"Antropologi Agama" adalah ilmu 
pengetahuan yang berusaha mempelajari tentang manusia yang menyangkut 
"agama" dengan pendekatan budaya, atau disebut juga "Antropologi Religi". 
Meskipun ada yang berpendapat ada perbadaan pengertian antara "Antropologi Agama" dengan "Antropologi Religi", namun keduanya mengandung arti adanya 
hubungan antara manusia dengan kekuasaan yang ghaib. Keduanya juga 
menyangkut adanya buah pikiran sikap dan perilaku manusia dalam 
hubungannya dengan kekuasaan yang tidak nyata.
  
Buah pikiran dan perilaku manusia
 tentang ke"agama"an dan kepercayaannya itu pada kenyataannya dapat 
dilihat dalam wujud tingkah laku dalam acara dan upacara-upacara 
tertentu menurut tata cara yang ditentukan dalam "agama" dan kepercayaan 
masing-masing. Dengan demikian "Agama" tidaklah mendekati "agama" itu 
sebagaimana dalam teologi (Ilmu Ketuhanan), yaitu ilmu yang menyelidiki 
Wahyu Tuhan.
  
     LATAR BELAKANG SEJARAH
  
Perhatian manusia terhadap sikap 
dan perilaku ke"agama"an dimulai sejak orang barat berkelana dan 
mencekaramakan pengaruh kolonialisme dan imperialisme di dunia timur. 
Diantara yang tertarik berpendapat karena apa yang mereka ketahui 
merupakan hal-hal baru dan aneh-aneh jika dibandingkan dengan sikap 
perilaku dan upacara-upacara ke"agama"an (Kristen) yang mereka anut.
  
Tanggapan aneh tersebut 
menimbulkan pertanyaan, apakah sikap perilaku ke"agama"an masyarakat 
sederhana itu adalah bentuk-bentuk ke"agama"an dan kepercayaan yang 
merupakan cikal bakal dari bentuk-bentuk ke"agama"an yang ada kemudian dan
 sudah jauh lebih maju, seperti halnya "Agama" Hindu, Kristen dan "Agama" 
Islam. Tanggapan ke arah asal mula dari unsur-unsur universal tentang 
"agama", seperti mengapa manusia percaya kapada adanya kekuasaan yang 
ghaib, mengapa pula manusia bersikap dan berperilaku dengan berbagai 
cara dan upacara yang bermacam-macam dalam berhubungan dengan kekuasaan 
ghaib. 
  
Para sarjana yang mengolah labih lanjut tentang ke"agama"an 
primitif berpendapat bahwa "agama" atau "religi" dan kepercayaan kuno itu 
adalah sisa-sisa dari bentuk "agama" purba yang dianut oleh seluruh umat 
manusia ketika budayanya masih sederhana. Jadi, bukan hanya di dunia 
timur tetapi di dunia barat juga ada ketika masyarakatnya masih 
sederhana.
  
Diantara para sarjana ada yang berushan menyusun teori tentang
 asal mula "agama". Diantara mereka adalah para ahli filsafat, sejarah, 
sarjana-sarjana filologi yang ahli meneliti naskah-naskah kuno dengan 
bahasa kuno, dan sebagainya.
  
CARA MEMPELAJARI
  
Yang menjadi titik studi "Antropologi Agama" adalah bukan kebenaran ideologis melainkan kenyataan 
yang nampak yang berlaku, yang empiris, atau juga bagaimana hubungan 
pikiran sikap dan perilaku manusia dalam hubungannya dengan yang ghaib.
  
Beberapa cara dalam studi "Antropologi Agama", yaitu dengan mempelajari dari sudut sejarah, 
ajarannya yang bersifat normatif, atau dengan cara deskriptif atau dan 
dengan cara yang bersifat empiris.
  
1.       Metode 
Historis
  
Dengan metode yang bersifat sejarah yang dimaksud ialah 
menelusuri pikiran dan perilaku manusia tentang "agama"nya yang berlatar 
belakang sejarah, yaitu sejarah perkembangan budaya "agama" sejak 
masyarakat manusia masih sederhana budayanya sampai budaya "agama"nya yang
 sudah maju. Misalnya bagaimana timbul dan terjadinya "agama" tersebut dan
 lain-lain.
  
