Minggu, 30 Mei 2010

"PROSTITUSI SEBAGAI PENYAKIT MASYARAKAT"

"Prostitusi" atau pelacuran merupakan salah satu bentuk penyakit "masyarakat" yang penyebarannya harus dihentikan, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikannya."




"Prostitusi" berasal dari bahasa Latin "pro-stituere" atau "pro-stauree", yang artinya membiarkan diri berbuat zinah, melakukan persundalan, percabulan, pergendakan. Sedang "prostitue" adalah pelacur atau sundal, yang dikenal pula dengan istilah wanita tuna susila (WTS).


Sedangkan Tuna susila itu sendiri berarti kurang beradab karena keroyalan relasi seksualnya, dalam bentuk penyerahan diri pada banyak laki-laki untuk pemuasan seksual, dan mendapatkan imbalan jasa atau uang bagi pelayanannya. Tuna susila juga diartikan sebagai salah tingkah, tidak susila atau gagal menyesuaikan diri terhadap norma-norma susila. Maka pelacur adalah wanita yang tidak pantas kelakuannya, dan dapat mendatangkan celaka, baik kepada orang lain (yang bergaul dengan dirinya) maupun kepada diri sendiri.


"Prostitusi" merupakan 'profesi' yang usianya sangat tua, setua usia kehidupan manusia itu sendiri. "Prostitusi" selalu ada pada semua negara berbudaya, sejak zaman purba sampai sekarang. Dan senantiasa menjadi masalah sosial, atau menjadi obyek urusan hukum dan tradisi. Selanjutnya, seiring dengan perkembangan teknologi, industri dan kebudayaan manusia, turut berkembang pula "prostitusi" dalam pelbagai bentuk dan tingkatannya.


"Prostitusi", di banyak negara dilarang, bahkan dikenakan hukuman. Dianggap pula sebagai perbuatan hina oleh segenap anggota "masyarakat". Namun ---- Sejak adanya "masyarakat" manusia yang pertama hingga dunia kiamat nanti, "Prostitusi" ini akan tetap ada, sukar, bahkan hampir-hampir tidak mungkin diberantas dari muka bumi, selama masih ada nafsu-nafsu seks yang lepas dari kendali Kemauan dan hati nurani. Maka timbulnya masalah "prostitusi" dianggap sebagai gejala pathologis yaitu sejak adanya penataan relasi seks dan diberlakukannya norma-norma perkawinan.



DEFINISI "PROSTITUSI".


Menurut Prof. W.A. Bonger, "prostitusi" merupakan gejala ke"masyarakat"an dimana wanita menjual diri melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencaharian. Definisi ini menyatakan adanya peristiwa penjualan diri sebagai 'profesi' atau mata pencaharian sehari-hari dengan jalan melakukan relasi-relasi seksual.


Definisi menurut P.J. de Bruine Van Amstel, "prostitusi" adalah penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki dengan pembayaran. Definisi ini mengemukakan adanya unsur-unsur ekonomis, dan penyerahan diri wanita yang dilakukan secara berulang-ulang atau terus-menerus dengan banyak laki-laki.


"Prostitusi" definisi menurut pasal 296 KUHP, adalah perbuatan perempuan atau laki-laki yang menyerahkan badannya untuk berbuat cabul dengan mendapat upah.



Jadi disini jelas bahwa "prostitusi" itu dapat dilakukan baik oleh kaum wanita maupun pria. Jadi ada persamaan predikat lacur antara laki-laki dan wanita yang bersama-sama melakukan perbuatan hubungan kelamin di luar perkawinan. Dalam hal ini perbuatan cabul tidak hanya berupa hubungan kelamin di luar nikah saja, namun termasuk pula peristiwa homoseksual dan permainan-permainan seksual lainnya.



Dengan adanya unsur komersialisasi dan barter seks (perdagangan tukar-menukar seks dengan benda bernilai), maka "prostitusi" merupakan 'profesi' yang paling tua sepanjang sejarah kehidupan manusia.


Yang dapat dimasukkan dalam katagori "prostitusi" antara lain:

1. Pergundikan: pemeliharaan istri tidak resmi, istri gelap atau perempuan piaraan. Mereka hidup sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan. Gundik-gundik orang asing pada zaman pemerintahan Belanda dahulu disebut 'nyai'.

2. Tante girang atau loose married woman, yaitu wanita yang sudah kawin, namun tetap melakukan hubungan erotik dan seks denga laki-laki lain, baik secara iseng untuk mengisi waktu kosong, bersenang-senang just for fun dan mendapatkan pengalaman-pengalaman seks lain, maupun secara intensional untuk mendapatkan penghasilan.

3. Gadis-gadis panggilan, yaitu gadis-gadis dan wanita-wanita biasa yang menyediakan diri untuk dipanggil dan dipekerjakan sebagai "prostitue", melalui saluran-saluran tertentu. Mereka ini terdiri atas ibu-ibu rumah tangga, pelayan-pelayan toko, pegawai-pegawai, buruh-buruh perusahaan, gadis-gadis sekolah lanjutan, para mahasiswi dan lain-lain.

4. Gadis-gadis bar atau B-girls, yaitu gadis-gadis yang bekerja sebagai pelayan-pelayan bar, dan sekaligus bersedia memberikan pelayanan seks kepada para pengunjung.

5. Gadis-gadis juvenile delinquent, yaitu gadis-gadis muda dan jahat, yang didorong oleh ketidak-matangan emosinya dan keterbelakangan intelektualnya, menjadi sangat pasif dan sugestibel sekali. Karakternya sangat lemah. Akibatnya mereka sangat mudah jadi pecandu minuman keras atau alkoholik dan pecandu obat bius (ganja, heroin, morfin dan lain-lain), sehingga mudah tergiur melakukan perbuatan immoril seksual dan "prostitusi".

6. Gadis-gadis binal atau free girls, adalah gadis-gadis sekolah atau putus sekolah (putus studi di akademi atau fakultas) dengan pendirian yang bejat dan menyebar-luaskan kebebasan seks secara ekstrim, untuk mendapatkan kepuasan seksual. Mereka menganjurkan seks bebas dan cinta bebas.

7. Gadis-gadis taxi - girls (di Indonesia ada pula gadis-gadis becak), yaitu wanita-wanita dan gadis-gadis panggilan yang ditawar-tawarkan dan dibawa ke tempat plesiran dengan taksi-taksi atau becak.

8. Penggali emas atau gold-diggers, yaitu gadis-gadis dan wanita-wanita cantik --- ratu-ratu kecantikan, pramugari/mannequin, penyanyi, bintang film, pemain sandiwara teater atau opera, anak wayang dan lain-lain --- yang pandai merayu dan bermain cinta, untuk mengeruk kekayaan orang-orang berduit.

9. Hostess atau pramuria yang menyemarakkan kehidupan malam dalam nightclub-nightclub. Pada intinya, profesi hostess merupakan bentuk "prostitusi" halus. Sedang pada intinya, hostess adalah predikat baru dari "prostitusi". Para hostess ini biasanya harus melayani makan, minum, dansa, dan memuaskan naluri-naluri seks para langganan dengan jalan menikmati tubuh para hostess tersebut.

(Sumber: Kartini Kartono, Pathologi Sosial).







Tidak ada komentar:

Posting Komentar