Sabtu, 21 Mei 2011

"KERETAKAN HUBUNGAN KELUARGA DAN PEMECAHANNYA"

"Keluarga" adalah merupakan kelompok masyarakat terkecil yang terdiri atas ayah dan atau ibu serta anak."


Untuk mewujudkan kesejahteraan sosial haruslah lebih dahulu terwujud kesejahteraan "keluarga" baik secara fisik, psikhis, maupun sosial, karena itu semua anggota "keluarga" harus menjalankan peranan dan fungsinya masing-masing baik sebagai ayah, ibu maupun sebagai anak, sehingga keutuhan hubungan antar anggota "keluarga" dapat terpelihara dengan baik.

Kesejahteraan adalah merupakan keinginan dan cita-cit setiap umat manusia dimanapun itu berada. Di dalam pencapaian cita-cita tersebut, manusia adakalanya bisa mendapatkan atau mencapai cita-citanya dengan lancar, namun juga tidak sedikit pula yang mengalami atau mendapat hambatan sehingga menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Demikian pula demi terwujudnya kesejahteraan "keluarga", ada "keluarga" yang lolos dari hambatan dan tidak sedikit pula "keluarga" yang mengalami keretakan sehingga terjadi perceraian yang akan membawa akibat yang lebih panjang lagi.

Dewasa ini tidak jarang terjadi masalah sosial yang dilatarbelakangi oleh keretakan hubungan "keluarga" atau perceraian, sehingga tidaklah salah kalau kita meramalkan bahwa dengan meningkatnya perceraian akan diikuti pula dengan meningkatnya masalah sosial yang terjadi. Hal ini dapat kita ambil salah satu contoh kaasus, yaitu tentang Poeji Hajiatmoko sebagai pelaku pembunuhan di Tumpang Malang. Pelaku dalam kasus pembunuhan tersebut adalah berasal dari "keluarga" yang mengalami keretakan (broken home). Dan masih banyak lagi masalah sosial yang diakibatkan oleh perceraian misalnya masalah pelacuran, keterlantaran, kenakalan remaja dan sebagainya.

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas, maka masyarakat haruslah ikut berpartisipasi dalam memelihara serta meningkatkan kesejahteraan "keluarga". Di dalam usaha-usaha semacam inilah pekerja sosial (Social Worker) memegang peranan penting dalam masyarakat demi terwujudnya kesejahteraan yang merupakan cita-cita dari setiap manusia.


SEBAB-SEBAB RETAKNYA HUBUNGAN "KELUARGA".

Di dalam kehidupan ber"keluarga" tidak jarang terjadi peristiwa keretakan hubungan antar anggota "keluarga", baik antara suami istri maupun antara orang tua dengan anak. Retaknya hubungan "keluarga" tersebut ada beberapa alternatif penyebabnya, antara lain adalah:

1. Tidak adanya puas di dalam hubungan sexual antara suami istri.

Kepuasan dalam hubungan sexual suami istri adalah merupakan salah satu unsur "keluarga" sejahtera. Apabila dalam hubungan sexual ini salah satu pihak suami atau istri tidak mengalami kepuasan, biasanya ada kecenderungan untuk mencari kepuasan sexual tersebut di luar rumah. Dan kemudian ada kemungkinan terjadinya poligami dan atau perceraian dalam "keluarga" tersebut. Hal ini bagi istri yang hidupnya sangat menggantungkan diri kepada suami akan merupakan pukulan yang sangat berat dalam hidupnya. Anakpun akan merasa kehilangan akasih sayang dari orang tuanya.

2. Faktor agama/ideologi dan budaya yang berbeda antar suami dan istri.

Perbedaan agama/ideologi dan kebudayaan antara suami dan istri sering menyebabkan cekcok dalam rumah tangga. Suami dan istri saling mempertahankan agama serta kebudayaannya masing-masing, sehingga tidak ada kesesuaian di antara keduanya, kemudian akhirnya suami dan istri mengambil jalan sendiri-sendiri, sehingga mengakibatkan kebingungan bagi si anak.

3. Sejarah terbentuknya "keluarga".

Yang dimaksud sejarah terbentuknya "keluarga" di sini adalah dasar mereka membentuk perkawinan, apakah mereka kawin atas dasar saling mencintai atau atas paksaan dari orang lain (termasuk orang tuanya). Unsur cinta dalam kehidupan rumah tangga merupakan salah satu syarat yang harus ada sehingga "keluarga" tersebut akan mengalami kebahagiaan yang benar-benar tidak terpaksa (bukan kebahagiaan semu).

4. Faktor campur tangan orang lain dalam "keluarga".

Campur tangan orang lain dalam urusan rumah tangga sering mengakibatkan konflik antara suami istri. Misalnya saja campur tangan orang tua si istri (atau saudara-saudaranya) akan menyinggung perasaan suami8, atau sebaliknya, sehingga antara suami istri sering bertengkar karena masalah sepele.

5. Hubungan suami istri yang tidak wajar ditandai oleh sifat egoisme.

Suami istri yang masih mempertahankan sifat egoismenya, tidak akan mengalami kebahagiaan yang sejati, karena diantara keduanya masih ada gape yang memisahkannya tidak akan terwujud penyesuaian diri. Suatu misal status sosial dari "keluarga" suami lebih tinggi dari pada "keluarga" istri, sehingga suami menganggap bahwa istrinya lebih rendah. dari pada dirinya atau pun sebaliknya. Hal semacam ini akan mempengaruhi pola kehidupan mereka sehari-hari.

6. Ketidak-adanya saling pengertian antara orang tua dengan anaknya dalam soal nilai-nilai hidup.

Nilai-nilai hidup antara anak dengan orang tua memang berbeda, disini perlu pengertian diantara keduanya. Ketidak-adanya pengertian orang tua terhadap nilai-nilai anaknya akan menyebabkan anak tidak menyayangi orang tuanya dan merasa tertekan serta merasa tidak kerasan tinggal di rumah, sehingga akan mencari ketenangan di luar rumah dengan menggabungkan diri dengan anak-anak yang mempunyai nasib yang sama. Dengan teman-temannya itulah mereka membentuk group-group yang tidak terarah sehingga timbullah apa yang dinamakan masalah 'Kenakalan Remaja'.

7. Faktor kesibukan orang tua di luar rumah.

Kesibukan orang tua di luar rumah akan mengurangi perhatian serta kasih sayangnya terhadap anak, karena antara ayah, ibu dan anak jarang sekali bertemu muka sehingga kebutuhan yang bersifat kejiwaan tak akan bisa terpenuhi. Dengan demikian keharmonisan hubungan "keluarga" tidak dapat tercipta dalam "keluarga" tersebut.

8. Sebab-sebab lain baik yang berasal dari dalam (Psikologis "Keluarga") maupun yang berasal dari luar (Sosial, Ekonomi "Keluarga").

Faktor psikologis "keluarga" juga sangat mempengaruhi pola kehidupan dalam "keluarga", yakni kematangan kejiwaan suami istri dalm mengurusi/menyelesaikan problema-problema yang ada dalam kehidupan rumah tangga. Apabila perkawinan mereka dilaksanakan pada waktu mereka belum dewasa, maka perkawinan mereka akan berantakan karena mereka belum mampu untuk mengatasi problem-problem yang terjadi dalam "keluarga".
Faktor sosial ekonomi mempengarbuhi keharmonisan dalam kehidupan rumah tangga, dan akan mengakibatkan keretakan dalam "keluarga". Misalnya saja "keluarga" yang sosial ekonominya lemah, karena tidak mencukupi kebutuhan hidupnya, sang istri terjun sebagai pelacur atau suami jadi seorang pencuri. Dengan demikian anak-anaknya akan mendapat pendidikanyang rusak pula. Atau sebaliknya, "keluarga" yang kehidupan sosial ekonominya terlalu mewah, sehingga "keluarga" tersebut sudah tidak memperhatikan kebutuhan yang bersifat psikologis, karena mereka telah berpandangan bahwa nilai material lebih tinggi dari pada manusia. KAlau sudah begitu tidak akan lagi tercipta suasana kemesraan serta keharmonisan dalam kehidupan "keluarga" tersebut.


AKIBAT KERETAKAN HUBUNGAN "KELUARGA".

Adapun keretakan hubungan dalam "keluarga" itu ada yang dapat dinetralisir sehingga tidak sampai mengakibatkan hal-hal negatif yang tidak diinginkan, misalnya saa suami istri mengambil jalan sendiri-sendiri dan bercerai. Namun tidak jarang pula "keluarga" yang tidak bisa mempertahankan keutuhan kehidupan rumah tangganya sehingga mereka mengambil jalan untuk berpisah atau bercerai. Perceraian itupun tidak akan berhenti sampai disitu saja, akan tetapi masih ada akibat-akibat selanjutnya, yaitu antara lain:

1. Memberi pengaruh yang tidak baik bagi anak yang masih dalam taraf pertumbuhan, karena si anak kehilangan kasih sayang dari orang tua.

2. Dapat mengganggu proses pembentuka anak, misalnya anak menjadi penakut, minder, jahat dan sebagainya.

3. Merupakan pengalaman yang sangat pahit bagi pihak suami maupun istri, karena mengalami kegagalan dalam membentuk kehidupan rumah tangga.


PEMECAHAN MASALAH.

Dalam masalah ini masyarakat juga sudah ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan perkawinan (rumah tangga), yakni dengan jalan mendirikan Badan-badan Sosial yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesejahteraan "keluarga". Badan-bdan Sosial tersebut antara lain adalah Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian (BP4), Biro Konsultasi "Keluarga", Biro Konsultasi Perjodohan.

Hal-hal yang dapat diharapkan dari Badan-badan Sosial tersebut demi terwujudnya kesejahteraan dalam kehidupan "keluarga" antara lain adalah:

1. Memberikan nasehat kepada mereka yang akan menjalani hidup perkawinan.

2. Memberikan nasehat kepada mereka yang mengalami kesulitan dalam mengatasi problema hidup perkawinan.

3. Membantu dan menyelesaikan perceraian bagi mereka ("keluarga") yang mempunyai masalah yang sudah parah, dalam arti mengusahakan dan mempertahankan keutuhan rumah tangga apabila masih ada kemungkinan.


Dalam kesempatan ini penulis juga akan memberikan saran yang mungkin dapat bermanfaat demi terwujudnya suatu keadaan sejahtera dalam kehidupan "keluarga" yang telah menjadi cita-cita semua umat manusia. Hendaknya masyarakat (Badan-badan Sosial) lebih meningkatkan usaha-usaha dalam bidang kesejahteraan "keluarga" yang antara lain bertujuan:

1. Memberikan bimbingan mengenai kehidupan "keluarga" yang sejahtera dan harmonis.

2. Mempertinggi taraf hidup bagi "keluarga" baik secara fisik, psikhis maupun sosial.

3. Mendorong terbentuknya perkembangan kepribadian yang lebih matang, kuat dan mantab, sehingga mampu mengatasi masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan "keluarga".

4. Mendorong perkembangan fungsi sosial, memuaskan dalam menjalankan fungsi serta peranan sebagai anggota "keluarga".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar