Sabtu, 30 Mei 2009

"ADZAN SEBAGAI PANGGILAN SALAT"

"Adzan" merupakan panggilan untuk "salat". Ukuran iman seseorang dapat diukur dari "salat"nya. Apabila kita mendengar "adzan" segeralah meninggalkan segala urusan ......."




Allahu Akbar Allahu Akbar
Asyhadu alla ilaha illallah
Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
Hayya 'alash sholah (2 kali)
Hayya 'alal falah (2 kali)
Allahu Akbar Allahu Akbar
La ilaha illallah

 
"Adzan" merupakan pemberitahuan tentang masuknya waktu "salat" dengan kalimat-kalimat yang disebutkan di atas. "Adzan" hukumnya wajib kifayah bagi setiap penduduk kota atau kampung.
Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah SAW : "Apabila datang waktu "salat" hendaklah salah seorang dari kamu "adzan" untuk kalian. Dan hendaklah yang paling tua jadi imamnya (Muttafaq 'alaih).


Orang yang mengumandangkan "adzan" disebut muadzin. Sebaiknya muadzin seorang yang dapat dipercaya, memiliki suara yang keras dan bagus, mengerti waktu-waktu "salat". Mengumandangkan "adzan" sebaiknya di tempat yang tinggi seperti menara dan sebagainya. Memasukkan kedua jari telunjuk ke dalam telinganya. Berpaling ke kanan dan ke kiri waktu mengucapkan Hayya alassalah - Hayya alal falah.


Muadzin jangan minta diberi upah selain dari baitulmal (keuangan negara atau dana waqaf).


"Adzan" merupakan panggilan untuk "salat". Ukuran iman seseorang dapat diukur dari "salat"nya. Apabila kita mendengar "adzan" segeralah meninggalkan segala urusan yang kita laksanakan dan segera melakukan "salat" menghadap kepada Allah SWT.


Sebelum melaksanakan "salat" berjama'ah, hendaknya ada seseorang yang mengucapkan iqamah dengan bacaan sebagai berikut :

  • Allahu Akbar, Allahu Akbar
  • Asyhadu alla ilaha illallah
  • Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
  • Hayya 'alash sholah
  • Hayya 'alal falah
  • Qod qomatish sholah (2 kali), artinya "Salat" akan didirikan"
  • Allahu Akbar, Allahu Akbar
  • La ilaha illallah

Setelah seseorang selesai mengumandangkan iqamah, barulah imam memulai memimpin "salat".

Jumat, 29 Mei 2009

"CALON PENGHUNI SURGA"

"Ciri "calon penghuni surga" yang kedua adalah orang yang tidak suka merusak, tidak suka membuat masalah dan tidak pernah merugikan orang lain."



"Surga"
merupakan puncak hadiah yang akan diraih oleh manusia. Untuk mendapatkan hadiah ini tentu saja tidaklah mudah. Diperlukan perjuangan yang sungguh-sungguh, karena Allah akan terus menerus menguji keuletan manusia dalam mematuhi perintah dan larangan-Nya.


Manusia nantinya masuk "surga" atau neraka -- ditentukan melalui proses kompetisi yang panjang selama hidup di dunia, yakni kompetisi dalam mengumpulkan pahala. Kompetisi ini akan berakhir pada saat manusia mati, karena sudah tidak ada kesempatan pengumpulan pahala lagi setelah manusia mati.


Ciri-ciri orang "calon penghuni surga" adalah :

1. Orang yang tidak sombong, rendah hati atau Tawadu'.


2. Orang yang tidak suka merusak.


3. Orang yang taqwa.


Ciri "calon penghuni surga" yang pertama adalah orang yang tidak pernah menyombongkan diri, selalu rendah hati atau Tawadu'. Orang seperti ini adalah orang yang tidak suka dipuji dan tidak suka menghinakan orang lain. Allah SWT Maha Indah, Allah suka keindahan. Kalau kita dikaruniai keindahan, harus kita manfaatkan sebaik-baiknya. Keindahan yang diberikan kepada kita jangan sampai me mbuat kita sombong.


