Minggu, 25 Maret 2012

"Allah Maha Pengampun"

"Allah" itu "Maha Pengampun" sebanyak apa pun dosa kita. Layanan "ampun"an dari "Allah" terbuka 24 jam, tidak peduli siang ataupun malam".


Salah satu sifat "Allah" dalam Asmaul Husna adalah "Maha Pengampun" --- Al-Ghaffur. "Allah" itu "Maha Pengampun" sebanyak apa pun dosa kita. Apabila kita berbuat salah terus menerus kepada orang lain, lalu kita datang dengan maksud ingin meminta maaf, kemungkinan besar orang tidak mau memaafkan. Apalagi bila kita sudah berulangkali melakukan kesalahan itu. Namun "Allah" tidak, seberapa pun luasnya lautan dosa hamba-Nya yang bertaubat memohon "ampun"an.

Layanan "ampun"an dari "Allah" selalu terbuka 24 jam, tidak peduli siang ataupun malam, tidak memerlukan perantara, tidak ada istilah tutup untuk sementara, apalagi cuti nasional. Sangat senang dengan keluhan dan permintaan "ampun"an dari hamba-hamba-Mya. Gratis --- Berbeda dengan layanan manusia yang mengenal istilah tutup sementara, istirahat, dan terbatas dalam memberikan servicenya pada manusia.

Sebuah Hadits Qudsi, menjelaskan: Dari Abu Musa Abdullah bin Qais Al-Asy'ary ra., dari Nabi SAW., beliau bersabda: "Sesungguhnya "Allah" Ta'ala itu membentangkan tangan-Nya (memberikan kesempatan) pada waktu malam, untuk taubat orang yang berbuat dosa pada siang hari dan "Allah" membentangkan tangan-Nya pada waktu siang untuk taubat orang yang berbuat dosa di malam hari, hingga matahari terbit dari barat."

Panjangnya kesempatan untuk bertaubat bagi orang yang berbuat dosa adalah sampai matahari terbit dari barat, artinya sampai hari Kiamat. Dan sebelum ajal sampai di tenggorokan atau meninggal. Artinya pintu taubat itu senantiasa terbuka, tidak mengenal waktu. Siang ataupun malam, sore ataupun pagi. Kapan pun dimana pun. Kalau kita mengetahui  dan percaya betapa "Maha Pengampun"nya "Allah" , maka tidak ada istilah putus asa dalam kehidupan ini.

Hadits Riwayat Imam Tirmidzi dan ia berkata (ini) Hadits Hasan Sahih, dari Anas ra. telah berkata: "Saya telah mendengar Rasulullah SAW. bersabda: 'Telah berfirman "Allah" SWT., 'Wahai Anak Adam! Selagi engkau meminta dan berharap dari-Ku, maka Aku akan "ampun"i dosa-dosa yang sudah terlanjur darimu dan tidak Aku pedulikan lagi. Wahai Anak Adam! Walaupun dosamu sampai setinggi langit, kemudian engkau minta "ampun" kepada-Ku, niscaya Aku beri "ampun" padamu. Wahai Anak Adam! Jika engkau datang kepada-Ku dengan dosa sepadat bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan yang lain dengan Aku, niscaya Aku memberimu "ampun"an sepenuh bumi pula."

"Allah"   sangat sayang kepada kita, hamba-Nya. Bahkan "Allah" sayang pada kita jauh melebihi rasa sayang orangtua kita pada kita serta sayang kita terhadap diri kita sendiri. Maka adakah rasa sedih dan putus asa agi hamba yang memiliki Tuhan sepengasih ini?

"Allah" SWT. berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Maidah Ayat 74:
“Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada "Allah" dan memohon "ampun" kepada-Nya? Padahal "Allah Maha Pengampun" lagi "Maha" Penyayang.”

"Allah" SWT. juga berfirman dalam Surat Al-Zumar Ayat 53:
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat "Allah" Sesungguhnya "Allah" meng"ampun"i dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang "Maha Pengampun" lagi "Maha" Penyayang.”

 "Allah" SWT adalah dzat yang "Maha Pengampun" kepada Hamba-Nya yang benar-benar ingin bertaubat. Tidak ada manusia yang tidak punya dosa, karena manusia selalu dihinggapi dosa. Dan manusia yang baik bukanlah manusia yang tanpa dosa, tetapi manusia yang apabila dia melakukan dosa, dia menyadari kesalahan dan bertaubat kepada "Allah" Oleh karena itu sebelum terlambat, marilah kita memohon "ampun" kepada"Allah" , sering-seringlah beristighfar. Mudah-mudahan semua dosa kita bisa di"ampun"i oleh "Allah" SWT. Amien Ya Robbal Alamin........
Referensi: 
1. "Orang Berdosa Rindukan Surga". Oleh Syailendra Putra.
2. www.dudung.net/artikel-islami/"allah"-"maha"-"pengampun".html
3. sites.google.com/site/sunudata/pengetahuan/tuhan-"maha"-"pengampun"

Sabtu, 24 Maret 2012

"Taubat Untuk Menggapai Surga"

"Pintu "Taubat" menuju "Surga" masih terbuka selagi nyawa belum dicabut oleh Malaikat Izrail."


Apakah orang yang berdosa berhak memasuki "Surga"? Jelas, berhak! Namun, sebelum memasuki "Surga", diri orang berdosa harus terlebih dahulu dicuci. Dicuci dengan apa? Dengan "Taubatun" Nashuha atau "Taubat" sebenarnya. Allah telah menjamin dalam Al-Qur'an akan memberikan "Surga" dan kemuliaan bagi orang yang ber"Taubat" dan kembali ke jalan Allah.

Pintu "Taubat" menuju "Surga" masih terbuka selagi nyawa belum dicabut oleh Malaikat Izrail. Artinya, selagi kita masih diberi nafas dalam kehidupan ini, pintu "Taubat" masih dibuka oleh Allah.

Jadi, untuk dapat menggapai "Surga", seseorang harus ber"Taubat" kepada Allah atas dosa-dosanya dan kembali ke jalan Allah. Serta dengan semangat berusaha untuk memiliki amalan unggulan yang dilaksanakan dengan kontinyu.

Referensi: "Orang Berdosa Rindukan "Surga". Oleh Syailendra Putra.

"Salah Satu Kisah Hidup Ahli Surga"

"Salah satu kunci yang membuat Sahabat Nabi Muhammad SAW. sebagai "Ahli Surga" adalah mengikhlaskan kekeliruan-kekeliruan orang lain dan tidak pernah menyimpan dendam."


Pada suatu ketika, pada zaman  Rasulullah  SAW. ketika  sedang  berkumpul dengan  para  sahabat, lewatlah  seorang sahabat lain. Kemudian Rasulullah SAW. segera berkata kepada para sahabatnya yang sedang mengelilinginya, "Dia (maksudnya yang baru lewat itu) adalah "Ahli Surga". Lalu ada seorang sahabat lain yang penasaran, apa gerangan amal istimewa sahabat itu sampai-sampai Rasulullah menyebutkan bahwa dia adalah "Ahli Surga".

Maka berangkatlah sahabat yang ingin tahu tersebut ke rumah sahabat yang dikatakan sebagai "Ahli Surga". Supaya penyamarannya tidak terbongkar dia membuat alasan kepada tuan rumah. dikatakannya bahwa dia sedang berselisih paham dengan keluarganya, dan untuk itu bersumpah tidak bertegur sapa selama 3 hari dengan sang ayah. Sahabat yang disebut "Ahli Surga" itupun dengan senang hati menerima kedatangannya dan segera memperlakukan dia sebagai tamu yang harus dihormati sebagaimana mestinya.

Misi pun berjalan. Sang sahabat segera mengadakan aksi intelegennya terhadap sahabat "Ahli Surga". Semua perilaku "Ahli Surga" tersebut diamati sampai yang sekecil-kecilnya. Semua ibadahnya baik siang maupun malam, tak terkecuali ketika sedang berdagang di pasar di siang hari maupun malam. Tidak ada yang luput dari pengamatannya. Atas rasa penasarannya apakah amalan istimewa yang dilakukan sahabat "Ahli Surga" sehingga Rasulullah memberinya gelar "Ahli Surga".

Namun, sampai hari ketiga sahabat yang menyeidiki sahabat "Ahli Surga" belum berhasil menemukan amalan apa yang istimewa pada diri "Ahli Surga" ini. Dalam pandangannya, sahabat "Ahli Surga" ini tidak memiliki amalan istimewa tertentu. Ibadahnya biasa-biasa saja. Tidak ada yang istimewa. Malah dia kadang melihat "Ahli Surga" ini tidur sampai Subuh dan tidak melaksanakan Tahajud. Malah, menurut sang sahabat, rasanya banyak sahabat yang lebih baik ibadahnya dari segi kuantitas dari pada "Ahli Surga" ini.

Pada hari ketiga, sahabat ini buka kartu kepada tuan rumah. Dikatakannya, bahwa dia sebenarnya tidak saling berjauh-jauhan dengan orang tuanya, tetapi hanya ingin menyelidi sahabat tersebut. Namun, ketika dia bertanya apakah amalan unggulan yang dimilikinya, dia menjawab tidak ada. Lalu sang sahabat yang kecewa karena berharap tahu tersebut segera pamit ingin pulang. Tapi, baru beberapa langkah keluar dari pintu rumah sahabat "Ahli Surga", sahabat "Ahli Surga" memanggil. "Tunggu dulu", kata sahabat "Ahli Surga". "Memang aku tidak mempunyai amalan yang istimewa yang membuatku berbeda dengan sahabat-sahabat yang lain. Namun, aku mempunyai satu kebiasaan. Setiap malam menjelang tidur aku tak pernah mengingat-ingat kesalahan kaum muslimin yang lainnya. Aku memaafkan dan mengikhlaskan kekeliruan-kekeliruan mereka padaku. Aku tak pernah menyimpan dendam kepada saudara-saudara muslim."

Tercenganglah sahabat ini mendengar ungkapan tersebut. Ini dia jawabannya yang selama ini membuat dia penasaran. Ternyata inilah kunci yang membuat sahabat itu dikategorikan sebagai "Ahli Surga". Hanya dengan mengikhlaskan dan tidak menyimpan dendam. Sederhana, namun ini hal yang sulit. Coba bayangkan saja, siapa yang gampang berlapang dada dan memaafkan ketika ada orang lain menyakitimya? Bukan hal yang mudah memaafkan orang yang sudah mendzalimi kita begitu saja. Namun inilah yang menjadi amal unggulan sahabat tersebut. Dan itu juga yang mengantarkannya menjadi "Ahli Surga".

Referensi: "Orang Berdosa Rindukan "Surga". Oleh Syailendra Putra.

Jumat, 23 Maret 2012

"Kebiasaan Berjabat Tangan"

"Setiap orang hampir dipastikan pernah "berjabat tangan" bahkan sudah menjadi budaya. Tak hanya sekedar memegang atau meremas "tangan" lawan, sentuhan yang diberikan pun menyiratkan makna tersendiri".


Dua orang yang saling "berjabat tangan" bisa bersentuhan dengan tingkat yang sama. Apakah ketika "berjabat tangan" Anda melakukannya dengan derajat yang sama? "Jabat tangan" Anda dapat di analisa, kualitas sentuhan bisa bermacam-macam, mulai dari cinta sampai kebencian; keduanya bisa cukup bergairah dan panas! Sentuhan yang kurang melibatkan perasaan jauh lebih dingin tetapi sentuhan yang diberikan kepada kita tetap saja memberikan semangat hidup.

Mengapa "kebiasaan" melakukan "jabat tangan" sangat dianjurkan? Rasulullah SAW. mencontohkan ketika bertemu dengan saudara kita sesama muslim, maka hendaklah kita melakukan "jabat tangan" karena "berjabat tangan" itu bisa menggugurkan dosa-dosa. Dengan catatan laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Abu Daud, dari al-Barra’ r.a. ia berkata: Rasulullah SAW. bersabda: “(Apabila ada) dua orang Islam yang bertemu kemudian mereka "berjabat tangan", maka dosa kedua orang tersebut akan diampuni sebelum keduanya berpisah (melepaskan "tangan" mereka)”. 

Hadits Riwayat Tirmidzi: 4680, al-Shahihah: 160. Hadits Hasan, menjelaskan Hadits Anas ra. dia berkata: "Seseorang bertanya: Ya Rasulallah sesorang dari kami bertemu saudaranya atau temannya, apakah ia membungkuk kepadanya? Beliau menjawab: Tidak." Lalu apakah memeluknya dan menciumnya? Beliau menjawab: "Tidak." Lalu apakah mengambil "tangan"nya dan men"jabat"nya? Beliau menjawab: 'Ya'."
"Jabat tangan" secara psikologis akan mengeratkan hubungan kita. Bahkan persentuhan secara fisik adalah saat hubungan yang dekat antara satu orang dengan orang lain terjadi. Bayangkan saja ketika kita baru bertemu orang yang belum dikenal, kemudian tiba-tiba tersenyum, "berjabat tangan", dan menyapa, pasti kita akan merasa senang dan nyaman dengan sambutan sehangat itu.

Kemudian apa hubungannya antara "jabat tangan" dengan dosa? Pada saat kita "berjabat tangan" dengan orang lain, saat itu kita menyatakan hubungan yang dekat dengan seseorang. Dan setan paling benci dengan hal tersebut. Setan paling benci dengan persaudaraan. Setan paling benci dengan hubungan yang harmonis antara sesama manusia. Setan akan berusaha mengobok-obok hubungan persaudaraan sesama muslim. Apabila melihat orang-orang yang saling bermusuhan, setan akan bertepuk "tangan". Apabila orang-orang saling membenci, setan tertawa. Namun begitu melihat ada orang "berjabat tangan", setan akan sangat marah.

Jangan anggap remeh ke"biasa"an "berjabat tangan" dengan orang lain.  "Kebiasaan" "berjabat tangan" sangat sederhana. Mem"biasa"kannya juga tidak memerlukan energi yang besar. Cobalah untuk sering-sering "berjabat tangan" dengan orang lain. Apalagi dengan sesama saudara yang jarang bertemu. Terkadang "jabat tangan" hanya dianggap formal dan tidak diresapi maknanya. Jadilah orang yang terlebih dahulu mengulurkan "jabat", bukan yang menunggu uluran "tangan" orang lain.

Agar anda tidak menampilkan kesan yang salah di mata orang yang "berjabat tangan" dengan anda, terutama ketika interview, berikut adalah teknik dan etika "berjabat tangan" secara efektif.
  • Tataplah mata pasangan lawan anda saat "berjabatan tangan" dengannya. Tidak ada hal lebih yang memberikan kesan mengacuhkan, selain "jabatan tangan" tanpa tatapan mata. Bila anda men"jabat tangan" tanpa menatap pasangan lawan, menunjukkan rasa tidak hormat, tidak peduli, acuh dan cuek. Maka, "jabat"lah "tangan" lawan bicara anda dengan menatap mata lawan bicara, sehingga anda dianggap sebagai orang yang punya rasa hormat, peduli, sopan dan juga santun. Inilah etika "berjabat tangan".
  • "Berjabat tangan"lah dari telapak ke telapak. Jika anda melakukan "jabat tangan" dengan berlebihan, seperti menarik "tangan" lawan dan mengayunkan ke atas bawah dengan keras, hal ini sama saja menunjukkan ’dominasi’ atau ’mulut besar’. "Berjabat tangan"lah dengan pas, tidak keras tapi juga tidak terlalu lunak.
  • Jika anda memiliki keyakinan yang tidak membolehkan menyentuh "tangan" lawan jenis, lakukan jenis penghormatan menurut kebiasan yang biasa anda lakukan. Seperti di adat sunda, dengan mengatupkan ke dua lengan di depan dada, atau juga dengan model membungkuk badan seperti kebiasaan orang jepang. Orang akan menghormati anda karena itu merupakan masalah keyakinan. Bisa juga dilakukan, bila memang anda sedang mengalami gangguan pada "tangan", atau radang sendi. Utarakan pada lawan bicara anda, dengan didahului permintaan maaf karena tidak bisa "berjabat tangan" secara normal.
  • Pekalah terhadap situasi dan kondisi, misalnya bila lawan bicara kita memiliki keterbatasan fisik. Jika lawan bicara memiliki cacat pada tangan, gangguan tulang atau artritis, atau misalnya duduk di kursi roda, jangan memaksakan diri untuk "berjabat tangan". Melukai seseorang karena "berjabat tangan" justru akan menutup pintu hubungan komunikasi.
  • Ciptakan "jabat tangan" yang hangat dan memberi kesan makna mendalam. Jika anda "berjabat tangan" lalu segera menarik "tangan" anda kemudian berbicara seolah-olah tidak ada terjadi apa-apa, maka lawan bicara anda akan menganggap anda sebagai orang yang tidak tulus dan berarti. Karena itu, biarkan "berjabat tangan" sambil memberikan perhatian kepada lawan bicara anda, bisa dengan tatapan mata atau pembicaraan singkat/ringan sebelum menarik "tangan" anda. Ini memberikan kesan anda adalah orang yang punya perhatian.

    Masih banyak cara "berjabat tangan" yang lain, tetapi kebanyakan tidak bermakna khusus selain ungkapan kegembiraan dan keakraban, terutama "jabat tangan" di kalangan anak-anak muda. Jadi dengan memperhatikan cara seseorang "berjabat tangan", sedikit banyak Anda bisa mengetahui sifat dan maksud orang itu. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui bagaimana kita sendiri "berjabat tangan", amatilah diri Anda dan setelah itu kalau perlu ubahlah dengan gaya yang paling baik, dan lambat laun bawah sadar Anda akan terpengaruh dan akhirnya pembawaan Andapun akan berubah.
    Referensi:
    1. Orang Berdosa Rindukan Surga. Oleh: Syailendra Putra.
    2. chaidirwahyudi.dagdigdug.com/about/  
    3. ahsan.tv/.../78-hadits-"jabat-tangan"-dan-saling-berpelukan-saat-bertem... 
    4. pranaindonesia.wordpress.com/artikel-2/makna-"jabat-tangan"/ 

Kamis, 22 Maret 2012

"Kebiasaan Istighfar"

"Karakter "Istighfar" harus kita bangun dengan penuh kesungguhan Menyadari bahwa kita sangat mungkin melakukan dosa setiap hari, maka kita harus mencari obat untuk menghapus dosa-dosa tersebut."



Allah berfirman dalam  Al-Qur'an Surat Nuh Ayat 10-12: Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun ("istighfar") kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai.”

"Kebiasaan" untuk mengucapkan "Istighfar" harus dibudayakan setiap hari sebagaimana yang telah diajarkan oleh junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Mem"biasa"kan diri untuk mengucapkan "Istighfar" atas dosa-dosa dapat kita lakukan mulai dari hal yang paling sederhana. Hal yang paling praktis adalah melalui shalat. Setiap selesai shalat, kita mengucapkan "Istighfar", memohon ampunan atas segala kesalahan yang telah kita perbuat baik dengan sadar maupun tidak. Apabila setiap kali selesai shalat kita mengucapkan 10 kali "Istighfar", maka dalam sehari semalam kita telah mengucapkan "Istighfar" sebanyak 50 kali.

Hari berikutnya, kita dapat mengucapkan lebih banyak lagi. Apabila sudah menjadi karakter, secara otomatis kita dapat mengucapkan "Istighfar" ketika dimanapun kita berada, misalnya dalam perjalanan menuju tempat kerja, ketika dalam kendaraan, ketika sedang menunggu seseorang, ketika mengerjakan pekerjaan rumah dan sebagainya.

"Karakter "Istighfar" harus kita bangun dengan penuh kesungguhan Menyadari bahwa kita sangat mungkin melakukan dosa setiap hari, maka kita harus mencari obat untuk menghapus dosa-dosa tersebut."

Ada satu tips lagi untuk membudayakan "Istighfar". Tutuplah setiap hari anda dengan "Istighfar". "Biasa"kanlah setiap malam menjelang tidur mengucapkan "Istighfar", dan berharap supaya Allah SWT. membuka pintu ampunan-Nya terhadap dosa-dosa yang telah kita perbuat. 

Makna "istighfar" sebagai penghapus dosa itu benar adanya. Tapi sudut pandang itu terlalu sempit. Cobalah menggali lebih dalam indahnya "istighfar". Sebab seandainya masalah itu penyakit, "istighfar" adalah obat yang mujarab. Jika sudah ada obatnya, gratis pula mengapa kita tidak menikmatinya.

Hadits Riwayat Ahmad, menjelaskan, bahwa: "Barangsiapa yang banyak ber"istighfar", Allah akan membebaskannya dari berbagai kedukaan. akan melapangkannya dari berbagai kesempitan hidup, dan memberinya curahan rezeki dari berbagai arah yang tiada diperkirakan sebelumnya."

Hadits Riwayat.Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad, menjelaskan, bahwa Rasulullah SAW. bersabda,”Barangsiapa yang senantiasa ber"istighfar", maka Allah akan memberikan kegembiraan dari setiap kesedihannya, dan kelapangan bagi setiap kesempitannya dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka”.  

Membaca "Istighfar" merupakan sedekah. Dengan memperbanyak mengucapkan "Istighfar", niscaya rezeki kita akan mengalir lancar. Kesedihan hati akan hilang, digantikan kelapangan dada menerima takdir Allah. Tentunya setelah kita berikhtiar (berusaha keras). Dan yang perlu anda ketahui bahwa "Istighfar" membuat Allah senang apalagi kalau kita menjadikan "Istighfar" sebagai kegiatan  rutinitas harian kita.

Sabtu, 17 Maret 2012

"Do'a Seorang Hamba"

"Do'a" adalah merupakan inti dari semua ibadah. Di dalam shalat ada "do'a", dalam puasa, zakat, haji semuanya didalamnya mengandung "do'a"


Dapat dikatakan bahwa "do'a" merupakan sapaan mesra, permohonan dan dialog antara manusia dengan Allah SWT. sebagai pencipta semesta alam ini. Berikut ini "do'a" dari "hamba"Mu yang hanya kepada-Mu "hamba" menyerahkan dan mengembalikan semua urusan "hamba"

"DO'A" SEORANG "HAMBA":

Ya Allah... Ya Tuhan "hamba"....
"Hamba" angkat tangan "hamba" dengan sepenuh hati "hamba".
Kepada-Mu wahai Dzat Yang Maha Mulia,
Manakala "hamba" julurkan tangan "hamba",
Janganlah Engkau tolak permohonan "hamba".

Wahai Dzat Yang Mengabulkan "do'a".... 
Engkau telah menciptakan "hamba".
dan "hamba" adalah "hamba"-Mu.
"Hamba" berada dalam janji,
dan akan menepati perjanjian itu semampu "hamba".

Ya Allah..... Ya Tuhan "hamba".....
"Hamba" berlindung dari buruk yang "hamba" perbuat.
"Hamba" mengakui nikmat-Mu pada "hamba".
"Hamba" mengakui dosa "hamba"....
Ampunilah "hamba", keluarga "hamba", pemimpin-pemimpin "hamba".....
Ampunilah orang-orang yang menyayangi dan membahagiakan "hamba",
ampunilah orang-orang yang membenci, memusuhi dan mendzalimi "hamba",
serta ampuni pula saudara-saudara "hamba" kaum muslimin di seluruh dunia,
baik yang telah meninggal maupun yang masih hidup di dunia. 
Sesungguhnya, tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau....

Sesungguhnya "hamba" memohon kesehatan dan kebugaran,
umur panjang yang bermanfaat.....
Kenikmatan yang dapat membawa syafaat....
Lapangkanlah dada "hamba".
"Hamba" memohon petunjuk-Mu,
agar senantiasa berjalan di atas jalan lurus-Mu.
Mudahkanlah semua urusan "hamba",
sehingga "hamba" dapat dengan mudah beribadah kepada-Mu....
"Hamba" mohon dijauhkan dari api neraka-Mu.
Bangunkanlah untuk "hamba" sebuah rumah di dalam surga-Mu....
Bersama orang-orang yang menjadi kekasih-Mu.....

"Balasan Menutup Aib Orang Lain"

"Siapa yang "menutup aib" seorang muslim niscaya Allah akan "menutup aib" di dunia dan kelak di akhirat. Dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong saudaranya.”


Jadi keutamaan orang yang suka "menutup aib" saudara sesama muslim yang memang menjaga kehormatan diri tidak dikenal suka berbuat maksiat namun sebaliknya di tengah manusia ia dikenal sebagai orang baik-baik dan terhormat. Siapa yang "menutup aib" seorang muslim yang demikian keadaan Allah SWT. akan "menutup aib" di dunia dan kelak di akhirat. Namun apabila untuk tujuan kemaslahatan atau kebaikan  dan apabila "menutup"inya akan menambah kejelekan maka tidak apa-apa bahkan wajib menyampaikan perbuatan jelek/"aib"/cela yang dilakukan seseorang kepada orang lain yang dapat memberi hukuman. Apabila ia seorang istri maka disampaikan kepada suaminya. Apabila ia seorang anak maka disampaikan kepada ayahnya. Apabila ia seorang guru di sebuah sekolah maka disampaikan kepada muridnya . Demikian seterusnya.

Perlu kita renungkan, bahwa diri kita ini penuh dengan kekurangan, "aib", cacat dan cela, maka sibukkanlah diri ini utk memeriksa dan menghitung "aib" sendiri niscaya hal itu sudah menghabiskan waktu tanpa sempat memikirkan dan mencari tahu "aib" orang lain. Lagi pula orang yang suka mencari-cari "aib" orang lain untuk dikupas dan dibicarakan di hadapan manusia Allah SWT. akan membalas dengan membongkar "aib" walaupun ia berada di dalam rumahnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Barzah Al-Aslami ra. dari Rasulullah SAW.:

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ اْلإِيْمَانُ قَلْبَهُ، لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِيْنَ، وَلاَ تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَوْرَاتِهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ
“Wahai sekalian orang yang beriman dengan lisan dan iman itu belum masuk ke dalam hatinya. Janganlah kalian mengghibah kaum muslimin dan jangan mencari-cari/mengintai aurat mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aurat kaum muslimin Allah akan mencari-cari auratnya. Dan siapa yang dicari-cari aurat oleh Allah niscaya Allah akan membongkar di dalam rumah .”

Abdullah bin ‘Umar ra. menyampaikan hadits yang sama ia berkata “Suatu hari Rasulullah SAW. naik ke atas mimbar lalu menyeru dengan suara yang tinggi:

يَا مَعْشَرَ مَنْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ اْلإِيْمَانُ إِلَى قَلْبِهِ، لاَ تُؤْذُو الْمُسْلِمِيْنَ، وَلاَ تُعَيِّرُوْهُمْ، وَلاَ تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيْهِ
 الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ، يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ

“Wahai sekalian orang yang mengaku berislam dengan lisan dan iman itu belum sampai ke dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin janganlah menjelekkan mereka jangan mencari-cari aurat mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aurat saudara sesama muslim Allah akan mencari-cari auratnya. Dan siapa yang dicari-cari aurat oleh Allah niscaya Allah akan membongkar walau ia berada di tengah tempat tinggalnya.”

Dari hadits di atas tergambar pada kita betapa besar kehormatan seorang muslim. Sampai-sampai ketika suatu hari Abdullah bin ‘Umar ra. memandang ke Ka’bah ia berkata:

مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ، وَالْمُؤْمِنُ أَعْظَمَ حُرْمَةً عِنْدَ اللهِ مِنْكِ

“Alangkah agung engkau dan besar kehormatanmu. Namun seorang mukmin lebih besar lagi kehormatan di sisi Allah darimu.”

Maka dari itu, marilah kita tutup "aib" yang ada pada diri kita dengan "menutup aib" yang ada pada saudara kita yang memang pantas ditutup. Dengan kita "menutup aib" saudara kita Allah SWT. akan "menutup aib" kita di dunia dan kelak di akhirat. Siapa yang Allah SWT. tutup "aib" di dunia di hari akhir nanti Allah SWT. pun akan "menutup aib"nya sebagaimana Nabi SAW. bersabda:

لاَ يَسْتُرُ اللهُ عَلَى عَبْدٍ فِي الدُّنْيَا إِلاَّ سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Tidaklah Allah "menutup aib" seorang hamba di dunia melainkan nanti di hari kiamat Allah juga akan "menutup aib"nya.”

Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu berkata: “Tentang ditutup "aib" si hamba di hari kiamat ada dua kemungkinan. Pertama: Allah akan "menutup" kemaksiatan dan "aib" dengan tidak mengumumkan kepada orang-orang yang ada di mauqif . Kedua: Allah SWT. tidak akan menghisab "aib" dan tidak menyebut "aib" tersebut.” Namun kata Al-Qadhi sisi yg pertama lebih nampak karena ada hadits lain.”

Hadits yang dimaksud adalah hadits dari Abdullah bin ‘Umar ra., ia berkata “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW. bersabda:

إِنَّ اللهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ فَيَقُوْلُ: أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا، أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ فَيَقُوْلُ: نَعَمْ، أَيْ رَبِّ. حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوْبِهِ وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ، قَالَ: سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا، وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ. فَيُعْطِي كِتَابَ حَسَنَاتِهِ ..

“Sesungguhnya Allah mendekatkan seorang mukmin lalu Allah meletakkan tabir dan menutupi si mukmin . Allah berfirman ‘Apakah engkau mengetahui dosa ini yg pernah kau lakukan? Apakah engkau tahu dosa itu yang dulu di dunia engkau kerjakan?’ Si mukmin menjawab: ‘Iya hamba tahu wahai Rabbku .’ Hingga ketika si mukmin ini telah mengakui dosa-dosa dan ia memandang diri akan binasa karena dosa-dosa tersebut Allah memberi kabar gembira padanya: ‘Ketika di dunia Aku menutupi dosa-dosamu ini dan pada hari ini Aku ampuni dosa-dosamu itu.’ Lalu diberikanlah pada catatan kebaikan-kebaikannya”

Kita bisa saling belajar satu sama lain. Tapi tidak berarti kita harus saling membuka "aib" masing-masing. Apabila kita perlu menggunakan kesalahan orang lain untuk belajar memperbaiki diri demi kemaslahatan banyak orang, maka kita tidak harus menguliti sekujur tubuh orang itu dengan membuka identitasnya sedemikian gamblang. Dengan "menutup aib" orang lain, maka kita menjaga nama baik orang lain. Dan kita juga menjaga nama baik kita sendiri. Sebab seperti pesan Nabi, Tuhan akan "menutupi aib" siapa saja yang "menutupi aib" orang lain. Sehingga cara terbaik untuk "menutupi aib" diri sendiri adalah dengan menjaga "aib" orang lain yang terlanjur kita ketahui.

Tidak ada manusia yang terbebas dari "aib". Sehingga ketika kita membeberkan "aib" orang lain, bersiap-siaplah untuk menerima perlakuan yang sama dari orang lain. 

 Referensi:
1. blog.re.or.id › Asy Syariah
2. al-atsariyyah.com/"menutupi"-"aib"-sesama-muslim.html
3. www.dadangkadarusman.com/.../cara-terbaik-untuk-"menutupi"-"aib"-di...


MusicPlaylistView Profile