Jumat, 18 Desember 2009

"MIGRASI DI DAERAH PERKOTAAN"

Sejak tahun 1970-an, masalah tenaga kerja di "kota" dalam hubungannya dengan urbanisasi, "migrasi" dan struktur pekerjaan mulai menjadi topik yang ramai dibicarakan oleh para ahli."


Sejak itu bermunculan banyak penelitian yang menyoroti masalah tenaga kerja di "kota" Dunia Ketiga. Masalah itu dianggap berkaitan erat dengan kemiskinan di "pedesaan".

"Kota-kota" di Dunia Ketiga berkembang sangat pesat. Setiap tahun berjuta-juta orang pindah dari"desa" ke "kota", sekalipun banyak "kota besar" dalam kenyataannya sudah tidak mampu menyediakan pelayanan sanitasi, kesehatan, perumahan dan transportasi lebih dari yang minimal kepada penduduknya yang sangat padat itu. Produksi di sektor industri telah meningkat, tetapi pengangguran dan setengah pengangguran di "kota" makin nampak. Keadaan orang-orang miskin di daerah "pedesaan" hampir sama saja dengan 30 tahun yang lalu, bahkan di beberapa daerah tertentu keadaannya malah bertambah buruk.


Salah satu bagian dari proses industrialisasi yang tak dapat dihindarkan adalah urbanisasi. Kebanyakan negara sedang berkembang mengabaikan sektor pertanian untuk mendapat sumber daya dalam upaya meningkatkan usaha industrialisasi dan urbanisasi. Tampaknya, keseimbangan antara sektor "pedesaan" dan sektor "perkotaan" masih jauh, dan menurut pandangan beberapa ahli ekonomi dan para pemimpin pemerintahan, keseimbangan itu tidak mungkin tercapai melalui kebijakan yang mengutamakan pertumbuhan industri modern saja. Sejak awal tahun 1970-an mereka mulai sadar bahwa kenyataa-kenyataan yang ada tidak sesuai dengan teori. Dalam beberapa tahun kemudian, muncullah suatu konsensus baru tentang strategi pembangunan yang paling dibutuhkan yaitu strstegi yang mengutamakan peranan sektor pertanian dan peningkatan pendapatan orang-orang termiskin di masyarakat. Namun, sampai sekarang dukungan terhadap strategi ini tidak begitu kuat sehingga belum nampak banyak kebijakan urbanisasi dan industrialisasi.


Di "perkotaan" juga merangsang tumbuhnya sektor informal karena keberadaannya yang memang dibutuhkan. Kebijakan yang perlu diambil dalam menangani sektor informal, antara lain menyediakan kredit, pendidikan dan latihan kterampilan, pengembangan sumber daya dan teknologi, dan mengubah sikap pemerintah agar mendukung pertumbuhan sektor informal. Diakui, penelitian yang telah dilakukan lebih banyak menemukan masalah baru dari pada memecahkannya.


Di Malaysia, tingkat pengangguran wanita muda dan terdidik jauh lebih menonjol . Lebih-lebih apabila ditinjau jumlah wanita yang tidak aktif mencari pekerjaan. Meskipun tidak ada penjelasan mengenai gejala tersebut, mungkin deskriminasi terhadap wanita dalam kesempatan kerja di sektor formal merupakan hal yang penting. Tidak mustahil bahwa pola yang sama akan makin nampak di Indonesia dengan meluasnya pendidikan menengah bagi kaum wanita.

0 komentar:


MusicPlaylistView Profile