Ciri "calon penghuni surga" yang kedua adalah orang yang tidak suka merusak, tidak suka membuat masalah dan tidak pernah merugikan orang lain. Ciri kedua ini adalah orang yang selalu lemah lembut dan tidak pernah berbuat kasar kepada orang lain.


Ciri "calon penghuni surga" yang ketiga adalah orang yang taqwa kepada Allah, yaitu orang-orang yang selalu menjaga


keimanannya agar selalu meningkat. Orang ini beribadah hanya karena Allah, bukan karena ingin dipuji atau karena lain. Orang ini selalu menyerahkan dirinya hanya kepada Allah SWT semata. Orang yang taqwa ini adalah orang Mukhsinin, yaitu orang yang dalam kehidupan sehari-harinya selalu berbuat baik, suka salat tahajud dan banyak istighfar pada malam hari, membagikan hartanya untuk orang yang tidak mampu dan sangat mengerti bahwa rezki berada di tangan Allah SWT.


Sedangkan ciri-ciri orang calon penghuni neraka adalah berbanding terbalik dengan "calon penghuni surga". Marilah kita selalu introspeksi diri, agar kita bisa memperbaiki diri, sehingga kita bisa menjadi orang "calon penghuni surga" kelak. Amiin.............

"4 (EmPaT) PeRtaNYaaN"

"Ada 4 (empat) "pertanyaan" yang nantinya akan ditanyakan kita pada hari akhir nanti, yaitu :



"Pertanyaan" Pertama: Umurmu kau habiskan untuk apa? Kita hidup diberi kenikmatan kesehatan dan kesempatan. Kesempatan yang diberikan untuk kita dihabiskan untuk apa?


"Pertanyaan" Kedua:. Masa Mudamu kau pergunakan untuk apa? Masa muda adalah masanya kita diberi kekuatan. Usia muda adalah usia produktif yang harus
dimanfaatkan sebaik-baiknya. Bukan untuk berhura-hura, akan tetapi digunakan untuk lebih

mendekatkan diri kepada Allah SWT.


"Pertanyaan" Ketiga: Dari mana Harta Bendamu dan kau belanjakan untuk apa?

Dari mana
asal dan bagaimana cara mendapatkan harta benda kita? Apakah diperoleh dengan cara yang halal atau haram?


"Pertanyaan" Keempat:  Ilmu yang didapatkan diperg
unakan untuk apa?

Ilmu yang kita peroleh kita pergunakan untuk apa? Untuk memintarkan orang lain apa untuk membodohi orang lain? Ilmu yang kita peroleh harus kita manfaatkan sebaik-baiknya. Jangan sampai ilmu yang kita peroleh malah jadi bumerang buat kita, sehingga nantinya justru akan menyiksa diri kita sendiri.



Untuk mempersiapkan jawaban-jawaban dari "pertanyaan-pertanyaan" tadi, kita harus memperbanyak ibadah kita di dunia ini.


Sedangkan persyaratan supaya ibadah kita diterima oleh Allah SWT, adalah :

1.Berdasarkan keimanan.


2. Niat yang Ikhlas.


3. Semata mengharap Ridha Allah SWT.



Dengan memenuhi 3 (tiga) persyaratan di atas, Insya'Allah ibadah kita akan diterima oleh Allah SWT. Amiin............


Kamis, 28 Mei 2009

"I M T A Q (ImAn dan TaQwA)"

"Iman" yang benar adalah "iman" yang bisa membebaskan kita dari rasa takut, gelisah, gundah dan segala kekhawatiran. Hanya kepada Allah-lah kita takut, tidak kepada yang lain."


"Iman" adalah asas penting yang menjadi landasan seorang mukmin. Bila diibaratkan pohon, "iman" adalah akarnya. Apabila tidak memiliki akar, pohon tersebut tidak bisa tumbuh dan berdiri tegak. Tanpa "iman", ibadah yang kita lakukan akan sia-sia, bahkan amal yang kita lakukan tidak akan sampai kepada Allah SWT; Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur'an Surat Al-Anbia ayat 94 :

"Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, sedang ia ber"iman", usahanya tak akan terabaikan. Dan sesungguhnya Kami menuliskan amalan itu untuknya."


Ke"iman"an dan ke"taqwa"an itu sendiri merupakan salah satu nikmat yang harus kita syukuri. Cara mensyukuri nikmat ke"iman"an dan ke"taqwa"an kita adalah dengan cara selalu meningkatkan ibadah amal kita, misalnya disamping melaksanakan sholat wajib kita juga melaksanakan sholat sunah, disamping melaksanakan puasa wajib kita juga melaksanakan puasa sunah, disamping membayar zakat kita juga membayar infaq dan sedekah, dan seterusnya; intinya kita disamping menunaikan ibadah wajib kita juga melaksanakan ibadah sunah sesuai dengan tuntunan junjungan Nabi kita Muhammad SAW.



"Iman" tidak hanya sekedar ber"iman". Ada 2 (dua) macam keimanan, yaitu :

1. "Iman" yang bersih dari segala kesyirikan. Jadi kita benar-benar percaya bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.


2. "Iman" yang mampu memproduk amal-amal shaleh dan amal -amal kebajikan, baik dalam hal ritual kepada Allah maupun hubungan dengan sesama manusia.

"Iman" yang benar adalah "iman" yang bisa membebaskan kita dari rasa takut, gelisah, gundah dan segala kekhawatiran. Hanya kepada Allah-lah kita takut, tidak kepada yang lain. Orang ber"iman" adalah orang yang punya ketergantungan yang sangat tinggi kepada Allah.


Menjaga kualitas "iman" akan selalu berbanding lurus dengan kuantitas amal ibadah kita. Makanya kita harus selalu berdo'a agar kita selalu diberi kekuatan oleh Allah SWT supaya kita bisa selalu meningkatkan kualitas "iman" dan kuantitas amal ibadah kita.
Semoga Allah SWT selalu memberi petunjuk kepada kita semua. Petunjuk Allah ini sangat mahal harganya. Orang yang mendapat petunjuk dari Allah SWT adalah orang yang bijak dalam mendengar perkataan dan melaksanakan apa yang didengar dari perkataan yang terbaik. dalam kehidupan sehari-hari. Perkataan yang terbaik disini adalah Kalam Illahi Rabbi dan Sabda Rasulullah SAW.

Semoga dengan ridhaNya, Allah selalu memberi kekuatan kepada kita, sehingga kita bisa selalu meningkatkan kualitas "iman" dan "taqwa" kita kepada Allah SWT. Amiin..............


"Iman" tidak hanya sekedar keyakinan belaka, akan tetapi "iman" harus dibuktikan melalui pernyataan dan perbuatan. "Iman" harus terefleksikan dalam perbuatan. Ciri ke"iman"an seseorang yang bisa mendatangkan keuntungan baik di dunia maupun di akhirat, apabila :


1. Orang yang ber"iman" tersebut bisa menjaga auratnya. Ada sebuah hadits yang menyatakan , bahwa Rasulullah SAW bersabda : "Barangsiapa bisa menjamin diantara kedua mulut (bibir) nya (bibir atas dan bawah), niscaya aku akan menjamin surganya."


2. Orang yang ber"iman" tersebut bisa menjaga amanah dan menepati janjinya. Orang yang tidak amanah dan selalu ingkar janji adalah ciri orang munafik.


3. Orang yang ber"iman" tersebut bisa menjaga sholatnya. Menjaga sholat dalam kehidupan sehari-hari bukan persoalan yang mudah. Menjaga sholat ini berarti orang tersebut bisa menjaga waktunya, dia selalu sholat tepat waktu dan tidak menunda-nunda sholatnya. Disamping sholat tepat waktu orang tersebut juga menjaga cara dan bacaannya dengan benar sesuai dengan tuntunan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Disamping itu juga harus bisa menjaga efek positif dari sholat, yaitu dengan benar-benar menghayati dan melaksanakan apa yang telah dibaca dalam melaksanakan sholat.


Ketiga hal diatas merupakan bukti aplikatif ke"iman"an kita dalam kehidupan sehari-hari.


Kalau kita ingin negeri kita ini menjadi negeri yang gemah ripah loh jinawi, "iman" dan "taqwa" ini menjadi persyaratan yang harus dipenuhi oleh penduduk negeri ini. Hal ini seperti yang telah difirmankan oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an Surat Al-A'raaf Ayat 96 : "Dan


sekiranya penduduk negeri-negeri itu ber"iman" dan ber"taqwa", pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) maka Kami siksa mereka disebabkan apa yang mereka usahakan."


Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang ada sekarang ini harus diimbangi pula dengan ke"iman"an dan ke"taqwa"an (IMTAQ) kepada Allah SWT. IPTEK yang tidak dimbangi oleh IMTAQ akan berbahaya yang justru malah akan mengakibatkan kerusakan di dunia ini.
Ada 3 (tiga) pilar utama yang terkandung didalam"taqwa", yaitu :

1. Takut kepada Allah SWT Dzat yang maha mulia. Ada perbedaan antara takut kepada Allah dengan takut kepada selain Allah. Kalau kita takut kepada selain Allah, misalnya takut kepada ular atau orang, kita akan lari untuk menjauhi ular atau orang tersebut supaya kita tidak bertemu dengan yang kita takuti tersebut. Lain halnya kalau kita takut kepada Allah SWT, justru kita akan mendekatkan diri (taqarub), mengabdi kepada Allah dan rindu untuk bertemu dengan Allah. Jadi dalam takut kepada Allah didalamnya ada ketakutan, pengabdian dan akan selalu mentaati perintah-Nya dan akan selalu menjauhi larangan-Nya.


2. Beramal sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Al-Qur'an. Al-Qur'an sebagai panduan dalam menjalankan hidup di dunia ini, karena dalam Al-Qur'an mengandung ajaran :

a. Aqidah dan keyakinan apa-apa yang harus kita lakukan dan siapa-siapa yang harus kita dekati dan siapa yang harus kita hindari.

b. Syari'ah. Dalam Al-Qur'an diajarkan tata hukum Allah mana yang harus dilaksanakan dan mana yang harus ditinggalkan.

c. Akhlak. Al-Qur'an memuat tata aturan manusia. Ada kejujuran dan pengkhianatan-pengkhianatan manusia yang dikisahkan dalam Al-Qur'an. Semua itu dikisahkan supaya menjadi pelajaran bagi manusia.




3. Selalu bersiap-siap untuk hari keberangkatan (kematian) menuju ke akhirat. Kematian sebenarnya merupakan permulaan dari kehidupan yang abadi. Kematian merupakan suatu kepastian yang misterius bagi setiap
orang. Kita tidak mengetahui kapan kita akan mati, tapi mati itu pasti akan datang. Maka dari itu kita harus terus-menerus selalu mempersiapkan diri untuk kematian. Semoga kita diridhai oleh Allah SWT untuk bisa mengakhiri hidup ini dengan khusnul khotimah................



Orang yang ber"iman" dan "taqwa" memiliki Al-Qur'an yang berfungsi sebagai pembeda (Furqon). Al-Qur'an sebagai Furqon bagi orang yang ber"iman" dan "taqwa" disini, bahwa:

1. Orang yang ber"iman" dan "taqwa" hanya bergantung kepada Allah semata. Dia tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun dan siapapun di dunia ini. Disini Furqon berkaitan dengan kebersihan jiwa, sehingga dia dapat dikatakan sebagai orang yang ber"iman" dan "taqwa".


2. Orang yang ber"iman" dan "taqwa" memiliki sensitivitas (kepekaan) amal yang tinggi. Misalnya dalam kehidupan sehari-hari apabila sudah ada kumandang adzan dia akan segera bergegas untuk melaksanakan salat; Kemudian apabila dia diajak berbuat tidak baik, dia akan berani menolak dan selalu mengajak kepada kebaikan. Furqon disini berkaitan dengan sensitivitas amal dalam kehidupan sehari-hari.


3. Orang yang ber"iman" dan "taqwa" dapat menyaring hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran dalam Al-Qur'sn yaitu ajaran yang telah diajarkan oleh Allah SWT. Furqon disini sebagai filter yang sudah tertanam dalam hati orang yang ber"iman" dan "taqwa". Orang yang ber"iman" dan "taqwa" melaksanakan ibadah tidak akan sepotong-sepotong (parsialisme). Dia akan selalu berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadahnya kepada Allah.


Marilah kita berlomba untuk selalu meningkatkan kualitas "Iman" dan "Taqwa" kita dan selalu menambah kuantitas amal-amal ibadah kita, sehingga Allah selalu ridha untuk merahmati dan memberkati kita. Amiin..... Ya Rabbal Alamin..........

Rabu, 27 Mei 2009

"ADAB MENUNTUT ILMU DALAM ISLAM"

"Islam" mewajibkan para pemeluknya untuk menuntut "ilmu", apa pun macam "ilmu" itu, dan dimanapun "ilmu" itu berada."



Syarat yang diminta ialah "ilmu" itu bermanfaat bagi kehidupan manusia dan pengamalannya untuk mencari keridhaan Allah. Mencari "ilmu" dalam "Islam" banyak dikaitkan dengan usaha manusia untuk membuktikan adanya Tuhan, keagungan serta kemahakuasaan-Nya. Oleh sebab itu dalam Al-Qur'an digambarkan bahwa orang-orang yang ber"ilmu"lah yang takut kepada Allah SWT. Selanjutnya "Islam" juga membedakan kedudukan antara orang-orang yang ber"ilmu" dengan orang-orang yang tidak ber"ilmu" dengan meninggikan kedudukan orang-orang yang ber"ilmu" beberapa derajat; serta memberikan predikat sebagai orang yang terbaik apabila dia mau mengajarkan "ilmu"nya kepada orang lain, dan sangat mencela "ilmu"wan yang kikir dengan "ilmu"nya.


Rasulullah SAW juga membedakan perlakuan terhadap para tawanan yang pandai membaca dan menulis dengan  mengganti  uang       tebusan  yang  harus  dibayar mereka  dengan mengajar kaum muslimin membaca dan menulis. Ayat Al-Qur'an yang pertama diturunkan pun berkenaan dengan menuntut "ilmu" yaitu perintah membaca yang apabila kita jabarkan akan mencakup segala usaha untuk menuntut dan menyebarkan "ilmu" pengetahuan seperti pendirian balai-balai pendidikan, perpustakaan dan sebagainya.


Sebaik-baik "ilmu" adalah"ilmu" yang bermanfaat bagi kehidupan alam semesta. Dalam hal mencari "ilmu", para alim ulama telah sepakat bahwa mengetahui adab ber"ilmu" lebih penting dari "ilmu" itu sendiri.


Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah, menerangkan bahwa mencari "ilmu" wajib hukumnya atas setiap orang "Islam", baik laki-laki maupun perempuan. Selama manusia layak hidup, dia layak mencari "ilmu".


Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi "ilmu" pengetahuan beberapa derajat dari pada orang lain. Seperti yang difirmankan oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an Surat Al-Mujaadilah Ayat 11 :

"Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi "ilmu" pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."


Sebaik-baik "ilmu" adalah"ilmu" yang bermanfaat bagi kehidupan alam semesta.


Dalam hal mencari "ilmu", para alim ulama telah sepakat bahwa mengetahui adab ber"ilmu" lebih penting dari "ilmu" itu sendiri. Syaikh Muhammad bin Shalih Al'Utsaimin dalam kitabnya "Kitabul Ilmi", menyebutkan beberapa adab dalam mencari "ilmu", antara lain :


1.Ikhlas Karena Allah SWT.

Niat menuntut "ilmu" hendaklah karena Allah SWT. Apabila seseorang menuntut "ilmu" hanya untuk mendapatkan gelar agar bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi atau ingin menjadi orang terpandang, arau niat yang sejenisnya, maka Nabi SAW telah memperingatkan, seperti Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud :

"Barangsiapa yang mempelajari suatu "ilmu" tidak karena Allah, dia tidak akan mendapatkan harumnya surga di hari kiamat".


2. Untuk Menghilangkan Kebodohan dari Dirinya dan Orang Lain.
Semua manusia pada mulanya bodoh, maka dari itu kita harus berniat menghilangkan kebodohan dengan cara menuntut "ilmu". Setelah kita memiliki "ilmu", kita wajib mengajarkannya kepada orang lain untuk menghilangkan kebodohan dari diri mereka. Rasulullah bersabda : "Sampaikanlah dariku walaupun cuma satu ayat. (HR. Bukhari). Dan kita sebagai umat "Islam" juga diwajibkan selalu untuk menuntut "ilmu" dan menambah "ilmu" pengetahuan yang kita miliki seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur'an Surat Thaahaa Ayat 114 :

"Maka Maha Tinggi Allah Raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku "ilmu" pengetahuan".


3. Berniat Menuntut "Ilmu" Untuk Membela Syari'at.
Penuntut "ilmu" harus membela agamanya dari hal-hal yang menyimpang (bid'ah), sebagaimana ajaran Rasulullah SAW. Hal ini sulit dilakukan, kecuali oleh orang yang memiliki "ilmu" yang benar, sesuai petunjuk Al-Qur'an dan As-Sunnah.


4. Lapang Dada Dalam Menerima Perbedaan Pendapat.
Penuntut "ilmu" hendaknya menerima perbedaan pendapat dengan lapang dada selama perbedaan itu pada persoalan ijtihad, bukan persoalan aqidah. Jangan sampai kita menghina atau menjelekkan orang lain yang kebetulan berbeda pendapat dengan kita. Hal ini sesuai dengan Surat Al-Mujaadilah Ayat 11 yang telah dijelaskan di atas.


5. Mengamalkan "Ilmu" Yang Telah Didapatkan.
Salah satu adab yang terpenting bagi para penuntut "ilmu" adalah mengamalkan "ilmu" yang telah diperoleh. Amal adalah buah dari "ilmu", baik itu aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalah. "Ilmu" tidak akan ada manfaatnya kecuali diamalkan.


6. Menghormati Para Ulama dan Memuliakan Mereka.
Penuntut "ilmu" harus selalu lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan ulama. Jangan sampai kita mengumpat atau mencela ulama yang kebetulan keliru di dalam memutuskan suatu masalah. Mengumpat orang awam saja sudah termasuk dosa besar apalagi terhadap ulama.


7. Mencari Kebenaran dan Sabar.
Seorang penuntut "ilmu" harus mencari kebenaran dari "ilmu" yang telah didapatkan. Ketika sampai kepada kita sebauah hadits misalnya, kita harus meneliti lebih dulu tentang keshahihan hadits tersebut, kita harus sabar, tidak boleh tergesa-gesa. Jangan sampai kita mempelajari satu pelajaran setengah-setengah. Kalau seperti itu kita tidak akan mendapatkan apa-apa.


Itulah tadi beberapa adab dalam mencari "ilmu". Semoga kita termasuk orang yang senang mencari "ilmu". Dan semoga Allah selalu melindungi kita dari "ilmu" yang tidak bermanfaat, yaitu "ilmu" yang bisa menghancurkan kehidupan alam semesta ini. "Ilmu" yang tidak bermanfaat juga akan jadi bumerang bagi diri kita. A'udzubillah min dzalik............


Sebagai manusia kita harus menyadari, bahwa sepandai-pandai manusia masih ada yang maha pandai yaitu Allah. Jangan sampai kita merasa sombong hanya karena memiliki "ilmu" yang melebihi orang lain. Allah memiliki "ilmu" yang meliputi segala "ilmu" yang dimiliki oleh manusia, seperti yang difirmankan dalam Al-Qur'an Surat Al-Israa' Ayat 60 :

"Dan ingatlah, ketika Kami wahyukan kepadamu, "Sesungguhnya ("Ilmu") Tuhanmu meliputi segala manusia". ........................."


Sedangkan "ilmu" itu sendiri mempunyai banyak keistimewaan apabila dibandingkan dengan harta, antara lain :

1. "Ilmu" merupakan warisan dari para Nabi, alim ulama dan "ilmu"wan; sedangkan harta merupakan tinggalan dari Raja Fir'aun dan para koruptor.


2. "Ilmu" menjaga diri kita sedangkan harta kita yang menjaganya.


3. Orang yang ber"ilmu" banyak saudara, sedangkan orang kaya banyak musuhnya.


4. "Ilmu" apabila diberikan kepada orang lain akan bertambah, sedangkan harta apabila dibelanjakan malah akan berkurang.


5. Orang kaya sering mendapat julukan pelit' kikir, sedangkan orang ber"ilmu" sering mendapat julukan yang mulia.


6. "Ilmu" tidak perlu dijaga dari maling karena tidak akan hilang, sedangkan harta dijaga dari maling.


7. Pada hari akhir, orang yang ber"ilmu" akan mendapat pertolongan, sedangkan orang yang memiliki harta akan dihitung.


8. "Ilmu" tidak akan rusak sepanjang jaman, bahkan semakin lama akan semakin lancar atau pintar; sedangkan harta semakin lama akan mengalami kerusakan atau usang.


9. "Ilmu" akan membuat hati kita padang dan empuk; sedangkan harta akan membuat hati kita gelap dan keras.


10.Orang yang punya "ilmu" akan mengaku sebagai hamba Allah; sedangkan orang yang memiliki banyak harta akan mengaku jadi Tuhan.


Semoga Allah senantiasa menjauhkan kita dari keadaan miskin "ilmu", karena "ilmu" pengetahuan merupakan modal untuk memperbaiki diri. Alangkah malangnya nasib kita apabila dalam hidup ini "ilmu" pengetahuan kita tidak bertambah. Tidak bertambahnya "ilmu" pengetahuan berarti kualitas kehidupan kita pun akan statis tidak berkembang, bahkan boleh jadi lambat laun kualitas kehidupan kita akan menurun.

Betapa ruginya kita apabila tidak memiliki "ilmu" pengetahuan yang dapat dijadikan sebagai jalan untuk memperbaiki diri. Seseorang yang tidak memiliki "ilmu" pengetahuan yang cukup, dalam kehidupannya seringkali dieksploitasi oleh orang lain. Orang yang tidak memiliki "ilmu" pengetahuan yang memadai sering tidak berdaya menghadapi tantangan kehidupan ini.

Hidup ini akan sangat berarti ketika "ilmu" kita terus bertambah dari waktu ke waktu.........

Selasa, 26 Mei 2009

"PEMBANGUNAN BERWAWASAN KEPENDUDUkAN"

"Pembangunan berwawasan kependudukan" mempunyai ciri: menempatkan "penduduk" sebagai fokus dari upaya "pembangunan", partisipatoris, mendorong pemerataan, non deskriminatif dan pemberdayaan "penduduk", keluarga, kelompok dan masyarakat."









"Penduduk" adalah merupakan modal dasar, pelaku "pembangunan", sekaligus faktor dominan yang menentukan keberhasilan "pembangunan", sehingga harus menjadi perhatian dari seluruh upaya "pembangunan".
 


Sebelum membahas "pembangunan berwawasan kependudukan", perlu diketahui terlebih dahulu apa itu "kependudukan".




Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan "Kependudukan" dan "Pembangunan" Keluarga Sejahtera disebutkan bahwa "Kependudukan" adalah hal ikhwal yang berkaitan dengan jumlah, ciri utama, pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas, kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, agama serta lingkungan "penduduk" tersebut.



Dari definisi tadi, masalah "kependudukan" sangatlah kompleks dan menyeluruh, karena semua aspek yang menyangkut "penduduk" ada dalam '"kependudukan". Dalam Undang-Undang tersebut juga diuraikan bahwa perkembangan "kependudukan" diarahkan pada pengendalian kuantitas "penduduk", pengembangan kualitas "penduduk" serta pengarahan mobilitas "penduduk" untuk mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara kuantitas, kualitas dan persebaran "penduduk" dengan lingkungannya.



Untuk mencapai tujuan kebijakan "pembangunan kependudukan" ditetapkan sasaran-sasarannya, meliputi penurunan jumlah "penduduk" miskin, peningkatan kesejahteraan "penduduk", peningkatan kesejahteraan "penduduk", peningkatan produktivitas "penduduk", penurunan tingkat kelahiran, peningkatan kesetaraan dan keadilan jender, peningkatan keseimbangan persebaran "penduduk", tersedianya data dan informasi "pembangunan" dan "kependudukan", tersedianya perlindungan dan peningkatan kesejahteraan serta kualitas "penduduk", serta terselenggaranya administrasi "kependudukan" nasional yang terpadu dan tertib.



Setiap kegiatan "pembangunan" dan kebijakan yang dilaksanakan oleh setiap sektor dapat mempengaruhi "kependudukan", baik secara langsung maupun tidak langsung. Begitu pula setiap perkembangan "kependudukan" dapat mempengaruhi "pembangunan" sektoral dan daerah. Oleh karena itu perlu adanya "pembangunan" yang dipertimbangkan aspek "kependudukan" sejak dari perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kegiatan "pembangunan", artinya untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan "penduduk", "pembangunan" harus mempertimbangkan tiga aspek "kependudukan" yaitu aspek kualitas, kuantitas maupun mobilitas dengan tidak mengesampingkan sosial budaya serta lingkungannya.



Pemberdayaan masyarakat bagi kepentingan "pembangunan" untuk mencapai kesejahteraan bersama, merupakan suatu "pembangunan kependudukan" dalam upaya pengendalian kuantitas dan peningkatan kualitas "penduduk" serta mengarahkan persebaran "penduduk" untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik yang seimbang di seluruh daerah, serta kualitas yang memadai guna mendukung "pembangunan" yang berkelanjutan.



Untuk mewujudkan kebijakan tersebut, maka pendekatan "pembangunan" yang hanya menjadikan "penduduk" sebagai obyek "pembangunan" sudah harus ditinggalkan, tetapi harus mengedepankan "pembangunan" yang "berwawasan kependudukan", yaitu "pembangunan" yang berkelanjutan untuk, dari dan oleh manusia atau "penduduk". Oleh sebab itu pendekatan yang dipakai adalah dengan mengedepankan pemerataan dan peranan seluruh "penduduk" sebagai pelaku atau pelaksana "pembangunan".



"Pembangunan berwawasan kependudukan" adalah modal "pembangunan". Penerapan yang pro rakyat, modal ini adalah suatu keharusan "penduduk" menempati posisi strategis dalam "pembangunan" bangsa karena "penduduk" merupakan subyek dan obyek dalam "pembangunan".



"Pembangunan berwawasan kependudukan" mempunyai ciri: menempatkan "penduduk" sebagai fokus dari upaya "pembangunan", partisipatoris, mendorong pemerataan, non deskriminatif dan pemberdayaan "penduduk", keluarga, kelompok dan masyarakat.



"Pembangunan kependudukan" harus selalu dikoordinasikan sejak dari perumusan kebijakan, perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan sampai pemantauan, penilaian dan pengendalian dampak "pembangunan" tersebut, yaitu dengan melibatkan seluruh sektor "pembangunan" dan peran serta masyarakat.



Keberhasilan "pembangunan kependudukan" mempersyaratkan kondisi sosial, politik, hukum dan keamanan yang kondusif yaitu untuk mendukung keberhasilan "pembangunan" sosial ekonomi nasional untuk kesejahteraan "penduduk". Disamping itu juga harus didasarkan pada data "kependudukan" yang akurat. Oleh karena itu Sistem Informasi Administrasi "Kependudukan" (SIAK) yang meliputi pendaftaran "penduduk" dan pencatatan sipil (sesuai dengan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi "Kependudukan"), harus dilaksanakan dengan benar dan dilakukan setiap saat, sehingga keakuratan data dapat dijamin dan dipertanggungjawabkan. Data "kependudukan" dari hasil pendaftaran dan pencatatan "penduduk", sangat diperlukan untuk perencanaan "pembangunan berwawasan kepemdudukan", karena data "kependudukan" tersebut jika dijalankan dengan benar dan baik akan merupakan data yang sangat akurat, dibandingkan dengan pendataan melalui survei-survei.



Melalui Sistem Informasi Administrasi "Kependudukan" yang tertib, "pembangunan" nasional yang "berwawasan kependudukan" akan dapat disesuaikan dengan tujuan nasional yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945.


MusicPlaylistView Profile