Minggu, 29 April 2012

"Evaluasi Peraturan Daerah"

"Peraturan Daerah" harus dapat mencegah kegiatan yang tidak mempunyai dasar hukum sesuai dengan kewenangan yang dilaksanakan pemerintah "daerah".


Pejabat yang bertanggung jawab menentukan ruang lingkup suatu "evaluasi" tertentu, harus mempertimbangkan "peraturan" perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya, kepentingan umum, pengembangan perekonomian "daerah", perbaikan iklim imvestasi "daerah", kepentingan antar "daerah", pendekatan pelayanan masyarakat, peningkatan mutu  pelayanan masyarakat, stabilitas "daerah", kebutuhan para pihak yang akan menggunakan hasil "evaluasi".

Sebelum menjadi "Peraturan Daerah", perlu pula dilakukan "evaluasi" terhadap Rancangan "Peraturan Daerah". "Evaluasi" Rancangan "Peraturan Daerah", harus menjadi pekerjaan "evaluasi" yang cukup untuk menentukan apakah:
a. Rancangan "Peraturan Daerah" telah mengikuti prosedur dalam proses legislasi;
b. Pembentukan "Peraturan Daerah" telah memuat seluruh klausul aturan di dalam batang tubuh dan diberikan penjelasan secara cukup;
c. Telah mengacu secara tepat kepada "peraturan" perundang-undngan yang lebih tinggi sebagai dasar pengaturan dalam bentuk "Peraturan Daerah";
d. Telah mengacu kepada kepentingan, kebutuhan, tuntutan, harapan masyarakat di "daerah" dan/atau kepentingan umum;
e. Telah mendorong kemajuan ekonomi "daerah", investasi "daerah", pendapatan "daerah", mutu pelayanan kepada masyarakat, kesejahteraan masyarakat sesuai dengan fokus dan/atau tujuan "Peraturan Daerah" yang ditetaokan tersebut;
f. Tarif yang ditetapkan dalam Rancangan "Peraturan Daerah" tantang Pajak "Daerah" atau Retribusi "Daerah" telah mempertimbangkan tingkat perkembangan/kemajuan perekonomian "daerah", kemampuan masyarakat  untuk membayarnya ditetapkan secara nominatif besaran nilai ruoiahnya setiap kegiatan/kejadian;
g. Tarif yang ditetapkan tidak boleh diskriminatif terhadap setiap wajib pajak dan/atau wajib bayar  retribusi serta harus proporsional;
h. Tarif ditetapkan secara fleksibel dalam prosentase tertentu atau volume dan/atau omzet/kesatuan waktu/periode tertentu/kejadian suatu obyek pajak/retribusi "daerah" yang bersangkutan kepada setiap wajib pajak/wajib bayar retribusi "daerah";
i. Tarif ditetapkan secara nominal dalam nilai rupiah dan/atau valuta asing untuk setiap kali kejadian dalam pelayanan pajak "daerah" dam/atau retribusi "daerah";
j. Telah menjabarkan "peraturan" perundang-undangan yang lebih tinggi dan "Peraturan Daerah" yang dijadikan acuan untuk dasar hukum dalam pembentukan rancangan "Peraturan Daerah" tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja "Daerah";
k. Telah dilakukan perbaikan terhadap Rancangan "Peraturan Daerah" sesuai dengan rekomendasi yang diberikan oleh Menteri Dalam Negeri untuk rancangan "Peraturan Daerah" di bidang keuangan dan tata ruang "daerah" pada tingkat provinsi dan oleh Gubernur untuk rancangan "Peraturan Daerah" di bidang keuangan dan tata ruang "daerah" untuk tingkat Kabupaten/Kota; dan
l. Telah diundangkan ke dalam Lembaran "Daerah" dan/atau Berita "Daerah" sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan "Peraturan" Perundang-undangan dan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan.

Sedangkan "Evaluasi" "Peraturan Daerah" harus dapat menggali informasi apakah:

a. "Peraturan Daerah" telah mengikuti prosedur dalam proses legislasi;
b. Pembentukan "Peraturan Daerah" telah memuat seluruh klausul aturan di dalam batang tubuh dan diberikan penjelasan secara cukup;
c. Telah mengacu secara tepat kepada "peraturan" perundang-undngan yang lebih tinggi sebagai dasar pengaturan dalam bentuk "Peraturan Daerah";
d. Telah mengacu kepada kepentingan, kebutuhan, tuntutan, harapan masyarakat di "daerah" dan/atau kepentingan umum;
e. Telah dilakukan perbaikan terhadap "Peraturan Daerah" sesuai dengan rekomendasi yang diberikan oleh Menteri Dalam Negeri untuk "Peraturan Daerah" di bidang non keuangan dan tata ruang pada tingkat provinsi dan oleh Gubernur untuk "Peraturan Daerah" di bidang non keuangan dan tata ruang untuk tingkat Kabupaten/Kota, dan
f. Telah diundangkan ke dalam Lembaran "Daerah" sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan "Peraturan" Perundang-undangan dan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan.
 "Evaluasi" "Peraturan Daerah" dimaksudkan untuk:
a. "Peraturan Daerah" tersebut tidak tumpang tindih dengan "Peraturan Daerah" yang ditetapkan terlebih dahulu dan/atau "Peraturan Daerah" lainnya;
b. "Peraturan Daerah" tersebut mendorong sinergi penyelenggaraan pemerintahan antar "daerah"; dan 
c. "Peraturan Daerah" tersebut dapat mencegah kegiatan yang tidak mempunyai dasar hukum sesuai dengan kewenangan yang dilaksanakan pemerintah "daerah".
Sumber: Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2007 tentang Norma Pengawasan Dan Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah.


Sabtu, 28 April 2012

"Cuti Tahunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Cuti Bersama"

"Dalam rangka usaha menjamin kesegaran jasmani dan rohani, maka kepada "Pegawai Negeri Sipil" ("PNS") setelah bekerja selama jangka waktu tertentu perlu diberikan "cuti".


"CUTI TAHUNAN PNS".

"Cuti Tahunan PNS" yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1976 tentang "Cuti Pegawai Negeri Sipil", adalah merupakan hak "PNS". Oleh sebab itu pelaksanaan "cuti" hanya dapat ditunda dalam jangka waktu tertentu apabila kepentingan dinas mendesak.

Yang berhak mendapat "cuti tahunan" adalah "PNS", termasuk Calon "PNS" yang telah bekerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun secara terus menerus. Yang dimaksud dengan bekerja secara terus menerus adalah bekerja dengan tidak terputus karena menjalankan "cuti" di luar tanggungan Negara atau karena diberhentikan dari jabatan dengan menerima uang tunggu. 

Lama "cuti tahunan" adalah 12 (dua belas) hari kerja. Pengambilan "cuti tahunan" tidak dapat dipecah-pecah hingga jangka waktu yang kurang dari 3 (tiga) hari kerja. Untuk mendapatkan "cuti tahunan" ini, "PNS" yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang membrikan "cuti". "Cuti tahunan" diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan "cuti".

"Cuti tahunan" yang akan dijalankan di tempat yang sulit perhubungannya, jangka waktu "cuti tahunan" tersebut dapat ditambah untuk paling lama 14 (empat belas) hari.

"Cuti tahunan" dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang berwenang memberikan "cuti" paling lama 1 (satu) tahun, apabila kepentingan dinas mendesak. "Cuti tahunan" hanya dapat ditangguhkan pelaksanaannya apabila "PNS" yang bersangkutan tidak mungkin meninggalkan pekerjaannya karena ada pekerjaan yang mendesak yang harus segera dilaksanakan. Penangguhan ini tidak boleh lebih lama dari 1 (satu) tahun. "Cuti tahunan" yang ditangguhkan tersebut dapat diambil dalam tahun berikutnya selama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk "cuti tahunan" yang sedang berjalan.

"PNS" yang menjadi guru pada sekolah dan dosen pada perguruan tinggi, baik yang mengajar pada sekolah/perguruan tinggi Negeri maupun yang dipekerjakan/diperbantukan untuk mengajar pada sekolah/perguruan tinggi swasta yang mendapat liburan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak berhak atas "cuti tahunan".


"CUTI" BERSAMA.

Sejak terbitnya Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 357 Tahun 2003, Kep-191/Men/2003, dan 03/SKB/M.PAN/2003 tentang Hari-hari Libur Nasional dan "Cuti" Bersama Tahun 2004 tanggal 17 Juli 2003  yang kemudian berturut-turut terbit setiap tahun (selanjutnya disebut “SKB 3 Menteri”), maka sejak tahun 2004 dilaksanakan dan dikenal istilah "cuti" bersama yang berlaku terhadap karyawan swasta, "PNS", termasuk kepada pejabat negara (DPR, MK, KY, dan lain-lain).

Dalam SKB 3 Menteri tersebut, selain menetapkan (tanggal) Hari Libur Nasional sesuai dengan ketentuan, yakni Keputusan Presiden RI Nomor 251 Tahun 1967 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terkahir dengan Keputusan Presiden RI Nomor 19 Tahun 2002, juga menetapkan "Cuti" Bersama.

Awalnya "cuti" bersama ditetapkan di hari-hari 'kejepit' di antara hari-hari libur nasional dengan hari Sabtu dan/atau Minggu, baik hari-hari libur nasional sebelum hari Sabtu dan/atau Minggu, atau sesudah hari Sabtu dan/atau Minggu (dikenal dengan 'harpitnas'). Namun, sejak tahun 2008 "cuti" bersama hanya ditetapkan menjelang dan sesudah Hari Raya Idul Fitri serta penambahan "cuti" bersama sebelum atau setelah Hari Natal.

Oleh karena SKB 3 Menteri belum dapat dipahami (secara operasional), maka Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi setiap tahun menerbitkan Surat Edaran (“SE”) yang sekaligus merupakan penjelasan dari SKB 3 Menteri. SE-Menakertrans menjelaskan:

1. "Cuti" bersama merupakan bagian dari pelaksanaan "cuti tahunan" yang dilakukan secara bersama-sama (massal). Artinya, dengan (mengambil) "cuti" bersama, berarti hak "cuti tahunan" akan berkurang.

2. Pelaksanaan "cuti" bersama bersifat fakultatif atau pilihan (aanvullenrecht) dan tidak memaksa (dwangenrecht). Pelaksanaannya dikaitkan dengan PP No. 21 Tahun 1954 tentang Penetapan Peraturan Istirahat Buruh (butir ke-2).

3. Oleh karena "cuti" bersama tersebut bersifat fakultatif/pilihan, maka pelaksanaannya diatur berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan karyawan dan/atau serikat pekerja (butir ke-5).

4. Karyawan yang bekerja pada hari-hari "cuti" bersama, hak "cuti tahunan"nya tidak berkurang, dan kepadanya dibayarkan upah seperti hari kerja biasa (butir ke-3).

5. Sebaliknya, bagi karyawan yang mengambil "cuti" bersama, maka mengurangi hak "cuti tahunan" karyawan yang bersangkutan (butir ke-4).

Walau demikian, masih banyak pihak yang belum puas dengan substansi SE-Menakertrans dimaksud. Hal itu dimaklumi, karena varian permasalahan yang ada juga sangat kompleks dan bahkan rumit . Permasalahan pelaksanaan "cuti" bersama tidak hanya terjadi di sektor swasta, tapi juga di sektor pemerintahan. Ada beberapa permasalahan yang paling krusial, antara lain :

1. Pelaksanaan "cuti" bersama memaksa "PNS"/karyawan mengurangi hak "cuti tahunan" yang bersifat individual, sehingga pelaksanaanya tidak sejalan dengan kebutuhan. Demikian juga, hak "cuti" bersama tersebut mengganggu hak "cuti" "PNS"/karyawan yang tidak sesuai dengan event "cuti" bersama yang ditetapkan. Misalnya, "cuti" bersama pada  Idul Fitri, akan sia-sia bagi karyawan yang bukan Muslim.

2.  Bahwa tidak semua hari istirahat mingguan karyawan (swasta) atau "PNS" dan pejabat negara ditentukan atau jatuh pada hari Sabtu dan/atau Minggu. Maka ketentuan "cuti" bersama pada harpitnas tersebut tidak bermanfaat bagi karyawan yang weekly rest-nya bukan hari Sabtu dan/atau Minggu.

3. Hari istirahat mingguan seseorang karyawan yang jatuh bersamaan dengan hari "cuti" bersama, maka --tentunya-- karyawan yang bersangkutan tidak dianggap sebagai "cuti", tetapi menjalankan hak weekly rest-nya.

4.  Kalau seseorang "PNS" atau karyawan tidak menghendaki untuk mengambil hak "cuti" (bersama)-nya di harpitnas, akan tetapi sebagian besar "PNS" atau karyawan lainnya mengambil hak "cuti" dimaksud, maka tentunya "PNS" atau karyawan yang bersangkutan akan mengalami kesulitan bahkan tidak bisa melaksanakan pekerjaan secara sempurna dan optimal.

5.  Kalau Instansi Pemerintah atau perusahaan (management) menginstruksikan - baik seluruhnya atau pada bagian-bagian tertentu - dilarang mengambil hak "cuti" bersama dan "PNS" atau karyawan wajib/harus masuk bekerja seperti biasa, maka timbul pertanyaan: dapatkah seseorang karyawan memaksanakan kehendaknya untuk tetap "cuti" bersama atas dasar SKB tersebut? Tentunya ini sangat dilematis.

6. Beberapa perusahaan telah menetapkan agenda kerja dalam working calendar dengan supporting SDM yang sudah dipersiapkan dan dijadwalkan, maka dengan SKB "cuti" bersama dimaksud, working calendar akan terganggu atau kacau-balau.

7. Ketentuan "cuti" bersama tidak dapat (sepenuhnya) diterapkan di Sektor Usaha Energi dan Sumberdaya Mineral (Migas) dan Sektor Usaha Pertambangan Umum Pada Daerah Tertentu yang tidak mengenal hari libur nasional dan weeklyrest serta “hari off” (vide Pasal 8 Kepmenakertrans.No.Kep-234/Men/2003 dan Pasal 7 Permenakertrans. No.Per-15/Men/VII/2005).

8. Karyawan yang belum mempunyai hak "cuti" (karena masa kerjanya belum memenuhi syarat) terpaksa harus (ikut) "cuti" massal dengan konsekwensi mengganti hak "cuti" dimaksud pada saat timbulnya hak "cuti" yang sebenarnya.

Itulah beberapa permasalahan "Cuti" bersama, di satu sisi menyenangkan, di sisi lain ada yang merasa   dipaksakan. Pemaksaan, karena orang yang tidak ada niat "cuti", akhirnya harus dipaksa "cuti".

Pelaksanaan "Cuti" Bersama yang memang telah mengambil hak "cuti tahunan" kita. Kenyataannya "cuti" bersama ini memang belum cukup efektif untuk merefresh kinerja kita.

Referensi:
1. Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 1976, Tentang "Cuti Pegawai Negeri Sipil".
2. www.kaskus.us/showthread.php?t=11941565

Jumat, 27 April 2012

"Syekh Abu Syamsudin/Su'adi (Buju' Lathong)"

"Syekh Abu Syamsudin" yang bernama asli "Su'adi" adalah putra tunggal dari "Syekh" Basyaniyah (putra kedua dari "Syekh" Abdul Mannan/"Buju" Kosambi)".


Jadi "Syekh Abu Syamsudin" adalah cucu dari "Buju'" Kosambi. Kisah hidup "Syekh Abu Syamsudin" tidak berbeda dengan ayahanda dan buyutnya, yakni gemar bertapa dan selalu menyendiri bertirakat serta selalu berpindah-pindah tempat dalam melakukan pertapaannya. Salah satu tempat pertapaan "Syekh Abu Syamsudin" ditemukan di dekat kampung Aeng Nyono'  yang berada di tengah hutan yang cukup lebat. Merupakan tempat yang sangat bagus untuk bertapa, karena hutan tersebut memang belum terjamah tangan manusia dan karena tempat itu sering digunakan orang untuk bertapa, maka penduduk sekitar menamakan kampung itu dengan sebutan Kampung Pertapaan.

Begitu juga Bukit yang ada di kampung Aeng Nyono', menjadi salah satu tempat bertapanya "Syekh Abu Syamsudin", serta disana terdapat sebuah Kebesaran Allah yang diperlihatkan kepada manusia hingga sekarang. Tepat di sebelah Barat tempat "Syekh Abu Syamsudin" bertapa terdapat sumber mata air yang mengalir ke atas Bukit Pertapaan. Konon, "Syekh Abu Syamsudin" mencelupkan tongkatnya ke dalam sumber itu, lalu ditariknya tongkat beliau menuju bukit pertapaan dan air sumber itupun mengikuti arah tongkat sampai akhirnya mengakir ke atas bukit hingga kini. Sungguh ini merupakan karunia kebesaran dari Allah dan jauh di luar akal manusia. Allahu Akbar....... Atas dasar keajaiban inilah yang menjadi asal usul nama Kampung Aeng Nyono' (Bahasa Madura) artinya air yang menyelinap/mengalir ke atas dan konon air itu digunakan oleh "Syekh Abu Syamsudin" untuk berwudhu.

"Syekh Abu Syamsudin" semasa hidupnya selalu mendapat ujian dan cobaan yang bertubi-tubi, namun  "Syekh Abu Syamsudin" menerimanya dengan ikhlas dan sabar. Semakin tinggi iman dan taqwa seseorang semakin berat dan bertambah pula cobaannya, sedang "Syekh Abu Syamsudin" sadar akan hakekat hidup  dan fenomena yang ada di dalamnya, sehingga kesadarannya itulah yang membuat iman "Syekh Abu Syamsudin" semakin mengkristal dan menjadikan jiwanya semakin tenang serta kehidupan sehari-harinya begitu tentram bersama keluarganya dan masyarakat di sekitarnya. Hal inilah yang membuat "Syekh Abu Syamsudin" menjadi panutan masyarakat di sekitar serta membuat nama "Syekh Abu Syamsudin" semakin harum dan amat disegani, Selain itu  karena ketabahan dan kesabarannya, "Syekh Abu Syamsudin" dianugerahi oleh Sang Khaliq Ilmu Karomah yang tinggi.
Namun, betapapun baiknya "Syekh Abu Syamsudin", masih saja ada yang membenci dan memusuhinya karena iri dan dengki terhadap kelebihan yang dimiliki oleh "Syekh Abu Syamsudin". Salah seorang yang sangat membenci "Syekh Abu Syamsudin" adalah "Buju'" Sarabe ("Buju'" Gunung Perahu).  Pada suatu saat "Buju'" Sarabe bersama komplotannya merencanakan sebuah misi jahat, yakni akan menghabisi "Buju'" Kalampok, yaitu seorang sesepuh dari Dusun Kalampok yang mungkin menjadi panutan masyarakat setempat. Sesampainya disana mereka langsung mencari "Buju'" Kalampok, dan setelah ditemukan tanpa banyak bicara langsung dibunuhnya, seperti layaknya membunuh binatang. Setelah menghabisi "Buju'" Kalampok dengan keji, mereka putar haluan menuju Batu Ampar dengan tujuan ingin menguji sekaligus berniat membunuh "Syekh Abu Syamsudin". Sesampainya di tempat tujuan, di depan rumah "Syekh Abu Syamsudin" , mereka siap-siap untuk membumi-hanguskan kediaman dan menyeang "Syekh Abu Syamsudin".......... Namun apa yang terjadi? Ketika mereka akan mencabut sebnjata mereka, seperti kering, celurit dan tombak, semua benda itu lenyap tinggal tempat dan rangkangnya. Melihat itu mereka terperanjat bukan main dan seketika itu kawanan pengacau tersebut tunduk bersimpuh seraya mohon ampun di hadapan "Syekh Abu Syamsudin". Mereka mengaku kalah serta memohon agar senjata mereka yang lenyap dikembalikan dan mereka bersumpah untuk tidak mengulangi perbuatan nista itu lagi, jika mereka ingkar, mereka akan celaka sampai tujuh turunan. "Syekh Abu Syamsudin" mengabulkan permintaan mereka atas dasar konsekwensi yang mereka ucapkan. "Syekh Abu Syamsudin" menunjukkan letak senjata "Buju'" Sarabe dan pengikutnya yang berada di dalam "Lathong" (Bahasa Madura) yang artinya kotoran sapi. Maka dari itu "Syekh Abu Syamsudin" mendapat julukan "Buju' Lathong".

Namun tidak hanya atas kejadian itu saja "Syekh Abu Syamsudin" mendapat julukan tersebut. Kisah lain menceritakan tentang kelebihan "Syekh Abu Syamsudin", keluarnya pancaran sinar dari dadanya, dam apabila sinar itu terlihat oleh orang yang banyak melkukan dosa serta belum pernah bertaubat, maka orang tersebut akan pingsan atau mati. Karena khawatir tentang hal itu, maka "Syekh Abu Syamsudin" menutupi dadanya dengan cara mengoleskan "Lathong" di sekitar dada beliau.

Setelah berkeluarga "Syekh Abu Syamsudin" dikaruniai tiga orang putra, yaitu bernama "Syamsudin", Luqman dan Husen. Dan sebenarnya asal nama beliau diambil dari putra pertamanya. yakni "Syamsudin", "Syekh Abu Syamsudin"  berarti Bapaknya "Syamsudin".  
Ujian dan cobaan silih berganti menghujani "Syekh Abu Syamsudin". setelah ujian satu selesai maka ujian yang lain menyusul seakan tanpa jeda. Pada masa itu wilayah Pamekasan berdirilah sebuah Kerajaan Non Islam yang megah dipimpin seorang Raja yang tidak pernah percaya kepada ajaran agama Islam. Sang Raja juga mendengar tentang kelebihan dalam hal Ilmu Karomah yang dimiliki seseorang di wilayah Batu Ampar. Namun hal itu dianggap pepesan kosong, sebelum Raja tahu dan menyaksikan dengan mata sendiri. Maka timbul niatan untuk menguji tingkat Karomah "Syekh Abu Syamsudin", dengan mengundang "Syekh Abu Syamsudin" pada acara syukuran di kerajaan yang diadakan Raja sendiri. Sang Raja juga mengundang Ulama di seluruh Madura pada masa itu.
Pada hari yang ditentukan, Sang Raja mengutus Panglima Istana untuk menjemput "Syekh Abu Syamsudin" di Batu Ampar, saat itu undangan sudah banyak yang datang. Sesampainya di Batu Ampar tepatna di kediaman "Syekh Abu Syamsudin", para pengawal itu disambut oleh "Syekh Abu Syamsudin" dan langsung dipersilahkan masuk, sesudah itu diutarakannya maksud dan tujuan kedtangan Pengawal itu, yakni bermaksud menjemput "Syekh Abu Syamsudin" atas undangan dan perintah dari Raja. "Syekh Abu Syamsudin" menolak untuk berangkat bersama Pengawal, maka dipersilahkannya para Pengawal itu untuk berangkat terlebih dahulu. Jarak antara Batu Ampar dan Kerajaan cukup jauh, tapi dengan mengendarai kuda akan lebih menghmat waktu. Begitulah yang ada di benak para pengawal Kerajaan maksudnya, agar "Syekh Abu Syamsudin" cepat sampai di Kerajaan bila naik kuda besama Pengawal Kerajaan itu, namun niat baik pengawal itu ditolak secara halus. Lalu ada apa di balik ini semua....? Tanpa pikir yang terlalu panjang, berangkatlah para Pengawal itu kembali ke Kerajaan. Sesampainya di Istana Kerajaan, para Pengawal dibuat terkejut dan terheran-heran ketika melihat "Syekh Abu Syamsudin" sudah sampai terlebih dahulu lebih lama sebelum pengawal itu datang dan "Syekh Abu Syamsudin" sudah duduk serta berbincang-bincang dengan undangan yang lain. Sungguh keistimewaan yang luar biasa atas kebesaran Allah SWT.....
Begitu acara dimulai, "Syekh Abu Syamsudin" dimohon untuk memimpin do'a, maka dipimpinnya acara syukuran itu dengan membacakan do'a dan mohon perlindungan kpada Allah SWT. Ruangan istana digegerkan oleh sesuatu yang menakubkan, seisi istana tercengang menyaksikan itu, termasuk Raja sendiri yang terbelalak matanya seakan tidak percaya, karena seluruh hidangan mewah dan lezat tampaknya yang tgersaji di hadapan para undangan untuk siap disantap, tiba-tiba berubah ke bentuk asal sebelum dimasak dan diolah sedemikian rupa. Antara lain masakan itu kembali utuh menjadi binatang anjing dan binatang haram lain. Menyaksikan hal itu, maka Raja mengakui seketika tentang ketinggian Ilmu Karonah yang dimiliki "Syekh Abu Syamsudin" atas kebesaran Allah SWT., serta yakin akan kesucian dan kemurnian Islam yang terpelihara oleh Sang Khaliq dan selamatlah orang mukmin untuk yang kesekian kali dari sesuatu yang diharamkan agama, demi kokohnya Syari'at Islam yang tetap terpelihara.

Akhirnya terbukalah hati Sang Raja atas kebesaran Allah SWT, yang ditampakkan melalui "Syekh Abu Syamsudin". Raja bersama komponen Kerajaan dan seluruh kerabatnya menemukan jalan yang terang sehingga ditinggalkannya dunia kegelapan yang penuh maksiat serta dibuangnya jauh-jauh seraya mereka semua berbondong-bondong memasuki alam yang baru nun fitrah. Semenjak itu keluarga Kerajaan mendapat bimbingan tentang ajaran Agama Islam secara langsung oleh "Syekh Abu Syamsudin". Dan untuk lebih menguatkan hubungan tali persaudaraan, Raja mengajukan permohonan atas diri "Syekh Abu Syamsudin" untuk menjadikan salah satu dari putra-putra "Syekh Abu Syamsudin" sebagai anak angkat Raja. Permohonan itupun direstui oleh "Syekh Abu Syamsudin" dan dipilihnya putra beliau yang bernama Luqman untuk dijadikan anak angkat Raja, Maka Raja pun sepakat dan diangkatlah Luqmansebagai Putra Raja. Maka semenjak itu semakin eratlah hubungan antara keluarga Kerajaan dengan "Syekh Abu Syamsudin" sekeluarga seperti halnya keluarga sendiri.

Demikianlah sebagian kecil dari kisah kehidupan "Syekh Abu Syamsudin" ("Su'adi''/"Buju' Lathong").

(Sumber: Sejarah Auliya' Batu Ampar, disusun oleh KH. Ach. Fauzy Damanhuri).

Sabtu, 21 April 2012

"Do'a Untuk Kita Semua"

"Paling dekat manusia kepada Tuhannya jika ia ber"do'a" dan memohon dan paling dekat seseorang kepada manusia adalah jika ia tidak meminta sesuatu dari mereka".


Semoga di pagi yang indah ini,
Tuhan menguatkan hati "kita",
mengindahkan kehidupan cinta "kita",
dan membaikkan ekonomi "kita".

Semoga dalam istirahat "kita" malam ini,
Tuhan memulihkan hati sesama yang mungkin sempat "kita" lukai tanpa maksud,
memaafkan kesalahan "kita" kepada mereka yang mencintai "kita",
meninggikan nilai pribadi "kita" bagi mereka yang "kita" layani,
dan menyiapkan kehidupan yang damai, sehat, dan sejahtera bagi masa depan "kita".
Semoga hari ini Tuhan tidak membiarkan "kita" bertanya-tanya lagi,
kapan pecahnya pembatas rezeki yang selama ini menjadi isi dari "doa kita".
Semoga Tuhan membantu "kita" dan saudara-saudara "kita" yang belum mengerti mengapa rezekinya tertahan.
Semoga "kita" dicerahkan dengan sikap dan pikiran yang tepat, 
agar tindakan "kita" memantaskan "kita" bagi rezeki yang baik.
Semoga Tuhan tidak membiarkan "kita" frustrasi dalam kebingungan mengenai apa yang harus "kita" lakukan untuk berezeki baik.

Tuhan kami Yang Maha Sejahtera,
Tenagailah kesungguhan kami hari ini untuk sepenuhnya berserah kepadaMu, bekerja keras untuk membahagiakan keluarga dan sesama, dan baikkanlah dan lancarkanlah rezeki kami.

Hari ini, kami akan berserah sepenuhnya dalam pekerjaan yang ikhlas, agar Kau perbaiki rezeki kami.
Semoga rezeki "kita" lebih baik dan lebih besar mulai hari ini........


Referensi:
https://twitter.com/#!/MTLovenHoney

Jumat, 20 April 2012

"Kisah Patung Joko Dolog"

"Ajaib! Tiba-tiba Pangeran "Jaka" Taruna berubah menjadi  sebuah "Patung". "Patung" ini ada sampai sekarang dan dinamakan "Patung Joko Dolog".


Kisah ini terjadi pada zaman dahulu kala di Kadipaten Surabaya. Pada suatu hari Pangeran Situbanda putra Adipati Cakraningrat di Madura dengan diikuti oleh kedua pengawalnya yang bernama Gajah Seta dan Gajah Menggala berlayar ke Kadipaten Surabaya. Sesampainya di Kadipaten Surabaya, ia disambut oleh Adipati Jayengrana dengan baik.

"Ada maksud apakah kiranya hingga Pangeran mau datang berkunjung ke Surabaya ini?" tanya Adipati Jayengrana kepada Pangeran Situbanda.
"Maafkan saya, Paman. Kedatangan saya kemari adalah ingin menyampaikan maksud hati saya yang sudah lama terpendam".
"Maksud apakah itu Pangeran?"
"Sudah lama saya menginginkan Adinda Purbawati untuk menjadi istri saya, Paman Adipati".

Mendengar keterangan dari Pangeran Situbanda itu, Adipati Jatengrana tidak dapat memutuskan sendiri. Ia kemudian memanggil anaknya Dewi Purbawati. Kepada anaknya ini diceritakan apa yang menjadi keinginan dari Pangeran Situbanda.

Sebenarnya Dewi Purbawati tidak menyukai Pangeran dari Madura itu. Namun, mau menolak secara langsung, ia tidak enak hati mengingat ayahnya dan ayah Pangeran Situbanda merupakan sahabat yang erat. Tidak ada cara lain bagi Dewi Purbawati kecuali menolaknya dengan cara halus. Lalu, Dewi Purbawati pun melakukan permintaan yang sebenarnya adalah suatu bentuk penolakan secara halus terhadap  pangeran dari Madura ini.

"Baiklah, Ayahanda. Hamba mau jadi istri Kakanda Pangeran Situbanda, asalkan Kakanda Pangeran Situbanda bisa membuka hutan Surabaya agar bisa menjadi perkampungan bagi anak cucu kita di hari nanti!" pinta Dewi Purbawati.

Pangeran Situbanda tertawa senang mendengar bahwa Dewi Purbawati yang diidam-idamkan itu mau menjadi istrinya walaupun dengan syarat yang tidak ringan. Oleh karena itu, Pangeran Situbanda pun menyuruh pengawalnya -- Gajah Seta dan Gajah Menggala, pulang untuk mengabarkan kabar gembira ini kepada ayahnya. Pangeran Situbanda sendiri segera menuju hutan surabaya untuk memulai membabat hutan Surabaya itu.

Di Kadipaten Surabaya sendiri waktu itu ada tamu dari Kadipaten Kediri, yaitu Pangeran "Jaka" Taruna. Karena sudah biasa bermain-main di Kadipaten Surabaya sejak kecil, Pangeran "Jaka" Taruna segera menuju tempat kediaman Dewi Purbawati. Antara Dewi Purbawati dan Pangeran "Jaka" Taruna sudah sejak lama saling mencintai.

Di taman keputren, Pangeran "Jaka" Taruna melihat Dewi Purbawati kekasihnya itu tengah melamun. Melihat yang datang adalah kekasih hatinya, Dewi Purbawati pun menangis di hadapan Pangeran "Jaka" Taruna.

"Apakah yang membuatmu sedih, Dinda?" tanyanya kemudian.
"Oh, Kanda. Mengapa Kanda tega kepadaku. Mengapa Kanda tidak segera melamarku. Sekarang aku dilamar oleh Kanda Pangeran Situbanda", lapor Dewi Purbawati.
"Apa? Kakanda Pangeran Situbanda telah melamarmu? Dan kamu tidak menerimanya, kan?"
"Tentu saja tidak, Kanda. Tetapi aku mempergunakan satu syarat, aku mau diperistri jika dia mampu membabat hutan Surabaya yang terkenal angker itu," kata ewi Purbawati.
"Dinda! Kamu belum mengenal kesaktian Kanda Pangeran Situbanda. Tentu dia akan bisa membabat hutan Surabaya dan akan memperistrimu".

Terkejutlah Dewi Purbawati mendengar keterangan dari kekasihnya.
Kalau begitu, Kanda harus menghalang-halangi Pangeran Situbanda. Atau Kanda ikut saja membuka hutan Surabaya itu karena hal itu sudah disayembarakan. Siapa yang dapat membabat hutan Surabaya dialah yang berhak memperistri aku".

Pangeran "Jaka" Taruna pun segera menghadap pada Adipati Jayengrana untuk mengatakn bahwa antara dia dan Dewi Purbawati sudah lama menjalin hubungan asmara. Karena Dewi Purbawati sudah membuat sayembara untuk membabat hutan Surabaya, Pangeran "Jaka" Taruna pun ingin mengikuti agar kekasihnya tidak jatuh ke tangan orang lain. Adipati Jayengrana tidak bisa melarang karena dengan cepat Pangeran "Jaka" Taruna sudah berlalu dari hadapannya, berlari menuju hutan Surabaya.

Di dalam hutan Surabaya Pangeran Situbanda tengah beristirahat dari menebang pepohonan. Tiba-tiba dia mendengar suara orang yang menebang kayu di kejauhan. Ia segera mencari arah datangnya suara itu. Ternyata yang sedang menebang kayu itu adalah Pangeran "Jaka" Taruna, putra Adipati Kediri. Pangeran Situbanda pun bertanya apa maksud Pangeran "Jaka" Taruna ikut-ikutan menebang hutan.

Pangeran "Jaka" Taruna mengatakan bahwa dia juga mengikuti sayembara yang diminta leh Dewi Purbawati. Mendengar hal ini Pangeran Situbanda marah dan menyuruh Pangeran "Jaka" Taruna pulang. Pangeran "Jaka" Taruna tidak mau meninggalkan hutan itu. Akhirnya kedua pangeran itu bertarung habis-habisan, mempertaruhkan nyawa demi sang pujaan hati. Dalam pertarungan itu, Pangeran "Jaka" Taruna berhasil dilemparkan oleh Pangeran Situbanda hingga tersangkut di dahan sebuah pohon yang sangat tinggi.

Pangeran "Jaka" Taruna melolong-lolong meminta pertolongan. Namun, Pngeran Situbanda tidak ambil peduli dan meninggalkan Pangeran "Jaka" Taruna. Pangeran "Jaka" Taruna tidak henti-hentinya meminta pertolongan. Pada saat itu, ada seorang pemuda bernama "Jaka" Jumput yang pekerjaan sehari-harinya mencari dedaunan untuk bahan obat-obatan lewat di bawah pohon tempat Pangeran "Jaka" Taruna tersangkut. Mendengar ada suara minta tolong, "Jaka" Jumput segera mencari-cari arah datangnya suara. Ketika sudah ditemukan, "Jaka" Jumput pun menolong Pangeran "Jaka" Taruna dengan menurunkannya dari dahan pohon yang tinggi. "Jaka" Jumput pun menanyakan hal ihwal sampai Pangeran "Jaka" Taruna bisa tersangkut di dahan pohon. Pangeran "Jaka" Taruna pun menceritakan semuanya.

"Andaikan saya bisa mengalahkan orang yang bernama Pangeran Situbanda iu, apakah hadiah yang akan engkau berikan kepadaku?" tanya "Jaka" Jumput.
"Apa pun yang engkau minta, aku akan memenuhinya "Jaka" Jumput!" kata Pangeran "Jaka" Taruna. "Jaka" Jumput pun bersedia untuk mengusir Pangeran Situbanda. Ia segera mencari Pangeran Madura itu di hutan Surabaya.

Ketika sudah bertemu, "Jaka" Jumput segera menantang Pageran Situbanda. Merasa ada yang mengganggu pekerjaannya, Pangeran Situbanda marah besar. Apalagi orang itu juga telah menantangnya. Antara "Jaka" Jumput dan Pangeran Situbanda pun segera terjadi pertarungan. Ternyata ilmu silat dan kesaktian "Jaka" Jumput jauh melampaui Pangeran Situbanda. Akibatnya, Pangeran Situbanda menjadi bulan-bulanan "Jaka" Jumput hingga pangeran dari Madura melarikan diri ke arah timur, konon akhirnya Pangeran Madura itu tinggal di sebuah tempat yang sekarang bernama Kota Situbondo.

Pangeran "Jaka" Taruna yang sedari tadi mengawasi jalannya pertarungan antara "Jaka" Jumput dengan Pangeran Situbanda, begitu melihat Pangeran Situbanda kalah serta melarikan diri, ia segera berlari menuju Kadipaten Surabaya. "Jaka" Jumput yang melihat orang yang ditolongnya melarikan diri segera diikutinya. Sesampai di Kadipaten Surabaya, Pangeran "Jaka" Taruna melaporkan bahwa Pangeran Situbanda sudah dikalahkannya dan hutan Surabya sudah terbuka semua.

Namun, pada saat itu datang "Jaka" JUmput yang menyanggah keterangan dari Pangeran "Jaka" Taruna. "Hambalah yang dapat mengalahkan dan membunuh Pangeran Stubanda, bukan dia!" kata "Jaka" Jumput sambil menunjuk kepada Pangeran "Jaka" Taruna.
"Jangan percaya omongannya, Paman Jayengrana. Dialah yang berbohong karena menginginkan hadiah dari Paman Adipati Jayengrana". bantah Pangeran "Jaka" Taruna.
"Hamba tidak berbohong, Kanjeng Adipati. Ini saya membawa pusaka dari Pangeran Situbanda sebagai bukti!" "Jaka" Jumput menyerahkan keris pusaka Pangeran Situbanda yang telah diambilnya tadi. Adipati Jayengrana mengangguk-angguk membenarkan apa yang dikatakan oleh "Jaka" Jumput.

"Mana buktinya kalau kamu mengalahkan Pangeran Situbanda, Pangeran "Jaka" Taruna!", tanya Adipati Surabaya itu kepada Pangeran "Jaka" Taruna. Yang ditanya tidak bisa menjawab. "Tapi sayalah yang mengalahkan Pangeran Situbanda Paman Adipati Jayengrana. Anak desa itulah yang mengaku-ngaku!".
"Sudah, untuk membuktikan kebenaran dari kata-kata kalian berdua, kalian harus bertarung. Siapa yang menang, dialah yang telah mengalahkan Pangeran Situbanda dan berhak memperistri anakku".

"Jaka" Jumput dan Pangeran "Jaka" Taruna pun bertarung. Dalam pertarungan itu Pangeran "Jaka" Taruna mengumpat-umpat "Jaka" Jumput karena tidak mau bersabar untuk menerima hadiah darinya. Namun, "Jaka" Jumput juga mengumpat Pangeran "Jaka" Taruna sebagai orang yang tidak mau menepati janjinya dan akan menipunya. Ternyata, "Jaka" Jumput memang hebat. Pangeran "Jaka" Taruna berhasil dikalahkannya dengan Cambuk Gembolo Geni. 

Pangeran "Jaka" Taruna tergeletak tidak berdaya terhampar di tanah. Setelah siuman, Pangeran "Jaka" Taruna ditanya oleh Adipati Surabaya itu, "Apakah kau memang telah menipu "Jaka" Jumput yang telah mengalahkan Pangeran Situbanda?"

Pangeran "Jaka" Taruna diam saja. Berkali-kali Adipati Jayengrana itu bertanya, tidak pernah dijawabnya, Karena jengkelnya, Adipati Jayengrana itu pun berkata dengan marah, "Kau ini ditanya diam saja membisu seperti "patung"!

"Ajaib! Tiba-tiba Pangeran "Jaka" Taruna berubah menjadi  sebuah "Patung". "Patung" ini ada sampai sekarang dan dinamakan "Patung Joko Dolog" yang dapat dijumpai di depan Kantor Gubernur Jawa Timur. Tapi ini hanyalah dongeng belaka, menurut relief yang terdapat di "Patung Joko Dolog" dapat disimpulkan bahwa "Patung" itu adalah "Patung" untuk memperingati Prabu Kertanegara dari Singasari.           

"SANGKURIANG - NYI DAYANG SUMBI (Kisah terjadinya Gunung Tangkuban Prahu)"

"Bayi tersebut dinamakan "Nyi Dayang Sumbi". Makin hari, tumbuhlah "Nyi Dayang Sumbi" menjadi remaja putri yang jelita."


Pada zaman dahulu kala, di daerah Parahyangan yang indah nan subur..... Ada kerajaan besar yang diperintah oleh Prabu Sungging Perbangkara. Raja ini terkenal sebagai penguasa yang adil bijaksana. Pada suatu hari, tiba-tiba raja ingin berburu. Dengan diiringi para pengawalnya yang merupakan orang-orang pilihan dan mahir sebagai pemburu, berangkatlah rombongan Baginda Raja ke hutan dengan menunggang kuda. 

Di tengah suasana pemburuan, tiba-tiba Raja melihat seekor kijang yang berlari cepat. Segera Raja mengejar kijang hingga jauh ke dalam hutan meninggalkan para pengawalnya di belakang. Hari hampir gelap, kijang tersebut tidak dapat ditemukan oleh Raja. Akhirnya Raja mulai putus asa. Karena sangat lelah dan terdesak oleh keinginan buang air kecil, Raja lalu turun dari kudanya dan berhajat kecil di antara semak-semak yang ada di sekitarnya. Tanpa disengaja air seni Raja tertampung ke dalam tempurung yang ada disitu.

Tidak lama kemudian lewat seekor babi berbulu putih, yang merupakan jelmaan Dewi yang dikutuk Dewa. Babi putih itu sangat haus. Ketika ia melihat air di dalam tempurung itu dengan segera diminumnya. Selang beberapa lama babi putih tersebut merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya, perutnya kian mmbuncit, ternyata ia mengandung.

Setelah genap usia kandungannya, bayinya lahir dengan selamat, berupa seorang bayi perempuan yang cantik. Bayi itu diletakkan di atas rerumputan. Kebetulan waktu itu Raja sedang berburu lagi bersama pengiringnya. Tiba-tiba Baginda mendengar suara tangis bayi. Setelah ditelusuri dari mana asalnya, ditemukan seorang bayi yang sebenarnya adalah anaknya sendiri. Dengan segera Baginda menggendong bayi itu dan dibawanya ke istana. Kemudian diserahkan kepada para pelayan. Bayi tersebut dinamakan "Nyi Dayang Sumbi". Makin hari, tumbuhlah "Nyi Dayang Sumbi" menjadi remaja putri yang cantik nan jelita.

Suatu hari "Nyi Dayang Sumbi" menemui ayahnya, dan mengatakan bahwa ia ingin menjadi seorang perapa dan bersemedi di hutan hanya ditemani anjingnya si Tumang yang merupakan jelmaan Dewa. Mula-mula kedua orang tuanya sangat terkejut mendengar keputusan "Nyi Dayang Sumbi", tetapi setelah ia mengemukakan alasannya, maka dengan berat hati kedua orang tuanya menyetujui rencana "Nyi Dayang Sumbi".

"Nyi Dayang Sumbi" tinggal di rumah bambu di dalam hutan. Pekerjaannya sehari-hari untuk mengisi waktu adalah menenun kain. Pada suatu hari ketika "Nyi Dayang Sumbi" sedang menenun kain, tiba-tiba teropong alat menenunnya jatuh ke kolong rumah melalui sela-sela lantai (bambu).

"Nyi Dayang Sumbi" merasa malas untuk turun mengambilnya dan secara iseng "Nyi Dayang Sumbi" bergumam 'Jika ada seseorang mau mengambilkan teropongku, kalau dia perempuan kuangkat sebagai saudara, jika laki-laki akan kujadikan suami.'

Tiba-tiba si Tumang datang ke hadapan "Nyi Dayang Sumbi" dengan menyerahkan teropong itu di mulutnya.

'Hah? Kau Tumang...! Bukan kau yang kumaksudkan!' pekik "Nyi Dayang Sumbi".

"Nyi Dayang Sumbi" benar-benar kecewa dan lemas sehingga ia tertidur pulas. Dalam tidurnya "Nyi Dayang Sumbi" seakan bermimpi berhubungan suami-istri dengan Tumang jelmaan Dewa. Hal ini menyebabkan dirinya hamil.

Beberapa bulan kemudian "Nyi Dayang Sumbi" melahirkan bayi yang diberi nama "Sangkuriang". "Sangkuriang" makin hari makin tumbuh dan sepuluh tahun kemudian sudah nampak sebagai remaja yang tampan.

"Sangkuriang" suka berburu di hutan, jika berburu ia selalu ditemani anjing si Tumang. Pada suatu hari "Nyi Dayang Sumbi" ingin dicarikan hati rusa. "Sangkuriang" menyanggupi permintaan ibunya dengan  senang hati. Berangkatlah "Sangkuriang" ke hutan bersama si Tumang.

Namun hari itu "Sangkuriang" sedang sial. Sudah sekian lama "Sangkuriang" tidak menemukan seekor hewan pun. Tengah dalam keputus-asaan, tiba-tiba lewatlah seekor babi putih. Segera "Sangkuriang" menyuruh anjingnya mengejar babi itu. Anjing itu segera mengejar si babi putih, namun setelah terkejar ia malah tidak berbuat sesuatu pada babi itu. Sebab si Tumang tahu bahwa babi putih itu adalah mertuanya sendiri yaitu ibunya "Nyi Dayang Sumbi".

'Tumang cepat gigit!' teriak "Sangkuriang".
Namun si Tumang hanya diam saja.
'Anjing bodoh!' teriak "Sangkuriang", lalu ia melemparkan tombaknya ke arah anjingnya sendiri, tewaslah si Tumang seketika itu. Perutnya dibedah hatinya diambil dibawa pulang

Hati itu dimasak dengan lezat oleh "Nyi Dayang Sumbi". Kemudian dimakan bersama-sama dengan "Sangkuriang". Usai makan "Nyi Dayang Sumbi" seperti biasa mencari si Tumang untuk diberi sisa-sisa makanan. Tapi "Nyi Dayang Sumbi" tidak mendapatkan si Tumang - suaminya itu.

'Kemana si Tumang?' Tanya "Nyi Dayang Sumbi".
'Ibu, anjing itu sudah mulai melawan perintahku, jadi dialah yang tadi kutombak dan kuambil hatinya' jawab "Sangkuriang" tanpa merasa bersalah.
'Apa kau bunuh si Tumang?' pekik "Nyi Dayang Sumbi".
'Benar Nu! Dia membendel!'
'Anak durhakaaa!' "Nyi Dayang Sumbi" mengambil centong nasi bekas makan lalu sekuatnya dipukulkan ke arah kepala "Sangkuriang".

"Sangkuriang" menjerit kesakitan dan mearikan diri dari rumah. Hatinya sangat sedih mmikirkan sikap ibunya, tak pernah sekalipun ibunya bersikap kasar kepadanya, tapi kali ini hanya gara-gara seekor anjing ia mendapat pukulan keras di kepalanya hingga terluka dan berdarah.

"Sangkuriang" bertekad tidak akan kembali ke rumah. "Sangkuriang" mengembara tak tentu arah sampai akhirnya bertemu dengan seorang pertapa sakti. "Sangkuriang" diangkat sebagai murid terkasih semua ilmu dilimpahkan kepada "Sangkuriang".  

Setelah gurunya meninggal dunia "Sangkuriang" meneruskan pengembaraannya. Dalam petualangannya "Sangkuriang" berkelahi dengan raja jin dan mengalahkan raja jin tersebut sehingga tunduk takluk dan bersedia diperintah apa saja oleh "Sangkuriang".

"Sangkuriang" terus mengembara hingga pada suatu hari di tepi sungai yang berair jernih, "Sangkuriang" bertemu dengan seorang gadis yang cantik luar biasa. "Sangkuriang" terpesona, si gadis juga menaruh hati. Akhirnya "Sangkuriang" tinggal bersama si gadis untuk waktu beberapa lama.

Pada suatu hari ketika mereka sedang bercengkerama, si gadis mencari kutu di kepala "Sangkuriang". Tiba-tiba si gadis terkejut melihat luka di kepala kekasihnya. Ia menanyakan sebab-sebab terjadinya luka itu. "Sangkuriang" menceriterakan apa adanya. Seketika itu terkejutlah gadis itu, ia bangkit berdiri.
'Kalau begitu kau adalah "Sangkuriang" anakku, anakku sendiri!' pekik gadis itu yang tak lain adalah "Nyi Dayang Sumbi". Sebagai wanita keturunan bidadari "Nyi Dayang Sumbi" memang tak pernah tua, wajahnya tetap cantik dan kelihatan tetap awet muda.

'Tidak mungkin! Jangan mencari-cari alasan!' kata "Sangkuriang".

"Nyi Dayang Sumbi" berusaha meyakinkan "Sangkuriang" dengan menceriterakan kejadian-kejadian paling berkesan di masa kecil "Sangkuriang", namun pemuda itu tetap tidak mau mempercayainya.

'Kisahmu memanh mirip dengan apa yang kualami,' kata "Sangkuriang". 'Tapi tidak mungkin kau ini ibuku. Ibuku pastilah sudah berusia lanjut dan tidak secantik dirimu.'

'Oh, Dewa... bagaimana ini bisa terjadi...' keluh "Nyi Dayang Sumbi".

'Bagaimanapun kau harus jadi istriku!' tegas "Sangkuriang".
'Tidak mungkin aku menikah dengan anakku sendiri' kata "Nyi Dayang Sumbi".

'Kau bukan ibuku. Dan aku bukan anakmu, sementara kita terlanjur jatuh cinta.'
"Sangkuriang" terus mendesak. "Nyi Dayang Sumbi" tak bisa menolak lagi. Ia bersedia menjadi istri "Sangkuriang" kalau pemuda itu mampu membuatkan sebuah telaga di puncak gunung, berikut sebuah perahu besar untuk bulan madu mereka. Semua itu harus dikerjakan dalam tempo semalam saja. Sebelum ayamberkokok semua harus sudah selesai.

"Sangkuriang" menyanggupinya. "Nyi Dayang Sumbi" terkejut, ia berharap pemuda itu menggagalkan niatnya demi mendengar syarat yang tidak masuk akal itu, tapi "Sangkuriang" malah menyanggupinya.

Memang tidak ada masalah dengan "Sangkuriang". Ia segera memanggil jin yang pernah ditaklukkannya. Jin itulah yang bertugas membuat telaga, sementara "Sangkuriang" membuat perahu besar.

Dalam kerisauan hatinya, "Nyi Dayang Sumbi" berdo'a, memohon pertolongan ewa. Sementara menjelang tengah malam semua pekerjaan "Sangkuriang" hampir selesai. Namun Dewa mengabulkan do'a "Nyi Dayang Sumbi". Seketika mentari mulai bersinar di ufuk timur, ayam berkokok, para penduduk bangun dan segera menumbuk padi.

Mengetahui hal ini jin-jin pekerja tak berani meneruskan proyek dari "Sangkuriang". Mereka segera menghilang. "Sangkuriang" sangat marah mengetahui hal ini. Pemuda sakti ini menendang perahu yang dibuatnya, ketika telungkup ke bumi perahu itu berubah menjadi sebuah gunung dan hingga sekarang dinamakan Gunung Tangkuban Prahu.

(Sumber: Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara (Legenda), oleh MB. Rahimsyah).

Kamis, 19 April 2012

"Evaluasi Peraturan Daerah"

"Peraturan Daerah" harus dapat mencegah kegiatan yang tidak mempunyai dasar hukum sesuai dengan kewenangan yang dilaksanakan pemerintah "daerah".


Pejabat yang bertanggung jawab menentukan ruang lingkup suatu "evaluasi" tertentu, harus mempertimbangkan "peraturan" perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya, kepentingan umum, pengembangan perekonomian "daerah", perbaikan iklim imvestasi "daerah", kepentingan antar "daerah", pendekatan pelayanan masyarakat, peningkatan mutu  pelayanan masyarakat, stabilitas "daerah", kebutuhan para pihak yang akan menggunakan hasil "evaluasi".

Sebelum menjadi "Peraturan Daerah", perlu pula dilakukan "evaluasi" terhadap Rancangan "Peraturan Daerah". "Evaluasi" Rancangan "Peraturan Daerah", harus menjadi pekerjaan "evaluasi" yang cukup untuk menentukan apakah:
a. Rancangan "Peraturan Daerah" telah mengikuti prosedur dalam proses legislasi;
b. Pembentukan "Peraturan Daerah" telah memuat seluruh klausul aturan di dalam batang tubuh dan diberikan penjelasan secara cukup;
c. Telah mengacu secara tepat kepada "peraturan" perundang-undngan yang lebih tinggi sebagai dasar pengaturan dalam bentuk "Peraturan Daerah";
d. Telah mengacu kepada kepentingan, kebutuhan, tuntutan, harapan masyarakat di "daerah" dan/atau kepentingan umum;
e. Telah mendorong kemajuan ekonomi "daerah", investasi "daerah", pendapatan "daerah", mutu pelayanan kepada masyarakat, kesejahteraan masyarakat sesuai dengan fokus dan/atau tujuan "Peraturan Daerah" yang ditetaokan tersebut;
f. Tarif yang ditetapkan dalam Rancangan "Peraturan Daerah" tantang Pajak "Daerah" atau Retribusi "Daerah" telah mempertimbangkan tingkat perkembangan/kemajuan perekonomian "daerah", kemampuan masyarakat  untuk membayarnya ditetapkan secara nominatif besaran nilai ruoiahnya setiap kegiatan/kejadian;
g. Tarif yang ditetapkan tidak boleh diskriminatif terhadap setiap wajib pajak dan/atau wajib bayar  retribusi serta harus proporsional;
h. Tarif ditetapkan secara fleksibel dalam prosentase tertentu atau volume dan/atau omzet/kesatuan waktu/periode tertentu/kejadian suatu obyek pajak/retribusi "daerah" yang bersangkutan kepada setiap wajib pajak/wajib bayar retribusi "daerah";
i. Tarif ditetapkan secara nominal dalam nilai rupiah dan/atau valuta asing untuk setiap kali kejadian dalam pelayanan pajak "daerah" dam/atau retribusi "daerah";
j. Telah menjabarkan "peraturan" perundang-undangan yang lebih tinggi dan "Peraturan Daerah" yang dijadikan acuan untuk dasar hukum dalam pembentukan rancangan "Peraturan Daerah" tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja "Daerah";
k. Telah dilakukan perbaikan terhadap Rancangan "Peraturan Daerah" sesuai dengan rekomendasi yang diberikan oleh Menteri Dalam Negeri untuk rancangan "Peraturan Daerah" di bidang keuangan dan tata ruang "daerah" pada tingkat provinsi dan oleh Gubernur untuk rancangan "Peraturan Daerah" di bidang keuangan dan tata ruang "daerah" untuk tingkat Kabupaten/Kota; dan
l. Telah diundangkan ke dalam Lembaran "Daerah" dan/atau Berita "Daerah" sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan "Peraturan" Perundang-undangan dan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan.

Sedangkan "Evaluasi" "Peraturan Daerah" harus dapat menggali informasi apakah:

a. "Peraturan Daerah" telah mengikuti prosedur dalam proses legislasi;
b. Pembentukan "Peraturan Daerah" telah memuat seluruh klausul aturan di dalam batang tubuh dan diberikan penjelasan secara cukup;
c. Telah mengacu secara tepat kepada "peraturan" perundang-undngan yang lebih tinggi sebagai dasar pengaturan dalam bentuk "Peraturan Daerah";
d. Telah mengacu kepada kepentingan, kebutuhan, tuntutan, harapan masyarakat di "daerah" dan/atau kepentingan umum;
e. Telah dilakukan perbaikan terhadap "Peraturan Daerah" sesuai dengan rekomendasi yang diberikan oleh Menteri Dalam Negeri untuk "Peraturan Daerah" di bidang non keuangan dan tata ruang pada tingkat provinsi dan oleh Gubernur untuk "Peraturan Daerah" di bidang non keuangan dan tata ruang untuk tingkat Kabupaten/Kota, dan
f. Telah diundangkan ke dalam Lembaran "Daerah" sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan "Peraturan" Perundang-undangan dan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan.
 "Evaluasi" "Peraturan Daerah" dimaksudkan untuk:
a. "Peraturan Daerah" tersebut tidak tumpang tindih dengan "Peraturan Daerah" yang ditetapkan terlebih dahulu dan/atau "Peraturan Daerah" lainnya;
b. "Peraturan Daerah" tersebut mendorong sinergi penyelenggaraan pemerintahan antar "daerah"; dan 
c. "Peraturan Daerah" tersebut dapat mencegah kegiatan yang tidak mempunyai dasar hukum sesuai dengan kewenangan yang dilaksanakan pemerintah "daerah".
Sumber: Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2007 tentang Norma Pengawasan Dan Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah.


Selasa, 17 April 2012

PENINGKATAN WAWASAN SDM "INSPEKTORAT" "KABUPATEN" "SIDOARJO".

Dalam rangka meningkatkan wawasan SDM, pada tanggal 14 s/d 17 April 2011 "Inspektorat" "Kabupaten" "Sidoarjo" memberangkatkan pegawainya sejumlah 38 (tiga puluh delapan) orang untuk melaksanakan studi banding ke "Inspektorat" "Kabupaten" Badung - Bali. Rombongan dari "Inspektorat" "Kabupaten" "Sidoarjo" bermalam di Hotel Grand Shanti Jalan Patih Jelantik Denpasar - Bali.

Pada tanggal 15 April 2011 tepatnya pukul 09.30 WITA, rombongan dari "Inspektorat" "Kabupaten" "Sidoarjo" diterima oleh "Inspektur" "Kabupaten" Badung (Bpk Wisnu Bawa Temaja) bersama pejabat struktural dan stafnya di ruang rapat "Inspektorat" "Kabupaten" Badung.

 Materi paparan beliau antara lain:

1. Program Unggulan "Inspektorat" "Kabupaten" Badung, yaitu 'Zero Tolerance To Coruption', yaitu tidak ada toleransi untuk korupsi di "Kabupaten" Badung

2. Untuk meningkatkan akuntabilitas dan kinerja pemerintah pada SKPD, "Inspektorat" diberi wewenang untuk melakukan evaluasi terhadap LAKIP SKPD dengan pemberian nilai, atribut, apresiasi dan pengenalan permasalahan. "Inspektorat" "Kabupaten" Badung melakukan evaluasi LAKIP SKPD bersama-sama dengan BAPPEDA dan DISPENDA.

3. Dalam melaksanakan tugas kesehariannya, "Inspektorat" "Kabupaten" Badung melaksanakan program 10 menit sehat, 10 menit bersih, 10 menit komunikasi di kalangan pegawai yang bertugas di "Inspektorat" "Kabupaten" Badung. Filosofi dari program ini adalah 'jangan cepat mengambil keputusan, tapi juga jangan lelet'. Waktu 10 menit adalah waktu yang cukup untuk berpikir sebelum mengambil keputusan.

4. "Inspektorat" "Kabupaten" Badung dalam melaksanakan dan menyelaraskan program-program unggulan sehingga dapat mendukung program-program pembangunan Pemerintah Daerah,menerapkan konsep PPRC (Pegawai Pemeriksa Reaksi Cepat) terhadap masalah yang timbul. Untuk mewujudkan konsep PPRC ini "Inspektorat" "Kabupaten" Badung memberikan Bimbingan Teknis (Bimtek) terhadap pegawai-pegawainya tentang Peraturan-Peraturan yang berkaitan dengan tugas-tugas "Inspektorat"..

5. Beliau juga menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya beliau menerapkan etika yang ada dalam ABRI, yaitu disiplin, setia kawan dan kecepatan dalam mengambil keputusan.

Rombongan dari "Inspektorat" "Kabupaten" "Sidoarjo"  meninggalkan Denpasar pada pukul 09.00 WITA tanggal 17 April 2011 untuk menuju "Kabupaten" "Sidoarjo"


















































MusicPlaylistView Profile