"Siapa yang "menutup aib" seorang muslim niscaya Allah akan "menutup aib" di  dunia dan kelak di akhirat. Dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya  selama hamba-Nya itu menolong saudaranya.”
Jadi keutamaan orang yang suka "menutup aib" saudara sesama muslim yang  memang menjaga kehormatan diri tidak dikenal suka berbuat maksiat namun  sebaliknya di tengah manusia ia dikenal sebagai orang baik-baik dan  terhormat. Siapa yang "menutup aib" seorang muslim yang demikian keadaan Allah  SWT. akan "menutup aib" di dunia dan kelak di akhirat. Namun apabila untuk tujuan kemaslahatan atau kebaikan  dan apabila  "menutup"inya akan menambah kejelekan maka tidak apa-apa bahkan wajib menyampaikan  perbuatan jelek/"aib"/cela yang dilakukan seseorang kepada orang lain yang dapat memberi hukuman. Apabila ia seorang istri maka disampaikan kepada  suaminya. Apabila ia seorang anak maka disampaikan kepada ayahnya. Apabila ia seorang guru  di sebuah sekolah maka disampaikan kepada muridnya . Demikian seterusnya.
Perlu kita renungkan, bahwa diri kita ini penuh dengan kekurangan, "aib", cacat dan cela, maka sibukkanlah  diri ini utk memeriksa dan menghitung "aib" sendiri niscaya hal itu sudah  menghabiskan waktu tanpa sempat memikirkan dan mencari tahu "aib" orang  lain. Lagi pula orang yang suka mencari-cari "aib" orang lain untuk  dikupas dan dibicarakan di hadapan manusia Allah SWT.  akan membalas dengan membongkar "aib" walaupun ia berada di dalam rumahnya.  Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Barzah Al-Aslami ra. dari Rasulullah SAW.:
“Wahai  sekalian orang yang beriman dengan lisan dan iman itu belum masuk ke dalam  hatinya. Janganlah kalian mengghibah kaum muslimin dan jangan  mencari-cari/mengintai aurat mereka. Karena orang yang suka mencari-cari  aurat kaum muslimin Allah akan mencari-cari auratnya. Dan siapa yang  dicari-cari aurat oleh Allah niscaya Allah akan membongkar di dalam rumah  .”
Abdullah bin ‘Umar ra. menyampaikan hadits yang  sama ia berkata “Suatu hari Rasulullah SAW.  naik ke atas mimbar lalu menyeru dengan suara yang tinggi:
الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ، يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ
“Wahai sekalian  orang yang mengaku berislam dengan lisan dan iman itu belum sampai ke dalam  hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin janganlah menjelekkan  mereka jangan mencari-cari aurat mereka. Karena orang yang suka  mencari-cari aurat saudara sesama muslim Allah akan mencari-cari  auratnya. Dan siapa yang dicari-cari aurat oleh Allah niscaya Allah akan  membongkar walau ia berada di tengah tempat tinggalnya.”
Dari hadits  di atas tergambar pada kita betapa besar kehormatan seorang muslim.  Sampai-sampai ketika suatu hari Abdullah bin ‘Umar ra.  memandang ke Ka’bah ia berkata:
“Alangkah  agung engkau dan besar kehormatanmu. Namun seorang mukmin lebih besar  lagi kehormatan di sisi Allah darimu.”
Maka dari itu, marilah kita tutup "aib" yang ada pada diri kita dengan "menutup aib" yang ada pada saudara kita yang memang pantas ditutup. Dengan kita  "menutup aib" saudara kita Allah SWT. akan "menutup aib" kita di  dunia dan kelak di akhirat. Siapa yang Allah SWT. tutup "aib" di dunia di hari akhir nanti Allah SWT. pun akan  "menutup aib"nya sebagaimana Nabi SAW. bersabda:
“Tidaklah Allah "menutup aib" seorang hamba di  dunia melainkan nanti di hari kiamat Allah juga akan "menutup aib"nya.”
Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu berkata: “Tentang ditutup "aib" si hamba  di hari kiamat ada dua kemungkinan. Pertama: Allah akan "menutup"  kemaksiatan dan "aib" dengan tidak mengumumkan kepada orang-orang yang ada di mauqif .  Kedua: Allah SWT. tidak akan menghisab "aib" dan tidak  menyebut "aib" tersebut.” Namun kata Al-Qadhi sisi yg pertama lebih nampak  karena ada hadits lain.”
Hadits yang dimaksud adalah hadits dari Abdullah bin  ‘Umar ra., ia berkata “Aku pernah mendengar Rasulullah  SAW. bersabda:
“Sesungguhnya  Allah mendekatkan seorang mukmin lalu Allah meletakkan tabir dan  menutupi si mukmin . Allah berfirman ‘Apakah engkau mengetahui dosa ini  yg pernah kau lakukan? Apakah engkau tahu dosa itu yang dulu di dunia  engkau kerjakan?’ Si mukmin menjawab: ‘Iya hamba tahu wahai Rabbku .’  Hingga ketika si mukmin ini telah mengakui dosa-dosa dan ia memandang  diri akan binasa karena dosa-dosa tersebut Allah memberi kabar gembira  padanya: ‘Ketika di dunia Aku menutupi dosa-dosamu ini dan pada hari ini  Aku ampuni dosa-dosamu itu.’ Lalu diberikanlah pada catatan  kebaikan-kebaikannya”
Kita bisa saling belajar satu sama lain. Tapi tidak  berarti kita harus saling membuka "aib" masing-masing. Apabila kita  perlu menggunakan kesalahan orang lain untuk belajar memperbaiki diri  demi kemaslahatan banyak orang, maka kita tidak harus menguliti sekujur  tubuh orang itu dengan membuka identitasnya sedemikian gamblang. Dengan  "menutup aib" orang lain, maka kita menjaga nama baik orang lain. Dan kita juga menjaga nama baik kita sendiri. Sebab seperti  pesan Nabi, Tuhan akan "menutupi aib" siapa saja yang "menutupi aib" orang  lain. Sehingga cara terbaik untuk "menutupi aib" diri sendiri adalah  dengan menjaga "aib" orang lain yang terlanjur kita ketahui.
Tidak ada manusia yang terbebas dari "aib". Sehingga  ketika kita  membeberkan "aib" orang lain, bersiap-siaplah untuk  menerima perlakuan  yang sama dari orang lain.  
Referensi:
1. blog.re.or.id › Asy Syariah
2. al-atsariyyah.com/"menutupi"-"aib"-sesama-muslim.html 
3. www.dadangkadarusman.com/.../cara-terbaik-untuk-"menutupi"-"aib"-di... 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar