamsudin" untuk menjadikan salah satu dari putra-putra "Syekh Abu Syamsudin" sebagai anak angkat Raja. Permohonan itupun direstui oleh "Syekh Abu Syamsudin" dan dipilihnya putra beliau yang bernama Luqman untuk dijadikan anak angkat Raja, Maka Raja pun sepakat dan diangkatlah Luqmansebagai Putra Raja. Maka semenjak itu semakin eratlah hubungan antara keluarga Kerajaan dengan "Syekh Abu Syamsudin" sekeluarga seperti halnya keluarga sendiri.
Demikianlah sebagian kecil dari kisah kehidupan "Syekh Abu Syamsudin" ("Su'adi''/"Buju' Lathong").
(Sumber: Sejarah Auliya' Batu Ampar, disusun oleh KH. Ach. Fauzy Damanhuri).
0 komentar:
Posting Komentar