2.      Metode Normatif
  
Dengan metode normatif dalam 
studi "Antropologi Agama" dimaksudkan mempelajari norma-norma 
(kaidah-kaidah, patokan-patokan atau sastra-asatra suci "agama") maupun 
yang merupakan perilaku adat kebiasaan yang tradisional yang tetap 
berlaku, baik dalam hubungan manusia dengan alam ghaib maupun dalam 
hubungan antara sesama manusia yang bersumber dan berdasarkan 
ajaran-ajaran "agama" masing-maisng. Artinya berpangkal tolak pada 
norma-norma "agama" yang eksplisit berlaku, yang ideologis berlaku. Dengan
 metode ini akan ditemukan pikiran dan perilaku manusia dalam 
hubungannya dengan yang ghaib atau juga sesama manusia.
  
3.      Metode Deskriptif
  
Dengan metode ini dalam "Antropologi Agama" dimaksudkan ialah bersaha mencatat, melukiskan, 
menguraikan, melaporkan tentang buah pikiran sikap tindak dan perilaku 
manusia yang menyangkut "agama" dalam kenyataan yang implisit. Adapun 
tentang kaidah-kaidah ajaran yang eksplisit tercantum dalam kitab-kitab 
suci dan kitab-kitab ajaran agama yang dikesampingkan.
  
4.      Metode Empiris
  
Metode ini mempelajari pikiran 
sikap dan perilaku "agama" manusia yang diketemukan dari pengalaman dan 
kenyataan di lapangan. Artinya yang berlaku sesungguhnya dalam kehidupan
 masyarakat sehari-hari, dengan menitikberatkan perhatian terhadap 
kasus-kasus kejadian tertentu (metode kasus). Peneliti dituntut terlibat
 langsung, misalnya peneliti berperan langsung dapat menyaksikan 
terjadinya acara perkawianan yang berbeda "agama" atau 
perkawianan-perkawianan yang berlaku di antara para penganut "agama" suku 
dan sebagainya.
                    
 
  
"AGAMA" DAN BUDAYA
  
  
"Agama" adalah keyakinan sedangkan
 budaya adalah hasil akal pikiran dan perilaku manusia. Suatu keyakinan 
adalah hal yang mutlak berdasarkan kepercayaan manusia. Sedangkan ilmu 
pengetahuan merupakan hasil karya manusia berdasarkan kenyataan. Namun 
tidak dapat dibantah baik "agama" atau budaya berpangkal tolak dari adanya
 manusia, tidak ada "agama" tanpa manusia dan karena manusia budaya maka 
ada "agama". Mengapa sukar memisahkan "agama" dan budaya , oleh karena "agama" 
tidak akan dianut umatnya tanpa budaya. 
  
  ISTILAH "AGAMA"
  
"Agama"  artinya
 dengan istilah asing relige atau god sdienst(belanda) atau religion 
(inggris). Istilah "agama" berasal dari bahasa sansekerta yang 
perngertiannya menunjukkan adanya kepercayaan manusia berdasarkan 
wahyudari tuhan.dalam arti liguistik kata agama berasal dari suku kata 
"A-GAM_A" kata A berakti tidak , kata gam berarti pergi aau bejalan, 
sedangkan kata A merupakan kata sipat yang menguatkan yang kekal. Jadi 
istilah  "AGAMA" mengandung arti pedoman hidup yang 
kekal (Hasan Shadily, Ensiki, 1980:105
  
Menurut kitab sunarigama istilah "agama" berasal dari kata "A-GA_MA", kata A berakti Awang-awang’(kosong atau
 hampa),kata GA artinya Genah (bali :tampat)kata MA arinya 
matahari(terang bersinar).
  
B.     ISTILAH "RILIGI"
  
Kata religi berasal dari bahasa asing ‘religie’ atau 
godsdienst’ (belanda) atau religion’ (Inggris).menurut sidi gazalba 
‘rligare’ dalam bahasa latin. Relegere’ maksudnya ialah berhati-hati 
dan perngertian dasar (grondbegrip), yaitu dengan berpegang pada aturan-aturan dasar, yang menurut anggapan orang romawi bagwa regilare’ 
berarti mangikat, yaitu yang mengikat manusia dengan sesuatu kekuatan 
tenaga ghaib (sidi Gazalba 1962:18).
  
 Pada umumnya dapat dikatakan bahwa istilah "religi" mengandung arti kecenderungan batin (rohani ) manusia untuk berhubungan 
dengan kekuatan dalam alam semesta, dalam mencari nilai dan makna dari 
sesuatu yang berbada sama sekali dari apa  yang 
didikenal dan dialami manusia.  Kekuatan itu 
diangagap suci dan dikagumi karena luar biasa. manusia percaya bahwa 
yang kudus itu ada dan di luar kemampuan dan kekuasaanya. Oleh karenanya 
manusia berusaha menghormatinya, meminta perlidungan kepadanya dan 
menjaga keseimbangan dengan berbagai cara upacara.
  
          Pada umumnya dapat dikatakan bahwa istilah "religi" mengandung arti kecenderungan batin (rohani ) manusia untuk berhubungan 
dengan kekuatan dalam alam semesta, dalam mencari nilai dan makna dari 
sesuatu yang berbada sama sekali dari apa  yang 
didikenal dan dialami manusia.  Kekuatan itu 
diangagap suci dan dikagumi karena luar biasa. manusia percaya bahwa 
yang kudus itu ada dan di luar kemampuan dan kekuasaanya. Oleh karenanya 
manusia berusaha menghormatinya, meminta perlidungan kepadanya dan 
menjaga keseimbangan dengan berbagai cara upacara. 
  
 
           Dalam pengertian yang lain istilah "religi" merupakan 
dan perilaku kebiaasaan yang tradisional berdasarkan tuntutan 
kitab-kitab suci yang merupakan himpunan peraturan ke"agama"an yang 
digunakan sebagai pedoman hidup manusia guna meningkatkan mutu 
kerohaniannya mencapai kesempurnaan . dengan demikian baik istilah 
"agama" ataupun "religi" yang dimaksud ialah menunjukkan adanya hubungan antara
 manusia dengan kekuasaan ghaib di luar kekuasaan manusia, berdasarkan 
keyakinan dan kepercayaan menurut paham atau ajaran "agama" dan 
kepercayaan masing-masing, baik bagi masyarakat yang masih sederhana 
budayanya maupun masyarakat yang sudah maju budanyanya.
  
Nama "agama". Istilah "agama" atau religi’ menunjukan 
pengertian bahwa manusia menganut kepercayaan kepada yang ghaib. Pada 
masyarakat sederhana yang tidak mengenal istilah "agama", kepercayaan 
kepada yang ghaib merupakan sebagian dari adatnya yang tradisional. Jadi 
apa yang dinamakan ‘"agama" suku’ adalah bagian dari ‘ adat suku’ yang 
menyangkut ke"agama"an.
  
  
Bagi umat Islam pengertian istilah "agama" sebagai cara atau 
jalan berhubungan dengan Tuhannya digunakan istilah ‘syari’at tharikat, 
shiratal Mustaqim(jalan yang lurus). Jadi apabila digunakan penafsiran 
menurut Islam, maka yang diartikan "agama" adalah apa yang disyariatkan 
Allah dengan perantaraan para nabiNya, yang berupa perintah-perintah dan
 larrangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan hidup manusia
 di dunia dan di akhirat. 
        Ciri-ciri "agama" adalah terdiri dari: 
  
1.    Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
  
2.      Mengadakan hubungan dengan Tuhan  dan melakukan upacara (ritus) pemujaan dan 
permohonan.
  
3.      Adanya ajaran tentang keTuhanan
  
4.      Adanya sikap hidup yang 
ditumbuhkan oleh ketiga unsur tersebut, kepercayaan, adanya hubungan 
dengan Tuhan dan ajaranNya.
  
            Dengan
 demikian kepercayaan yang tidak menunjukkan ciri-ciri tersebut 
merupakan budaya "agama" atau "agama" kebudayaan.
  
"AGAMA" SAMAWI DAN WAD’I
  
Dilihat dari sumber terjadinya 
"agama", maka "agama"  itu dapat dibedakan dalam dua 
kategori, yang dinamakan ‘"agama" samawi’ aau ‘" langit, dan ‘"agama" 
wad’I atau ‘" bumi’
  
1.      "Agama" samawi adalah "agama" yang 
diungkapkan dengan wahyu’( revealed religion ) yang bersumber dari wahyu
 tuhan. Misalnya menurut "agama" Kristen kitab terakhir perjanjian baru 
adalah wahyu, yang di dalamnya teologi dikatakan bahwa wahyu adalah 
pengalaman yang terakhir pada adanya cara yang baru sekali dalam 
memandang dunia dan kehidupan manusia. Pengalaman yang diterima 
berdasarkan wahyu itu karena tidak dapat terjadi melalui usaha akal 
pikiran penelaahan manusiaa, tetapi merupakan pengetahuan terhadap 
kebenaran yang diilhami. Namun wahyu tidak sama dengan ilham, oleh 
karena wahyu hanya dapat diterima para rasul dan nabi, sedangkan ilham 
hanya didapat oleh manusia selain rasul dan nabi.
 
 
2.      "Agama" wad’I ialah "agama" duniawi 
[natural religion] yang tidak bersumber pada wahyu illahi melainkan 
hasil ciptaan akal pikiran dan perilaku manusia, oleh karenanya  
disebut juga "agama" budaya’. "Agama" wad’I lahir berdasarkan filsafat atau 
dari para penganjur "agama" bersangkutan. Termasuk dalam golongan "agama" 
ini antara lain seperti "agama"-"agama" Hindu, "agama" Budha, tao [sumber 
mutlak seluruh isi alam] yang disamakan dengan ‘ahuta mazda’ [persi], 
kong-hu-cu [k’ung fu-tze) dan berbagai aliran paham ke"agama"an lainya.
  
Ciri-ciri "agama" wad’I ialah 
sebagai berikut :
  
a.       Konsep ketuhanannya tidak 
monetheis, bahkan tidak jelas.
  
b.      Tidak disampaikan oleh rasul 
allah sebagai utusan tuhan.
  
c.       Kitab sucinya bukan berdasarkan 
wahyu tuhan.
  
d.      Dapat berubah tejadinya perubahan
 masyarakat pengaruhnya.
  
e.       Kebenaran ajaran dasarnya tidak 
tahan kritik terhadap akal manusia.
  
f.       System terasa dan berpikirnya 
sama dengan system merasa dan berpikir kehidupan masyarakat penganutnya.
  
Menurut "agama" Hindu, weda adalah wahyu bukan buatan maha resi 
atau manusia, berdasarkan Manawa dharmacastra ll. 10. Jadi "agama" Hindu 
bukan "agama" budaya hasil cipta manusia (cudamani, 1987: 1-2)
  
"AGAMA" BUDAYA DAN BUDAYA "AGAMA""
  
A.  "Agama" Budaya 
  
Timbulnya "agama" budaya dalam alam pikiran manusia adalah 
dikarenakan adanya getaran jiwa yang disebut’emosi ke"agama"an’atau 
‘religious emotion’ menurut Koentjaraningrat emosi ke"agama"an ini 
biasanya pernah dialami setiap manusia. Walaupun getaran emosi itu 
mungkin hanya berlangsung untuk beberapa detik saja, untuk kemudian 
menghilangkan lagi. Adanya emosi ke"agama"an itulah yang mendorong orang 
melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi (Koentjaraningrat, 
1979:394). Pendapat ini sejalan dengan pendapat E.Durkheim dalam 
uraiannya tentang asal mula "agama" (1912), yang di Indonesia banyak dianut
 oleh para penganut aliran kepercayaan.n
  
Jadi menurut pendapat tersebut  yang menjadi sebab latar belakang orang berperilaku 
ke"agama"an, percaya kepada yang ghaib adalah dikarenakan ada dorongan 
emosi ke"agama"an dalam batin manusia sendiri. Karena adanya emosi 
ke"agama"an maka timbullah pemikiran, pendapat, perilaku kepercayaan 
terhadap sesuatu benda yang dianggap mempunyai kekuatan luar biasa, 
dianggap keramat atau dikeramatkan dan dianggap suci, serta disayangi 
atau ditakuti. Jadi dalam system  merupakan unsur-unsur yang 
dipertahankan dan dilaksanakan para penganutnya sebagai berikut:
  
1.        Memelihara emosi ke"agama"an.
  
2.        Yakin dan percaya pada 
ghaib-ghaib,
  
3.        Melakukan acara dan 
upacara-upacara tertentu.
  
4.        Mempunyai sejumlah pengikut yang 
mentaati.
  
Keempat unsur tersebut saling bertautan satu sama lain, yang 
kesemuanya berdasarkan keyakinan dan kepercayaan terhadap hal-hal yang 
ghaib, yang ditakuti atau disayangi, yang disebut tuhan, dewa-dewa, 
roh-roh atau makhluk halus di sekitar jagad raya ini, baik yang bersifat 
jahat maupun yang bersifat baik.
  
            Hasil karya yang timbul dari
 akal pikiran dan perilaku manusia dalam bentuk-bentuk nyata, dangan 
maksud agar emosi ke"agama"an tetap bergelora, agar keyakinan dan 
kepercayaan terhadap yang ghaib tetap kuat bertahan, agar acara dan 
upacara ke"agama"an berjalan sebagaimana mestinya, agar keyakinan akan 
kebenaran menurut ajaran "agama" dan keperecayaan masing-masing berkembang
 meluas di kalangan umat manusia, maka terjadilalah berbagai bentuk 
budaya "agama".
  
B.     Budaya "Agama"
  
Baik "agama" wahyu (samawi), 
seperti Hindu, Kristen dan Islam, maupun "agama" budaya (wad’I), seperti Budha pada mulanya, dan berbagai ajaran ke"agama"an seperti tao, 
kong-hu-chu,dan berbagai aliran paham keagamaan dan kepercayaan pada 
yang ghaib, yang dianut masyarakat sederhana atau atau masyarakat yang sudah maju, memiliki budaya "agama", yaitu hasil. 
Hasil pemikiran dan perilaku budaya yang menyangkut ke"agama"an. Budaya 
masing-masing, ada yang muncul dalam benak manusia berdasarkan kehendak 
yang diwahyukan tuhan kepada para nabi, dan ada yang muncul dalam benak 
manusia berdasarkan emosi keagamaan peribadi manusia sendiri.
  
TEORI ASAL MULA "AGAMA".
  
Ketika para sarjana mencoba 
merumuskan teori-teori tentang asal  mula 
terjadinya "agama", ilmu pengetahuan yang disebut "Antropologi" belum ada, 
yang baru ada adalah etnografi, lukisan tentang suku-suku bangsa 
sederhana yang kemudian menjadi etnologi, yaitu ilmu tentang 
bangsa-bangsa (sederhana) para ahli yang berpendapat tentang asal mula 
"agama" adalah ahli sejarah c. de Brosses (1967) ahli filsafat August Comte(1850) ahli filologi F.Max Muller 1880) dan lainya dan kemudia n 
muncul teori-teori dari para ahli "Antropologi" seperti E.B. Tylor (1889) 
R.R.Marett (1909), J.G.franzer (1890) E.Durkheim (1912) dan W.Schmidt 
(1921) (Koentjaraningrat (1966) ; 207-208) dari teori –teori mereka ini 
orang berpendapat bahwa perkembangan "agama" itu mulai dan animism, 
dinemisme, politeisme dan baru kemudian menoteisme.
  
A.  TEORI TAYLOR
  
Sarjana yang diangap pertama kali mengemukakan pendapat bahwa asal mula dari "agama" adalah 
dinamisme’ paham tentang jiwa atau roh  dia adalah
 sejana "Antopologi" Inggris E.B. Taylor dalam bukunya ‘primitive Culture’
 mengapa manusia sederhana menyadari tentang adanya jiwa atau roh, dikarenakan yang Nampak dan dialami sebagai berikut:
  
§  Peristiwa hidup dan
  mati
  
Bahwa adanya hidup 
karena adanya gerak, dan gerak itu terjadi karena adanya jiwa. Dan apa 
bila jiwa itu lepas dari tubuh maka berakti mati dan tubuh tidak 
bergerak.
  
§  Peristiwa mimpi 
  
Bahwa ketika 
manusia itu tidur atau pingsan ia mengalami mimpi dimana tubuh itu diam 
dan masih ada gerak (nafas), tetapi ia tidak sadar karena sebagian dari 
jiwanya terlepas dan gentayangan ke tempat lain.
  
 Menurut Taylor kepercayaan manusia sederhana terhadap jiwa latin; anima.) 
di dalam sekitarnya itulah  yang disebut animism 
yang merupakan asal mula "agama", yang kemudian dikembangakan menjadi 
Dynamisme. Polytheisme, dan akhirnya menotheisme. Dengan demikian 
animism itu adalah paham kepercayaan manusia tetang adanya jiwa.
            Menurut Taylor kepercayaan manusia sederhana terhadap jiwa latin; anima.) 
di dalam sekitarnya itulah  yang disebut animism 
yang merupakan asal mula "agama", yang kemudian dikembangakan menjadi 
Dynamisme. Polytheisme, dan akhirnya menotheisme. Dengan demikian 
animism itu adalah paham kepercayaan manusia tetang adanya jiwa. 
  
B.  TEORI MARETT
  
 Dikemukakan
 oleh R.R Marett seorang "Antropologi" Inggris di dalam bukunya The 
Threshold of Religion’ (1909), berarti setelah 36 tahun teori animism 
berkembang. Berpendapat bahwa bagi masyarakat  yang
 budayanya masih sangat sederhana belum mungkin dapat berpikir dan 
menyadari tentang adanya ‘jiwa’ jadi katanya pokok pangkat dari perilaku
 ke"agama"an bukanlah kepercayaan terhadap roh-roh halus, melaikan timbul 
karena perasaan rendah diri manusia terhadap berbagai gejala dan 
peristiwa yang dialami manusia dalam hidupnya. Sehingga kekuatan itu 
bersifat ‘supernatural. Menurut Marett kepercayaan terhadap adanya yang 
supernatural itu sudah ada sejak sebelum manusia  menyadari
 adanya roh-roh halus (animesme). Oleh karenanya teori Marett ini sering
 dikatakan pula prae-animesme.
  
C.  TOERI FRAZER 
  
Mengemukakan juga pendapat 
tentang asal mula "agama" adalah J.G.Frazer dalam bukunya The Golden Bough
 a Study in Magic and religion (1890) ia berpendapat bahwa manusia itu 
dalam memecahkan masalah berbagai macam dalam kehidupannya dengan 
menggunakan akal dan system pengetahuan. Akal manusia itu terbatas  semakin rendah budaya manusia semakin kecil dan 
terbatas kemampuan akal pikiran dan pengetahuannya.
  
Megic itu adalah tanggapan hidup 
berbagai masyarakat bangsa, sejak jaman purba maupun sekarang masih ada.
 Orang memperkirakan bahwa para ahli magic itu dengan mantera, jimat dan
 upacara yang dilakukan dapat menguasai atau mempengaruhi alam 
sekitarnya.
  
Menurut Frazer pada mulanya manusia itu hanya mengunakan magic
 untuk mengatasi masalah yang berada di luar batas kemampuan akalnya, 
kemudian dikarenakan ternyata usahanya dengan magic tidak berhasil maka 
mulailah ia percaya bahwa alam semesta ini didiami oleh para makhluk 
halus yang lebih berkuasa dari padanya. Seterusnya dengan 
makhluk-makhluk halus itu, sehingga dengan demikian timbullah 
"agama"("religi")
  
D.  TEORI SCHIMIDT 
  
Serjana Austria W.Schmidt juga mengemukakan teori tentang asal
 mula "agama", antara lain dalam bukunya ‘Die Uroffenbarung als Antang der 
Offenbarungen Gonttles (1921) yang berbeda dengan Taylor. Schmindt 
mengemukakan bahwa ‘monotheisme’ kepercayaan terhadap adanya satu tuhan.
 Sesungguhnya kepercayaan terhadap adanya satu tuhan. Sesungguhnya bukan
 penemuan baru tetapi juga sudah tua. Pendapatnya ini sebenarnya berasal
 dari pendapat ahli sastra Inggris A.lang, yang meramunya dari berbagai 
kesusasteraan rakyat dari berbagai bangsa di dunia dalam bentuk-bentuk
 dongeng yang melukiskan adanya tokoh dewa tunggal.
  
E.  TEORI DUHKHEIM 
  
Seorang sarjana filsafat dan Sosiologi bangsa Prancis, yang
 juga mengemukakan teorinya tentang asal mula "agama" dalam bukunya ‘les 
forms elementaires de la vie religieuse (1912).
  
Seperti halnya dengan Marett yang mengemukakan kritiknya 
terhadap teori Tylor, demikian pula Durkheim yang berpendapat bahwa pada
 masyarakat yang masih sederhana tingkat budayanya belum mungkin dapat 
menyadari dan memahami tentang jiwa yang berada dalam tubuh manusia 
yang hidup dan jiwa yang sudah lepas dari tubuh menjadi roh-roh halus 
dari orang yang sudah mati.
  
Menurut Durkheim pengertian tentang emosi ke"agama"an dan 
sentimen-kemasyarakatan sebagaimana dikemukakan di atas adalah 
pengertian dasar yang merupakan inti dari setiap "agama" sedangkan 
kegiatan berhimpunnya masyarakat.
  Bangsa Indonesia adalah bangsa 
yang hidup di kepulauan Nusantara di garis khatulistiwa. Lingkungannya 
dipenuhi dengan hutan rimba, pegunungan, sungai, danau, rawa-rawa 
dengan lautan yang luas. Dan binatang-binatang yang ada bermacam-macam 
dari yang ganas sampai yang jinak. Musim di nusantara hanya dua yaitu 
kemarau dan hujan tidak selamanya membahagiakan kehidupan manusia tetapi
 ada kalanya menimbulkan musibah seperti gunung meletus, banjir, 
kelaparan dan penyakit.  Indonesia yang dipenuhi 
oleh flora dan faunanya menjadikan daya tariknya bukan hanya bagi 
manusia tetapi makhluk halus yang baik atau jahat. Karena itu bangsa 
Indonesia sudah semenjak zaman purba, sebelum adanya "agama"-"agama" besar 
(Hindu-Budha, Kristen dan Islam) telah mengenal kepercayaan kepada 
kekuatan –kekuatan ghaib dan nenek moyang bangsa Indonesia di zaman 
purba sudah mengenal alam roh. Hal tersebut diperlihatkan dari suku 
bangsa di Indonesia yang masih menggunakan kepercayaan lama.
 
RELEVANSI KAJIAN "ANTROPOLOGI" DENGAN "AGAMA".
  
"Antropologi", sebagai 
sebuah ilmu yang mempelajari manusia, menjadi sangat penting untuk 
memahami "agama". "Antropologi" mempelajari tentang manusia dan segala 
perilaku mereka untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan manusia. 
Dibekali dengan pendekatan yang holistik dan komitmen "Antropologi" akan 
pemahaman tentang manusia, maka sesungguhnya "Antropologi" merupakan ilmu 
yang penting untuk mempelajari "agama" dan interaksi sosialnya dengan 
berbagai budaya. Nurcholish Madjid mengungkapkan bahwa pendekatan "Antropologis" sangat penting untuk memahami "agama" Islam, karena konsep 
manusia sebagai ‘khalifah’ (wakil Tuhan) di bumi, misalnya, merupakan 
simbol akan pentingnya posisi manusia dalam Islam. Posisi penting 
manusia dalam Islam juga mengindikasikan bahwa sesungguhnya persoalan 
utama dalam memahami "agama" Islam adalah bagaimana memahami manusia. 
Persoalan-persoalan yang dialami manusia adalah sesungguhnya persoalan 
"agama" yang sebenarnya. Pergumulan dalam kehidupan kemanusiaan pada 
dasarnya adalah pergumulan ke"agama"annya. 
 
 
Para 
"Antropolog" 
menjelaskan keberadaan 
"agama" dalam kehidupan manusia dengan membedakan 
apa yang mereka sebut sebagai 
common sense dan 
"religious" atau 
mystical event. Dalam satu sisi 
common sense mencerminkan 
kegiatan sehari-hari yang biasa diselesaikan dengan pertimbangan 
rasional ataupun dengan bantuan teknologi, sementera itu 
"religious" 
sense adalah kegiatan atau kejadian yang terjadi di luar jangkauan 
kemampuan nalar maupun teknologi. Penjelasan lain misalnya yang 
diungkapkan oleh Emile Durkheim tentang fungsi 
"agama" sebagai penguat 
solidaritas sosial, atau Sigmund Freud yang mengungkap posisi penting 
"agama" dalam penyeimbang gejala kejiwaan manusia, sesungguhnya 
mencerminkan betapa 
"agama" begitu penting bagi eksistensi manusia. 
Walaupun harus disadari pula bahwa usaha-usaha manusia untuk menafikan 
"agama" juga sering muncul dan juga menjadi fenomena global masyarakat. 
Dua sisi kajian ini―usaha untuk memahami 
"agama" dan menegasi eksistensi 
"agama"―sesungguhnya menggambarkan betapa kajian tentang 
"agama" adalah 
sebagai persoalan universal manusia.
 
 
Dengan demikian 
memahami Islam yang telah berproses dalam sejarah dan budaya tidak akan 
lengkap tanpa memahami manusia, karena realitas ke"agama"an sesungguhnya 
adalah realitas kemanusiaan yang mengejawantah dalam dunia nyata. 
Terlebih dari itu, makna hakiki dari keber"agama"an adalah terletak pada 
interpretasi dan pengamalan "agama". Oleh karena itu, "Antropologi" sangat 
diperlukan untuk memahami Islam, sebagai alat untuk memahami realitas 
kemanusiaan dan memahami Islam yang telah dipraktikkan-Islam that is 
practised-yang menjadi gambaran sesungguhnya dari keber"agama"an manusia.
 
Di Indonesia usaha 
para 
"Antropolog" untuk memahami hubungan 
"agama" dan sosial telah banyak 
dilakukan. Barangkali karya Clifford Geertz The Religion of Java yang 
ditulis pada awal 1960an menjadi 
karya yang populer sekaligus penting 
bagi diskusi tentang 
"agama" di Indonesia khususnya di Jawa. Pandangan 
Geertz yang mengungkapkan tentang adanya trikotomi―abangan, santri dan 
priyayi―di dalam masyarakat Jawa, ternyata telah mempengaruhi banyak 
orang dalam melakukan analisis baik tentang hubungan antara 
"agama" dan 
budaya, ataupun hubungan antara 
"agama" dan politik. Dalam diskursus 
interaksi antara 
"agama"―khususnya Islam―dan budaya di Jawa, pandangan 
Geertz telah mengilhami banyak orang untuk melihat lebih mendalam 
tentang interrelasi antara keduanya. Keterpengaruhan itu bisa dilihat 
dari beberapa pandangan yang mencoba menerapkan kerangka berfikir Geertz
 ataupun mereka yang ingin melakukan kritik terhadap wacana Geertz. 
Pandangan trikotomi Geertz tentang pengelompokan 

masyarakat Jawa 
berdasar 
religio-kulturalnya berpengaruh terhadap cara pandang 
para ahli dalam melihat hubungan 
"agama" dan politik. Penjelasan Geertz 
tentang adanya pengelompokkan masyarakat Jawa ke dalam kelompok sosial 
politik didasarkan pada orientasi ideologi ke
"agama"an. Walaupun Geertz 
mengkelompokkan masyarakat Jawa ke dalam tiga kelompok, ketika 
dihadapkan pada realitas politik, yang jelas-jelas menunjukkan 
oposisinya adalah kelompok abangan dan santri. Pernyataan Geertz bahwa 
abangan adalah kelompok masyarakat yang berbasis pertanian dan santri 
yang berbasis pada perdagangan dan priyayi yang dominan di dalam 
birokrasi, ternyata mempunyai afiliasi politik yang berbeda. Kaum 
abangan lebih dekat dengan partai politik dengan isu-isu kerakyatan, 
priyayi dengan partai nasionalis, dan kaum santri memilih partai-partai 
yang memberikan perhatian besar terhadap masalah ke
"agama"an.
 
 
Sumber:
1. dearyrahman.blogspot.com/2010/03/antropologi-agama.html
2. laely.widjajati.photos.facebook.com/NGIYUP-dibawah-Pohon-Cemara....../
3. ahmadsamantho.wordpress.com/2008/03/22/antropologi-agama/
4.  laely.widjajati.photos.facebook.com/Kok-di blakang q-bnyak-"ULAR"  nya-ya-???????????/
5.  laely.widjajati.photos.facebook.com/Pembangunan-MASJID-di Kampus 2-UMSIDA...../
6. laely.widjajati.photos.facebook.com/Pembangunan-GAZEBO-RAKSASA......./