Minggu, 27 November 2011

"Syarat Nisab Benda-benda Yang Dizakati"

"Zakat" adalah kewajiban dari Allah atas setiap Muslim yang memiliki harta "senisab" dengan syarat-syarat tertentu." 


Allah mewajibkan "zakat" antara lain dengan firman-Nya dalam Surat Al-Muzzammil ayat 20: "... dan dirikanlah salat, tunaikanlah "zakat"...."
Hadits Riwayat Muttafaq 'alaih, Rasulullah bersabda: "Islam didirikan di atas lima perkara, yaitu bersaksi tak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan "zakat", haji dan puasa bulan Ramadhan."

Adapun syarat "nisab" benda-benda yang di"zakat"i adalah sebagai berikut:

EMAS, PERAK DAN YANG SEJENIS DENGAN ITU.
a. Emas.
Syarat "zakat" harus haul (berumur setahun) dan mencapi "senisab", yaitu dua puluh dinar (93,6 gram), maka "zakat" yang dikeluarkan sebesar seperempat puluh (2,5%). Jadi setiap dua puluh dinar "zakat"nya setengar dinar dan seterusnya.

b. Perak. 
Syarat wajib "zakat" untuk perak adalah haul dan sampai "nisab". "Nisab" perak adalah lima wasaq, yaitu dua ratus dirham. Kewajiban "zakat"nya sama seperti emas, yaitu seperempat puluh (2,5%), yaitu lima dirham. Lebih dari itu diperhitungkan "zakat"nya.
c. Siapa memiliki emas tidak sampai "senisab" dan memiliki perak tidak sampai "senisab", hendaklah digabungkan. Bila jumlahnya mencapai "senisab", hendaklah dikeluarkan "zakat"nya setelah masing-masing diperhitungkan. Diriwayatkan bahwa Nabi SAW, menggabungkan emas dengan perak danperak dengan emas, lalu mengeluarkan "zakat"nya.
Demikian pula dibolehkan mengeluarkan "zakat" dari salah satu jenis emas atau perak yaitu emas di"zakat"kan dengan perak dan perak di"zakat"kan dengan emas. Siapa yang wajib atasnya "zakat" satu dinar emas, ia boleh "zakat" dengan sepuluh dirham perak atau sebaliknya.
Demikian pula "zakat" uang kertas di"zakat"i dengan emas atau perak. "Zakat"nya tetap sama, seperempat puluh (2,5%), pada saat jaminan uang kertas oleh pemerintah adalah emas dan perak.

d. Barang dagangan.
Barang dagangan bisa berbentuk barang keperluan sehari-hari seperti makanan,pakaian, kelontong dan lain-lain, dan bisa berbentuk barang spekulan, yaitu barang berupa tanah pemukiman, lahan pertanian dan sebagainya. Bila berbentuk barang keperluan sehari-hari, "zakat"nya dihitung dengan bentuk uang setiap akhir tahun dari sejak ia dagang dengan cara menggabungkan barang yang belum terjual, uang tunai dan piutang yang ada di luar. Bila berdagang spekulan "zakat"nya pada waktu barangnya terjual dalam satu tahun, walaupun barang itu ada pada dirinya bertahun-tahun saat ia menunggu naiknya harga barang dagangamnya.
e. Piutang.
Siapa punya piutang pada seseorang dan memungkinkan orang itu bisa membayarnya ketika diminta, maka wajib piutang itu di"zakat"kan setelah digabung dengan barang-barang dan uang tunai yang dihitung pada akhir tahun. Jika hanya punya piutang pada seseorang yang kesusahan dan tak bisa bayar, maka "zakat"nya dibayar pada saat orang itu bmembayar utangnya, walaupun telah berlalu beberapa tahun.

f. Harta rikaz.
Rikaz yaitu harta pendaman orang Jahiliyah. Siapa yang menemukan di tanah miliknya atau di rumahnya harta terpendam dari zaman Jahiliyah, wajib dikeluarkan "zakat"nya seperlima untuk fakir miskin dan badan sosial. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.: "Dari harta rikaz "zakat"nya seperlima."

g. Barang tambang.
Bila barang tambang berupa emas atau perak, wajib di"zakat'kan dari hasil tambangnya bila sampai "senisab", baik setahun atau kurang, dibayar "zakat"nya pada aat tambang itu menghasilkan asal "senisab". Apakah "zakat"nya seperempat puluh atau seperlima seperti rikaz? Para ahli ilmu berbeda pendapat dalam soal tersebut. Ada yang berpendapat "zakat"nya seperlima seperti harta rikaz, ada lagi yang berpendapat sama dengan emas dan perak, mengambil alasan dengan keumuman makna dari  hadits berikut:
"Dan tidak wajib "zakat" harta yang kurang dari lima wasaq."
Lima wasaq mencakup barang tambang an lainnya. Perintah di sana luas artinya.

Adapun bila barang tambang tersebut berbentuk besi, tembaga, fosfor, dan sebagainya, disunahkan mengeluarkan "zakat"nya dari harga perolehannya dengan perbandingan dua setengah persen, karena tidak ada nas yang jelas mengenai kewajiban "zakat" pada barang-barang tersebut. Tapi bila tambang emas atau perak, wajib di"zakat"kan.

h. Kekayaan hasil produksi.
Bila hasil suatu produksi, baik keuntungan yang diperoleh dari perusahaan atau hasil peternakan, wajib di"zakat"kan dengan "zakat" asalnya, tidak memandang pada haul (setahun). Bila produksi itu bukan daqri keuntungan dagang atau peternakan, maka dilihat dulu. Bila sudah setahun dan cukup "nisab"nya, hendaklah di"zakat"kan. Siapa yang mendapat hibah ataupun warisan, tidak wajib "zakat" sebelum hibah atau warisan itu cukup setahun.


BINATANG TERNAK.

a. Unta.
Syarat "zakat" untuk unta adalah haul dan cukup "senisab". Sedang "nisab"nya sudah mencapai lima ekor atau lebih. 
Hadits Riwayat Muttafaq 'alaih, Nabi SAW bersabda: "Tidak wajib "zakat" pada unta yang kurang dari lima ekor."
"Zakat" yang dikeluarkan dari lima ekor unta adalah seekor kambing atau domba umur setahun masuk dua tahun, sebagaimana biasanya umur kambing yang mesti di"zakat"kan, untuk sepuluh ekor unta "zakat"nya  dua ekor kambing, untuk lima belas ekor unta, tiga ekor kambing, untuk dua puluh ekor unta, empat ekor kambing, untuk dua puluh lima ekor unta, "zakat"nya seekor anak unta umur satu tahu (bintu makhad). Bila tidak ada boleh dengan unta jantan (ibnu labun) umur dua tahun lebih samai tiga tahun. "Zakat " tiga puluh enam ekor unta adalah seekor anak unta betina (bintu labun) umur dua tahun lebih. Untuk empat puluh enam ekor unta "zakat"nya seekor anak unta (hiqqah) umur tiga tahun lebih. Bila mencapai jumlah enam puluh satu ekor unta, "zakat"nya adalah seekor unta jazah yang berumur empat tahun lebih. Kalau telah mencapai tujuh puluh enam ekor unta, "zakat"nyaadalah dua ekor anak unta bintu labun yang berumur dua tahun lebih. Bila mencapai jumlah sembilan puluh satu ekor unta, "zakat"nya dia ekor hiqqah umur tiga tahun lebih. Jika mencapai seratus dua puluh ekor unta, maka tiap empat puluh ekor "zakat"nya seekor bintu labun umur dua tahun lebih. 

Perhatian: Siapa yang diwajibkan kepadanya "zakat" dengan unta pada umur yang ditentukan, kemudian tidak mendapatkannya, maka ia wajib membayar dengan unta yang ada. Bila ternyata umur unta yang ada itu lebih muda dari yang diminta, hendaknya ditambah dengan dua ekor kambing atau dua puluh dirham uang. Bila lebih tua dari yang ditentukan, maka tetap harus ditambah dengan dua ekor kambing atau uang dua puluh dirham untuk menambah yang kekurangan, kecuali ibnu labun dianggap cukup menutupi bintu labun.

b. Sapi atau kerbau.
Syarat sapi yang di"zakat"kan adalah haul dan "nisab". Batas "nisab" sapi adalah tiga puluh ekor, "zakat"nya adalah seekor anak tabi (Tabi adalah anak sapi yang berumur satu tahun lebih). Bila mencapai empat puluh ekor sapi atau kerbau, "zakat"nya seekor musinnah (Musinnah adalah anak sapi yang berumur dua tahun lebih).
Hadits Riwayat Abu Daud, Tirmidzi dianggap saheh oleh Ibn Hibban dan Hakim, menjelaskan bahwa Rasulullah bersabda: Setiap tiga puluh ekor sapi "zakat"nya satu ekor tabi umur satu tahun lebih dan tiap empat puluh ekor, seekor musinnah umur dua tahun lebih."

c. Kambing.
Yang termasuk kambing adalah domba dan kambing. Syarat wajib "zakat"nya adalah haul dan "nisab". "Nisab" kambing adalah empat puluh ekor, "zakat"nya satu ekor kambing betina umur dua tahun lebih. Bila mencapai seratus dua puluh satu ekor, "zakat"nya dua ekor kambing betina umur dua taun lebih. Bila mencapai dua ratus satu ekor, "zakat"nya tiga ekor kambing umur dua tahunlebih. Bila lebih dari tiga ratus ekor, "zakat"nya tiap seratus ekor, satu ekor kambing betina umur dua tahun lebih.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Bila lebih dari tiga ratus, maka "zakat"nya seekor kambing betina umur dua tahun lebih."


BUAH-BUAHAN DAN BIJI-BIJIAN.

Syarat buah-buahan dan biji-bijian yang di"zakat"kan ialah buah yang matang kuning atau merah. Sdang biji-bijian, bila telah dapat dipecahkan (digiling). Dan anggur sudah harus manis.

Allah berfirman dalam Surat Al-An'am ayat 141: "... dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan "zakat"nya)......"

"Nisab"nya lima wasaq. Satu wasaq adalah enam puluh sa'. Satu sa' ada empat mud. 
Rasulullah SAW. bersabda: "Tidak ada "zakat" bagi biji-bijian yang kurang dari lima wasaq."
Yang wajib di"zakat"kan adalah bila diairi tanpa susah payah seperti dengan air hujan, mata air atau air sungai. Maka "zakat"nya sepersepuluh. Maka dari lima wasaq "zakat"nya setengah wasaq. Bila diairi dengan susah payah seperti dengan diangkat atau pakai kincir, dan lain-lain, maka "zakat"nya seperdua puluh. Maka dari lima wasaq, zakatnya seperempat wasaq. Selebihnya dihitung dan di"zakat"kan.
Sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Muttafaq 'alaih, bahwa Nabi SAW bersabda: "Pada biji yang diairi dengan air hujan atau mata air, atau yang menghisap air tanah dengan akarnya, "zakat"nya sepersepuluh dan yang diairi dengan kincir adalah seperduapuluh."

Perhatian:
a. Tanaman yang sekali diairi dengan menggunakan alat dan pada waktu lain tanpa alat, "zakat"nya tiga perempat dari sepersepuluh (7,5%). Dengan menurut pendapat ahli ilmu, Al-Allama bin Qudamah berkata: Kami tidak tahu, apakah ada khilaf dalam soal tersebut.

b. Bermacam kurma dicampur satu sama lain. Bila sampai satu "nisab", wajib di"zakat"kan dan tidak dipisah-pisah mana yang baik, mana yang buruk.

c. Semua jenis gandum dijumlahkan. Bila jumlahnya mencapai "nisab", wajib di"zakat"kan dari bagian yang terbanyak jumlahnya.

d. Bermacam-macam kacang-kacangan seperti kedelai, kacang tanah, kacang pendek dan lain-lain dijumlahkan. Bila mencapai "nisab" wajib di"zakat"kan.

e. Bila biji zaitun dan biji-biji lainnya yang dibuat minyak, yang dikeluarkan "zakat"nya adalah minyaknya.

f. Bermacam-macam anggur dijumlahkan satu sama lain. Bila mencapai "nisab" di"zakat"kan. Bila dijual sebelum dibuat kismis, dikeluarkan "zakat"nya dari hasil penjualannya, yaitu seperempat puluh atau seperdua puluh.

g. Padi, jagung dan tembakau, masing-masing berdiri sendiri. Maka tidak dijumlahkan atau digabungkan. Bila hanya dapat setengah "nisab", maka tidak wajib di"zakat"kan.

h. Siapa menyewa tanah dan hasilnya mencapai "nisab", maka wajib dikeluarkan "zakat"nya.

i. Siapa yang memiliki buah-buahan atau biji-bijian yang diperolehnya dengan cara hibah, membeli atau warisan dalam keadaan telah matang (dipanen), maka tidak wajib di"zakat"kan, karena yang wajib mengeluarkan "zakat"nya adalah yang memberi atau yang menjualnya. Tapi jika dimilikinya sebelum dipanen, maka berkewajiban baginya membayar "zakat"nya.

j. Orang yang mempunyai utang, apabila hartanya akan habis untuk membayar utangnya, maka tidak wajib "zakat".

(Sumber: Pedoman Hidup Muslim, oleh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi).

Sabtu, 26 November 2011

"Wali-Wali Allah"

"Kaum Muslimin percaya bahwa "Allah" mempunyai para "wali" (para penolong) dari hamba-hamba-Nya yang ikhlas dalam ibadah kepada-Nya."


"Allah" jadikan mereka orang yang selalu taat dan mereka menjadi mulia karena cintanya kepada "Allah". Mereka dijadikan orang-orang yang memperoleh kemuliaan dari "Allah", sehingga "Allah" menjadi penolong mereka. Mereka para "Wali Allah" itu mencintai "Allah" dan mengagungkan-Nya, mentaati perintah-Nya dan menyerukan perintah itu. Mereka menjauhkan diri dan menyuruh orang menjauhi larangan "Allah".

Mereka mencintai dan membenci karena "Allah". Bila mereka meminta kepada "Allah", maka Ia memberinya, bila minta tolong, ditolong-Nya. Dan bila mohon perlindungan, dilindungi-Nya. Mereka adalah golongan orang beriman, bertakwa, mulia dan memperoleh kegembiraan di dunia dan di akhirat. Setiap orang Mukmn yang takwa adalah "Wali Allah". Meskipun tingkatan mereka berbeda-beda dalam keimanan dan ketakwaannya. Setiap orang yang beriman dan takwa, derajat mereka tinggi di sisi "Allah", memiliki kemuliaan yang utama. Di atas mereka adalah para Rasul dan Nabi. Di bawah mereka adalah Mukmin. Adapun keramat (kemuliaan) yang dimilikinya seperti dapat memperbanyak makanan yang sedikit, menyembuhkan berbagai penyakit, menyelam di laut, tidak hangus oleh api dan sebagainya yang sejenis mukjizat.

Tetapi mukjizat itu disertai oleh tantangan, sedangkan keramat tidak, karena tidak ada kaitannya dengan kerasulan. Di antara karomah yang terbesar adalah istiqomah dengan memiliki kekuatan untuk menunaikan segala perintah "Allah" dan menjauhi semua larangan-Nya.

Adanya "Wali Allah" didasarkan pada dalil-dalil sebagai berikut:

a. "Allah" memberitahukan mengenai "Wali"-"Wali"-Nya dan kemuliaan mereka.

Firman "Allah": Surat Yunus ayat 62-64: "Ingatlah sesungguhnya "Wali"-"Wali Allah" itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) "Allah". Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar."

Surat Al-Baqarah ayat 257: "Allah" pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman)..."

Surat Al-Anfal ayat 34: "..... mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya? Orang-orang yang berhak menguasai(nya), hanyalah orang-orang yang bertakwa..."

Surat Al-A'raf ayat 196: "Sesungguhnya pelindungku ialah "Allah" yang telah menurunkan Al-Kitab (Qur'an) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh."

Surat Yusuf ayat 24: ".... Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemunkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih."


b. Rasulullah memberitakan perihal para "Wali Allah" dan keramat (kemuliaan) mereka.

Hadits Riwayat Bukhari, Rasulullah bersabda, yang diriwayatkan dari Tuhannya: "Siapa yang memusuhi kekasih-Ku, maka Aku menyatakan perang kepadanya. Dan pendekatan yang paling Aku sukai dari hamba-Ku iaah dengan mengerjakan segala yang Aku wajibkan dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunah sehingga Aku menyukainya. Apabila Aku telah menyayanginya, maka Aku-lah yang menjadi pendengaran dan penglihatannya, dan menjadi tangan yang digunakannya serta kaki yang dipakainya berjalan, dan apabila ia memohon kepada-Ku, pasti Ku-kabulkan, dan jika berlindung kepada-Ku pasti Ku-lindungi."

Sabda Nabi SAW dari Tuhannya: "Sesungguhnya Aku pasti akan membela "Wali"-"Wali"-Ku, seperti halnya simga membela diri dalam bahaya."

Hadits Riwayat Muttafaq 'alaih, Nabi SAW. bersabda: "Sesungguhnya "Allah" mempunyai orang-orang kuat (pemimpin). Bila mereka bersumpah kepada "Allah" , pasti selalu aku perhatikan." 

Hadits Riwayat Bukhari, sabda Nabi SAW tentang cerita seorang rahib dan pemuda. Dalam hadits itu disebutkan seekor binatang melata menghalangi jalan orang-orang yang lewat di suatu tempat, lalu pemuda tersebut melempar binatang itu sampai mati, hingga orang dapat melalui jalan itu kembali. Hal itu merupakan karomah bagi pemuda tersebut. Kemudian pula seorang raja yang ingin membunuh pemuda itu dengan berbagai cara, tapi selalu gagal. Pemudia itu dilemparkan dari sebuah gunung yang tinggi. Tapi tidak mati. Kemudian ia dilemparkan ke laut. namun ia selamat dan tidak mati juga. Hal itu merupakan karomah buat pemuda yang Mukmin dan saleh.


c. Ribuan ulama meriwayatkan dan menjadi saksi tentang adanya para "Wali" dan karomahnya yang tak terhitung jumlahnya.

Diantaranya, riwayat mengenai malaikat yang memberi salam kepada Umran bin Hussain, Salman al-Farisi dan Abu Darda makan pada sebuah piring. Piring dan makanan di atasnya itu bertasbih kepada "Allah". Khubeb RA menjadi tawanan kaum musyrikin di Mekah. Tiba-tiba ia dikaruniai anggur dan dimakannya, padahal di Mekah waktu itu tidak ada anggur. Barra bin Azib RA, memohon kepada "Allah" dengan bersumpah dengan nama-Nya dan permohonannya selalu dikabulkan. Bahkan ketika perang Qadisiyah ia bersumpah kepada "Allah" agar kaum Muslimin dapat mengalahkan kaum musyrikin. Dan ia mohon agar menjadi orang pertama syahid dalam perang tersebut. Maka permohonannya terkabul. Umar bin Khattab berkhutbah di atas mimbar Rasulullah di Medinah. Tiba-tiba ia berkata: "Hai Sariyah! Berlindunglah di balik gunung! Hai Sariyah! Berlindunglah di balik gunung! untuk memberi komando kepada panglima perang bernama Sariyah. Sariyah mendengar suara Umar dan membawa tentaranya ke gunung. Maka disitulah ia mendapat kemenangan dan mengalahkan kaum musyrikin. Tatkala Sariyah pulang, ia menyampaikan kepada Umar dan sahabatnya bahwa ia mendengar suara Umar. Ala bin Hadarami berdo'a: "Wahai zat yang Maha Mengetahui, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Tinggi, Yang Maha Agung," Do'anya diperkenankan, hingga ia dapat menyelam di laut bersama pasukannya, tapi pelana-pelana kuda mereka tidak basah. Hasan al_Bisri berdo'a kepada "Allah" agar diselamatkan dari seseorang yang akan menganiaya dirinya. Maka tiba-tiba si penganiaya itu tersungkur ke tanah dan mati seketika.

Seorang laki-laki dari suku Nakhi punya seekor himar. Tiba-tiba himarnya mati di perjalanan. Lalu ia berwudlu dn salat dua rakaat. Kemudian berdo'a kepada "Allah", maka "Allah" menghidupkan kembali himarnya dan membawa barang-barangnya. Dan banyak lagi karomah-karomah lain tidak terhitung jumlahnya yang disaksikan ratusan bahkan jutaan orang.

(Sumber: Pedoman Hidup Muslim, oleh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi). 

Jumat, 25 November 2011

"Surga Adalah Rumah Abadi"

"Allah SWT berfirman dalam Surat Hud ayat 108: "Dan adapun orang-orang yang berbahagia, maka mereka ditempatkan di dalam "surga", mereka kekal ("abadi") di dalamnya, selama ada langit dan bumi, kecuali apa yang dikehendaki oleh Tuhanmu, suatu pemberian yang tidak ada putus-putusnya."


Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang masuk "surga", maka ia akan mendapatkan kenikmatan dan tidak akan disiksa, tidak akan mendapatkan bencana dan tidak akan menjadi tua, tetap dalam usia muda."

Rasulullah juga bersabda: "Penyeru berkata, 'kalian akan selalu sehat dan tidak akan terkena penyakit selamanya, selalu hidup dan tidak akan mati selamanya ("abadi"), selalu dalam usia muda dan tidak akan menua selamanya ("abadi"), serta kalian selalu mendapatkan nikmat dan tidak akan disiksa selamanya ("abadi").   Hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam Surat Al-A;raf ayat 43: 'Dan diserukan bagi orang-orang yang beriman; inilah "surga" yang diwariskan kepadamu karena apa yang telah kamu kerjakan.'

Dari Abu Said Al-Khudri RA, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda: 'Kematian didatangkan pada Hari Kiamat, seakan-akan ia seperti kambing kibas yang dihias elok dan berhenti antara "surga" dan neraka. Dikatakan, 'Hai ahli "surga", apakah kalian mengetahui apa ini?' Kemudian mereka melihatnya dan berkata, 'Benar, ini adalah kematian. 'Kemudian dikatakan, 'Hai ahli neraka, apakah kalian mengetahui apa ini?' Kemudian mereka melihatnya dan berkata, 'Benar, ini adalah kematian.' Kemudian mereka diperintahkan untuk menyembelihnya, dan Allah SWT berkata kepada mereka, "Wahai ahli "surga", kalian akan "abadi" dan tidak akan mati, dan wahai ahli neraka, kalian akan "abadi" dan tidak akan mati. Kemudian Rasulullah SAW membaca Surat Maryam ayat 39, 'Dan berilah mereka ancaman tentang hari penyesalan, yaitu ketika diselesaikan segala urusan mereka, sedang mereka (sekarang ini) dalam keadaan lalai sedang mereka tidak beriman." Kemudian, Rasulullah memberikan isyarat dengan tangannya ke dunia." (HR. Al-Bukhari).

(Sumber: Tamasya Ke Negeri Akhirat, oleh Syaikh Mahmud Al-Mishri).

"Sebab-Sebab Gugurnya Hukuman Dari Orang-Orang Yang Berbuat Maksiat"

"Apabila seorang hamba mukmin terjebak dalam ke"maksiat"an, maka sesungguhnya Allah SWT telah membukakan pintu-pintu rahmat-Nya bagi para hamba-Nya supaya mereka dapat terbebas dari "hukuman" yang menimpanya, apabila telah mengikhlaskan diri bertakwa."


Dengan demikian, penyesalan dan kesengsaraan akan menimpa orang yang tidak mengetahui "sebab"-"sebab" digugurkannya "hukuman" tersebut.
Menurut penulis kitab Syah Al-Akidah Ath-Thahawiyah, ada 11 (sebelas) "sebab" digugurkannya "hukuman" dari  ke"maksiat"an, yaitu:
"Sebab" pertama: Taubah.
Allah SWT berfirman dalam Surat Maryam ayat 59-60: "Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun."

Adapun taubat yang menggugurkan "hukuman" yaitu taubat nashuha, yakni taubat yang murni muncul dari hati, tidak terbatas pada ucapan dengan lidah. Selain itu, taubat nashuha harus disertai dengan penyesalan atas ke"maksiat"an yang telah dikerjakannya di masa lalu, dan bertekat untuk tidak kembali mengulanginya, serta mengerjakan amal saleh.

Posisi taubat yang dapat menjadi salah satu faktor penyebab diampuninya segala dosa dan tidak ditimpakan "hukuman" atasnya, telah disepakati oleh seluruh umat, dan tidak ada sesuatupun yan g menjadi faktor penyebab diampuninya segala dosa kecuali taubat.


"Sebab" kedua: Permohonan ampun (istighfar).
Allah berfirman dalam Surat Al-Anfal ayat 33: "Dan Allah sekali-kali tidak akan mengadzab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengadzab mereka, sedang mereka meminta ampun."

Pada tataran realitas, sesungguhnya istighfar termasuk dalam makna taubat, mengingat istighfar merupakan bentuk permohonan ampun atas segala dosa yang dilakukan oleh seorang hamba, sehingga hal ini termasuk dalam penyesalan yang dipersembahkan manusia, karena memohon ampun merupakan ciri atau tanda penyesalan ini. Namun, taubat memiliki nilai tambah dari pada istighfar, yang terletak pada adanya tekad untuk menjauhi ke"maksiat"an di masa mendatang.

"Sebab" ketiga: Mengerjakan kebaikan-kebaikan.
Allah berfirman dalam Surat Al-Hud ayat 114: "Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapus (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk."

"Sebab" keempat: Tertimpa musibah-musibah duniawi.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.: "Tiada seorang mukmin yang tertimpa sesuatu penyakit, kepedihan, kesengsaraan, kegundahan, atau kesedihan sampai keputus-asaan menimpanya, kecuali Allah pasti menghapuskan kesalahan-kesalahannya."

Ketahuilah, penghapusan kesalahan-kesalahan itu dapat menjadi "sebab" terjebak dalam ke"maksiat"an itu sendiri. Apabila orang yang diuji tertimpa cubaan/musibah itu bersabar, maka ia akan memperoleh pahala yang baru melebihi penghapusan kesalahan-kesalahannya. Sebaliknya, jika ia membenci musibah tersebut maka ia akan memperoleh dosa yang baru pula, dan penghapusan kesalahan-kesalahannya itu masih tetap tersisa dengan tertimpanya musibah tersebut.

"Sebab" kelima: Siksa kubur.

"Sebab" keenam: Kepayahan dan kedahsyatan Hari Kiamat.

"Sebab" kedelapan: Syafaat bagi orang yang diizinkan Allah untuk mnemperolehnya pada Hari Kiamat.
Allah berfitman pada Surat An-Nisa' ayat 48: "Dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu."

"Sebab" kesembilan: Do'a kaum mukminin dan permohonan ampun mereka selama hidup dan sesudah mati.

"Sebab" kesepuluh: yaitu sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Nabi SAW, bahwasanya beliau bersabda: "Apabila kaum mukminin telah terbebas dari neraka, maka mereka ditahan di suatu jembatan antara surga dan neraka, diberilah balasan atas kedzaliman-kedzaliman yang dikerjakan mereka di dunia, hingga apabila telah bersih (dari kedzaliman-kedzaliman tersebut), dizinkanlah mereka untuk masuk ke dalam surga. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, niscaya tempat tinggal salah seorang dari mereka di surga itu lebih kokoh dari pada rumahnya ketika di dunia."

"Sebab" kesebelas: Pahala shadaqah, membaca Al-Qur'an, menunaikan ibadah haji, atau yang semisal dengan itu.

(Sumber: Tamasya Ke Negeri Akhirat, oleh Syaikh Mahmud Al-Mishri).

"Menjauhkan Diri Dari Sebab-Sebab Siksa Kubur"

"Di antara "sebab" selamatnya dari adzab neraka yaitu menjauhkan diri dari segala "sebab" yang mengakibatkan ditimpakannya "siksa kubur", seperti: Adu domba, tidak menutup dan bersuci dari kencing, berdusta, menjauhi Al-Qur'an dan tidak mengamalkannya, makan riba, dan melakukan zina."


Segala hal ini termasuk dalam faktor yang menjadi penyebab ditimpakannya "siksa kubur", maka seharusnya kita menjauhi hal-hal tersebut, agar kita semua selamat dari "siksa kubur" tersebut.

Demikian pula, kita diharuskan untuk menjauhkan diri dari "sebab"-"sebab" yang mengakibatkan kepada su'ul khatimah, antara lain: Ragu dan menentang yang menyebabkannya melakukan bid'ah, rusak akidah, munafik, menyukai kemaksiatan, dan terus-menerus melakukan maksiat, dan menggantungkan diri kepada selain Allah, bunuh diri, tidak konsisten menjalankan ibadah, menunda-nunda taubat, cinta dunia dan banyak berangan-angan.

(Sumber: Tamasya Ke Negeri "Akhirat", oleh Syaikh Mahmud Al-Mishri).

Kamis, 24 November 2011

"Cinta Dunia - Salah Satu Sebab Su'ul Khatimah"

"Apabila manusia telah merasa "cinta" terhadap "dunia", kesenangan birahi, hiburan dan pernik-perniknya, maka hatinya akan terasa berat untuk berpisah darinya. Sehingga hatinya enggan untuk berpikir tentang kematian yang menjadi sebab perpisahan dengannya."


Setiap yang membenci sesuatu maka ia akan menolaknya dari dirinya, manusia itu akan sibuk dengan perandai-andaian yang batil, dirinya akan berharap selamanya terhadap apa yang sesuai dengan kehendaknya untuk kekal di "dunia".

Asal dari semua perandai-andaian ini adalah "cinta dunia" dan senang dengannya, dan lalai dari sabda Nabi SAW: "Cinta"ilah apa yang kamu kehendaki, tapi ingatlah bahwa kamu akan berpisah darinya."

Ibnu Abbas RA berkata: "Dunia" datang pada Hari Kiamat dalam bentuk orangtua yang berambut abu-abu kebiruan, gigi taringnya nampak, buruk rupanya, lalu dilihatkan kepada semua makhluk, dan dikatakan kepada mereka, "Tahukah kalian apa itu?"

Mereka menjawab, "Kami berlindung kepada Allah dari mengetahui hal demikian!" Lalu dikatakan, "Inilah "dunia" yang karenanya kalian saling membunuh, memutuskan tali kasih sayang, saling mendengki, saling mendendam, dan kalian terperdaya, kemudian "dunia" dilemparkan ke Neraka Jahanam, lalu memanggil-manggil, "Hai Tuhanku, di mana pengikut setiaku?" Lalu Allah Azza wa Jalla berfirman, "Susulkan pengikut setianya kepadanya."
Yahya bin Mu'adz berkata: "Dunia" adalah minuman keras setan, siapa yang mabuk karenanya maka tidak akan sadar kecuali dalam kesusahan detik kematian, menyesal di antara orang-orang yang rugi,"

Pe"cinta dunia" adalah manusia yang paling pedih siksanya. Dia disiksa dalam tiga fase; Disiksa di "dunia", pengerahan tenaga dan pertikaian dengan sesamanya. Disiksa di alam barzakh karena kehilangan "dunia" dan rugi karenanya. Ia dipisahkan dari apa yang di"cinta"inya dan tiada harapan berkumpul dengannya selamanya; Dan disiksa pada hari pertemuan dengan Tuhannya. Allah Ta'ala berfirman dalam Surat At-Taubah ayat 55:

"Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di "dunia" dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir."

Al-Qurthubi berkata, "Hal semacam ini banyak terjadi pada manusia yang tersibukkan masalah "dunia" dan yang mencita-citakannya. Bahkan, telah diceriterakan kepada kita bahwa ada makelar yang dalam detik kematiannya dikatakan padanya, "Katakan Laa ilaha illallah," namun dia mengatakan. "Tiga setengah, empat setengah." Dia telah dikuasai "cinta" kerja sebagai makelar.

Ibnul Qayyim berkata, "Saya diberitahu oleh orang yang menghadiri kematian peminta-minta bahwa ia mengatakan, "Sungguh Kasihanilah, berilah uang sekadarnya," sampai meninggal.

Mahasuci Allah, berapa banyak orang menyaksikan hal-hal ini yang semestinya dijadikan pelajaran. Juga, masih sangat banyak hal-hal yang tidak mereka ketahui dari keadaan orang-orang yang dijemput maut lebih banyak dan lebih hebat dari hal-hal itu."

Luqman berkata kepada anaknya, "Juallah "dunia"mu dengan "akhirat" niscaya engkau mendapatkan keduanya. Dan jangan engkau jual "akhirat"mu dengan "dunia" niscaya engkau akan rugi keduanya."

Mutharrif bin Syakhkhir berkata, "Jangan engkau memperhatikan kemudahan kehidupan raja-raja dan kemegahan perabotan mereka, tetapi perhatikan begitu cepat kepergian mereka dan begitu buruk tempat kembali mereka."

Ibnu Abbas berkata, "Sesungguhnya Allah menjadikan "dunia" ini tiga bagian; Satu bagian untuk orang mukmin, satu bagian untuk orang munafik, dan satu bagian untuk orang kafir. Orang mukmin berbekal, orang munafik berhias, dan orang kafir bersenang-senang dengan "dunia"

(Sumber: Tamasya Ke Negeri "Akhirat", oleh Syaikh Mahmud Al-Mishri).

Hal "dunia"wi jangan dijadikan tujuan. Hanya sebagai sampingan saja. Supaya kita tidak terbebani.

Allah berfirman dalam Surat Huud ayat 15:

"Barangsiapa yang menghendaki kehidupan "dunia" dan perhiasannya, niscaya Kami sempurnakan pekerjaannya di "dunia", dan mereka tidak dirugikan."

Surat Huud Ayat 16:

"Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di "akhirat" kecuali neraka dan lenyaplah apa yang mereka telah usahakan (di "dunia"), dan sia-sialah apa yang mereka kerjakan."

Rabu, 23 November 2011

"Macam Macam Jiwa"

"Allah SWT telah memberitahukan tentang tiga macam "jiwa": Pertama, "jiwa" yang mengajak kepada keburukan. Kedua, "jiwa" yang tenang. Ketiga, "jiwa" yang tercela."


Namun, hal ini tidak berarti bahwa setiap manusia pasti memiliki ketiga jenis "jiwa" ini, melainkan maksudnya adalah bahwa ini merupakan sifat-sifat dan kondisi yang berbeda dalam diri setiap orang.

Setelah menyebutkan jenis-jenis "jiwa" di atas, pensyarah (penjelas) kitab Ath-Thahawiyah berkata, "Adapun maksudnya yaitu "jiwa" yang satu, tetapi memiliki berbagai sifat. Yakni, sifat yang mendorong kepada keburukan. Apabila sifat tersebut menentang keimanan, maka dikategorikan sebagai sifat tercela, melakukan dosa kemudian mencela orang yang melakukannya, dan mencela antara mengerjakan dan meninggalkannya. Tetapi, jika keimananlah yang menguat maka "jiwa"nya menjadi tenang (muthmainnah)."

(Sumber: Tamasya Ke Negeri "Akhirat", oleh Syaikh Mahmud Al-Mishri). 


MusicPlaylistView Profile