"Ajaib! Tiba-tiba Pangeran "Jaka" Taruna berubah menjadi sebuah "Patung". "Patung" ini ada sampai sekarang dan dinamakan "Patung Joko Dolog".
Kisah ini terjadi pada zaman dahulu kala di Kadipaten Surabaya. Pada suatu hari Pangeran Situbanda putra Adipati Cakraningrat di Madura dengan diikuti oleh kedua pengawalnya yang bernama Gajah Seta dan Gajah Menggala berlayar ke Kadipaten Surabaya. Sesampainya di Kadipaten Surabaya, ia disambut oleh Adipati Jayengrana dengan baik.
"Ada maksud apakah kiranya hingga Pangeran mau datang berkunjung ke Surabaya ini?" tanya Adipati Jayengrana kepada Pangeran Situbanda.
"Maafkan saya, Paman. Kedatangan saya kemari adalah ingin menyampaikan maksud hati saya yang sudah lama terpendam".
"Maksud apakah itu Pangeran?"
"Sudah lama saya menginginkan Adinda Purbawati untuk menjadi istri saya, Paman Adipati".
Mendengar keterangan dari Pangeran Situbanda itu, Adipati Jatengrana tidak dapat memutuskan sendiri. Ia kemudian memanggil anaknya Dewi Purbawati. Kepada anaknya ini diceritakan apa yang menjadi keinginan dari Pangeran Situbanda.
Sebenarnya Dewi Purbawati tidak menyukai Pangeran dari Madura itu. Namun, mau menolak secara langsung, ia tidak enak hati mengingat ayahnya dan ayah Pangeran Situbanda merupakan sahabat yang erat. Tidak ada cara lain bagi Dewi Purbawati kecuali menolaknya dengan cara halus. Lalu, Dewi Purbawati pun melakukan permintaan yang sebenarnya adalah suatu bentuk penolakan secara halus terhadap pangeran dari Madura ini.
"Baiklah, Ayahanda. Hamba mau jadi istri Kakanda Pangeran Situbanda, asalkan Kakanda Pangeran Situbanda bisa membuka hutan Surabaya agar bisa menjadi perkampungan bagi anak cucu kita di hari nanti!" pinta Dewi Purbawati.
Pangeran Situbanda tertawa senang mendengar bahwa Dewi Purbawati yang diidam-idamkan itu mau menjadi istrinya walaupun dengan syarat yang tidak ringan. Oleh karena itu, Pangeran Situbanda pun menyuruh pengawalnya -- Gajah Seta dan Gajah Menggala, pulang untuk mengabarkan kabar gembira ini kepada ayahnya. Pangeran Situbanda sendiri segera menuju hutan surabaya untuk memulai membabat hutan Surabaya itu.
Di Kadipaten Surabaya sendiri waktu itu ada tamu dari Kadipaten Kediri, yaitu Pangeran "Jaka" Taruna. Karena sudah biasa bermain-main di Kadipaten Surabaya sejak kecil, Pangeran "Jaka" Taruna segera menuju tempat kediaman Dewi Purbawati. Antara Dewi Purbawati dan Pangeran "Jaka" Taruna sudah sejak lama saling mencintai.
Di taman keputren, Pangeran "Jaka" Taruna melihat Dewi Purbawati kekasihnya itu tengah melamun. Melihat yang datang adalah kekasih hatinya, Dewi Purbawati pun menangis di hadapan Pangeran "Jaka" Taruna.
"Apakah yang membuatmu sedih, Dinda?" tanyanya kemudian.
"Oh, Kanda. Mengapa Kanda tega kepadaku. Mengapa Kanda tidak segera melamarku. Sekarang aku dilamar oleh Kanda Pangeran Situbanda", lapor Dewi Purbawati.
"Apa? Kakanda Pangeran Situbanda telah melamarmu? Dan kamu tidak menerimanya, kan?"
"Tentu saja tidak, Kanda. Tetapi aku mempergunakan satu syarat, aku mau diperistri jika dia mampu membabat hutan Surabaya yang terkenal angker itu," kata ewi Purbawati.
"Dinda! Kamu belum mengenal kesaktian Kanda Pangeran Situbanda. Tentu dia akan bisa membabat hutan Surabaya dan akan memperistrimu".
Terkejutlah Dewi Purbawati mendengar keterangan dari kekasihnya.
Kalau begitu, Kanda harus menghalang-halangi Pangeran Situbanda. Atau Kanda ikut saja membuka hutan Surabaya itu karena hal itu sudah disayembarakan. Siapa yang dapat membabat hutan Surabaya dialah yang berhak memperistri aku".
Pangeran "Jaka" Taruna pun segera menghadap pada Adipati Jayengrana untuk mengatakn bahwa antara dia dan Dewi Purbawati sudah lama menjalin hubungan asmara. Karena Dewi Purbawati sudah membuat sayembara untuk membabat hutan Surabaya, Pangeran "Jaka" Taruna pun ingin mengikuti agar kekasihnya tidak jatuh ke tangan orang lain. Adipati Jayengrana tidak bisa melarang karena dengan cepat Pangeran "Jaka" Taruna sudah berlalu dari hadapannya, berlari menuju hutan Surabaya.
Di dalam hutan Surabaya Pangeran Situbanda tengah beristirahat dari menebang pepohonan. Tiba-tiba dia mendengar suara orang yang menebang kayu di kejauhan. Ia segera mencari arah datangnya suara itu. Ternyata yang sedang menebang kayu itu adalah Pangeran "Jaka" Taruna, putra Adipati Kediri. Pangeran Situbanda pun bertanya apa maksud Pangeran "Jaka" Taruna ikut-ikutan menebang hutan.
Pangeran "Jaka" Taruna mengatakan bahwa dia juga mengikuti sayembara yang diminta leh Dewi Purbawati. Mendengar hal ini Pangeran Situbanda marah dan menyuruh Pangeran "Jaka" Taruna pulang. Pangeran "Jaka" Taruna tidak mau meninggalkan hutan itu. Akhirnya kedua pangeran itu bertarung habis-habisan, mempertaruhkan nyawa demi sang pujaan hati. Dalam pertarungan itu, Pangeran "Jaka" Taruna berhasil dilemparkan oleh Pangeran Situbanda hingga tersangkut di dahan sebuah pohon yang sangat tinggi.
Pangeran "Jaka" Taruna melolong-lolong meminta pertolongan. Namun, Pngeran Situbanda tidak ambil peduli dan meninggalkan Pangeran "Jaka" Taruna. Pangeran "Jaka" Taruna tidak henti-hentinya meminta pertolongan. Pada saat itu, ada seorang pemuda bernama "Jaka" Jumput yang pekerjaan sehari-harinya mencari dedaunan untuk bahan obat-obatan lewat di bawah pohon tempat Pangeran "Jaka" Taruna tersangkut. Mendengar ada suara minta tolong, "Jaka" Jumput segera mencari-cari arah datangnya suara. Ketika sudah ditemukan, "Jaka" Jumput pun menolong Pangeran "Jaka" Taruna dengan menurunkannya dari dahan pohon yang tinggi. "Jaka" Jumput pun menanyakan hal ihwal sampai Pangeran "Jaka" Taruna bisa tersangkut di dahan pohon. Pangeran "Jaka" Taruna pun menceritakan semuanya.
"Andaikan saya bisa mengalahkan orang yang bernama Pangeran Situbanda iu, apakah hadiah yang akan engkau berikan kepadaku?" tanya "Jaka" Jumput.
"Apa pun yang engkau minta, aku akan memenuhinya "Jaka" Jumput!" kata Pangeran "Jaka" Taruna. "Jaka" Jumput pun bersedia untuk mengusir Pangeran Situbanda. Ia segera mencari Pangeran Madura itu di hutan Surabaya.
Ketika sudah bertemu, "Jaka" Jumput segera menantang Pageran Situbanda. Merasa ada yang mengganggu pekerjaannya, Pangeran Situbanda marah besar. Apalagi orang itu juga telah menantangnya. Antara "Jaka" Jumput dan Pangeran Situbanda pun segera terjadi pertarungan. Ternyata ilmu silat dan kesaktian "Jaka" Jumput jauh melampaui Pangeran Situbanda. Akibatnya, Pangeran Situbanda menjadi bulan-bulanan "Jaka" Jumput hingga pangeran dari Madura melarikan diri ke arah timur, konon akhirnya Pangeran Madura itu tinggal di sebuah tempat yang sekarang bernama Kota Situbondo.
Pangeran "Jaka" Taruna yang sedari tadi mengawasi jalannya pertarungan antara "Jaka" Jumput dengan Pangeran Situbanda, begitu melihat Pangeran Situbanda kalah serta melarikan diri, ia segera berlari menuju Kadipaten Surabaya. "Jaka" Jumput yang melihat orang yang ditolongnya melarikan diri segera diikutinya. Sesampai di Kadipaten Surabaya, Pangeran "Jaka" Taruna melaporkan bahwa Pangeran Situbanda sudah dikalahkannya dan hutan Surabya sudah terbuka semua.
Namun, pada saat itu datang "Jaka" JUmput yang menyanggah keterangan dari Pangeran "Jaka" Taruna. "Hambalah yang dapat mengalahkan dan membunuh Pangeran Stubanda, bukan dia!" kata "Jaka" Jumput sambil menunjuk kepada Pangeran "Jaka" Taruna.
"Jangan percaya omongannya, Paman Jayengrana. Dialah yang berbohong karena menginginkan hadiah dari Paman Adipati Jayengrana". bantah Pangeran "Jaka" Taruna.
"Hamba tidak berbohong, Kanjeng Adipati. Ini saya membawa pusaka dari Pangeran Situbanda sebagai bukti!" "Jaka" Jumput menyerahkan keris pusaka Pangeran Situbanda yang telah diambilnya tadi. Adipati Jayengrana mengangguk-angguk membenarkan apa yang dikatakan oleh "Jaka" Jumput.
"Mana buktinya kalau kamu mengalahkan Pangeran Situbanda, Pangeran "Jaka" Taruna!", tanya Adipati Surabaya itu kepada Pangeran "Jaka" Taruna. Yang ditanya tidak bisa menjawab. "Tapi sayalah yang mengalahkan Pangeran Situbanda Paman Adipati Jayengrana. Anak desa itulah yang mengaku-ngaku!".
"Sudah, untuk membuktikan kebenaran dari kata-kata kalian berdua, kalian harus bertarung. Siapa yang menang, dialah yang telah mengalahkan Pangeran Situbanda dan berhak memperistri anakku".
"Jaka" Jumput dan Pangeran "Jaka" Taruna pun bertarung. Dalam pertarungan itu Pangeran "Jaka" Taruna mengumpat-umpat "Jaka" Jumput karena tidak mau bersabar untuk menerima hadiah darinya. Namun, "Jaka" Jumput juga mengumpat Pangeran "Jaka" Taruna sebagai orang yang tidak mau menepati janjinya dan akan menipunya. Ternyata, "Jaka" Jumput memang hebat. Pangeran "Jaka" Taruna berhasil dikalahkannya dengan Cambuk Gembolo Geni.
Pangeran "Jaka" Taruna tergeletak tidak berdaya terhampar di tanah. Setelah siuman, Pangeran "Jaka" Taruna ditanya oleh Adipati Surabaya itu, "Apakah kau memang telah menipu "Jaka" Jumput yang telah mengalahkan Pangeran Situbanda?"
Pangeran "Jaka" Taruna diam saja. Berkali-kali Adipati Jayengrana itu bertanya, tidak pernah dijawabnya, Karena jengkelnya, Adipati Jayengrana itu pun berkata dengan marah, "Kau ini ditanya diam saja membisu seperti "patung"!
"Ajaib! Tiba-tiba Pangeran "Jaka" Taruna berubah menjadi sebuah
"Patung". "Patung" ini ada sampai sekarang dan dinamakan "Patung Joko
Dolog" yang dapat dijumpai di depan Kantor Gubernur Jawa Timur. Tapi ini hanyalah dongeng belaka, menurut relief yang terdapat di "Patung Joko Dolog" dapat disimpulkan bahwa "Patung" itu adalah "Patung" untuk memperingati Prabu Kertanegara dari Singasari.
0 komentar:
Posting Komentar