Minggu, 16 Mei 2010

"PENGATASAN KEMISKINAN DALAM KONSEP ISLAM"

"Islam" menyatakan perang terhadap "kemiskinan", dan berusaha keras untuk membendungnya serta mengawasi kemungkinan yang dapat menimbulkannya."



Hal itu dilakukan dalam rangka menyelamatkan aqidah, akhlak dan laku perbuatan, memelihara kehidupan rumah tangga, dan melindungi kestabilan dan ketenteraman masyarakat, di samping mewujudkan jiwa persaudaraan antara sesama anggota masyarakat.


Maka dari itu "Islam" mengharuskan supaya setiap individu mencapai taraf hidup yang layak di dalam masyarakat, yakni ia memiliki ala kadarnya sarana sarana hidup yang primer: pangan, papan, sandang (untuk musim panas dan dingin), buku-buku standart bagi keahliannya atau perabot-perabot usahanya dan istri, apabila ia sudah mampu berumah tangga.


Tidak dapat dibenarkan menurut pandangan "Islam", seseorang yang hidup di tengah-tengah masyarakat "Islam", sekalipun ahli dzimah, menderita lapar, telanjang (=tidak berpakaian). menggelandang (= tidak bertempat tinggal) dan membujang (=tidak beristri/bersuami) serta tidak membina rumah tangga.


Dalam rangka mengantarkan dan memberikan jaminan terhadap pemeluk-pemeluknya untuk menuju kepada taraf hidup yang mulia terhormat, "Islam" menyumbangkan berbagai cara dan jalan, yaitu:


1. BEKERJA.


Setiap orang yang hidup dalam masyarakat "Islam", diharuskan bekerja dan diperintahkan berkelana di permukaan bumi ini, serta diperintahkan makan dari rezki Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an Surat Al-Mulk Ayat 15:

"Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezki-Nya."


Bekerja merupakan senjata utama untuk memerangi "kemiskinan", modal pokok dalam mencapai kekayaan, dan faktor dominan dalam menciptakan kemakmuran dunia. Tugas memakmurkan dunia ini, Allah telah memilih manusia untuk mengelolanya, sebagaimana difirmankan oleh Allah, bahwa hal ini pernah diajarkan Nabi Shaleh kepada kaumnya, sebagaimana dalam Al-Qur'an Surat Hud Ayat 51:

"Wahai kaumku ! Sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan, melainkan Dia. Dia telah menciptakan kamu dari tanah (=bumi) dan menjadikan kamu sebagai pemakmurnya."


2. MENCUKUPI KELUARGA YANG LEMAH.


Dalam syariat "Islam", setiap individu harus memerangi "kemiskinan" dengan mempergunakan senjatanya, yaitu bekerja dan berusaha. Namun di balik itu --- Ada orang-orang lemah yang tidak mampu bekerja, para janda yang ditinggal mati suami-suaminya dalam keadaan tidak berharta, anak-anak yang masih kecil dan orang-orang yang sudah lanjut usia, orang-orang cacad abadi, sakit dan limpuh, orang-orang yang ditimpa bencana alam sehingga kehilangan pekerjaannya --- Apakah mereka akan dibiarkan begitu saja karena bencana hidup yang telah melanda dan menimpa mereka, sehingga mereka terlantar dalam kehidupan yang tidak menentu?


Tentunya tidak demikian, "Islam" berusaha untuk mengentas mereka dari lembah "kemiskinan" dan kemelaratan, serta menghindarkan mereka dari perbuatan yang rendah lagi hina, yaitu mengemis dan meminta-minta. Dalam konsep "Islam" untuk menanggulangi hal ini adalah adanya jaminan antar anggota satu rumpun keluarga. "Islam" telah menjadikan antar anggota keluarga saling menjamin dan mencukupi, sebagian meringankan penderitaan anggota yang lain, yang kuat membantu yang lemah, yang kaya mencukupi yang "miskin", yang mampu memperkuat yang tidak mampu, karena itu hubungan yang mengikat mereka sungguh sangat kuat; faktor kasih sayang, cinta mencintai dan saling membantu adalah merupakan ikatan yang kokoh, karena mereka merupakan satu keluarga dan serumpun kerabat. Demikianlah, sebenarnya hakekat hubungan keluarga yang alami, dan hal ini telah didukung oleh kebenaran syariat "Islam", sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Anfal Ayat 75:

"Dan angoota keluarga, sebagaimana lebih berhak terhadap anggota keluarga yang lain, menurut Kitab Allah."


Allah juga berfirman dalam Surat An-Nisa Ayat 36:

"Dan hendaklah kamu berbakti kepada Allah, dan jangan kamu sekutukan Dia dengan sesuatu, dan hendaklah kamu berbuat baik dengan sungguh-sungguh kepada ibu bapak, keluarga yang dekat, anak-anak yatim, orang-orang "miskin", tetangga dekat, tetangga jauh, sahabat sejalan, ibnu sabil, apa-apa yang dimiliki oleh tangan kanan kamu (=hamba), sesungguhnya Allah itu tidak suka kepada orang yang sombong dengan perbuatannya, sombong dengan perkataannya."


Dalam Surat Ar-Rum Ayat 26, Allah juga berfirman:

"Maka berilah kepada keluarga yang dekat, dan orang "miskin", dan ibnu sabil akan haknya, yang demikian itu baik bagi orang-orang yang mengharap keridlaan Allah."


3. ZAKAT.


"Islam" mewajibkan kepada setiap orang sehat kuat, untuk bekerja dan berusaha mencapai rezki Allah, guna mencukupi dirinya dan mengatasi keluarganya, di samping itu ia akan sanggup mendermakan harta di jalan Allah.


Allah berfirman dalam Surat Al Bara-ah Ayat 71:

"Dan orang-orang mukmin laki-laki maupun perempuan sebagian mereka adalah penolong terhadap sebagian, mereka menyuruh kerjakan kebaikan dan melarang kejahatan, serta mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya, kepada merekalah Allah akan memberikan rahmat."


Dan tanpa menunaikan zakat, seseorang tidak berhak untuk mendapat pertolongan Allah yang telah dijanjikan untuk para hamba-Nya sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Hajj Ayat 41:

"Dan sesungguhnya Allah akan menolong siapa yang menolong (Agama-Nya) karena sesungguhnya Allah itu Maha kuat, Maha teguh. Yaitu, mereka yang sekiranya Kami beri kedudukan yang teguh di bumi ini, mereka mau mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan menyuruh untuk berbuat kebaikan dan melarang berbuat kemunkaran, dan bagi Allah akibat segala urusan."


Zakat bukanlah suatu kebajikan individual, akan tetapi suatu sistem penertiban sosial yang pengelolaannya diserahkan kepada Negara, dan diurus oleh lembaga administrasi yang teratur, yang sanggup melaksanakan kewajiban suci ini, memungut dari orang-orang yang berkewajiban mengeluarkannya, dan membagi kepada pihak-pihak yang menerimanya. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Bara-ah/At-Taubah Ayat 60:

"Sesungguhnya shadaqah-shadaqah (=zakat) itu diperuntukkan bagi orang-orang fakir dan "miskin", dan orang-orang yang mengurusinya (=amilin), dan orang-orang yang dijinakkan hatinya, dan (biaya) untuk memerdekakan hamba, dan orang-orang yang menanggung hutang. dan (keperluan) di jalan Allah, dan orang-orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan, (yang demikian itu) satu kewajiban dari Allah, karena Allah itu maha mengetahui dan maha bijaksana."


4. DANA BANTUAN PERBENDAHARAAN "ISLAM" DARI BERBAGAI SUMBERNYA.


Zakat merupakan sumber materiil yang utama bagi penanggulangan "kemiskinan" dan mengatasi keresahan yang diderita oleh orang-orang "miskin" dalam "Islam". Namun disamping itu ada berbagai sumber materiil yang lain yang merupakan pemasukan bagi baitul-maal "Al-Khizaanah Al-"Islam"iyyah" (=Perbendaharaan "Islam"), yang sangat berguna dalam menanggulangi "kemiskinan".


Karena itu, terhadap hak milik negara dan kekayaan-kekayaan umum, yang diurus dan dikelola oleh pemerintah, baik yang digarap secara langsung, dipersewakan ataupun yang dikerjakan secara bersama (joint), seperti harta-harta waqaf yang umum, sumber-sumber kekayaan alam dan barang-barang tambang, yang ditetapkan oleh "Islam" menurut madzhabnya yang terkuat, adalah tidak boleh dikuasai oleh beberapa orang saja untuk kepentingan mereka sendiri, akan tetapi harus ditangani oleh pemerintah. Hal ini supaya rakyat seluruhnya dapat secara bersama-sama ikut menikmati manfaatnya, terhadap pertumbuhan dan keuntungan dari kekayaan-kekayaan tersebut. Dan segala sesuatu yang menjadi income (pemasukan) bagi "Al-Khizaanah Al-"Islam"iyyah", adalah merupakan sumber bantuan bagi orang-orang "miskin", manakala pemasukan zakat mengalami kelemahan, sampai tidak dapat mencukupi kebutuhan mereka.


5. KEHARUSAN MEMENUHI HAK-HAK SELAIN ZAKAT.


Di samping zakat, masih ada hak-hak materiil yang lain, yang wajib dipenuhi oleh orang "Islam", karena berbagai sebab dan hubungan (interaksi). Kesemuanya itu merupakan sumber dana bagi orang-orang fakir dan merupakan kekuatan untuk mengusir "kemiskinan" dari tubuh masyarakat "Islam". Hak-hak tersebut antara lain:

a. Hak bertetangga.
Memelihara hak bertetangga merupakan perintah Allah dalam Al-Qur'an, dan merupakan anjuran Rasulullah SAW di dalam sunnahnya. "Islam" menyatakan, bahwa menghormati tetangga adalah termasuk kerangka iman, mengganggu serta merendahkan tetangga merupakan sikap-sikap non "Islam".


"Islam" menghendaki membentuk setiap individu yang hidup ini menjadi satu kelompok gotong royong, saling tolong menolong dalam mewujudkan kesejahteraan dan menanggulangi penderitaan --- Yaitu pihak yang mampu menanggung beban yang lemah, memberi makan kepada yang lapar, dan memberi pakaian kepada yang telanjang. Kalau tidak demikian, niscaya jaminan Allah dan Rasul-Nya terlepas dari mereka dan sekaligus mereka tidak berhak menamakan dirinya sebagai kelompok masyarakat "Islam".


Suatu etika yang sangat indah dalam tatanan hidup bertetangga di dalam "Islam", bahwa "Islam" menetapkan adanya suatu hak terhadap tetangga, walaupun ia dari kalangan yang non muslim.


b. Korban Hari Raya Haji.
Melakukan korban (=memotong ternak kemudian dibagi-bagikan kepada fakir "miskin") pada Hari Raya Haji, menurut madzhab Abu Hanifah, adalah wajib hukumnya bagi muslim yang mampu. Hal ini sebagaimana Hadits Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah, menjelaskan: "Barangsiapa mempunyai kemampuan untuk berkorban, lalu ia tidak melakukannya, maka hendaklah ia jangan sekali-kali mendekati tempat sembahyang kami."


c. Melanggar Sumpah.
Allah berfirman dalam Surat Al-Ma'idah Ayat 89:

"Maka kafarahnya (=tebusan denda bagi orang yang melanggar sumpah), adalah memberi makan kepada sepuluh orang "miskin", dengan makanan yang patut sebagaimana makanan yang diberikan kepada keluargamu, atau memberikan pakaian kepada mereka, atau memerdekan seorang hamba."


d. Kafarah Dhihaar.
Barangsiapa mengatakan kepada istrinya "Engkau bagiku seperti ibuku", atau "Seperti saudara perempuan", atau dengan wanita lainnya yang sekedudukan dengan ibu dan saudara perempuan, maka ucapannya itu menyebabkan ia menjadi haram mencampuri istri. Kecuali kalau ia sudah melunasi kafarahnya (dendanya). Adapun sebagai kafarahnya adalah memerdekakan seorang hamba. Kalau tidak bisa, maka sebagai gantinya berpuasa dua bulan secara terus menerus (tidak boleh berselang seharipun), Dan kalau ia tidak sanggup melaksanakannya, maka sebagai gantinya, ia harus memberi makan kepada enam puluh orang "miskin".


e. Kafarah, karena melakukan pencampuran dengan istri (setubuh) pada siang hari dalam bulan Ramadhan. Dalam hal ini kafarahnya sama dengan kafarah mendhihar istri (point d. diatas).


f. Fidyah orang yang lanjut usia, dan orang sakit yang tidak bisa diharap kesembuhannya. Mereka termasuk orang-orang yang diperkenankan tidak melakukan puasa Ramadhan, oleh karena itu apabila mereka tidak melakukannya, maka mereka harus membayar fidyah untuk setiap harinya dari bulan Ramadhan, sebanyak kadar makanan bagi seorang "miskin" dalam sehari.


g. Al-Hadyu (Berkorban karena pelanggaran dalam ibadah Haji).
Yaitu korban yang diberikan oleh orang yang melakukan ibadah Haji atau Umrah di Baitullah, berupa binatang ternak; Onta, sapi atau kambing, sebagai kafarah dari pelanggaran terhadap salah satu dari ketentuan ibadah Haji (Ihram), atau karena melakukan tamattu' (bersenang-senang sesudah selesai umrah untuk menghadapi ibadah Haji (=biasa disebut dengan Haji Tamattu'), atau karena menghimpun kedua ibadah itu sekaligus (=Haji Qiraan), atau karena pelanggaran-pelanggaran lainnya.


h. Hak Tanaman di saat mengetam.
Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-An'aam Ayat 141:

"Dan Ia-lah yang telah menjadikan kebun-kebun (tanaman-tanaman) yang merambat dan yang tidak merambat, korma dan tumbuh-tumbuhan yang berlainan rasanya, dan zaitun dan delima, yang bersamaan dan yang tidak bersamaan. Makanlah dari buahnya apabila ia berbuah, dan keluarkanlah hak-nya pada hari mengetamnya."


i. Hak Mencukupi Terhadap Orang Fakir dan "Miskin".
Ini adalah merupakan yang terpenting dari hak-hak tersebut. Karena sesungguhnya merupakan hak bagi setiap muslim di dalam masyarakat "Islam" untuk mendapatkan kecukupan yang sempurna bagi tuntutan kebutuhan hidupnya yang pokok, baik untuk dirinya maupun beserta orang yang menjadi tanggungannya.


6. SHADAQAH SUKA RELA DAN KEBAJIKAN INDIVIDU.


Selain hak-hak yang wajib ini, dan undang-undang yang harus dijalankan itu, "Islam" juga berusaha membina pribadi yang luhur, dermawan dan murah hati. Yaitu, pribadi insan yang suka memberikan lebih dari apa yang diminta, suka mendermakan lebih dari apa yang ditentukan (diwajibkan). Bahkan, ia suka memberikan sesuatu, kendatipun tidak diminta dan tidak dituntut terlebih dahulu, ia suka berderma (memberikan infaq) di kala senang dan di kala susah.di waktu siang dan di waktu malam, secara diam-diam dan secara terang-terangan. Pribadi yang sangat mencintai orang lain, lebih dari pada mencintai dirinya sendiri, bahkan rela mengalahkan dirinya, kendatipun dirinya dalam keadaan kritis. Hal ini karena ia telah menyadari bahwa harta itu tidak lebih hanya sebagai suatu alat, bukan suatu tujuan. Suatu alat, untuk berderma dan berbuat baik sesama manusia. Sehingga penuh tertanam dalam hatinya keinginan-keinginan berbuat baik, tercermin dalam tangannya sifat-sifat kedermawanan, semata-mata demi mengharap ridha Allah dan pahala-Nya.


(Sumber: Problema "Kemiskinan", Apa Konsep "Islam"?, Oleh Dr. Syekh Muhammad Yusuf Al-Qardlawy)


Itulah tadi cara-cara atau jalan yang telah ditempuh oleh "Islam" dalam memecahkan problem "kemiskinan". Dan cara-cara tadi telah terbukti sangat membantu fakir "miskin" dalam menanggulangi kebutuhan hidupnya. Dengan cara-cara itu pula "Islam" memerangi "kemiskinan" supaya bencana "kemiskinan" tidak melanda umat "Islam" sehingga diharapkan dapat melaksanakan ibadah dengan tenang.



Sabtu, 15 Mei 2010

"BAHAYA KEMISKINAN TERHADAP KEHIDUPAN MANUSIA"

"Islam menilai bahwa kekayaan itu satu kenikmatan sebagai karunia Allah SWT yang harus disyukuri. Dan "kemiskinan" itu suatu cobaan, bahkan suatu bencana, yang hanya dengan pertolongan Allah-lah dapat dihindari."



Oleh karena itu Islam telah memberikan beberapa solusi untuk mengatasi "kemiskinan". Allah SWT telah memberi kekayaan kepada Rasul-Nya (Nabi Muhammad SAW), yang semula dalam keadaan "miskin", sebagaimana difirmankan Allah dalam Al-Qur'an Surat Ad-Dhuha Ayat 8: "Dan Ia (Allah) telah mendapati engkau (Muhammad) dalam keadaan papa, kemudian Ia mengayakan."


Hadits Riwayat Ahmad dan Thabrani, menjelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baik harta yang berguna, adalah milik orang yang saleh."


Hadits-hadits Nabi SAW menilai bahwa "kemiskinan" merupakan satu hal yang sangat berbahaya terhadap kehidupan individu dan masyarakat, aqidah dan kepercayaan, pikiran dan kebudayaan, demikian pula terhadap keluarga dan bangsa seluruhnya.



BAHAYA "KEMISKINAN" TERHADAP AQIDAH.


Tidak diragukan lagi, bahwa "kemiskinan" merupakan bahaya besar terhadap kepercayaan Agama, khususnya "kemiskinan" yang sangat parah, yang berada di hadapan mata orang-orang kaya yang egoistis. Lebih mengkhawatirkan lagi, kalau orang-orang "miskin" itu tidak menentu pencahariannya, sedang pihak orang-orang yang kaya sama sekali tidak mau mengulurkan bantuannya.


Di saat itulah "kemiskinan" akan mengundang keraguan terhadap Sunnatullah (= peraturan Allah) di atas dunia ini, serta dapat menimbulkan kepercayaan terhadap adanya ketidak-adilan dalam pembagian rezki. Dan apabila yang demikian itu tidak sampai membawa kebobrokan separah ini, namun "kemiskinan" akan membawa kepada situasi frustasi.


Itulah bahaya kegoncangan aqidah yang ditimbulkan oleh "kemiskinan" dan kemelaratan; sebagaimana dijelaskan oleh Hadits Riwayat Bu Nu'airul, bahwa Rasulullah pernah bersabda: "Hampir-hampir "kemiskinan" itu menjadikan seseorang kufur."


Rasulullah SAW juga pernah memohon perlindungan kepada Allah SWT dari ancaman kemelaratan yang disejajarkan dengan permohonan perlindungan terhadap kekufuran, seperti yang dijelaskan oleh Hadits Riwayat Abu Daud dan lainnya, bahwa Rasulullah pernah berdo'a: "Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu, dari bahaya kekufuran dan kemelaratan."


Juga dalam do'anya seperti yang dijelaskan dalam Hadits Riwayat Abu Daud, Nasai, Ibnu Majah, Hakim dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah berdo'a: "Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu, dari "kemiskinan", kekurangan dan kehinaan, dan aku berlindung dari menganiaya dan dianiaya."



BAHAYA "KEMISKINAN" TERHADAP ETIKA DAN MORAL.


"Kemiskinan" berbahaya pula terhadap segi etika dan moral. Banyak orang "miskin" lebih-lebih yang hidup di tengah-tengah orang kaya ---- kekecewaan dan keputus-asaan mereka mendorong untuk bertindak dengan tindakan-tindakan yang tidak dapat dibenarkan oleh budi luhur dan akhlaq mulia. Maka dari itu kita sering mendengar suatu semboyan yang berbunyi: "Rintihan perut lebih hebat dari pada rintihan hati nurani." Dan akan lebih berbahaya lagi, apabila frustasi dan kekecewaan mereka sudah tidak dapat dikuasai lagi, maka akan timbul suatu sikap masa bodoh terhadap nilai-nilai etika dan kemantapan sendi-sendinya, dan pada gilirannya akan menjurus kepada mengabaikan nilai-nilai Agama.


Hadits Riwayat Abu Nu'aim menjelaskan, bahwa Rasulullah SAW menjelaskan kepada para sahabatnya, akan besarnya bahaya "kemiskinan" dan pengaruhnya terhadap nilai-nilai moral: "Ambillah (=terimalah) pemberian orang itu, selama masih merupakan pemberian yang wajar. Tetapi apabila sudah merupakan suapan guna mengharap suatu pinjaman (=hutang), maka janganlah kamu menerimanya. Dan kamu tidak bisa menghindarinya selama kamu masih diliputi oleh kebutuhan dan "kemiskinan".



Rasulullah SAW menjelaskan hubungan antara "kemiskinan" dan kekayaan, dan antara kehinaan dan kemuliaan, beliau membawakan ceritera, sebagaimana Hadits Riwayat Bukhari, Muslim dan Nasai dari Abu Hurairah: "Pada suatu malam seorang laki-laki bersedekah kepada laki-laki lain, yang ternyata ia seorang pencuri. Lalu kejadian ini diperbicangkan oleh umum. Kemudian di waktu lain, laki-laki tersebut bersedekah lagi kepada seorang perempuan, yang ternyata ia seorang pelacur. Lalu orang-orangpun membicarakan kejadian itu lagi. Kemudian laki-laki yang bersedekah itu pada malam harinya mimpi kedatangan seseorang yang berkata kepadanya: Adapun sedekah anda kepada pencuri itu, mudah-mudahan dapat menjadikan ia berhenti dari mencuri. Begitu pula, sedekah anda kepada perempuan lacur itu, dapat menjadikan ia berhenti dari perbuatan lacur (=zina)."


Kisah di atas menyatakan, betapa besar pengaruh kekayaan itu di dalam menjauhkan seseorang dari perbuatan a-moral, seperti mencuri dan melacur.



BAHAYA "KEMISKINAN" TERHADAP PIKIRAN MANUSIA.


"Kemiskinan" juga akan mengganggu dan mempengaruhi pikiran seseorang. Mengapa? --- Seseorang yang tidak sanggup menutupi kebutuhan hidupnya, keluarganya dan anak-anaknya, bagaimana ia dapat berpikir dengan cermat? Lebih-lebih, kalau tetangga kanan kirinya, mendemonstrasikan barang-barang serba lux di rumah-rumah mereka, dan dengan berbagai perhiasan emas di almari-almarinya.


Suatu riwayat menceriterakan, bahwa Imam Abu Hanifah pernah berkata: "Janganlah kalian minta fatwa kepada orang yang dalam rumahnya tidak ada gandum". Sebab orang tersebut pikirannya tidak menentu, bingung dengan urusan dapurnya, sehingga pendapatnya tidak lurus dan tidak tepat. Ini adalah akibat tidak adanya konsentrasi dan ketenangan berpikir, karena terpengaruh oleh faktor kekurangan tadi (="kemiskinan"). Ilmu Jiwapun telah mengakui kebenarannya.


Sebuah Hadits sahih, menyatakan: "Janganlah seorang hakim menjatuhkan vonis, padahal ia sedang marah."


Para Ahli Fiqih berpendapat bahwa keadaan "sangat lapar, sangat haus" dan sebagainya dapat dikategorikan dalam "keadaan marah."



BAHAYA "KEMISKINAN" TERHADAP RUMAH TANGGA.


Bahaya "kemiskinan" dalam mengancam kehidupan keluarga dan rumah tangga, akan melanda beberapa segi, yaitu segi pembinaannya, segi kelangsungannya dan segi pemeliharaannya.


Dalam pembinaan rumah tangga kita akan menjumpai bahwa "kemiskinan" merupakan penghalang yang tidak kecil. Banyak jejaka terhalang menikah dan takut memikul tanggung jawab sesudah terlaksanya perkawinan, disebabkan karena faktor mas kawin, nafkah keluarga dan kemampuan berekonomi sendiri. Oleh karena itu Al-Qur'an memerintahkan supaya mereka mampu memelihara kehormatan dan menahan ketabahannya, sehingga mereka dapat mencapai kemampuan untuk mengelola ekonomi rumah tangga sendiri. Sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur'an Surat An-Nuur Ayat 33: "Dan hendaklah orang-orang yang belum mampu kawin, menjaga kehormatan mereka, sehingga Allah memberi kepadanya kekayaan dan karunia-Nya."


Sering kita jumpai beberapa gadis yang sudah saatnya menikah tetapi wali-wali mereka menghalangi jejaka yang hendak meminangnya, disebabkan jejaka itu dinilai masih lemah ekonominya dan sedikit hartanya. Sebenarnya kasus semacam ini telah ditentang oleh Al-Qur'an, sebagaimana firman Allah dalam Surat An-Nuur Ayat 32: "Dan kawinkanlah laki-laki dan perempuan-perempuan, yang janda di antara kamu, dan hamba-hamba lelaki dan hamba-hamba perempuan kamu yang sudah layak (berkawin), jika mereka "miskin", Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya, karena Allah itu maha luas (pemberian-Nya), lagi maha mengetahui."


Segi kelangsungan (stabilitas) --- Dalam kelangsungan berumahtangga, tekanan "kemiskinan" sering kali mengalahkan dorongan-dorongan untuk berbuat baik, bahkan tidak jarang memutuskan ikatan perkawinan antara suami dengan istri, karena ketidak sukaan istri kepada suami atau sebaliknya. Kasus semacam ini diakui oleh hukum Islam. Karenanya seorang hakim boleh menceraikan seorang istri dari suaminya, karena kesulitan dan ketidak mampuan suami untuk memberi nafkah istrinya, dengan latar belakang demi menghilangkan kesusahan perempuan, sesuai dengan qaidah yang dijelaskan oleh Hadits Riwayat Ibnu Majah dan Dazaquthnie: "Janganlah mengadakan bahaya dan membalas bahaya."


Segi pemeliharaan --- Dalam hubungan anggota rumah tangga, sering kita jumpai bahwa "kemiskinan" mengotori kejernihan udara rumah tangga bahkan kadang merobek-robek jalinan kasih sayang antara mereka. Dalam hal ini Al-Qur'an menentang adanya kekerasan dan mengutuk kekejaman yang terjadi dalam rumah tangga, sebagaimana yang difirmankan dalam Surat Al-An'am Ayat 15: "Janganlah kamu sekalian membunuh anak-anak kamu karena "kemiskinan". Kamilah yang akan memberikan rezki kepadamu dan kepada mereka."


Dan dalam Surat Al-Isra' Ayat 32: "Janganlah kamu sekalian membunuh anak-anak kamu, karena takut "miskin". Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan kepada kamu sekalian. Sesungguhnya membunuh mereka adalah satu dosa yang besar."



BAHAYA "KEMISKINAN" TERHADAP MASYARAKAT DAN KETENTRAMANNYA.


"Kemiskinan" merupakan bahaya vital terhadap keamanan, ketenteraman dan kesejahteraan masyarakat. Terkadang orang masih sanggup menahan kesabarannya, dengan "kemiskinan" yang disebabkan karena adanya ketidak-seimbangan antara penghasilan dengan banyaknya jumlah penduduk yang ada. Namun, apabila "kemiskinan" itu terjadi karena ketidak-adilan distribusi antara mereka, terjadinya perampasan hak antara sebagian terhadap sebagian yang lain, dan adanya kemewahan golongan minoritas karena meng-eksplotir golongan mayoritas, maka saat demikian itu, "kemiskinan" akan menggoncangkan ketenteraman masyarakat, menimbulkan fitnah dan mengacaukan keamanan. Runtuhlah sendi-sendi mahabbah (=rasa cinta) dan solidaritas antara sesama anggota masyarakat.


Selama dalam kehidupan masyarakat masih terdapat perbedaan sosial yang menyolok; gubuk-gubuk kecil berdampingan dengan gedung-gedung mewah, lantai-lantai tanah berhadapan dengan lantai-lantai permadani dan flat-flat yang menjulang tinggi, rintihan dan ratapan si "miskin" merindukan sesuap nasi di tengah-tengah kekayaan yang berlimpah ruah dan makanan yang serba lezat, kesemuanya ini akan mengundang timbulnya gejolak dada yang penuh dengki dan benci, yang akan meluas membakar semua jiwa, melanda golongan yang lemah dan "miskin". Dari kondisi ini dapat dijelaskan bahwa runtuhnya sendi-sendi kehidupan masyarakat adalah berpangkal karena membiarkan "kemiskinan", kemelaratan dan kepapaan.


Selain itu, "kemiskinan" juga mengancam kejayaan umat, kemerdekaan bangsa dan negara. Seorang yang senantiasa dicekam kelaparan, tidak mungkin terlintas dalam hatinya gairah untuk berjuang membela tanah airnya, mengusir penjajah yang menjadi musuh negaranya, dan mempertahankan kehormatan bangsanya. Karena ia merasa bahwa masyarakat dan negaranya tidak menaruh perhatian kepadanya, di saat lapar tidak diberi makan, di saat takut tidak diberi perlindungan, bahkan bangsanya tidak pernah mengulurkan pertolongan untuk melepaskan beban penderitaan hidup yang menimpanya.


Jadi tidak mengherankan apabila ia tidak mau mengorbankan darah dan jiwanya untuk membela tanah airnya. Bagaimana ia mau berjuang sedang yang mengenyam kenikmatannya adalah orang lain? Dan mungkinkah ia mau ikut menanggung kerugian-kerugian negaranya, padahal di saat pembagian rampasan perang ia dilupakan?



Itulah tadi ancaman bahaya "kemiskinan" dalam beberapa sektor kehidupan manusia. Selain ancaman-ancaman di atas sebenarnya masih ada bahaya-bahaya lain yang ditimbulkan akibat bencana "kemiskinan", misalnya kesehatan masyarakat --- makanan-makanan yang tidak sehat (tidak bergizi), udara yang pengap dan tempat-tempat yang kotor ---- yang diakibatkan minimnya pembiayaan hidup, yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Begitu huga terhadap kesehatan individu, karena kecerobohan, kelesuan, akibat lemahnya ekonomi. Begitu juga dalam bidang kehidupan yang lain. Jadi disini jelas bahwa tidak dapat kita pungkiri apabila lemahnya ekonomi (="kemiskinan") sangat berpengaruh terhadap bidang-bidang kehidupan yang lain.

(Sumber: Problema "Kemiskinan", Apa Konsep Islam?, Oleh Dr. Syekh Muhammad Yusuf Al- Qardlawy).



"PENGERTIAN DAN PROSES KOMUNIKASI"

"Istilah "Komunikasi" = "communication" berasal dari kata Latin "communicatio", dan bersumber dari kata "communis" yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna."



PENGERTIAN "KOMUNIKASI".


Jadi, apabila dua orang terlibat dalam "komunikasi", misalnya dalam bentuk percakapan, maka "komunikasi" akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang di percakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan kata lain, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Percakapan kedua orang tersebut dapat dikatakan "komunikatif" apabila kedua-duanya, selain mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan.


"Komunikasi" --- minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan "komunikasi" tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu supaya orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan dan lain-lain.


Ilmu "Komunikasi" menurut Carl I. Hovland, adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap.


Definisi Hovland tersebut menunjukkan bahwa objek studi ilmu "komunikasi" bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting. Secara khusus Hovland memberikan definisi "komunikasi" adalah proses mengubah perilaku orang lain ("communication" is the process to modify the behavior of other individuals).


Namun seseorang akan dapat mengubah sikap, pendapat atau perilaku orang lain apabila "komunikasi"nya itu memang "komunikatif" seperti yang telah diuraikan tadi.


Menurut Harold Lasswell, bahwa cara yang baik untuk menjelaskan "komunikasi" adalah dengan menjawab pertanyaan: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?. Paradigma ini menunjukkan bahwa "komunikasi" meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan tadi, yaitu:


1. Komunikator (communicator, source, sender).


2. Pesan (Message).


3. Media (channel, media).


4. Komunikan (communicant, "communicatee". receiver, recipient).


5. Efek (effect, impact, influence).


Jadi, berdasarkan paradigma Laswell tersebut, "komunikasi" adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.


Dapat dikatakan bahwa "komunikasi" adalah merupakan sebuah proses interaksi yang kompleks antara pikiran, bahasa dan tindakan.



PROSES "KOMUNIKASI".


Proses "komunikasi" pada hakikatnya merupakan proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran disini dapat berupa gagasan, informasi, opini dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan dapat berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati.


Adakalanya seseorang menyampaikan buah pikirannya tanpa menampakkan perasaan tertentu. Pada saat lain seseorang menyampaikan perasaan tanpa pemikiran. Namun tidak jarang pula seseorang menyampaikan pikirannya disertai perasaan tertentu, disadari atau tidak. --- "Komunikasi" akan berhasil apabila pikiran disampaikan dengan menggunakan perasaan yang disadari --- Sebaliknya "komunikasi" akan gagal apabila sewaktu menyampaikan pikiran, perasaan tidak terkontrol.


Apapun yang di"komunikasi"kan orang kepada orang lain, ia meng"komunikasi"kan sesuatu melalui medium khusus dan dengan tujuan yang khusus pula. Pesan membentuk relasi antara pengirim dan penerimanya. "Komunikasi" antar pribadi selalu merupakan kegiatan timbal-balik dan umpan-balik (feedback) memainkan peranan yang penting dalam mempengaruhi akibat dari suatu "komunikasi". Gangguan-gangguan dapat mempengaruhi seluruh proses maupun bagian-bagian yang berbeda-beda dalam proses tersebut.


Yang menjadi permasalahan disini adalah bagaimana caranya supaya gambaran dalam benak dan isi kesadaran pada komunikator dapat dimengerti, diterima dan bahkan dilakukan oleh komunikan.


Proses "komunikasi" terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder.


1. Proses "Komunikasi" secara Primer.

Proses "komunikasi" secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses "komunikasi" adalah bahasa, kial (gesture=ekspresi secara fisik), isyarat (dengan menggunakan alat), gambar, warna dan sebagainya yang secara langsung mampu menterjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.


2. Proses "Komunikasi" secara Sekunder.

Proses "komunikasi" secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film dan banyak lagi merupakan media sekunder yang sering digunakan dalam "komunikasi".



UNSUR UNSUR DALAM PROSES "KOMUNIKASI".


Penegasan unsur-unsur dalam proses "komunikasi" adalah:


1. Sender: Komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang.


2. Encoding: Penyandian, yaitu proses pengalihan pikiran ke dalam bentuk lambang.


3. Message: Pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator.


4. Media: Saluran "komunikasi" tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan.


5. Decoding: Pengawasandian, yaitu proses dimana komunikan menetapkan makna pada lambang yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.


6. Receiver: Komunikan yang menerima pesan dari komunikator.


7. Response: Tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelah diterpa pesan.


8. Feedback: Umpan balik, yakni tanggapan komunikan apabila tersampaikan atau disampaikan kepada komunikator.


9. Noise: Gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses "komunikasi" sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.

(Sumber: Ilmu "Komunikasi", Teori Dan Praktek, Oleh Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, M.A.).


"Komunikasi" sangat memegang peranan penting dalam hubungan antar manusia. Tanpa ada "komunikasi" hubungan antar manusia tidak akan dapat terjalin dengan baik. Dalam Islam ada Hablum minannas (hubungan antar manusia) dan Hablum minallah (hubungan manusia dengan Allah). Dari kedua hubungan itu tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya "komunikasi" yang baik. Apabila "komunikasi " berjalan dengan baik, itu yang disebut hubungan yang "komunikatif". Karena hubungan terjalin dengan komunikatif, maka akan terjadi interaksi, baik antar manusia maupun manusia dengan Allah.



Jumat, 14 Mei 2010

"UNSUR DAN FUNGSI KEBUDAYAAN BAGI MASYARAKAT".

"Kebudayaan" setiap bangsa atau "masyarakat" terdiri dari unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat sebagai kesatuan."



UNSUR UNSUR "KEBUDAYAAN".


Beberapa orang sarjana telah mencoba merumuskan unsur-unsur pokok "kebudayaan". Para antropolog yang membahas persoalan tersebut secara lebih detail, belum mempunyai kesamaan pandangan yang dapat diterima.


Antropolog C. Kluckhohn di dalam sebuah karyanya yang berjudul Universal Categories of Culture telah menguraikan ulasan para sarjana mengenai unsur-unsur "kebudayaan".


Unsur-unsur pokok atau besar "kebudayaan", yang lazim disebut Cultural Universals. Dari istilahnya saja ini dapat menunjukkan bahwa unsur-unsur tersebut bersifat universal, yaitu dapat dijumpai pada setiap "kebudayaan" di manapun di dunia ini.



Tujuh unsur "kebudayaan" yang dianggap sebagai cultural universals disini adalah:


1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transport dan sebagainya).


2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya).


3. Sistem ke"masyarakat"an (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan).


4. Bahasa (lisan maupun tertulis).


5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya).


6. Sistem pengetahuan.


7. Religi (sistem kepercayaan).



FUNGSI "KEBUDAYAAN" BAGI "MASYARAKAT".


"Kebudayaan" mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan "masyarakat". "Masyarakat" memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dalam menjalani kehidupannya. Kebutuhan-kebutuhan "masyarakat" tersebut sebagian besar dipenuhi oleh "kebudayaan" yang bersumber pada "masyarakat" itu sendiri. Mengapa sebagian besar? ..... Karena kemampuan manusia terbatas sehingga kemampuan "kebudayaan" yang merupakan hasil ciptaannya juga terbatas di dalam memenuhi segala kebutuhan.


Hasil karya "masyarakat" melahirkan teknologi atau "kebudayaan" kebendaan yang mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi "masyarakat" terhadap lingkungan dalamnya. Teknologi pada hakikatnya meliputi paling sedikit tujuh unsur, yaitu:


1. Alat-alat produktif.


2. Senjata.


3. Wadah.


4. Makanan dan minuman.


5. Pakaian dan perhiasan.


6. Tempat berlindung dan perumahan.


7. Alat-alat transport.



Dalam rangka melindungi diri terhadap lingkungan alam, pada taraf permulaan manusia bersikap menyerah dan semata-mata bertindak di dalam batas-batas untuk melindungi dirinya. Taraf seperti ini masih dijumpai pada "masyarakat" yang sampai sekarang ini masih rendah taraf "kebudayaan"nya. Taraf teknologi mereka belum mencapai tingkatan kemungkinan-kemungkinan untuk memanfaatkan dan menguasai lingkungan alamnya.


"Masyarakat" yang sudah kompleks yang taraf "kebudayaan"nya lebih tinggi, kondisinya sudah berlainan dengan taraf permulaan. Hasil karya manusia yaitu teknologi, memberikan kemungkinan-kemungkinan yang sangat luas untuk memanfaatkan hasil-hasil alam dan apabila memungkinkan ---- akan menguasai alam. Perkembangan teknologi di negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Jerman dan sebagainya, merupakan contoh di mana "masyarakat"nya tidak lagi pasif menghadapi tantangan alam sekitarnya.


Karsa "masyarakat" mewujudkan norma dan nilai-nilai sosial yang sangat perlu untuk mengadakan tata tertib dalam pergaulan ke"masyarakat"an. Karsa merupakan daya upaya manusia untuk melindungi diri terhadap kekuatan-kekuatan lain yang ada di dalam "masyarakat". Untuk menghadapi kekuatan-kekuatan yang buruk, manusia terpaksa melindungi diri dengan cara menciptakan kaidah-kaidah yang pada hakikatnya merupakan petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berlaku di dalam pergaulan hidup.


"Kebudayaan" mengatur supaya manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Setiap orang --- bagaimanapun hidupnya, akan selalu menciptakan kebiasaan bagi dirinya sendiri. --- Kebiasaan (habit) merupakan suatu perilaku pribadi --- yang berarti kebiasaan orang seorang itu berbeda dari kebiasaan orang lain, walaupun mereka hidup dalam satu rumah. Kebiasaan menunjuk pada suatu gejala bahwa seseorang di dalam tindakan-tindakannya selalu ingin melakukan hal-hal yang teratur baginya.



KEBIASAAN (HABIT), ADAT ISTIADAT (CUSTOM) DAN POLA POLA PERILAKU (PATTERNS OF BEHAVIOR).


Kebiasaan-kebiasaan yang yang akan diakui dan dilakukan pula oleh orang-orang lain yang se"masyarakat". --- Bahkan karena begitu mendalamnya pengakuan --- akan dijadikan patokan bagi orang lain --- bahkan mungkin akan dijadikan peraturan. Peraturan yang dijadikan dasar bagi hubungan antara orang-orang tertentu sehingga tingkah laku atau tindakan masing-masing dapat diatur menimbulkan norma atau kaidah. --- Kaidah yang timbul dari "masyarakat" sesuai dengan kebutuhannya pada suatu saat lazimnya dinamakan adat istiadat (custom).


Di samping custom, ada kaidah-kaidah yang dinamakan peraturan (hukum), yang biasanya sengaja dibuat dan mempunyai sanksi tegas. Peraturan bertujuan membawa suatu keserasian dan memperhatikan hal-hal yang bersangkut-paut dengan keadaan lahiriah maupun batiniah manusia. Peraturan (hukum) dibuat oleh negara atau badan-badan negara yang diberi wewenang, seperti MPR, DPR di Indonesia, pemerintah dan sebagainya. Ada yang bersifat tertulis dan tidak tertulis, di mana yang terakhir di Indonesia dinamakan hukum adat.


Di dalam setiap "masyarakat" terdapat pola-pola perilaku atau patterns of behavior --- yaitu merupakan cara-cara "masyarakat" bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota "masyarakat" tersebut.


Pola-pola perilaku berbeda dengan kebiasaan. Kebiasaan merupakan cara bertindak seseorang anggota "masyarakat" yang kemudian diakui dan mungkin diikuti oleh orang lain. Pola perilaku dan norma-norma yang dilakukan dan dilaksanakan pada khususnya apabila seseorang berhubungan dengan orang-orang lain --- dinamakan social organization. Kebiasaan tidak perlu dilakukan seseorang di dalam berhubungan dengan orang lain.


Khusus dalam mengatur hubungan antar manusia, "kebudayaan" dinamakan pula struktur normatif atau menurut Ralph Linton, designs for lifing (garis-garis atau petunjuk dalam hidup) --- Yang dapat diartikan bahwa "kebudayaan" adalah suatu garis-garis pokok tentang perilaku atau blueprint for behavior, yang menetapkan peraturan-peraturan mengenai apa yang seharusnya dilakukan, apa yang dilarang dan sebagainya.


Kaidah-kaidah "kebudayaan" berarti peraturan tentang tingkah laku atau tindakan yang harus dilakukan dalam suatu keadaan tertentu --- yang mencakup tujuan "kebudayaan" maupun cara-cara yang dianggap baik untuk mencapai tujuan tersebut. Kaidah-kaidah "kebudayaan" mencakup peraturan-peraturan yang beraneka warna yang mencakup bidang yang sangat luas. Namun --- untuk kepentingan penelitian "masyarakat", secara sosiologis dapat dibatasi pada empat hal sebagai berikut:


1. Kaidah-kaidah yang dipergunakan secara luas dalam suatu kelompok manusia tertentu.


2. Kekuasaan yang memperlakukan kaidah-kaidah tersebut.


3. Unsur-unsur formal kaidah itu.


4. Hubungannya dengan ketentuan-ketentuan hidup lainnya.



Berlakunya kaidah dalam suatu kelompok manusia sangat tergantung pada kekuatan kaidah tersebut sebagai petunjuk tentang bagaimana seseorang harus berlaku --- Yaitu sampai seberapa jauh kaidah-kaidah tersebut diterima oleh anggota kelompok sebagai petunjuk perilaku yang pantas.


Jika manusia sudah dapat mempertahankan diri dan beradaptasi dengan alam, juga telah dapat hidup dengan manusia-manusia lain dalam suasana damai, maka timbullah keinginan manusia untuk menciptakan sesuatu untuk menyatakan perasaan dan keinginannya kepada orang lain, yang juga merupakan fungsi "kebudayaan". Misalnya kesenian yang dapat berupa seni suara, seni musik, seni tari, seni lukis dan sebagainya. Hal ini bertujuan, disamping untuk mengatur hubungan antar manusia, juga untuk mewujudkan perasaan-perasaan seseorang. Dengan demikian --- Fungsi "kebudayaan" sangat besar bagi manusia, yaitu untuk melindungi diri terhadap alam, mengatur hubungan antar manusia dan sebagai wadah segenap perasaan manusia.

(Sumber: Sosiologi Suatu Pengantar, Oleh Soerjono Soekanto).



"KEKUATAN CINTA ABADI - AGAPE"

"Benarkah anggapan bahwa "cinta" merupakan sebuah hasrat yang dipicu oleh suatu perasaan tertarik pada apa yang kita lihat, kita dengar atau kita sentuh?"



Barangkali memang itulah "cinta" yang selama ini banyak kita praktekkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita dibuat kesal dan marah apabila yang kita "cinta"i tidak memberikan apa yang kita inginkan. Padahal ini bukanlah merupakan "cinta" yang sesungguhnya. "Cinta" semacam ini bukanlah "agape".


"Cinta" yang penuh hasrat, nafsu (birahi), hanya akan membawa kita pada kehancuran akibat hilangnya energi kesucian "cinta". "Cinta" semacam ini yang kita praktekkan, sebaiknya segera kita buang jauh jauh dari jiwa kita.



"CINTA" TANPA PAMRIH - "AGAPE".


"Cinta" merupakan kata yang sudah biasa dibicarakan manusia sejak jaman dahulu kala.... Namun tentang kualitas "cinta", hanya minoritas orang yang mampu untuk mengungkapkannya. Telah berjuta-juta puisi ditulis untuk mengucapkan kata "cinta", namun belum mewakili arti dari "cinta" yang sesungguhnya. "Cinta" sendiri sangat sulit didefinisikan.


"Agape" adalah kata dalam bahasa Yunani, yang artinya Memberi Tanpa Pamrih. "Cinta" tanpa pamrih itulah "agape". Jenis "cinta" semacam inilah yang abadi dan tidak lekang dimangsa jaman. "Cinta" semacam ini akan tumbuh dan terus tumbuh meski dibenci ataupun dicaci maki.


"Agape" mengajarkan kepada kita sebuah ketulusan dalam menjalin hubungan, memberi tanpa pamrih, penuh kelimpahan dan kasih sayang yang tidak didasarkan oleh apapun, hanya men"cinta"i dengan tulus tanpa berharap apapun. Sulit memang, namun "agape" akan membawa berkah dalam hidup ini.....


"Agape" akan mengantarkan kita pada kebahagiaan yang tidak berbatas, karena mampu memberi dengan tulus. Tidak ada dendam, kebencian ataupun sesal dalam memberi. Hidup akan lebih berenergi dan akan menyebarkan kebaikan pada yang lain tanpa mengharap apapun dari yang kita beri.


"Cinta" tidak berbatas adalah "cinta" yang bersifat total dan konstan terhadap siapapun, tanpa terkecuali. "Cinta" Allah yang tidak berbatas barangkali merupakan kenyataan yang paling mendasar; Sedangkan "cinta" yang lain hanyalah pemahaman singkat manusia dan makhluk fana lainnya. Semua agama di dunia telah mengajarkan kepada kita bagaimana cara men"cinta"i dan mengabdikan diri.


"Cinta" yang berada di tingkat tertinggi dan tidak memiliki batasan, tidak pernah menuntut balasan apapun. "Cinta" yang tidak berbatas men"cinta"i dengan cara yang sederhana, atas nama "cinta". Ia tidak peduli dengan apa atau siapa ia men"cinta"i dan tidak mempersoalkan apakah "cinta"nya akan berbalas atau hanya bertepuk sebelah tangan.



"CINTA" SEBAGAI KEKUATAN SUCI.


"Cinta" tidak berbatas dapat dianggap sebagai kekuatan suci karena dapat memberikan jalan yang benar dan bermakna menuju suatu tempat dimana kita mampu melepaskan jubah pertarungan antara diri kita sendiri dan orang lain. Sebuah pertarungan yang seringkali menjadi akar dari segala kekacauan dan penderitaan umat manusia. Hidup ini sebenarnya memiliki keindahan alami yang tidak terbayangkan yang hanya akan bersinar dengan sangat terang saat kita membuang jauh segala pikiran sempit dan prasangka.


Kita barangkali dapat melihat "cinta" dalam perbuatan orang lain saat mereka mengekspresikan energi yang ada dalam diri mereka untuk melayani orang lain. "Cinta" adalah kekuatan tersimpan yang apabila dibiarkan untuk boleh diekspresikan dalam hidup seseorang, maka ia akan dapat merubah disharmoni, menyembuhkan penyakit, merubah kondisi negatif menjadi positif dalam kesatuan yang harmonis. "Cinta" akan selalu membawa dampak positif. ...... Namun jangan mencampuradukkan antara sentimen dan simpati dengan "cinta".


"Cinta"lah yang mendorong kita untuk melakukan segala sesuatu. Aktivitas yang kita lakukan adalah menifestasi dari satu kata ..... "CINTA".


Ketika hati kita dipenuhi oleh "cinta", kita tidak akan bersikap kritis atau mudah tersinggung, namun kita akan menjadi seseorang yang sangat menarik dan menyenangkan.


Dengan "cinta" yang tidak bertepi seseorang dapat masuk ke dalam dimensi kesatuan spiritualitas, keseluruhan dan penuh kedewasaan. "Cinta" yang dewasa dapat menjadi jalan dari pengaruh spiritual yang memecah tembok pemisah antara kita dengan yang lain. Spiritualitas "cinta" yang dewasa dapat menyatukan kita lebih dekat dengan Allah SWT dan dengan mereka yang berada di sekitar kita. Sesungguhnya dunia kita akan menjadi tempat yang lebih baik ketika kekuatan "cinta" menggantikan "cinta" akan kekuatan. Dapat dikatakan bahwa tidak ada kekuatan dalam alam semesta ini yang lebih besar dari pada "cinta", dan tidak ada kegiatan yang lebih penting kecuali men"cinta"i.



MEREALISASIKAN "AGAPE" -- "CINTA" TIDAK BERBATAS.


"Agape" adalah cinta pada sesama, memberi tanpa mengharapkan balasan. Ini adalah "cinta" yang tumbuh ketika kita memberikannya pada orang lain. "Agape" merupakan "cinta" yang tidak egois, memberikan dirinya tanpa mengharapkan balasan apapun.


Jauh lebih penting kita belajar bagaimana memberikan "cinta" dari pada menerimanya. Dunia seisinya bisa saja men"cinta"i kita dan kita masih tetap sedih. Tantangan terbesar bukanlah mendapatkan "cinta" melainkan memberikannya. Dan spirit kita yang diberikan berada di dalamnya.


Meski "cinta" tak berbatas ini mungkin sulit dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, sebenarnya sifatnya sangat sederhana dan biasa, yakni dengan rendah hati membuka diri sekaligus bersikap ramah pada setiap orang dengan tanpa syarat.


Kita sering melihat dengan jelas "cinta" yang tidak berbatas dalam permulaan dan akhir --- Pada kelahiran, kematian dan ketika pertama kali jatuh "cinta". Semua itu adalah waktu kita sedikit di bawah pengaruh pola-pola persepsi yang biasanya dan sudah terkondisikan.


Untuk menjaga hati tetap terbuka bukan berarti kita mengesampingkan semua kehati-hatian.


Ketika kita melakukan "agape", akan menjadi mudah bagi kita untuk men"cinta"i musuh kita, untuk bertoleransi kepada mereka yang menjengkelkan kita, dan untuk menemukan dalam diri setiap orang yang kita temui, sesuatu untuk kita hargai.



PERBEDAAN "CINTA" SUCI DAN "CINTA" MANUSIAWI.


1. "Cinta" suci didasarkan pada kesadaran spiritual akan kesatuan dan keutuhan seluruh umat manusia, sementara itu "cinta" manusiawi sepertinya difokuskan pada kebutuhan dan hasrat individu yang personal.


2. "Cinta" suci menanggapi dengan perasaan, sedangkan "cinta" manusiawi seringkali bergerak dari kekurangan perasaan.


3. "Cinta" suci dapat mengambil inisiatif yang penuh kasih, sedangkan "cinta" manusiawi dapat menjadi agresif ketika menginginkan "cinta" yang lain.


4. "Cinta" suci tidak berbatas dan menghasilkan kesabaran, pemaafan, toleransi, pemberian dan rasa syukur serta do'a; sedangkan "cinta" manusiawi dapat sebaliknya.


5. "Cinta" suci tidak meminta sesuatu dalam berhubungan, tidak mengharap imbalan; sedangkan "cinta" manusiawi kebanyakan sebaliknya.


"Agape" - "cinta" suci menuntut bahwa kita harus memberikan kebebasan kepada prang lain untuk membalas atau tidak membalas terhadap "cinta" kita.


"Cinta" suci dapat menemukan jalan untuk menyesuaikan, menyembuhkan atau memberikan solusi terhadap persoalan-persoalan atau situasi apapun.


Orang yang menjalankan "agape" menjadi lebih baik setiap waktu. Mereka menjadi baik hati, lebih sabar, lebih toleran dan peka.......


Sesungguhnya Allah men"cinta"i kita, melebihi apapun yang pernah kita bayangkan.......


(Sumber: agape "Cinta" Abadi Yang Tak Terbatas--Kekuatan Kreatif Abadi Yang Diberkahi, Oleh Sir John Templeton).


"Cinta" suci.........
"Cinta" abadi.........
Dambaan semua insan......
Untuk menumbuhkan perdamaian.....
Masih adakah dalam kehidupan fana....


MusicPlaylistView Profile