"Lingkungan keluarga yang ditandai oleh kondisi kemiskinan menghasilkan masalah "anak gelandangan". Proses sosialisasi yang berlangsung dalam lingkungan yang 'serba tidak' menyebabkan beberapa ciri khas pada "anak-anak gelandangan".
Beberapa ciri psikologis "anak gelandangan", antara lain:
1. "Anak gelandangan" cepat tersinggung perasaannya. Digoda oleh temannya sendiri menyebabkan mereka sangat marah dan emosional, sering beraksi di luar dugaan dan secara proporsional jauh melebihi penyebab kemarahannya.
2. "Anak gelandangan" lekas putus asa dan cepat mutung, kemudian nekad tanpa dapat dipengaruhi secara mudah oleh orang lain yang ingin membantunya.
3. Tidak berbeda dengan "anak-anak" pada umumnya, "anak gelandangan" juga menginginkan kasih sayang. Hanya karena mereka tidak pernah atau hampir tidak mempunyai pengalaman yang nyata mengenai kasih sayang, maka mereka menjadi liar, atau tidak merasa terikat kepada siapapun, atau pada aturan-aturan yang berlaku umum. Namun dengan caranya sendiri, "anak gelandangan" dapat menunjukkan rasa keterikatannya pada orang lain yang mereka senangi.
4. "Anak gelandangan" biasanya tidak mau tatap muka, dalam arti apabila "anak gelandangan" diajak bicara, tidak mau melihat orang lain secara terbuka. Sebaliknya hal ini diperlukan, karena hal ini merupakan suatu taktik bagi pengasuh untuk menguji kejujuran si "anak".
5. Sesuai dengan taraf perkembangannya yang masih kanak-kanak, "anak gelandangan" sangat labil. Namun keadaan ini sulit berubah walaupun "anak gelandangan" telah bertambah umur, atau walaupun "anak gelandangan" telah diberi pengalaman yang lebih positif umpamanya dengan memiliki keterampilan khusus supaya dapat memperoleh pekerjaan yang nyata. Ternyata bahwa pada permulaan "anak gelandangan" sangat antusias, namun cepat muncul pula sifat lain seperti malas, kemudian sering mbolos dari pekerjaan masih mudah berpengaruh terhadap dirinya. Keadaan ini seringkali menyebabkan "anak gelandangan" tidak dapat bertahan dalam suatu pekerjaan yang menuntut disiplin tertentu dalam pola tingkah lakunya.
6. "Anak gelandangan" memiliki suatu keterampilan, namun keterampilan ini tidak selalu sesuai apabila diukur dengan ukuran normatif pada umumnya. Faktor teladan dan penguatan dari orang lain memegang peranan bagi terbentuknya perilaku yang khas bagi "anak gelandangan", meskipun dengan ukuran normatif kita mungkin sekali tidak sesuai.
Setiap usaha penanggulangan masalah "gelandangan" pada dasarnya nerupakan usaha menanamkan norma-norma sosial yang menurut ukuran umum perlu dianut oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
Kondisi hidup "gelandangan" yang sangat berkaitan erat dengan kemiskinan menyebabkan cara hidup, pola perilaku serta terbentuknya kebiasaan-kebiasaan yang tidak mudah diubah. Berkaitan dengan hal tersebut maka setiap usaha penanggulangan harus dimulai dengan suatu tahap persiapan yang baik supaya program penanggulangan dapat disesuaikan dengan keadaan khusus dari kelompok "gelandangan" yang akan ditangani.
Mengingat bahwa dalam menyusun suatu program penanggulangan harus diketahui lebih dahulu kekhususan dari kelompok yang hendak ditangani, maka yang pertama-tama harus dikembangkan adalah kemampuan dari orang-orang yang menjadi pengasuh supaya mereka dapat mengidentifikasi ciri-ciri khas dari kelompok yang akan menjadi tanggung-jawabnya. Diharapkan bahwa pengalaman dengan berbagai kelompok khusus akhirnya dapat dijadikan landasan untuk membuat strategi umum dan terpadu bagi masalah "gelandangan" umumnya.
Mendirikan tempat penampungan (atau panti sosial) memang perlu, karena program tertentu yang akan dilaksanakan harus dapat diawasi dan dimonitor. Namun demikian yang lebih penting, adalah adanya sejumlah staf pengasuh yang menaruh 'hati' pada masalah "gelandangan", yang sekaligus berarti bahwa mempunyai keterampilan teknis saja tidaklah cukup. Para pengasuh harus juga siap mental untuk 'mau ditipu', 'mau dimanipulasi', dan juga berarti harus memiliki sifat sabar dan mau kurban perasaan. Ciri lain yang diperlukan adalah harus peka terhadap situasi sesaat yang dapat timbul dalam bentuk yang berbeda-beda dan perlu segera ditangani. Hal ini berarti bahwa mendirikan panti sosial tanpa terlebih dahulu menemukan orang-orang yang menghayati mission-nya merupakan penghamburan uang, energi dan pikiran.
Penampungan "anak gelandangan" dengan program pendidikan yang direncanakan secara baik dapat dijadikan usaha permulaan untuk mengembangkan suatu metode menemukan "anak-anak" berpotensi (berbakat) diantara keluarga miskin. Apabila hal ini secara sadar telah dilakukan sejak awal, maka sebagai konsekwensi harus pula dipikirkan latihan apa yang harus diberikan kepada para pengasuh "anak gelandangan" supaya mereka memenuhi harapan.
(Sumber: "Gelandangan" Pandangan Ilmuwan Sosial, LP3ES)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar