"Humor" atau "Guyonan" adalah salah satu hal yang dapat
mengundang senyum dan tawa seseorang".
Tidak dapat dipungkiri bahwa tersenyum dan tertawa merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia. Di sela-sela kesibukan dalam
bekerja untuk mencari nafkah, "Humor" atau "Guyonan" menjadi warna penting untuk
menghidupkan kembali suasana hati. Seorang yang "Humor"is pun lebih
disenangi dari pada seorang yang dingin. "Humor" juga dapat memberikan
banyak manfaat, antara lain:
- dapat mengurangi rasa sakit,
- dapat membuat hati menjadi rileks,
- dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh,
- dapat mengurangi stres, dan
- dapat mengurangi rasa takut yang tidak perlu.
Di dalam ajaran "Islam" yang begitu komprehensif pun ada batasan-batasan
seseorang untuk "Guyonan" yang apabila dipatuhi akan melahirkan "Humor"-"Humor" yang positif, manusiawi, tidak ada unsur menyakiti hati, dan
tidak ada unsur dusta atau kebohongan. Batasan-batasan "Humor" di dalam "Islam", antara lain:
- Tetap berada pada tujuan bahwa "Humor" sekedar untuk menghidupkan suasana dan tidak berlebihan, misalnya sampai harus menjatuhkan kehormatan orang lain
- Tidak boleh menjadikan tauhid, yang merupakan inti ajaran Islam, sebagai bahan "Guyonan".
- Tidak ada perkataan yang mengandung dusta (kebohongan) di saat "Guyonan" sebagaimana Rasullullah SAW bersabda, “Aku
menjamin dengan sebuah istana di bagian tepi surga bagi orang yang
meninggalkan debat meskipun ia berada di pihak yang benar, sebuah istana
di bagian tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meski ia
sedang bercanda, dan istana di bagian atas surga bagi seseorang yang
memperbaiki akhlaknya.” (HR. Abu Dawud).
Rasullullah SAW pun telah memberi ancaman terhadap orang yang berdusta untuk membuat orang lain tertawa dengan sabda beliau, “Celakalah seseorang yang berbicara dusta untuk membuat orang tertawa, celakalah ia, celakalah ia.” (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi)
Para sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai, Rasullullah! Apakah engkau juga bersendau gurau bersama kami?” Maka Rasulullah SAW dengan sabdanya, “Betul, hanya saja aku selalu berkata benar.” (HR. Imam Ahmad dengan derajat shahih) - Tidak menakut-nakuti seorang muslim dalam bercanda. Rasullullah SAW bersabda, “Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang milik saudaranya, baik bercanda maupun bersungguh-sungguh.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Rasullullah SAW. juga bersabda, “Tidak halal bagi seorang muslim untuk menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR. Abu Dawud) - Tidak boleh melecehkan sekelompok orang tertentu, misalnya bercanda dengan melecehkan penduduk daerah tertentu, atau profesi tertentu, bahasa tertentu dan lain sebagainya, yang perbuatan ini sangat dilarang.
- Menghindari "Guyonan" yang berisi tuduhan dan fitnah terhadap orang lain. Sebagian orang "Guyonan" dengan temannya lalu mencela, memfitnahnya, atau menyifatinya dengan perbuatan yang keji untuk membuat orang lain tertawa.
- Menghindari "Guyonan" dengan aksi atau kata-kata yang buruk. Allah telah berfirman, yang artinya, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kalian.” (QS. al-Isra’:53)
- Tidak banyak tertawa sebagaimana Rasulullah SAW telah mengingatkan agar tidak banyak tertawa, “Janganlah kalian banyak tertawa. Sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati.” (HR. Ibnu Majah)
"Dalam "Islam" sama sekali tidak ada larangan "Humor" dan cara "Guyonan". Tentu saja selama masih berada dalam koridor yang benar. Kita tidak
diperbolehkan bercanda yang berlebihan hingga akhirnya jatuh pada ghibah
atau olok-olok. Misalnya, memanggil nama seseorang dengan julukan cacat yang
dimilikinya. Sebagai contoh, seorang yang kakinya mengalami kecacatan
sejak lahir hingga jalannya agak terpincang-pincang, lalu kita panggil
dengan Si Pincang. Meskipun panggilan itu benar, tapi bisa jadi olok-olok yang
menyakitkan hati pemiliknya. Padahal, pastilah tidak ada orang yang
ingin lahir dalam kondisi cacat.
Al Qur’an juga telah melarang dengan tegas sikap olok-olok ini seperti yang tercantum dalam surat Al Hujurat ayat 11,
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum
mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang
diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan
jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan-perempuan
lain, karena boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik
dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu
sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang
buruk.”
Dalam kehidupan keseharian, Rasulullah SAW. juga kadang "Guyonan". Suatu hari ada seorang nenek yang bertanya sama Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, apa aku bisa masuk surga?”
Nabi Muhammad SAW menjawab, “Di surga tidak ada orang tua.”
Mendengar jawaban itu, si nenek tentu saja terpukul dan sangat sedih. Namun kekecewaannya tidak berlangsung lama. Rasulullah SAW kembali berkata, “Di surga yang tinggal hanya mereka yang muda. Orang yang sudah tua di dunia akan kembali jadi muda saat berada di surga.”
Para ahli hadits, menilai "Humor" Rasulullah SAW ini, selain melahirkan senyum, juga membawa kabar gembira. Terutama bagi kalangan lansia. Dimaksudkan agar para lansia terus meningkatkan keimanan dan amalnya kepada Allah SWT.
Di lain waktu, Rasulullah SAW juga bercanda atau "Guyonan" dengan sahabatnya, Anas bin Malik. Beliau memanggil Anas dengan panggilan, “Wahai Pemilik Dua Telinga!”
Tentu saja ini "Humor" yang benar dan tidak keluar jalur. Anas bin Malik pasti memiliki dua telinga, bukan empat telinga.
"Humor" dan cara bercanda Rasulullah SAW tidak pernah lepas kontrol. Apa yang dilakukannya, tidak pernah melanggar kesopanan dan tidak ada mudaratnya.
Dalam literatur "Islam" masa lalu, cukup banyak tokoh-tokoh muslim yang telah menghasilkan karya-karya "Humor". Namun "Humor" dan "Guyonan" mereka selalu mengandung unsur akidah, muamalah dan akhlak. Di antaranya Nasruddin Hoja, Hani al Arabiy, dan Abu Nawas.
Para tokoh "Humor" ini, digambarkan sebagai manusia-manusia unik. Dari ucapan dan perbuatan mereka, semuanya mengandung pengajaran dan dakwah.
Mendengar jawaban itu, si nenek tentu saja terpukul dan sangat sedih. Namun kekecewaannya tidak berlangsung lama. Rasulullah SAW kembali berkata, “Di surga yang tinggal hanya mereka yang muda. Orang yang sudah tua di dunia akan kembali jadi muda saat berada di surga.”
Para ahli hadits, menilai "Humor" Rasulullah SAW ini, selain melahirkan senyum, juga membawa kabar gembira. Terutama bagi kalangan lansia. Dimaksudkan agar para lansia terus meningkatkan keimanan dan amalnya kepada Allah SWT.
Di lain waktu, Rasulullah SAW juga bercanda atau "Guyonan" dengan sahabatnya, Anas bin Malik. Beliau memanggil Anas dengan panggilan, “Wahai Pemilik Dua Telinga!”
Tentu saja ini "Humor" yang benar dan tidak keluar jalur. Anas bin Malik pasti memiliki dua telinga, bukan empat telinga.
"Humor" dan cara bercanda Rasulullah SAW tidak pernah lepas kontrol. Apa yang dilakukannya, tidak pernah melanggar kesopanan dan tidak ada mudaratnya.
Dalam literatur "Islam" masa lalu, cukup banyak tokoh-tokoh muslim yang telah menghasilkan karya-karya "Humor". Namun "Humor" dan "Guyonan" mereka selalu mengandung unsur akidah, muamalah dan akhlak. Di antaranya Nasruddin Hoja, Hani al Arabiy, dan Abu Nawas.
Para tokoh "Humor" ini, digambarkan sebagai manusia-manusia unik. Dari ucapan dan perbuatan mereka, semuanya mengandung pengajaran dan dakwah.
Sumber:
1. kanzunqalam.com/2010/08/02/humor-dalam-islam/
2. hiburan.kompasiana.com/humor/.../humor-ala-rasulull..
6.geena84.deviantart.com851×500Search by imageCute muslimah by geena84