"MENYEMIR/MEWARNAI RAMBUT MENURUT ISLAM"
"Menyemir Rambut" pada masa sekarang sudah menjadi tren khususnya bagi
kaum laki-laki terlebih lagi kaum hawa".
Lifestyle ini sebenarnya pun
sudah ada sebelum "Islam" datang. Masyarakat Arab sebelum Islam biasa "Menyemir Rambut"nya dengan "warna" hitam untuk menutupi ubannya. Lalu
bagaimanakah menurut "Islam" hukumnya "Menyemir Rambut"?
“Bukankah memang dibolehkan oleh Rasulullah SAW, asalkan jangan "Menyemir Rambut" dengan yang ber"warna" hitam?”.
Sebenarnya, "Mewarnai Rambut" telah ada semenjak zaman
Rasulullah SAW. Tapi kita tak boleh membayangkan bahwasannya pada zaman Rasulullah
diperbolehkannya "Mewarnai Rambut" adalah untuk sekedar “gaul” atau pun
misalnya, ada yang membayangkan mungkin saja pada saat itu sahabat yang
dibolehkan "Menyemir Rambut" untuk tujuan “modis”?
Apabila terdapat perbedaan para ulama tersebut, itu suatu hal yang wajar. Karena
ijtihad seseorang tidak mungkin sama persis. Dengan catatan, hasil
ijtihad tersebut mempunyai dalil naqli yang jelas, kuat, dan shahih.
Karena segala sesuatu sudah selayaknya dapat dipertanggungjawabkan.
Apalagi ini menyangkut hajat hidup orang banyak.
Dan kita sebagai muslim, patutlah untuk selalu merujuk pada Al-Quran dan hadits juga ijtihad ‘alim Ulama.
1. PENGERTIAN.
Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai hukum "Mewarnai Rambut" yang
dilandasi as-Sunnah, kita harus mengerti juga apa itu AsSunnah.
Menurut para ahli ushul fiqih, sunnah adalah apa yang diriwayatkan dari
Nabi SAW., berupa ucapan, perbuatan, atau persetujuan. Ia dalam
pandangan ulama ushul ini, adalah salah satu sumber dari berbagai sumber
syariat. Oleh karena itu, ia bergandengan dengan Al-Qur’an. Misalnya,
ada redaksi ulama yang mengatakan tentang hukum sesuatu: masalah ini
telah ditetapkan hukumnya oleh Al-Qur’an dan sunnah.
Sementara,
para ahli hadits menambah definisi lain tentang sunnah. Mereka
mengatakan bahwa sunnah adalah apa yang dinisbatkan kepada Nabi SAW,
berupa ucapan, perbuatan, persetujuan, atau deskripsi–baik fisik maupun
akhlak–atau juga sirah (biografi Rasul SAW.).
Menurut Abdul
Wahab Khallaf Assunnah itu bertujuan untuk pemberlakuan syariat. Yang
mempunyai tujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia dalam kehidupan
ini dengan menarik segala sesuatu yang manfaat dan menolak sesuatu yang
mudharat.
2. HUKUM"MEWARNAI RAMBUT"
Hukum "Mewarnakan Rambut"
perlu dilihat dari berbagai aspek, seperti tujuan "mewarnai"nya,
jenis-jenis "warna" dan pihak-pihak yang terlibat dengan kegiatan "mewarna"
serta kesannya kepada diri, keluarga dan masyarakat.
Hadist –
Hadist yang menunjukan tentang "semir rambut" adalah sunah fitrah, yang
berarti sunah fitrah adalah masalah-masalah yang sudah ada sejak zaman
dahulu.
Seperti kutipan sebuah hadits yang menjadi dasar hukum:
Dari Jabir r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. didatangi oleh para
sahabat dengan disertai oleh Abu Quhafah yaitu ayahnya Abu Bakar
as-Shiddiq ra. pada hari pembebasan kota Makkah, sedang
kepala dan janggut Abu Quhafah itu sudah putih bagaikan bunga tsaghamah,
kemudian Rasulullah SAW. bersabda: “Ubahlah olehmu semua "warna" putih
ini, tetapi jauhilah -yakni janganlah menggunakan -"warna" hitam.”
(Riwayat Muslim)
Berdasarkan hadist di atas, dalam hal ini, bisa dklasifikasikan hukum "Menyemir Rambut" tersebut ke dalam 3
hal. Yakni kita jangan hanya memahaminya secara tekstual saja, namun
secara kondisional dan fungsional.
Sebelum mengklasifikasinya, kita perlu mengetahui juga pendapat-pendapat para
ulama berdasarkan ilmu dan mazhab masing-masing.
3. PERBEDAAN PENDAPAT TENTANG "MENYEMIR RAMBUT".
Dari buku fikih sunnah ada perbedaan pendapat beberapa ulama karena para
sahabat ada yang "Menyemir Rambut"nya dan ada yang tidak, karena ada
hadist yang menyatakan :
Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya
dari neneknya lelaki r.a. dari Nabi SAW., bersabda: “Janganlah engkau
semua mencabuti uban, sebab uban itu adalah merupakan cahaya seorang
Muslim pada hari kiamat.”
Hadits hasan yang diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi serta Nasa’i dengan sanad-sanad yang bagus.
Imam Termidzi mengatakan bahwa
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, katanya: “Rasulullah SAW. bersabda:
“Barangsiapa yang mengerjakan sesuatu amalan yang tidak ada perintah dari kita, maka amalan itu wajib ditolak.”
Pandangan Hukum "Menyemir Rambut" dengan warna hitam, menurut para ulama.
1) Makruh
Menurut Mazhab Maliki, Abu Hanifah, sebagian ulama Syafi’I seperti Imam Ghazali, AL baghawi.
Tapi jika Alasan menghitamkan "rambut" adalah bertujuan untuk menakutkan musuh di dalam peperangan, maka hukumnya adalah harus.
Dalil yang dijadikan landasannya adalah
a) Sabda Nabi SAW : “Tukarlah ia ("warna rambut", janggut misai) dan jauhilah dari "warna" hitam” (Shohih Muslim)
b) Berkata Ibn Umar ra : “Kekuningan pe"warna" para mukmin, kemerahan
pe"warna" para Muslimin, Hitam pe"warna" puak Kuffar” (Riwayat At-Tobrani,
Al-Haithami)
c) Nabi SAW bersabda : “Barangsiapa yang
"mewarna"kan "rambut"nya dengan "warna" hitam, nescaya Allah akan menghitamkan
wajahnya di akhirat kelak” (Al-Haithami, bagaimanapun Ibn Hajar berkata
seorang perawinya agak lemah, bagaimanapun rawi tersebut diterima oleh
Imam Yahya Mai’en dan Imam Ahmad)
2) Haram
Ini adalah pandangan Mahzab Syafi’i. Dikecualikan jika untuk jihad. Mereka berdalil dengan dalil kumpulan pertama tadi.
3) Harus tanpa makruh
Yang berpendapat seperti ini adalah Imam Abu Yusuf dan Ibn Sirin
Dalil mereka :
a) Sabda Nabi SAW : “Sebaik-baik pe"warna" yang kamu gunakan adalah "warna"
hitam ini, ia lebih digemari oleh isteri2 kamu, dan lebih dpt
menakutkan musuh” (Riwayat Ibn Majah, bagaimanapun ia adalah hadith
Dhoif)
b) Diriwayatakan bhw sahabat dan tabi’ein ramai juga
yang "mewarna"kan "rambut" mereka dengan "warna" hitam. Antara Sa’ad, ‘Uqbah bin
‘Amir, Az-Zuhri dan diakui oleh Hasan Al-Basri. (Lihat Fath al-Bari,
Majma’ az-Zawaid dan Tahzib al-Atharoleh At-Tabari)
Dari sekian pandangan para ulama tersebut, Ust. Zaharudin Abd Rahman menyimpulkan :
Hadits yang melarang maksudnya adalah melarang karena dengan yang
tadinya terlihat tua dan beruban tapi jika disemir oleh "warna" muda
menjadi terlihat muda. Baik itu di kalangan wanita ataupun pria.
