"Ta’at kepada "pemimpin" adalah suatu kewajiban sebagaimana disebutkan 
dalam Al Kitab dan As Sunnah. 
Di antaranya Allah SWT. berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An Nisa’ [4] : 59)
Ibnu Abil ‘Izz mengatakan, 
“Hukum mentaati "pemimpin" adalah wajib, walaupun mereka berbuat "dzalim"
 (kepada kita). Jika kita keluar dari mentaati mereka maka akan timbul 
kerusakan yang lebih besar dari ke"dzalim"an yang mereka perbuat. Bahkan 
ber"sabar" terhadap ke"dzalim"an mereka dapat melebur dosa-dosa dan akan 
melipat gandakan pahala. Allah SWT. tidak menjadikan mereka berbuat "dzalim" selain disebabkan karena kerusakan yang ada pada diri kita juga. 
Ingatlah, yang namanya balasan sesuai dengan amal perbuatan yang 
dilakukan (al jaza’ min jinsil ‘amal). Oleh karena itu, hendaklah kita 
bersungguh-sungguh dalam istigfar dan taubat serta berusaha mengoreksi 
amalan kita.
Perhatikanlah firman Allah SWT. berikut,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan 
oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar 
(dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syura [42] : 30)
أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ
“Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), 
padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada 
musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Dari mana 
datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu 
sendiri”.” (QS. Ali Imran [3] : 165)
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
“Apa saja ni’mat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. An Nisa’ [4] : 79)
Allah SWT. juga berfirman,
وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang "dzalim" 
itu menjadi teman bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka 
usahakan.” (QS. Al An’am [6] : 129)
Apabila rakyat menginginkan terbebas dari ke"dzalim"an seorang "pemimpin", maka hendaklah mereka meninggalkan ke"dzalim"an.
 (Inilah nasehat yang sangat bagus dari seorang ulama Robbani. Lihat Syarh Aqidah Ath Thohawiyah, hal. 381, Darul ‘Aqidah)
(Inilah nasehat yang sangat bagus dari seorang ulama Robbani. Lihat Syarh Aqidah Ath Thohawiyah, hal. 381, Darul ‘Aqidah)
Nabi SAW., bersabda, "Nanti setelah aku akan 
ada seorang "pemimpin" yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu) dan 
tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal). Nanti akan ada di 
tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun 
jasadnya adalah jasad manusia." Aku berkata, "Wahai Rasulullah, apa yang
 harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?" Beliau bersabda,
 "Dengarlah dan ta'at kepada "pemimpin"mu, walaupun mereka menyiksa 
punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta'at kepada 
mereka." (HR. Muslim no.1847) 
Dari Ibnu 'Abbas, Nabi SAW., bersabda, 
"Barangsiapa melihat sesuatu pada "pemimpin"nya sesuatu yang tidak ia 
sukai, maka ber"sabar"lah. Karena barangsiapa yang melepaskan diri satu 
jengkal saja dari jama'ah, maka ia mati seperti matinya jahiliyah. (mati
 dalam keadaan jelek dan bukan mati kafir)." (HR. Bukhari no.7054, dan 
Muslim no.1849) 
Sumber:
1. rumaysho.com › Jalan Kebenaran
2. https://id-id.facebook.com/.../10151516606956213
6. laely.widjajati.facebook/#SinGGaSaNa.... (23082014)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar