Selasa, 24 Desember 2013

"HUKUM MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL MENURUT ISLAM"

"Bagaimana "hukum"nya dalam "Islam" mengucapkan selamat "Natal". Apakah haram "hukum"nya? Bagaimana bila alasannya ingin menjaga hubungan baik dgn teman-teman ataupun relasi?"


Sudah sering kita mendengar ucapan semacam ini menjelang perayaan "Natal" yang dilaksanakan oleh orang Nashrani. Mengenai dibolehkannya mengucapkan selamat "Natal" ataukah tidak kepada orang Nashrani, sebagian kaum muslimin masih kabur mengenai hal ini. Sebagian di antara mereka dikaburkan oleh pemikiran sebagian orang yang dikatakan pintar (baca: cendekiawan), sehingga mereka menganggap bahwa mengucapkan selamat "Natal" kepada orang Nashrani tidaklah mengapa (alias ‘boleh-boleh saja’). Bahkan sebagian orang pintar tadi mengatakan bahwa hal ini diperintahkan atau dianjurkan.
 
Diantara tema yang mengandung perdebatan setiap tahunnya adalah ucapan selamat Hari "Natal" seperti penjelasan di atas. Para ulama kontemporer berbeda pendapat di dalam penentuan "hukum" fiqihnya antara yang mendukung ucapan selamat dengan yang menentangnya. Kedua kelompok ini bersandar kepada sejumlah dalil.


Meskipun pengucapan selamat hari "Natal" ini sebagiannya masuk di dalam wilayah aqidah namun ia memiliki "hukum" fiqih yang bersandar kepada pemahaman yang mendalam, penelaahan yang rinci terhadap berbagai nash-nash syar’i.


Ada dua pendapat di dalam permasalahan ini:


1. Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan para pengikutnya seperti Syeikh Ibn Baaz, Syeikh Ibnu Utsaimin—semoga Allah merahmati mereka—serta yang lainnya seperti Syeikh Ibrahim bin Muhammad al Huqoil berpendapat bahwa mengucapkan selamat Hari "Natal" "hukum"nya adalah haram karena perayaan ini adalah bagian dari syiar-syiar agama mereka. Allah tidak meridhai adanya kekufuran terhadap hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya didalam pengucapan selamat kepada mereka adalah tasyabbuh (menyerupai) dengan mereka dan ini diharamkan.


Diantara bentuk-bentuk tasyabbuh:

1. Ikut serta didalam hari raya tersebut.

2. Mentransfer perayaan-perayaan mereka ke neger-negeri
"Islam".

Mereka juga berpendapat wajib menjauhi berbagai perayaan orang-orang kafir, menjauhi dari sikap menyerupai perbuatan-perbuatan mereka, menjauhi berbagai sarana yang digunakan untuk menghadiri perayaan tersebut, tidak menolong seorang muslim di dalam menyerupai perayaan hari raya mereka, tidak mengucapkan selamat atas hari raya mereka serta menjauhi penggunaan berbagai nama dan istilah khusus di dalam ibadah mereka.


2. Jumhur ulama kontemporer membolehkan mengucapkan selamat Hari "Natal".
Di antaranya Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang berpendapat bahwa perubahan kondisi global lah yang menjadikanku berbeda dengan Syeikhul
"Islam" Ibnu Taimiyah didalam mengharamkan pengucapan selamat hari-hari Agama orang-orang Nasrani atau yang lainnya. Aku (Yusuf al Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-orang Nasrani atau non muslim lainnya) adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khsusus antara dirinya (non muslim) dengan seorang muslim, seperti : kerabat, tetangga rumah, teman kuliah, teman kerja dan lainnya. Hal ini termasuk di dalam berbuat kebajikan yang tidak dilarang Allah SWT. namun dicintai-Nya sebagaimana Allah SWT. mencintai berbuat adil. Firman Allah SWT.:Artinya :


إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ


Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8)


Terlebih lagi jika mereka mengucapkan selamat Hari Raya kepada kaum muslimin. Firman Allah SWT.:


وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا ﴿٨٦﴾

Artinya : Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An Nisaa : 86)


Lembaga Riset dan Fatwa Eropa juga membolehkan pengucapan selamat ini jika mereka bukan termasuk orang-orang yang memerangi kaum muslimin khususnya dalam keadaan dimana kaum muslimin minoritas seperti di Barat. Setelah memaparkan berbagai dalil, Lembaga ini memberikan kesimpulan sebagai berikut :  

Tidak dilarang bagi seorang muslim atau Markaz "Islam" memberikan selamat atas perayaan ini, baik dengan lisan maupun pengiriman kartu ucapan yang tidak menampilkan simbol mereka atau berbagai ungkapan keagamaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip "Islam" seperti salib. Sesungguhnya "Islam" menafikan fikrah salib, firman-Nya :


وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِن شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُواْ فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِّنْهُ مَا لَهُم بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلاَّ اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا ﴿١٥٧﴾


Artinya : Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.” (QS. An Nisaa : 157)


Kalimat-kalimat yang digunakan dalam pemberian selamat ini pun harus yang tidak mengandung pengukuhan atas agama mereka atau ridha dengannya. Adapun kalimat yang digunakan adalah kalimat pertemanan yang sudah dikenal di masyarakat.


Tidak dilarang untuk menerima berbagai hadiah dari mereka karena sesungguhnya Nabi SAW. telah menerima berbagai hadiah dari non muslim seperti al Muqouqis Pemimpin al Qibthi di Mesir dan juga yang lainnya dengan persyaratan bahwa hadiah itu bukanlah yang diharamkan oleh kaum muslimin seperti khomer, daging babi dan lainnya.


Diantara para ulama yang membolehkan adalah DR. Abdus Sattar Fathullah Sa’id, ustadz bidang tafsir dan ilmu-ilmu Al Qur’an di Universitas Al Azhar, DR. Muhammad Sayyid Dasuki, ustadz Syari’ah di Univrsitas Qatar, Ustadz Musthafa az Zarqo serta Syeikh Muhammad Rasyd Ridho. (www.islamonline.net)


Adapun MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1981 sebelum mengeluarkan fatwanya, terlebih dahulu mengemukakan dasar-dasar ajaran "Islam" dengan disertai berbagai dalil baik dari Al Qur’an maupun Hadits Nabi saw sebagai berikut :


A) Bahwa ummat "Islam" diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan.

B) Bahwa ummat "Islam" tidak boleh mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain.

C) Bahwa ummat "Islam" harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain.

D) Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik.

E) Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya agar mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab: Tidak.

F) "Islam" mengajarkan bahwa Allah SWT. itu hanya satu.

G) "Islam" mengajarkan ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT. serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan.


Juga berdasarkan Kaidah Ushul Fikih ”Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan dari pada menarik kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak dihasilkan)”.
 
Untuk kemudian MUI mengeluarkan fatwanya berisi :

  1. Perayaan "Natal" di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as, akan tetapi "Natal" itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
  2. Mengikuti upacara "Natal" bersama bagi ummat Islam "hukum"nya haram.
  3. Agar ummat "Islam" tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT. dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan "Natal".

Mengucapkan Selamat Hari "Natal" Haram kecuali Darurat

Diantara dalil yang digunakan para ulama yang membolehkan mengucapkan Selamat Hari "Natal" adalah firman Allah SWT.:


لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ﴿٨﴾


Artinya : Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah : 8)


Ayat ini merupakan rukhshah (keringanan) dari Allah SWT. untuk membina hubungan dengan orang-orang yang tidak memusuhi kaum mukminin dan tidak memerangi mereka. Ibnu Zaid mengatakan bahwa hal itu adalah pada awal-awal "Islam" yaitu untuk menghindar dan meninggalkan perintah berperang kemudian di-mansukh (dihapus).


Qatadhah mengatakan bahwa ayat ini dihapus dengan firman Allah SWT.:


….فَاقْتُلُواْ الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ  ﴿٥﴾


Artinya : Maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka.” (QS. At Taubah : 5)


Ada pula yang menyebutkan bahwa "hukum" ini dikarenakan satu sebab yaitu perdamaian. Ketika perdamaian hilang dengan futuh Mekah maka hukum didalam ayat ini di-mansukh (dihapus) dan yang tinggal hanya tulisannya untuk dibaca. Ada juga yang mengatakan bahwa ayat ini khusus untuk para sekutu Nabi SAW. dan orang-orang yang terikat perjanjian dengan Nabi SAW. dan tidak memutuskannya, demikian dikatakan al Hasan.


Al Kalibi mengatakan bahwa mereka adalah Khuza’ah, Banil Harits bin Abdi Manaf, demikian pula dikatakan oleh Abu Sholeh. Ada yang mengatakan bahwa mereka adalah Khuza’ah.


Mujahid mengatakan bahwa ayat ini dikhususkan terhadap orang-orang beriman yang tidak berhijrah. Ada pula yang mengatakan bahwa yang dimaksud didalam ayat ini adalah kaum wanita dan anak-anak dikarenakan mereka tidak ikut memerangi, maka Allah SWT. mengizinkan untuk berbuat baik kepada mereka, demikianlah disebutkan oleh sebagian ahli tafsir… (al Jami’ li Ahkamil Qur’an juz IX hal 311)


Dari pemaparan yang dsebutkan Imam Qurthubi diatas maka ayat ini tidak bisa diperlakukan secara umum tetapi dikhususkan untuk orang-orang yang terikat perjanjian dengan Rasulullah SAW. selama mereka tidak memutuskannya (ahli dzimmah).


Hak-hak dan kewajiban-kewajiban kafir dzimmi adalah sama persis dengan kaum muslimin di suatu negara "Islam". Mereka semua berada dibawah kontrol penuh dari pemerintahan "Islam" sehingga setiap kali mereka melakukan tindakan kriminal, kejahatan atau melanggar perjanjian maka langsung mendapatkan sangsi dari pemerintah.


Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda, ”Janganlah kamu memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian bertemu salah seorang diantara mereka di jalan maka sempitkanlah jalannya.” (HR. Muslim)


Yang dimaksud dengan sempitkan jalan mereka adalah jangan biarkan seorang dzimmi berada di tengah jalan akan tetapi jadikan dia agar berada di tempat yang paling sempit apabila kaum muslimin ikut berjalan bersamanya. Namun apabila jalan itu tidak ramai maka tidak ada halangan baginya. Mereka mengatakan : Akan tetapi penyempitan disini jangan sampai menyebabkan orang itu terdorong ke jurang, terbentur dinding atau yang sejenisnya.” (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XIV hal 211)


Hadits “menyempitkan jalan” itu menunjukkan bahwa seorang muslim harus bisa menjaga izzahnya di hadapan orang-orang non muslim tanpa pernah mau merendahkannya apalagi direndahkan. Namun demikian dalam menampilkan izzah tersebut janganlah sampai menzhalimi mereka sehingga mereka jatuh ke jurang atau terbentur dinding karena jika ini terjadi maka ia akan mendapatkan sanksi.


Disebutkan di dalam sejarah bahwa Umar bin Khattab pernah mengadili Gubernur Mesir Amr bin Ash karena perlakuan anaknya yang memukul seorang Nasrani Qibti dalam suatu permainan. Hakim Syuraih pernah memenangkan seorang Yahudi terhadap Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib dalam kasus baju besinya.


Sedangkan pada zaman ini, orang-orang non muslim tidaklah berada di bawah suatu pemerintahan islam yang terus mengawasinya dan bisa memberikan sanksi tegas ketika mereka melakukan pelanggaran kemanusiaan, pelecehan maupun tindakan kriminal terhadap seseorang muslim ataupun umat islam.

Keadaan justru sebaliknya, orang-orang non muslim tampak mendominanasi di berbagai aspek kehidupan manusia baik pilitik, ekonomi, budaya maupun militer. Tidak jarang dikarenakan dominasi ini, mereka melakukan berbagai penghinaan atau pelecehan terhadap simbol-simbol islam sementara si pelakunya tidak pernah mendapatkan sanksi yang tegas dari pemerintahan setempat, terutama di daerah-daerah atau negara-negara yang minoritas kaum muslimin.


Bukan berarti dalam kondisi dimana orang-orang non muslim begitu dominan kemudian kaum muslimin harus kehilangan izzahnya dan larut bersama mereka, mengikuti atau mengakui ajaran-ajaran agama mereka. Seorang muslim harus tetap bisa mempertahankan ciri khas keislamannya di hadapan berbagai ciri khas yang bukan "Islam" di dalam kondisi bagaimanapun.

Tentunya diantara mereka—orang-orang non muslim—ada yang berbuat baik kepada kaum muslimin dan tidak menyakitinya maka terhadap mereka setiap muslim diharuskan membalasnya dengan perbuatan baik pula.


Al Qur’an maupun Sunah banyak menganjurkan kaum muslimin untuk senantiasa berbuat baik kepada semua orang baik terhadap sesama muslim maupun non muslim, diantaranya : surat al Mumtahanah ayat 8 diatas. Sabda Rasulullah SAW., ”Sayangilah orang yang ada di bumi maka yang ada di langit akan menyayangimu.” (HR. Thabrani) 

Juga sabda RasulullahSAW., ”Barangsiapa yang menyakiti seorang dzimmi maka aku akan menjadi lawannya di hari kiamat.” (HR. Muslim)


Perbuatan baik kepada mereka bukan berarti harus masuk ke dalam prinsip-prinsip agama mereka (aqidah) karena batasan di dalam hal ini sudah sangat jelas dan tegas digariskan oleh Allah SWT.:


لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾


Artinya : Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al Kafirun : 6)


Hari "Natal" adalah bagian dari prinsip-prinsip agama Nasrani, mereka meyakini bahwa di hari inilah Yesus Kristus dilahirkan. Di dalam bahasa Inggris disebut dengan Christmas, Christ berarti Kristus sedangkan Mass berarti masa atau kumpulan jadi bahwa pada hari itu banyak orang berkumpul mengingat / merayakan hari kelahiran Kristus. Dan Kristus menurut keyakinan mereka adalah Allah yang menjelma.


Berbuat kebaikan kepada mereka dalam hal ini adalah bukan dengan ikut memberikan selamat Hari "Natal" dikarenakan alasan diatas akan tetapi dengan tidak mengganggu mereka didalam merayakannya (aspek sosial).


Pemberian ucapan selamat "Natal" baik dengan lisan, telepon, sms, email ataupun pengiriman kartu berarti sudah memberikan pengakuan terhadap agama mereka dan rela dengan prinsip-prinsip agama mereka. Hal ini dilarang oleh Allah SWT. dalam firman-Nya,


إِن تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِن تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُم مَّرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ ﴿٧﴾


Artinya : Jika kamu kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar : 7)


Jadi pemberian ucapan Selamat Hari "Natal" kepada orang-orang Nasrani baik ia adalah kerabat, teman dekat, tetangga, teman kantor, teman sekolah dan lainnya adalah haram "hukum"nya, sebagaimana pendapat kelompok pertama (Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim, Ibn Baaz dan lainnya) dan juga fatwa MUI.


Namun demikian setiap muslim yang berada diantara lingkungan mayoritas orang-orang Nasrani, seperti muslim yang tempat tinggalnya diantara rumah-rumah orang Nasrani, pegawai yang bekerja dengan orang Nasrani, seorang siswa di sekolah Nasrani, seorang pebisnis muslim yang sangat tergantung dengan pebisinis Nasrani atau kaum muslimin yang berada di daerah-daerah atau negeri-negeri non muslim maka boleh memberikan ucapan selamat Hari "Natal" kepada orang-orang Nasrani yang ada di sekitarnya tersebut disebabkan keterpaksaan. Ucapan selamat yang keluar darinya pun harus tidak dibarengi dengan keridhaan di dalam hatinya serta diharuskan baginya untuk beristighfar dan bertaubat.


Diantara kondisi terpaksa misalnya; jika seorang pegawai muslim tidak mengucapkan Selamat Hari "Natal" kepada boss atau atasannya maka ia akan dipecat, karirnya dihambat, dikurangi hak-haknya. Atau seorang siswa muslim apabila tidak memberikan ucapan Selamat "Natal" kepada Gurunya maka kemungkinan ia akan ditekan nilainya, diperlakukan tidak adil, dikurangi hak-haknya. Atau seorang muslim yang tinggal di suatu daerah atau negara non muslim apabila tidak memberikan Selamat Hari "Natal" kepada para tetangga Nasrani di sekitarnya akan mendapatkan tekanan sosial dan lain sebagainya.


مَن كَفَرَ بِاللّهِ مِن بَعْدِ إيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ وَلَكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١٠٦﴾


Artinya : Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar." (QS. An Nahl : 106)


Adapun apabila keadaan atau kondisi sekitarnya tidaklah memaksa atau mendesaknya dan tidak ada pengaruh sama sekali terhadap karir, jabatan, hak-hak atau perlakuan orang-orang Nasrani sekelilingnya terhadap diri dan keluarganya maka tidak diperbolehkan baginya mengucapkan Selamat Hari "Natal" kepada mereka.

Sumber:
1. www.eramuslim.com › Ustadz Menjawab
2. muslim.or.id/manhaj/selamat-natal.html
3. filsafat.kompasiana.com/./kajian-hukum-islam-mengucapkan-selamat-n.
4. laely.widjajati.photos.facebook/Jangan lupa 17 Des 2013 PNS pakaian...
5. laely.widjajati.photos.facebook/Mekarsari
6. laely.widjajati.photos.facebook/Add-a-description
7. laely.widjajati.photos.facebook/Kelompok-NARSIS.....

"MISTERI DALAM 7 (TUJUH) HARI"

Allah menghiasi dunia ini dengan "tujuh" negeri yang besar, yaitu : 1) Hindustan, 2) Hijaz, 3) Badiyah dan Kufah, 4) Irak, Syam,(Siria), Khurasan sampai Balakh, 5) Roma dan Armenia, 6) Negeri Ya’juj dan Ma’juj, dan 7) Cina Turkistan. 



Kemudian Allah menghias "tujuh" negeri besar itu dengan "tujuh hari", yaitu Sabtu, Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat. Dan Allah memuliakan dengan ke"tujuh hari" ini "tujuh" dari para Nabi, yaitu : Allah memuliakan Nabi Musa, as dengan "Hari" Sabtu, Isa Bin Maryam as dengan "Hari" Ahad, Dawud, as dengan "Hari" Senin, Nabi Sulaiman, as dengan "Hari" Selasa, Nabi Ya’qub, as dengan "Hari" Rabu, Nabi Adam, as dengan "Hari" Kamis, dan Nabi Muhammad saw beserta umatnya dengan "Hari" Jumat. 

Mungkin diantara kita pernah mendengar seseorang jika ingin melakukan kegiatan dia mencari "hari" yang bagus untuk melakukan suatu kegiatan sehingga sering menimbulkan anggapan bahwa “kok ada "hari" yang bagus dan "hari" jelek”. Nah, sebenarnya maksud dari orang terdahulu kita mengatakan hal tersebut bukan berarti bahwa ada "hari" bagus dan jelek melainkan menunggu "hari" yang paling tepat untuk melakukan berbagai kegiatan. Tahukah anda, bahwa "hari" Senin sampai "hari" Minggu ternyata memiliki sejarah ? Ayo kita simak tentang sejarah dan manfaat yang dapat dipetik dari ke "Tujuh hari" tersebut adalah :

"Hari" Ahad (Minggu): Sebagian Ulama mengatakan bahwa sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi pada "Hari" Ahad. Maka barang siapa yang hendak membangun sesuatu atau menanam, maka hendaklah pada "Hari" Ahad.

"Hari" Senin: "Hari" Senin adalah hari Pelayaran & Perniagaan. Karena telah dijelaskan bahwa pada "Hari" Senin terdapat 7 ("tujuh") kelebihan yaitu :

1. Nabi Idris, as. Telah naik ke langit pada "Hari" Senin,
2. Nabi Musa, as. Telah pergi ke bukit Thursina pada
"Hari" Senin untuk menerima wahyu,
3. Turunnya Dalil tentang ke-Esa-an Allah,
4. Lahirnya Rasulullah Muhammad saw,
5. Malaikat Jibril, as. turun untuk pertama kalinya menjumpai Rasulullah,
6. Semua amal perbuatan Umat diperlihatkan kepada Rasaulullah saw pada
"Hari" Senin,
7. Wafatnya Rasulullah Muhammad saw.
Oleh karena itu, barang siapa yang berlayar/mengadakan perjalanan maka baiknya lakukanlah pada
"Hari" senin.

"Hari" Selasa: Rasulullah saw ditanya tentang "Hari" Selasa, Maka Beliau menjawab :"Hari"  Selasa adalah "Hari" Berdarah. Para sahabat bertanya : Mengapa demikian ya, Rasulullah? Lalu Beliau menjawab: Karena pada "Hari" itulah Siti Hawa Haid & Putra Adam membunuh saudaranya sendiri. Sebagaian Ulama telah menjelaskan Bahwa pada "Hari" Selasa ada 7 ("tujuh") Jiwa yang bernyawa dibunuh, diantaranya :


1. Jurjais bin Fathin (Seorang pemuda ahli Ibadah, ia hidup pada masa raja Dardaniyah yang terkenal dengan penyembahan berhalanya,
2. Yahya, as,
3. Zakaria, as,
4. Tukang sihir Fir’aun,
5. Asiah binti Muzahim, Istri Fir’aun,
6. Sahib, Sapi Betina Bani Israil,
7. Habil Putra Adam, as.

Maka, barang siapa yang ingin berbekam hendaklah ia melakukan pada
"Hari" Selasa.

"Hari" RabuRasulullah saw ditanya tentang "Hari" Rabu, Maka Beliau menjawab: "Hari" rabu adalah"Hari"  Nahas yang terus menerus. Para sahabat bertanya," Mengapa demikian ya, Rasulullah?" Lalu Beliau menjawab: Karena pada "Hari" itu Allah telah menenggelamkan (menghancurkan) Fir’aun dan kaumnya, Memusnahkan kaum ’ad dan kaum Tsamud, yakni kaumnya Nabi Sholeh yang ingkar terhadap kerasulan & kenabiannya. Maka, barang siapa yang hendak sembuh dari sakit, hendaknya ia meminum obat pada "Hari" Rabu.

"Hari" Kamis: "Hari" Kamis adalah "Hari" baik untuk menunaikan Hajat. Karena Allah memerintahkan Penunaian. Maka barang siapa yang berhajat kepada manusia, maka hendaklah ia memintanya pada "Hari" Kamis.

"Hari" Jumat: Allah menciptakan Adam dan Hawa pada "Hari" Jumat, dan kemudian pada "Hari" itu juga Allah mengawinkannya. Maka barangsiapa yang mengadakan akad Nikah hendaklah dilaksanakan pada "Hari" Jumat. Sebagaian Ulama berkata : Telah terjadi Tujuh Pernikahan antara para Nabi dan antara para Auliya’ pada "Hari" Jum’at, yaitu :

1. Pernikahan antara Adam as dengan Hawa,
2. Pernikahan antara Yusuf as dengan Zulaikha,
3. Pernikahan antara Musa as dengan Shafrawa,
4. Pernikahan antara Sulaiman as dengan Balqis,
5. Pernikahan antara Nabi Muhammad saw dengan Siti Khadijah,
6. Pernikahan antara Nabi Muhammad saw dengan Siti Aisyah,
7. Pernikahan antara Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah.


"Hari" Sabtu adalah "Hari" makar/Tipu Daya, karena terdapat "Tujuh" Peristiwa makar dan tipu daya terhadap "tujuh" orang sholeh / kaum (Kaum Nabi Nuh as terhadap Nabi Nuh as, Kaum Nabi Sholeh as terhadap Nabi Sholeh as, Saudara2 Nabi Yusuf as terhadap Nabi Yusuf as, Kaum Nabi Musa as terhadap Nabi Musa as, Kaum Nabi Isa as terhadap Nabi Isa as, Para pemuka (gembong-gembong) Quraisy terhadap Nabi Muhammad saw, dan Kaum Bani Israil terhadap Larangan Allah. Dan sebagian Ulama juga memaknai hari sabtu adalah "Hari" baik untuk berburu.

Waallahu A'lam.

Sumber:
1. majlisdzikrullahpekojan.org/sains-islam/misteri-angka-7.html
2. galagasi.com › Uncategorized
3. laely.wisjajati.photos.facebook/Happy MOTHER'S Day.....
4. laely.wisjajati.photos.facebook/Add-a-description....
5. laely.wisjajati.photos.facebook/Add-a-description....


MusicPlaylistView Profile