Adapun hadits yang membolehkan, maksudnya adalah dalam keadaan yang
tidak melanggar syara’. Seperti perang untuk menakuti musuh ataupun
tidak mengandung unsur penipuan, seperti merawat penyakit.
4. FENOMENA DALAM MASYARAKAT.
- Wanita dalam "Menyemir Rambut".
Jika dalam pemaparan di atas yang lebih dominan menitik beratkan pada
pria, namun kenyataannya kini wanita pun tak jarang melakukan "penyemiran
rambut".
Wanita kini sanggup melakukan berbagai cara untuk
terlihat cantik. Termasuk "Menyemir Rambut" dengan "warna" yang tidak hanya
hitam melainkan juga "warna"-"warna" pirang.
Pensyarah Jabatan Fiqh
dan Usul, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, Prof. Madya Dr.
Anisah Ab. Ghani berkata, menjaga kecantikan memang digalakkan oleh
Islam tetapi pelaksanaannya mestilah berlandaskan hukum syara’.
Dr. Anisah menegaskan, penggunaan pe"warna rambut" untuk tujuan "mewarna"
mestilah menepati tiga syarat yaitu boleh menyerap air supaya air
sembahyang dan mandi wajib sah, tidak mengandungi bahan yang kemudaratan
pada kulit dan bahan tidak bercampur dengan najis.
Jika
niatnya untuk mempercantik diri di depan suami, itu boleh dan
dianjurkan. Tapi yang terjadi belakangan ini adalah, justru ‘modis’
para wanita tersebut dalam hal "Mewarnai Rambut", malah diperlihatkan pada
yang bukan muhrimnya. Tentu itu haram hukumnya. Jangankan "Mewarnai Rambut", memperlihatkan "rambut"nya pada yang bukan muhrim saja tidak
boleh.
”Seorang wanita dilarang berhias untuk selain suaminya” ( H.R. Ahmad, Abu Daud, dan An Nasa’i)
· Tasabuh dalam "Menyemir Rambut".
Jika pada zaman Rasulullah SAW., perintah "Menyemir Rambut" adalah karena agar
tidak menyerupai kaum kafir yang pada waktu itu tidak "Menyemir Rambut"nya. Maka kini, tidak sedikit orang muslim yang "Menyemir Rambut"nya
justru mengikuti gaya orang kafir.
Mulai dari dari blonde,
dark nlonde copper, chocolate brown, brown, mocha, dan hazel, juga
"warna"-"warna" gelap dan terang lainnya.
Padahal Rasulullah SAW.
memerintahkan kita agar tidak taqlid atau tasabuh pada suatu kaum dan
mengikuti mereka( yahudi, nasrsani), agar selamanya kepribadian umat Muslim berbeda dengannya.
Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Huhrairah , Rasulullah SAW. mengatakan:
“Sesungguhnya orang yahudi dan nasrani tidak mau "Menyemir Rambut" mereka karena itu berbedalah dengan mereka” ( Riwayat Bukhari)
Namun sekarang, merekapun "Menyemir Rambut"nya, maka lebih baik, jika
memang bukan karena alasan yang syar’i, kita tak perlu "Mewarnai Rambut"
kita. Karena dengan "Mewarnai Rambut" kita, secara langsung ataupun tidak
akan menyerupai yahudi dan nasrani.
Seperti yang telah disebutkan tadi, bahwasannya pembagian klasifikasi
mengenai hukum "Mewarnai Rambut", khususnya yang berkaitan dengan pe"warna"
yang ber"warna" hitam.
Ø Secara Tekstual
Jika kita
memahaminya hanya sekedar menelan bulat-bulat redaksi hadits yang paling
pertama disebutkan di atas tersebut, dapat dipastikan permasalahan
akan selesai tidak menyeluruh jika tanpa harus mendefinisikan lebih
dalam lagi.
Dalam tulisan ini, tidak bermaksud
menafsirkan suatu hadits. Karena keterbatasan dan kemampuan mengenai tafsir itu sendiri pun masih belum memenuhi syarat.
Namun memaknai hadits diatas, konteksnya sekarang adalah, bukan hanya
soal "warna" yang boleh dipakai atau yang tidak boleh dipakai untuk
"menyemir"nya, melainkan ada konteks lain yang sekarang berbalik dari
keadaan pada zaman waktu itu. Yakni konteks keadaan dan tujuan.
Yang disebut sebagai kondisional dan fungsional tadi.
Ø Secara kondisional dan fungsional
Secara kondisional, pada saat itu dibolehkan di"semir rambut" adalah
karena keadaan yang sedang dihadapi sahabat yakni untuk menghadapi
musuh. Agar musuh segan.
Kemudian, secara fungsional.
Mengapa Rasulullah SAW. melarang "mewarnai" dengan "warna" hitam? Agar yang tadinya
beruban, tidak terlihat seperti lebih muda. Karena jika terlihat seperti
lebih muda karena "rambut"nya yang dihitamkan, otomatis itu mengandung
unsur penipuan.
Dan unsur penipuan ini yang menjadi dasar bagi tidak dibolehkannya memakai "semir rambut" "warna" hitam.
Tetapi ada titik temu dalam perbedaan ini, dalam sarah Bukhori Muslim
menyebutkan bila wajah-wajah kami masih kencang maka boleh "Menyemir Rambut", akan tetapi bila wajah telah keriput dan gigi kami telah tanggal
maka "Menyemir Rambut" tidak disunahkan.
Maka saya lebih
cenderung kepada pandangan Ibn al-Jawzi yang menyatakan bahwasannya
setiap orang harus mengenali dirinya sendiri. Jika "Mewarnai Rambut" itu,
entah "warna" hitam ataupun "warna"-"warna" lain dengan bertujuan (secara
fungsional) memungkinkan dirinya bersama-sama orang muda dalam
gelanggang maksiat dan memuja nafsu, itu dilarang.
KESIMPULAN
Intinya, kembali lagi pada : “innamal a’malu binniyat” Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung kepada niat.
Karena walaupun "Menyemir Rambut" dengan "warna" (baik non hitam ataupun
hitam) tapi niat dan tujuannya salah, atau kondisional dan fungsionalnya
salah, maka itu hanya menghasilkan perbuatan yang salah juga. Jadi Menyemir Rambut"
bukanlah sesuatu yang dilarang dalam agama, karena telah terdapat nash
atau dalil yang menerangkannya, asalkan sesuai dengan cara dan aturan
yang telah Nabi Muhammad SAW ajarkan dan tidak berlebih-lebihan lantaran
untuk sombong, riya’ atau pamer dengan segala kemegahannya dan lain
sebagainya. Dan perlu kita renungkan juga, Uban pada hakikatnya adalah penanda bahwa
usia kita sudah tua, perjalanan hidupnya mungkin lebih separuh usia
telah berlalu. Jadi dengan adanya Uban, kita diperingatkan untuk lebih
mengingat yang Menciptakan Uban tersebut.
Jadi, alangkah lebih bijak jika kita tidak "Mewarnai Rambut" dengan alasan yang tidak syar’i.
Sumber:
1.https://id-id.facebook.com/permalink.php?story_fbid...id... 2.www.solusiislam.com/.../hukum-menyemir-rambut-da.. 3.nay.inayah.blogspot.com/.../hukum-mewarnai-rambut.... 4.hukum-islam.com/.../hukum-menyemir-rambut-menu... 5.aannurefendi.wordpress.com/hukum-mewarnai-rambut.... 6.laely.widjajati.photos.facebook/for-all-good night-nice-dream..... 7.laely.widjajati.hhotos.facebook/profile-pictures....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar