Sabtu, 14 Maret 2015

"SAHABAT MENURUT ISLAM"

"Dalam menjalin hubungan per"Sahabat"an dengan orang lain, manusia harus menjunjung tinggi prinsip simbiosis mutualisme (hubungan yang saling menguntungkan)." 



Dan hubungan yang semata-mata hanya untuk memperoleh ridha Allah SWT. Bukan hanya untuk tujuan tetentu yang hanya menguntungkan diri sendiri. Karena bila demikian, ikatan tersebut tidak akan kekal. Per"Sahabat"an itu akan hilang seiring tergapainya tujuan yang diinginkannya. Sebagaimana perkataan Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, “Sesungguhnya siapa saja yang senang kepadamu karena adanya keinginan, maka ia akan berpaling darimu jika telah tercapai keinginannya”.
 
"Al-Hasan Al-Bashri berkata: “Perbanyaklah "Sahabat"-"Sahabat" mu’minmu, karena mereka memiliki Syafa’at pada hari kiamat”.
 
Makna "Sahabat" menurut Rasulullah SAW:
“Sebaik baik "Sahabat" di sisi Allah ialah orang yang terbaik terhadap temannya dan sebaik baik jiran di sisi Allah ialah orang yang terbaik terhadap jirannya.” (Hadis riwayat al-Hakim)

Dari Nu’man bin Basyir r.a., Rasulullah SAW bersabda,
“Perumpamaan persaudaraan kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang di antara mereka adalah seumpama satu tubuh. Apabila satu anggota tubuh sakit maka mengakibatkan seluruh tubuh menjadi demam dan tidak bisa tidur.” (Hadis riwayat Muslim)

Imam syafi’i berkata
“Jika engkau punya teman  yang selalu membantumu dalam rangka ketaatan kepada Allah maka peganglah erat-erat dia, jangan pernah kau lepaskannya. Karena mencari teman baik itu susah, tetapi melepaskannya sangat mudah sekali”


Lalu bagaimana kriteria "Sahabat" yang baik tersebut? Para ulama menjelaskan tentang "Sahabat" yang baik adalah seperti ini :

Lukman alhakim menasihati anaknya:
1. Wahai anakku setelah kau mendapatkan keimanan pada Allah, maka carilah teman yang baik dan tulus..
2. Perumpamaan teman yang baik seperti “pohon” jika kau duduk di bawahnya dia dpt menaungimu, jika kau mengambil buahnya dapat kau makan..
Jika ia tak bermanfaat untuk mu ia juga tak akan membahayakan-mu..

Ulama lain mengatakan :
1. Seorang
"Sahabat" adalah orang yang tidak ingin dirimu menderita, akan terus memberimu semangat ketika engkau sedang terpuruk.
2. Tidak ikut mencaci ketika orang lain mencacimu

Menurut Imam al-Ghazali ada dua belas kriteria"Sahabat" :
1. Jika kau berbuat baik kepadanya, maka ia juga akan melindungimu.
2. Jika engkau merapatkan ikatan per
"Sahabat"an dengannya, maka ia akan membalas balik per"Sahabat"anmu itu.
3. Jika engkau memerlukan pertolongan darinya, maka ia akan berupaya membantu sesuai dengan kemampuannya.
4. Jika kau menawarkan berbuat baik kepadanya, maka ia akan menyambut dengan baik.
5. Jika ia memproleh suatu kebaikan atau bantuan darimu, maka ia akan menghargai kebaikan itu.
6. Jika ia melihat sesuatu yang tidak baik dari dirimu, maka akan berupaya menutupinya.
7. Jika engkau meminta sesuatu bantuan darinya, maka ia akan mengusahakannya dengan sungguh-sungguh.
8. Jika engkau berdiam diri (karena malu untuk meminta), maka ia akan menanyakan kesulitan yang kamu hadapi.
9. Jika bencana datang menimpa dirimu, maka ia akan berbuat sesuatu untuk meringankan kesusahanmu itu.
10. Jika engkau berkata benar kepadanya, niscaya ia akan membenarkanmu.
11. Jika engkau merencanakan sesuatu kebaikan, maka dengan senang hati ia akan membantu rencana itu.
12. Jika kamu berdua sedang berbeda pendapat atau berselisih paham, niscaya ia akan lebih senang mengalah untuk menjaga.


Dalam "Islam", faktor memilih "Sahabat" amat dititik-beratkan. Hubungan per"Sahabat"an adalah hubungan yang sangat mulia, kerana teman atau "Sahabat" berperanan dalam membentuk personaliti individu. Ada teman yang sanggup bersusah-payah dan berkongsi duka bersama kita, dan tidak kurang juga teman yang nampak muka semasa senang dan hanya sanggup berkongsi kegembiraan saja.

Terdapat ayat yang mengisyaratkan mengenai peranan dan pengaruh teman, antaranya firman-Nya yang artinya:
“Wahai orang yang beriman! Bertakwalah dan hendaklah kamu bersama-sama orang yang bersifat benar.” (QS. at-Taubah, ayat 119)

Pendek kata "Sahabat" dapat menentukan corak hidup kita. Justeru, jika salah pilih "Sahabat" kita akan merana dan menerima akibatnya. Sesuai dengan hadits Rasululah SAW. yang artinya:
“Seseorang itu adalah mengikut agama temannya, oleh karena itu hendaklah seseorang itu meneliti siapa yang menjadi temannya.” (HR. Abu Daud).

Hadits al-Bukhari dari Abu Musa al-Asy'ari, yang artinya:
“Diumpamakan teman yang soleh dan teman yang jahat ialah seperti (berteman) dengan penjual minyak wangi dan tukang besi. Penjual minyak wangi tidak akan mensia-siakan anda, sama juga anda membelinya atau hanya mendapat bau harumannya. Tukang besi pula boleh menyebabkan rumah anda atau baju anda terbakar, atau mendapat bau busuk.”

Dalam memilih "Sahabat" kita hendaklah memilih "Sahabat" yang baik agar segala matlamat dan hasrat untuk memperjuangkan "Islam" dapat dilaksanakan bersama-sama "Sahabat" yang mulia.


Sebagai remaja yang terlepas dari pandangan ayah ibu berhati-hatilah jika memilih "Sahabat". Karena "Sahabat", kita bahagia tetapi "Sahabat" juga dapat menjerumuskan kita. Setelah kita dewasa, kita juga perlu berhati-hati memilih "Sahabat" karena kita tidak mau "Sahabat"-"Sahabat" yang melalaikan kita terhadap Maha Pencipta. "Sahabat" yang baik membantu kita ke arah pencapaian matlamat, yaitu kebahagiaan di dunia dan juga di akhirat. 

Dalam kitab al-Hikam disebutkan, “Jangan berteman dengan seseorang yang tidak membangkitkan semangat taat kepada Allah, amal perbuatannya dan tidak memimpin engkau ke jalan Allah.” 

Dalam satu hadits yang artinya: “Seseorang akan mengikuti pendirian (kelakuan) temannya, kerana itu tiap orang harus memilih siapakah yang harus didekati sebagai kawan (teman).”

Sufyan Astsaury berkata, “Siapa yang bergaul dengan orang banyak harus mengikuti mereka, dan siapa mengikuti mereka harus bermuka-muka pada mereka, dan siapa yang bermuka-muka kepada mereka, maka binasalah seperti mereka pula.”

Hati-hatilah atau tinggalkan saja "Sahabat" seperti di bawah:
1. "Sahabat" yang tamak: ia sangat tamak, ia hanya memberi sedikit dan meminta yang banyak, dan ia hanya mementingkan diri sendiri.
2.
"Sahabat" yang hipokrit: ia menyatakan ber"Sahabat" berkenaan dengan hal-hal lampau, atau hal-hal mendatang; ia berusaha mendapatkan simpati dengan kata-kata kosong; dan jika ada kesempatan membantu, ia menyatakan tidak sanggup.
3.
"Sahabat" pengampu: Dia setuju dengan semua yang kamu lakukan tidak kira betul atau salah, yang parahnya dia setuju dengan hal yang tidak berani untuk menjelaskan kebenaran, di hadapanmu ia memuji dirimu, dan di belakangmu ia merendahkan dirimu.
4.
"Sahabat" pemboros dan suka hiburan: ia menjadi kawanmu jika engkau suka pesta, suka berkeliaran dan ‘melepak’ pada waktu yang tidak sepatutnya, suka ke tempat-tempat hiburan dan pertunjukan.

Ali bin Abi Thalib r.a. berkata,
“Sejahat-jahat teman ialah yang memaksa engkau bermuka-muka dan memaksa engkau meminta maaf atau selalu mencari alasan.”

Kemungkinan engkau berbuat kekeliruan (dosa), maka ditampakkan kepadamu segala kebaikan, oleh karena per"Sahabat"anmu kepada orang yang jauh lebih rendah akhlak (iman) daripadamu.

Dalam sebuah hadits ada keterangan : “Seorang itu akan mengikuti pendirian "Sahabat" karibnya, kerana itu hendaknya seseorang itu memperhatikan, siapakah yang harus dijadikan kawan.”

Menurut ahli syair pula : “Barang siapa bergaul dengan orang-orang yang baik, akan hidup mulia. Dan yang bergaul dengan orang-orang rendah akhlaknya, pasti tidak mulia.”

Ber"Sahabat" dengan yang lebih rendah budi dan imannya sangat berbahaya, sebab per"Sahabat"an itu saling pengaruh-mempengaruhi, percaya-mempercayai sehingga dengan demikian sukar sekali untuk dapat melihat dan memperbaiki kesalahan "Sahabat" yang kita sayangi, bahkan kesetiaan "Sahabat" akan membela kita dalam kesalahan dosa kekeliruan itu, yang dengan itu kita pasti akan binasa karenanya.

Hati-hatilah memilih "Sahabat", karena "Sahabat" dapat menjadi cermin peribadi seseorang. Apa pun ber"Sahabat"lah kerana Allah SWT untuk mencari ridha-Nya.

Sumber:
1. najahijab.tumblr.com/.../ciri-ciri-sahabat-sejati-dalam-i...
2. https://www.facebook.com/.../posts/38044317873996..
3. https://www.islampos.com/pentingnya-seorang-sahaba...
8. laely.widjajati.facebook/Ketua FKPI Sidoarjo.....

"RASA MENGANTUK ADALAH ANUGERAH"

"Rasa mengantuk" yang kadang-kadang dianggap sebagai fenomena biasa, naluri bahkan dianggap remeh itu merupakan rahmat dari Allah kepada hambaNya dan tentu tidak setiap orang Allah kurniakan "Rasa mengantuk" tersebut kecuali mereka yang dikehendakiNya.
 

Kitab suci Al Quran memang sungguh lengkapnya sampai soal "mengantuk" saja dibahas didalamnya, khususnya pada Surat Al Anfaal ayat 11. yang berbunyi:

(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu
"mengantuk" sebagai suatu penentraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki (mu).

Ulasan tentang firman dia atas menurut Abu Jidan dan Roni Isroni adalah
"mengantuk" itu merupakan salah satu "anugerah" atau kenikmatan dari Allah SWT untuk kita. Lalu Nikmat mana lagi yang akan kalian dustakan? Kata Allah dalam QS Ar Rahman. Tentu hal ini harus kita syukuri begitu banyak kenikmatan yang Allah SWT berikan kepada kita termasuk nikmat "mengantuk" ini. Tapi apakah cara bersyukur kita adalah dengan melampiaskannya untuk selalu tidur melulu? Tentu saja tidak. Pernah terfikir kalau tidur melulu apa tidak sebaiknya mati sekalian? Tidur berkepanjangan tanpa harus bangun-bangun lagi... Nikmaat!!. Pasti pada tidak mau kecuali sudah siap dengan bekalnya.

Jadi bagaimana menyikapi "anugrah mengantuk" ini?

Mari kita lihat sama-sama apa yang terjadi di bulan Ramadhan. Ada beberapa pola yang berubah selama bulan Ramadhan ini sebagai berikut:

1. Pola makan. Pola makan bepindah menjadi lebih kurang di malam hari pada saat berbuka dan pada saat sahur. Belum lagi pada saat berbuka yang terjadi adalah balas dendam segala dimakan sampai betul-betul kekenyangan. Apa akibat yang terjadi? Tentu saja
"mengantuk" dan ingin tidur.

2. Pola tidur. Pola tidur berubah karena malam harus bangun untuk sahur minimal apalagi kalau ditambah Qiyamul Lail untuk menghidupkan malam. Maka jumlah jam tidur menjadi sedikit. Apa akibat yang terjadi? Tentu saja sama "mengantuk" dan ingin tidur.
  
Bagaimanapun dua pola tersebut pola yang memberikan Kenikmatan yang amat sangat baik pola makan maupun pola tidur. Dan biasanya yang berbau Kenikmatan ini adalah selalu terkait dengan apa yang namanya Hawa Nafsu. Maka pada akhirnya tentu saja menjadi terkait dan berhubungan dengan perjuangan kita melawan hawa Nafsu ini terutama di bulan Ramadhan ini sebagai bulan pelatihannya.

Meskipun di dalam sebuah penelitian,
"mengantuk" dapat disebabkan oleh sebuah GEN "NGANTUK", papar Profesor Katsushi Tokunaga dari Departemen Ilmu Genetika Universitas Tokyo. `Gen "ngantuk"` ini ditemukan di antara gen-gen CPT1B dan CHKB, yang keduanya berhubungan dengan kelainan tersebut. CPT1B mengatur enzim yang menyebabkan "kantuk", sedangkan CHKB berhubungan di siklus tidur.

Kita harus dapat melawan "kantuk" ini? Lalu apa kiat untuk melawannya? Ini adalah tips-tipsnya dari Abu Jidan dan Roni Isroni

1. Kita harus belajar mengendalikan makan. Lebih tertib dan teratur. Kalau di bulan Ramadhan pastikan pada saat berbuka bukan sebagai ajang balas dendam. Makanlah secukupnya pada saat berbuka. Bisa juga dilanjutkan makan setelah taraweh. 

2. Sebaiknya tidak merubah pola tidur di bulan Ramadhan dan bulan-bulan lainnya. Jika pola tidur terbaik adalah di bulan Ramadhan yaitu dengan mengurangi jumlah jam tidur dan banyak menghidupkan malam. Maka di bulan selain bulan Ramadhan seharusnya sama. 

3. Menanamkan semangat yang tinggi, misalnya dengan selalu mengingat keutamaan-keutamaan Ramadhan terutama dalam menghidupkan malam-malamnya. Pahala yang berlipat ganda. Keridhaan Allah dalam genggaman dan lain-lain.

Sedangkan dari eramuslim, yaitu : berolahraga secara teratur, sering tersenyum, tidur miring ke sebelah kanan, berbekam (hijamah) dan mengatasi penyakit yang diderita, juga dengan berwudhu, serta lakukan suatu aktivitas.

Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air. Sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).
 

Sumber:
1. detikislam.blogspot.com/.../mengantuk-adalah-anuger...
2. celetukansegar.blogspot.com/.../enaknya-mengantuk-..
5. laely.widjajati.facebook/NGANTUUUUUUUkkk............
6. laely.widjajati.facebook/TIDUR-DULU-AH..........

"ANAK LAKI-LAKI MENURUT ISLAM"

"Kebetulan "anak" saya "laki-laki", sehingga saya ingin menulis bagaimana "Anak Laki-laki" menurut "Islam"


Dari beberapa Hadits dapat kita ambil pelajaran bagaimana kita harus menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari terhadap "anak laki-laki" kita.

"Seorang "laki-laki" datang kepada Rasulullah SAW., lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk aku pergauli dengan sebaik-baiknya?” Sabdanya. “Ibumu”, lalu ia bertanya, “Kemudian siapa?” Sabdanya, “Ibumu,” Kemudian bertanya “Siapa lagi?” Sabdanya “Ibumu.” Kemudian ia bertanya, “Lalu siapa?” Sabdanya, “Ayahmu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Secara khusus atau dengan sangat istimewa "Islam" menekankan hak ibu kepada "anak laki-laki" kandungnya. Mengapa terhadap "anak" perempuan kandungnya tidak? Karena "anak" perempuan dilepas setelah diperistri seseorang. Sedangkan "anak laki-laki" tidak bisa lepas, walaupun ia sudah beristri.

Jadi pengabdian "anak laki-laki" kepada ibu kandungnya tidak putus. Tetapi pengabdian "anak" perempuan putus dan beralih kepada suaminya. Karena itu, "anak laki-laki" lebih terikat kepada ibunya. Sementara "anak" perempuan terlepas ikatan pengabdiannya kepada ibunya sendiri. Jadi, beruntunglah "anak"-"anak" perempuan karena beban mereka tidak seberat beban "anak laki-laki".

"Laki-laki" wajib membelanjai istri dan "anak"nya dan wajib terus memperhatikan nasib ibu kandungnya. "Anak laki-laki" yang dewasa, lalu menikah, ibunya lebih berkuasa terhadap dirinya dari pada istrinya. Kalau si ibu jahat, maka celakalah rumah tangga "anak laki-laki" kandungnya. Karena ibu lebih berhak kapada "anak laki-laki" kandungnya, maka "anak laki-laki" harus berusaha menjaga perasaan ibunya.

Demikianlah Rasulullah SAW menempatkan kedudukan seorang ibu terhadap "anak laki-laki" kandungnya. Maka, bagi remaja putri yang paling enak adalah cepat menjadi ibu, kelak punya hak istimewa kepada "anak laki-laki"nya. Jadi, lebih baik bagi para "anak" putri segera menikah.

Sebelum menikah, seorang "anak", baik "laki-laki" maupun perempuan mempunyai kewajiban yang besar kepada kedua orang tuanya, terutama kepada ibundanya. Bila seorang "anak laki-laki" yang telah menikah, maka kewajiban berbakti kepada ibu ini tidak hilang, jadi suami adalah hak ibunda.

Bagaimana dengan "anak" perempuan yang telah menikah? Nah, bagi "anak" perempuan yang telah menikah, maka haknya suami. Jadi istri berkewajiban berbakti pada suami. Karena setelah Ijab kabul, berpindahlah hak dan kewajiban seorang ayah kepada suami dari "anak" wanitanya. Begitu besar kewajiban berbakti pada suami, sampai Rasulullah pernah bersabda, “Bila boleh sesama manusia mengabdi (menyembah), maka aku akan menyuruh seorang istri mengabdi pada suaminya.”

Yang lebih dekat kepada ibu-bapak itu siapa? Kakak tertua, sesudah itu adik, sesudah itu paman, sesudah itu bibi, sesudah itu keponakan ("anak"-"anak" dari saudara kita), dan begitulah jenjang seterusnya. Kalu ibu masih hidup, maka orang pertama yang harus kita utamakan adalah ibu. Selesai urusan ibu, barulah urusan ayah. Kalau kita punya saudara lalu ia minta tolong, maka ia kita tolong sesudah selesai urusan orang tua kita. Begitulah urutan penanganannya yang benar menurut "Islam". Kalau datang keponakan dan saudara sepupu, mana yang didahulukan? Keponakan yang didahulukan. Demikianlah jenjang kita menolong keluarga kita. Kalau begitu, kapan kita menolong orang lain? Ya, sesudah selesai kita menangani keperluan keluarga kita sendiri.

Karena itu, janganlah orang lain diberi, tetapi pamannya melarat dibiarkan. Maka haruslah diperhatikan betul-betul pertalian kerabat itu. Yang dimaksud dengan ibu-bapak dalam hadits Nabi SAW adalah ibu-bapak ke atas. Kalau ada nenek, maka nenek lebih berhak dari saudara tua. Kalau ada bapak dan nenek, maka dahulukan bapak kita. Kerena dalam pembagian warisan nenek tertutup apabila masih ada ayah. Karena itu kita harus betul-betul tahu mana yang dinamakan dzawil arham dan mana yang dinamakan ahli waris ‘ashabul supaya kita bisa mempraktikan petunjuk agama dalam berbuat baik kepada kerabat atau keluarga. Seandainya terjadi status permohonan bantuan sama, yaitu lima orang paman dari pihak ayah atau ibu, maka mereka ini memperoleh perlakuan sama. Apa sebab? Karena secara hukum "islam", paman dari pihak ayah berkedudukan sama kuat.

Hadits di atas menerangkan bahwa hak seorang ibu terhadap
"anak laki-laki"nya tidak pernah putus, sekalipun ibunya itu meninggal atau "anak laki-laki" itu meninggal. Bagaimana kalau kebutuhan istri dan kebutuhan ibu bersamaan waktunya? Bila kepentingan makan dan minum istri sudah terpenuhi, lalu istri punya keperluan lain yang tidak pokok, maka yang wajib didahulukan adalah kepentingan ibu. Demikianlah hak ibu kepada "anak laki-laki" kandungnya. Jadi istri harus menyadari bahwa kepentingan ibu kandung suaminya adalah kepentingan yang hampir mutlak kepada kepada si "anak". Karena suami masih punya kewajiban kepada ibunya. Kalau istri tidak menyadari aturan "islam" seperti ini, maka si suami dan istri bisa ribut. Istri yang paham agama, ketika melihat suaminya begitu taat kepada ibu kandungnya, ia berkata, “wah, saya bersyukur kepada Allah karena suami saya tahu beragama, sehingga paling tidak saya turut masuk surga. Karena kamu berbakti kepada ibumu dan saya pun meridhai perbuatanmu itu. Mudah-mudahan amal baikmu dapat menyinari hatiku sehingga aku menjadi hamba Allah yang shalih.”

Apakah di depan pengadilan "islam" ada jaminan bagi ibu menuntut "anak"nya jika tidak dipedulikan kepentingannya? Bisa! Karena ibu mempunyai tiga hak derajat. Ibu dapat menuntut dan datang ke pengadilan.

Ibu : “Pak hakim, saya mengajukan perkara, "anak laki-laki" saya mengabaikan kepentingan saya.”

Hakim : “ada apa dengan "anak"mu?”
Ibu : “Saya butuh uang Rp. 10.000 tetapi tidak mau memberi.”

Hakim dapat memanggil si "anak" dan memerintahkan kepadanya untuk memberi uang tersebut kepada ibunya. Karena itu, para istri harus menyadari kedudukan ibu yang istimewa seperti itu di hadapan "anak laki-laki" kandungnya. Inilah karunia Allah kepada kaum Ibu. Jadi kalau di dalam negara "islam" seorang ibu diperlakukan kurang wajar atau diabaikan kepentingannya oleh kepentingan istri "anak laki-laki"nya, maka si ibu berhak menuntut ke pengadilan.

Dalam sejarah "islam" terdapat kisah Alqamah. Dia sakit keras, lalu datanglah sahabat-sahabat kepada Rasulullah SAW. mengadu. “Ya Rasulullah, Alqamah sudah menderita sakaratul maut beberapa hari, tetapi tiada kunjung datang mautnya!” Lalu para sahabat ditanya oleh Rasulullah. “Mengapa dia begitu? Apakah dia masih punya Ibu?” Jawab para sahabat, “Masih punya ya Rasulullah!” Kemudian Rasulullah bertanya lagi “Dimana Ibunya?” para sahabat menjawab, “Ibunya di rumahnya, ya Rasulullah!” Kemudian ibunya didatangi oleh Rasulullah dan berkatalah Rasulullah kepadanya, “Bu, "anak" ibu sakit keras. Apakah ibu sudah mendengar?” Jawab ibu Alqamah, “Ya, saya sudah dengar.” Kemudian di depan Rasulullah Ibu itu marah, "anak" itu memang tak tau diuntung!” Rasulullah bertanya kepada ibunya, “Apakah sebenarnya yang terjadi?” jawab ibu Alqamah, “Saya pernah datang ke rumahnya, tetapi dia lebih mendengarkan panggilan istrinya dari pada panggilan saya. Karena itu, saya pulang dan saya tidak mau lagi melihat"anak"  itu. Saya tidak ridha kepada "anak" itu!” Rasulullah terkejut, lalu berkata, “Bagaimana bu, kalau Alqamah itu saya bakar, supaya dapat mati?” Mendengar Rasulullah berniat membakar "anak"nya, maka sang ibu spontan menjerit seraya berkata, “Tidak, Ya Rasulullah! Kalau begitu saya akan datang memberi maaf kepada "anak" saya itu.” Ketika ibunya mau datang untuk memaafkan Alqamah, beberapa detik kemudian Alqamah meninggal dunia. Sampai sejauh itulah siksa Allah kepada "anak" yang tidak diridhai ibunya.

Rasulullah mengingatkan para "anak" dengan sabdanya:
“Ada dua perbuatan dosa yang siksanya dipercepat di dunia ini yaitu menyekutukan Allah dan durhaka kepada Ibu-Bapak.” (HR. Bukhari dan Tirmizi)

Maksudnya orang-orang yang berani durhaka kepada ibu-bapaknya, Allah akan turunkan siksanya di dunia ini, tidak perlu menanti di alam kubur. Apakah turun menjelang sakaratul maut, atau hidupnya tidak beres, atau kalau punya "anak", lalu "anak"nya rusak semua. Kerena itu "anak laki-laki" perlu memperhatikan hak ibu. Coba pikirkan dengan baik! Waktu kita kecil ibu tidak punya uang, kita minta mainan. Ibu hutang pada tetangga untuk membelikan mainan. Sekarang kita sudah dewasa, sudah bekerja, ibu kita yang sudah tua datang kepada kita di saat kitak tidak punya uang.

-“Nak, saya ini sakit. Bawalah ibu ke dokter!”
+”Bu, saya tidak punya uang!”

Jangan menjawab seperti itu kepada ibu. Kalau dulu ibu berhutang untuk membelikan mainan kita, tetapi sekarang kita berlaku seperti itu, apakah patut? Tidakkah kita merasa berdosa menolak permintaan seorang ibu untuk berobat? Sikap dan jawaban seperti itu sungguh-sungguh perbuatan durhaka kepada seorang ibu.

Kepada para istri, kalau punya suami yang masih mempunyai ibu kandung, doronglah suami untuk lebih berbakti kepada ibunya. Perbuatan semacam ini sudah merupakan perbuatan yang mendapatkan pahala dan suami juga mendapatkan pahala. Jadi jangan sampai suami berbakti, lantas sang istri menghalangi. Umpamanya ibu datang ke rumah kita minta uang Rp. 200.000, sedang di rumah tidak ada uang, lalu kita hutang untuk diberikan kepada ibu. Sang istri kemudian berkomentar “Kamu ini bagaimana tho mas? Saya minta tidak diberi, tetapi ibumu kamu beri!”. Menghadapi istri seperti itu, suami harus tegas dan berani berkata bahwa ibu kandungnya lebih berhak dari pada istrinya. Itulah sebabnya dalam mencari istri disarankan mencari wanita yang tahu agama supaya tidak terjadi malapetaka.

Dan itulah enaknya menjadi seorang ibu. Berhasil menjadi ibu berarti menjadi ratu yang tak bisa diganggu gugat kekuasaanya. Tangannya tuding sana, tuding sini kepada "anak"-"anak laki-laki"nya, kemudian si "anak laki-laki" harus taat. Karena itu para perempuan jangan merasa rendah diri. Justru menjadi perempuan harus berbangga karena kekuasaanya semakin hari semakin besar kalau kelak berhasil menjadi ibu dengan dikelilingi "anak"-"anak"nya yang "laki-laki"

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran tentang ibu yang lebih berhak terhadap "anak laki-laki"nya. Hal ini dikuatkan oleh hadits Imam Ahmad, An-Nasa’i, Al-Hakim yang menshahihkannya, dari Aisyah r.a. berkata:

“Aku bertanya kepada Nabi Muhammad SAW., siapakah manusia yang paling berhak atas seorang wanita?” Jawabnya, “Suaminya.” “Kalau atas "laki-laki"?” Jawabnya, “Ibunya.”

Demikian juga yang diriwayatkan Al-Hakim dan Abu Daud dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa ada seorang wanita yang bertanya:

“Ya Rasulallah, sesungguhnya "anak laki-laki"ku ini, perutku pernah menjadi tempatnya, air susuku pernah menjadi minumannya, pangkuanku pernah menjadi pelipurnya. Dan sesungguhnya ayahnya menceraikanku, dan hendak mencabutnya dariku.” Rasulullah SAW.. bersabda, “Kamu lebih berhak dari pada ayahnya, selama kamu belum menikah.”

Maksudnya menikah dengan lelaki lain, bukan ayahnya, maka wanita itu yang meneruskan pengasuhannya, karena ialah yang lebih spesifik dengan "anak"nya, lebih berhak baginya karena kekhususannya ketika hamil, melahirkan dan menyusui.

Sumber: 
1.MuhammadThalib,2007,ManajemenKeluargaSakinah,Pro-UMedia,hal 238-243.
2. https://www.facebook.com/indarto.../4274237306861...
3. https://www.islampos.com/hak-seorang-ibu-terhadap-a...
4. laely.widjajati.facebook/Add-a-description-With-Banda-Go-Trilyuner.
5. laely.widjajati.facebook/Add-a-description
6. laely.widjajati.facebook/Add-a-description-With-Banda-Go-Trilyuner.
7. laely.widjajati.facebook/Add-a-description-With-Banda-Go-Trilyuner.
8. laely.widjajati.facebook/Add-a-description-With-Banda-Go-Trilyuner.
9. laely.widjajati.facebook/Nyantai-dg-Anak-Lanang-(02022014)