Sabtu, 15 Mei 2010

"BAHAYA KEMISKINAN TERHADAP KEHIDUPAN MANUSIA"

"Islam menilai bahwa kekayaan itu satu kenikmatan sebagai karunia Allah SWT yang harus disyukuri. Dan "kemiskinan" itu suatu cobaan, bahkan suatu bencana, yang hanya dengan pertolongan Allah-lah dapat dihindari."



Oleh karena itu Islam telah memberikan beberapa solusi untuk mengatasi "kemiskinan". Allah SWT telah memberi kekayaan kepada Rasul-Nya (Nabi Muhammad SAW), yang semula dalam keadaan "miskin", sebagaimana difirmankan Allah dalam Al-Qur'an Surat Ad-Dhuha Ayat 8: "Dan Ia (Allah) telah mendapati engkau (Muhammad) dalam keadaan papa, kemudian Ia mengayakan."


Hadits Riwayat Ahmad dan Thabrani, menjelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baik harta yang berguna, adalah milik orang yang saleh."


Hadits-hadits Nabi SAW menilai bahwa "kemiskinan" merupakan satu hal yang sangat berbahaya terhadap kehidupan individu dan masyarakat, aqidah dan kepercayaan, pikiran dan kebudayaan, demikian pula terhadap keluarga dan bangsa seluruhnya.



BAHAYA "KEMISKINAN" TERHADAP AQIDAH.


Tidak diragukan lagi, bahwa "kemiskinan" merupakan bahaya besar terhadap kepercayaan Agama, khususnya "kemiskinan" yang sangat parah, yang berada di hadapan mata orang-orang kaya yang egoistis. Lebih mengkhawatirkan lagi, kalau orang-orang "miskin" itu tidak menentu pencahariannya, sedang pihak orang-orang yang kaya sama sekali tidak mau mengulurkan bantuannya.


Di saat itulah "kemiskinan" akan mengundang keraguan terhadap Sunnatullah (= peraturan Allah) di atas dunia ini, serta dapat menimbulkan kepercayaan terhadap adanya ketidak-adilan dalam pembagian rezki. Dan apabila yang demikian itu tidak sampai membawa kebobrokan separah ini, namun "kemiskinan" akan membawa kepada situasi frustasi.


Itulah bahaya kegoncangan aqidah yang ditimbulkan oleh "kemiskinan" dan kemelaratan; sebagaimana dijelaskan oleh Hadits Riwayat Bu Nu'airul, bahwa Rasulullah pernah bersabda: "Hampir-hampir "kemiskinan" itu menjadikan seseorang kufur."


Rasulullah SAW juga pernah memohon perlindungan kepada Allah SWT dari ancaman kemelaratan yang disejajarkan dengan permohonan perlindungan terhadap kekufuran, seperti yang dijelaskan oleh Hadits Riwayat Abu Daud dan lainnya, bahwa Rasulullah pernah berdo'a: "Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu, dari bahaya kekufuran dan kemelaratan."


Juga dalam do'anya seperti yang dijelaskan dalam Hadits Riwayat Abu Daud, Nasai, Ibnu Majah, Hakim dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah berdo'a: "Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu, dari "kemiskinan", kekurangan dan kehinaan, dan aku berlindung dari menganiaya dan dianiaya."



BAHAYA "KEMISKINAN" TERHADAP ETIKA DAN MORAL.


"Kemiskinan" berbahaya pula terhadap segi etika dan moral. Banyak orang "miskin" lebih-lebih yang hidup di tengah-tengah orang kaya ---- kekecewaan dan keputus-asaan mereka mendorong untuk bertindak dengan tindakan-tindakan yang tidak dapat dibenarkan oleh budi luhur dan akhlaq mulia. Maka dari itu kita sering mendengar suatu semboyan yang berbunyi: "Rintihan perut lebih hebat dari pada rintihan hati nurani." Dan akan lebih berbahaya lagi, apabila frustasi dan kekecewaan mereka sudah tidak dapat dikuasai lagi, maka akan timbul suatu sikap masa bodoh terhadap nilai-nilai etika dan kemantapan sendi-sendinya, dan pada gilirannya akan menjurus kepada mengabaikan nilai-nilai Agama.


Hadits Riwayat Abu Nu'aim menjelaskan, bahwa Rasulullah SAW menjelaskan kepada para sahabatnya, akan besarnya bahaya "kemiskinan" dan pengaruhnya terhadap nilai-nilai moral: "Ambillah (=terimalah) pemberian orang itu, selama masih merupakan pemberian yang wajar. Tetapi apabila sudah merupakan suapan guna mengharap suatu pinjaman (=hutang), maka janganlah kamu menerimanya. Dan kamu tidak bisa menghindarinya selama kamu masih diliputi oleh kebutuhan dan "kemiskinan".



Rasulullah SAW menjelaskan hubungan antara "kemiskinan" dan kekayaan, dan antara kehinaan dan kemuliaan, beliau membawakan ceritera, sebagaimana Hadits Riwayat Bukhari, Muslim dan Nasai dari Abu Hurairah: "Pada suatu malam seorang laki-laki bersedekah kepada laki-laki lain, yang ternyata ia seorang pencuri. Lalu kejadian ini diperbicangkan oleh umum. Kemudian di waktu lain, laki-laki tersebut bersedekah lagi kepada seorang perempuan, yang ternyata ia seorang pelacur. Lalu orang-orangpun membicarakan kejadian itu lagi. Kemudian laki-laki yang bersedekah itu pada malam harinya mimpi kedatangan seseorang yang berkata kepadanya: Adapun sedekah anda kepada pencuri itu, mudah-mudahan dapat menjadikan ia berhenti dari mencuri. Begitu pula, sedekah anda kepada perempuan lacur itu, dapat menjadikan ia berhenti dari perbuatan lacur (=zina)."


Kisah di atas menyatakan, betapa besar pengaruh kekayaan itu di dalam menjauhkan seseorang dari perbuatan a-moral, seperti mencuri dan melacur.



BAHAYA "KEMISKINAN" TERHADAP PIKIRAN MANUSIA.


"Kemiskinan" juga akan mengganggu dan mempengaruhi pikiran seseorang. Mengapa? --- Seseorang yang tidak sanggup menutupi kebutuhan hidupnya, keluarganya dan anak-anaknya, bagaimana ia dapat berpikir dengan cermat? Lebih-lebih, kalau tetangga kanan kirinya, mendemonstrasikan barang-barang serba lux di rumah-rumah mereka, dan dengan berbagai perhiasan emas di almari-almarinya.


Suatu riwayat menceriterakan, bahwa Imam Abu Hanifah pernah berkata: "Janganlah kalian minta fatwa kepada orang yang dalam rumahnya tidak ada gandum". Sebab orang tersebut pikirannya tidak menentu, bingung dengan urusan dapurnya, sehingga pendapatnya tidak lurus dan tidak tepat. Ini adalah akibat tidak adanya konsentrasi dan ketenangan berpikir, karena terpengaruh oleh faktor kekurangan tadi (="kemiskinan"). Ilmu Jiwapun telah mengakui kebenarannya.


Sebuah Hadits sahih, menyatakan: "Janganlah seorang hakim menjatuhkan vonis, padahal ia sedang marah."


Para Ahli Fiqih berpendapat bahwa keadaan "sangat lapar, sangat haus" dan sebagainya dapat dikategorikan dalam "keadaan marah."



BAHAYA "KEMISKINAN" TERHADAP RUMAH TANGGA.


Bahaya "kemiskinan" dalam mengancam kehidupan keluarga dan rumah tangga, akan melanda beberapa segi, yaitu segi pembinaannya, segi kelangsungannya dan segi pemeliharaannya.


Dalam pembinaan rumah tangga kita akan menjumpai bahwa "kemiskinan" merupakan penghalang yang tidak kecil. Banyak jejaka terhalang menikah dan takut memikul tanggung jawab sesudah terlaksanya perkawinan, disebabkan karena faktor mas kawin, nafkah keluarga dan kemampuan berekonomi sendiri. Oleh karena itu Al-Qur'an memerintahkan supaya mereka mampu memelihara kehormatan dan menahan ketabahannya, sehingga mereka dapat mencapai kemampuan untuk mengelola ekonomi rumah tangga sendiri. Sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur'an Surat An-Nuur Ayat 33: "Dan hendaklah orang-orang yang belum mampu kawin, menjaga kehormatan mereka, sehingga Allah memberi kepadanya kekayaan dan karunia-Nya."


Sering kita jumpai beberapa gadis yang sudah saatnya menikah tetapi wali-wali mereka menghalangi jejaka yang hendak meminangnya, disebabkan jejaka itu dinilai masih lemah ekonominya dan sedikit hartanya. Sebenarnya kasus semacam ini telah ditentang oleh Al-Qur'an, sebagaimana firman Allah dalam Surat An-Nuur Ayat 32: "Dan kawinkanlah laki-laki dan perempuan-perempuan, yang janda di antara kamu, dan hamba-hamba lelaki dan hamba-hamba perempuan kamu yang sudah layak (berkawin), jika mereka "miskin", Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya, karena Allah itu maha luas (pemberian-Nya), lagi maha mengetahui."


Segi kelangsungan (stabilitas) --- Dalam kelangsungan berumahtangga, tekanan "kemiskinan" sering kali mengalahkan dorongan-dorongan untuk berbuat baik, bahkan tidak jarang memutuskan ikatan perkawinan antara suami dengan istri, karena ketidak sukaan istri kepada suami atau sebaliknya. Kasus semacam ini diakui oleh hukum Islam. Karenanya seorang hakim boleh menceraikan seorang istri dari suaminya, karena kesulitan dan ketidak mampuan suami untuk memberi nafkah istrinya, dengan latar belakang demi menghilangkan kesusahan perempuan, sesuai dengan qaidah yang dijelaskan oleh Hadits Riwayat Ibnu Majah dan Dazaquthnie: "Janganlah mengadakan bahaya dan membalas bahaya."


Segi pemeliharaan --- Dalam hubungan anggota rumah tangga, sering kita jumpai bahwa "kemiskinan" mengotori kejernihan udara rumah tangga bahkan kadang merobek-robek jalinan kasih sayang antara mereka. Dalam hal ini Al-Qur'an menentang adanya kekerasan dan mengutuk kekejaman yang terjadi dalam rumah tangga, sebagaimana yang difirmankan dalam Surat Al-An'am Ayat 15: "Janganlah kamu sekalian membunuh anak-anak kamu karena "kemiskinan". Kamilah yang akan memberikan rezki kepadamu dan kepada mereka."


Dan dalam Surat Al-Isra' Ayat 32: "Janganlah kamu sekalian membunuh anak-anak kamu, karena takut "miskin". Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan kepada kamu sekalian. Sesungguhnya membunuh mereka adalah satu dosa yang besar."



BAHAYA "KEMISKINAN" TERHADAP MASYARAKAT DAN KETENTRAMANNYA.


"Kemiskinan" merupakan bahaya vital terhadap keamanan, ketenteraman dan kesejahteraan masyarakat. Terkadang orang masih sanggup menahan kesabarannya, dengan "kemiskinan" yang disebabkan karena adanya ketidak-seimbangan antara penghasilan dengan banyaknya jumlah penduduk yang ada. Namun, apabila "kemiskinan" itu terjadi karena ketidak-adilan distribusi antara mereka, terjadinya perampasan hak antara sebagian terhadap sebagian yang lain, dan adanya kemewahan golongan minoritas karena meng-eksplotir golongan mayoritas, maka saat demikian itu, "kemiskinan" akan menggoncangkan ketenteraman masyarakat, menimbulkan fitnah dan mengacaukan keamanan. Runtuhlah sendi-sendi mahabbah (=rasa cinta) dan solidaritas antara sesama anggota masyarakat.


Selama dalam kehidupan masyarakat masih terdapat perbedaan sosial yang menyolok; gubuk-gubuk kecil berdampingan dengan gedung-gedung mewah, lantai-lantai tanah berhadapan dengan lantai-lantai permadani dan flat-flat yang menjulang tinggi, rintihan dan ratapan si "miskin" merindukan sesuap nasi di tengah-tengah kekayaan yang berlimpah ruah dan makanan yang serba lezat, kesemuanya ini akan mengundang timbulnya gejolak dada yang penuh dengki dan benci, yang akan meluas membakar semua jiwa, melanda golongan yang lemah dan "miskin". Dari kondisi ini dapat dijelaskan bahwa runtuhnya sendi-sendi kehidupan masyarakat adalah berpangkal karena membiarkan "kemiskinan", kemelaratan dan kepapaan.


Selain itu, "kemiskinan" juga mengancam kejayaan umat, kemerdekaan bangsa dan negara. Seorang yang senantiasa dicekam kelaparan, tidak mungkin terlintas dalam hatinya gairah untuk berjuang membela tanah airnya, mengusir penjajah yang menjadi musuh negaranya, dan mempertahankan kehormatan bangsanya. Karena ia merasa bahwa masyarakat dan negaranya tidak menaruh perhatian kepadanya, di saat lapar tidak diberi makan, di saat takut tidak diberi perlindungan, bahkan bangsanya tidak pernah mengulurkan pertolongan untuk melepaskan beban penderitaan hidup yang menimpanya.


Jadi tidak mengherankan apabila ia tidak mau mengorbankan darah dan jiwanya untuk membela tanah airnya. Bagaimana ia mau berjuang sedang yang mengenyam kenikmatannya adalah orang lain? Dan mungkinkah ia mau ikut menanggung kerugian-kerugian negaranya, padahal di saat pembagian rampasan perang ia dilupakan?



Itulah tadi ancaman bahaya "kemiskinan" dalam beberapa sektor kehidupan manusia. Selain ancaman-ancaman di atas sebenarnya masih ada bahaya-bahaya lain yang ditimbulkan akibat bencana "kemiskinan", misalnya kesehatan masyarakat --- makanan-makanan yang tidak sehat (tidak bergizi), udara yang pengap dan tempat-tempat yang kotor ---- yang diakibatkan minimnya pembiayaan hidup, yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Begitu huga terhadap kesehatan individu, karena kecerobohan, kelesuan, akibat lemahnya ekonomi. Begitu juga dalam bidang kehidupan yang lain. Jadi disini jelas bahwa tidak dapat kita pungkiri apabila lemahnya ekonomi (="kemiskinan") sangat berpengaruh terhadap bidang-bidang kehidupan yang lain.

(Sumber: Problema "Kemiskinan", Apa Konsep Islam?, Oleh Dr. Syekh Muhammad Yusuf Al- Qardlawy).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar