Dengan memanfaatkan "lahan kosong", dapat menjadi tambahan pendapatan untuk menopang penghasilan. Tanaman yang biasanya ditanam di "lahan kosong" sekitar rumah diantaranya adalah sayur mayur serta karang kitri berupa lombok, tomat dan terong.
Selain bisa menambah penghasilan juga bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi keluarga.
Dalam ajaran Islam pemanfaatan "lahan" atau "tanah yang mati", tidak bertuan dan tidak produktif ini disebut ihya al-Mawat. Ihya al-Mawat adalah apabila seorang Muslim secara sengaja mengolah "tanah" yang tidak ada pemiliknya, kemudian memakmurkannya dengan menanam pohon di dalamnya, atau membangun rumah di atasnya, atau menggali sumur untuk dirinya dan menjadi milik pribadinya.
Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang memakmurkan "tanah" yang tidak dimiliki oleh seorangpun maka dia lebih berhak (atas "tanah" itu).” (HR. Imam Bukhari).
Hadits Riwayat Ahmad dan Tirmidzi juga menjelaskan bahwa Rasulullah bersabda: "Barangsiapa menghidupkan "tanah yang mati", maka tanah itu menjadi miliknya."
Itu adalah merupakan ajaran agama Islam yang menganjurkan umatnya untuk memanfaatkan "lahan yang mati", yang tidak bertuan untuk dimakmurkan baik dengan dibangun rumah ataupun ditanami tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa Islam menganjurkan umatnya untuk membuat produktif suatu "lahan", jangan sampai terbengkalai dan tidak terurus.
Aturan-aturan menghidupkan "tanah yang mati", adalah:
1. "Tanah mati" tidak dapat dimiliki secara tetap oleh orang yang menghidupkannya, kecuali dengan dua syarat:
b. Menghidupkan "tanah yang mati" itu, hendaknya tidak dikhususkan kepada orang-orang tertentu saja.
Hadits Riwayat Bukhari menjelaskan bahwa Rasulullah bersabda: "Barangsiapa memakmurkan (memanfaatkan) "tanah" yang bukan milik seseorang, maka ia lebih berhak kepadanya."
2. Apabila "tanah" itu dekat atau masuk ke dalam wilayah suatu negara, maka "tanah" itu tidak boleh dimanfaatkan kecuali dengan izin penguasa. Karena "tanah" itu merupakan "tanah" yang bermanfaat bagi seluruh kaum Muslimin.
3. Barang-barang pertambangan tidak langsung dapat dikuasai, dengan sebab menghidukan "tanah mati", sama saja misalnya garam ataupun cairan lainnya yang berkaitan dengan kemaslahatan bersama kaum Muslimin. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Abu Daud dan Tirmidzi, hadits hasan, bahwa Rasulullah telah memberikan pertambangan garam lalu ia dilapori hal itu ia menarik kembali dari orang yang telah diberi pertambangan tersebut."
Beberapa Hal Yang Perlu Diperhatikan adalah:
1. Batasan sumur jika sumurnya tua, maka yang diperbaharui adalah lubangnya saja, seluas lima puluh hasta. Apabila membuat lubang baru, maka batasnya dengan "tanah" sekitarnya adalah dua puluh lima hasta. Pemilik sumur menguasai "tanah" di sekitar sumur seluas ukuran tersebut. Hal itu sejalan dengan amal sebagian ulama salaf, serta juga dengan adanya Hadits Riwayat Ibn Majah, sanad daif: "Batasan sumur adalah sepanjang tambangnya."
2. Batasan pohon atau kurma adalah sepanjang dahan dan pelepahnya. Barangsiapa yang memiliki pohon di atas "tanah yang mati", maka baginya "tanah" di sekitar pohon sepanjang dahan dan pelepah pohon tersebut. Hal ini sebagaimana Hadits Riwayat Ibn Majah, sanad daif: "Batasan pohon kurma, adalah sepanjang pelepahnya."