"Nazar" adalah seorang Muslim yang mewajibkan dirinya taat kepada Allah untuk mengerjakan suatu perbuatan yang tidak wajib sebelum ia ber"nazar", misalnya: "Demi Allah, wajib bagiku puasa hari tertentu, atau salat dua rakaat."
Diizinkan "nazar" secara mutlak dengan maksud mencari keridhaan Allah, seperti "nazar" untuk melakukan salat, puasa ataupun sedekah. "Nazar" tersebut wajib dipenuhi.
Dimakruhkan (kurang disenangi) "nazar" yang dikaitkan dengan sesuatu, misalnya seseorang mengatakan: "Jika Allah menyembuhkan sakutku, maka aku akan berpuasa hari anu, atau aku akan bersedekah sekian." Hal ini sejalan dengan pernyataan Ibn Umar, dalam Hadits Riwayat Muttafaq 'alaih:
"Rasulullah melarang "nazar", dan ia berkata: Sesungguhnya "nazar" itu tidak bisa menolak sesuatu, dan esungguhnya dengan "nazar" dikeluarkan harta orang yang kikir."
Diharamkan "nazar", jika dimaksudkan bukan mencari keridhaan Allah, seperti "nazar" pada kuburan para aulia atu arwah orang-orang yang saleh, misalnya ia menyatakan: "Wahai tuanku, fulan, jika Allah menyembuhkan sakitku, maka aku akan menyembelih anu pada kuburmu, atau aku akan bersedekah untuk kamu dengan anu." Karena perbuatan yang semacam ini memalingkan ibadah kepada selain Allah. Dan ini termasuk perbuatan syirik yang diharamkan Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Surat An-Nisa' ayat 36:
"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa-pun...."
MACAM-MACAM "NAZAR".
1. "Nazar" mutlak, yaitu yang keluar seperti berita biasa, misalnya seorang Muslim berkata: "Karena Allah wajib bagiku puasa tiga hari atau memberi makan kepada sepuluh orang miskin." Dengan "nazar" tersebut, ia bermaksud ingin mendekatkan diri kepada Allah. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah dalam Surat An-Nahl ayat 91:
"Dan tepatilah perjanjian dengan Allah, apabila kamu berjanji...."
Dan juga dalam Surat Al-Hajj ayat 29:
".... dan hendaklah mereka menyempurnakan "nazar"-"nazar" mereka...."
2. "Nazar" mutlak yang tidak ditentukan, misalnya seorang Muslim menyatakan: "Bagiku "nazar" tetapi tidak disebutkan "nazar" apa. "Nazar" ini hukumnya wajib dipenuhi dengan kifarat sumpah. Hal ini sejalan dengan Hadits yang diriwayatkan Muslim, bahwa Nabi SAW bersabda:
"Kifarat "nazar" itu, apabila tidak disebutkan jenisnya, maka sama dengan kifarat sumpah."
Menurut satu pendapat, dianggap cukup apabila dipenuhi sesuatu yang dianggap paling sedikit dalam "nazar", msalnya salat dua rakaat atau puasa satu hari.
3. "Nazar" yang dikaitkan dengan perbuatan Allah yaitu "nazar" yang keluar semacam ada syaratnya. Misalnya seorang Muslim menyatakan: "Jika Allah menyembuhkan penyakitku, atau mengembalikan barangku yang hilang, maka aku akan memberikan makanan sekian kepada orang Muslim, atau aku akan puasa sekian hari."
"Nazar" semacam ini walaupun dianggap makruh (kurang baik) tetapi wajib dipenuhinya. Apabila Allah telah memenuhi kebutuhannya, maka wajib bagi orang itu untuk mengerjakan apa yang disebutnya ibadah. Sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Bukhari, bahwa Rasulullah bersabda: "Barangsiapa yang ber"nazar" untuk taat kepada Allah, maka hendaknya ia taat kepada Allah."
Jika Allah tidak memenuhi kebutuhannya, maka tidak wajib bagi orang itu memenuhi "nazar"nya.
4. "Nazar" iyang dikaitkan dengan pekerjaan makhluk, yaitu "nazar" orang yang keras hati, misalnya ia menyatakan: "Aku akan berpuasa satu bulan, jika aku melakukan anu dan anu, atau tergelincir pada anu dan anu, aau aku akan mengeluarkan hartaku anu dan anu, jika aku melakukan sesatu."
Hukum "nazar" ini, bagi orang tersebut boleh memilih antara memenuhi "nazar"nya atau kifarat sumpah, apabila ia melanggar sesuatu yang ia kaitkan dengan "nazar"nya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah: "Tidak ada "nazar" dalam keadaan marah, dan kifaratnya adalah kifarat sumpah." (Said di dalam kitab sunannya).
Biasanya "nazar" ini tidak akan terjadi kecuali orang yang bersangkutan dalam keadaan marah, dan hanya bermaksud melarang orang lain un tuk tidak mengerjakan atau meninggalkan sesuatu.
5. "Nazar" maksiat, yaitu "nazar" untuk mengerjakan sesuatu yang diharamkan, atau meninggalkan yang diwajibkan. Misalnya "nazar" untuk memukul seorang Muslim atau "nazar" untuk meninggalkan salat. Hukum "nazar" ini adalah haram memenuhinya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Ahmad, Tirmidzi, Ibn Majah, Abu Daud dan Nasa'i, bahwa Rasulullah bersabda:
"Barangsiapa ber"nazar" untuk taat kepada Allah. maka hendaknya ia taat kepada-Nya. Dan barangsiapa yang ber"nazar" maksiat kepada-Nya, maka janganlah melakukannya."
Hanya saja sebagian ahli ilmu berpendapat, bagi pelakunya harus membayar kifarat sumpah. Sebagaimana Sabda Rasulullah:
"Tidak ada "nazar" dalam hal kemaksiatan, dan kifaratnya adalah kifarat sumpah." (Abu Daud dengan lafaz:... dan tidak pada yang dimiliki anak Adam...).
6. "Nazar" dengan sesuatu yang tidak dimilikinya atau di luar kemampuannya. Misalnya ia ber"nazar" untuk memrdekakan hamba sahaya, atau akan bersedekah dengan setumpuk emas misalnya. Hukumnya orang itu harus melakukan kifarat. Sebagaimana Sabda Rasulullah:
"Tidak ada "nazar" dalam hal yang tidak dimilikinya." (Abdurrazaq dan Nasa'i, dengan lafaz: Tidak ada "nazar" untuk maksiat kepada Allah, juga pada yang tidak dimiliki).
7. "Nazar" mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah, misalnya ber"nazar" mengharamkan makanan dan minuman yang halal. Hukumnya adalah tidak boleh mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah, kecuali istri. Barangsiapa yang ber"nazar" mengharamkan istrinya, maka wajib baginya membayar kifarat zihar. Jika yang diharamkan itu selain istri, maka wajib kifarat sumpah.
PERLU DIPERHATIKAN:
1. Barangsiapa yang ber"nazar" dengan seluruh hartanya, maka dianggap cukup jika mengeluarkan sepertiganya, jika "nazar"nya itu bersifat mtlak. Jika "nazar"nya itu "nazar" orang yang dalam keadaan marah (emosional), maka cukuplah dengan membayar kifarat sumpah.
2. Barangsiapa yang ber"nazar" untuk suatu ketaatan, kemudian meninggal dunia, maka walinya bertindak sebagai penggantinya. Karena ada satu riwayat sahih yang menyatakan bahwa seorang wanita berkata kepada Ibn Umar bahwa ibunya ber"nazar" untuk salat di masjid Quba, kemudian meninggal dunia (sebelum melaksanakannya), maka Ibn Umar menyuruh wanita itu melaksanakan salat bagi ibunya di masjid Quba.
(Sumber: Pedoman Hidup Muslim, Oleh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi).