"Setiap hamba pasti pernah terjerumus dalam "dosa" bahkan juga "dosa" 
besar".
Mungkin saja seseorang sudah terjerumus dalam kelamnya zina, 
membunuh orang lain tanpa jalan yang benar, pernah menegak arak (khomr),
 atau seringnya meninggalkan shalat lima waktu padahal meninggalkan satu
 shalat saja termasuk "dosa" besar berdasarkan kesepakatan para ulama. 
Inilah "dosa" besar yang mungkin saja di antara kita pernah terjerumus di 
dalamnya. Lalu masihkah terbuka pintu taubat? Tentu saja pintu "taubat" 
masih terbuka, ampunan Allah begitu luas. 
Setiap anak adam (manusia) berbuat kesalahan, dan sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah yang ber"taubat". [HR At Tirmidzi, no.2499 dan dihasankan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ Ash Shaghir, no. 4391]
Rasulullah SAW mengingatkan: Setiap bani  Adam berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang-orang yang ber"taubat"
 (HR. Imam al-Tirmidzi, Imam Ibn Majah dan Imam Ahmad). 
Jika salahnya 
berhubungan dengan Allah SWT, ya mintalah ampunan pada-Nya. Dan kalau 
kelirunya berkaitan dengan manusia, ya mintalah ampunan pada manusia dan
 Allah SWT juga. Dengan per"taubat"an ini, insya Allah kita akan terlahir 
kembali sebagai orang yang bersih dari noda-noda hitam laksana jabang 
bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya (ka yaum waladathu ummuhu).    
Sebuah hadits 
yang patut jadi renungan, Anas bin Malik menceritakan bahwa Rasulullah SAW. bersabda, Allah Ta’ala berfirman,
قَالَ
 اللَّهُ يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِى وَرَجَوْتَنِى غَفَرْتُ 
لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ 
ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ 
أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ 
خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ 
بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً
”Wahai anak Adam, sesungguhnya 
jika engkau menyeru dan mengharap pada-Ku, maka pasti Aku ampuni "dosa"-"dosa"mu tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya "dosa"mu 
membumbung tinggi hingga ke langit, tentu akan Aku ampuni, tanpa Aku 
pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya engkau mendatangi-Ku 
dengan "dosa" sepenuh bumi dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikit pun 
pada-Ku, tentu Aku akan mendatangi-Mu dengan ampunan sepenuh bumi pula.”
 (HR. Tirmidzi no. 3540. Abu Isa mengatakan bahwa hadits ini ghorib. 
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Jika Bertaubat, Setiap "dosa" Akan Diampuni
Hadits
 di atas menunjukkan bahwa Allah benar-benar Maha Pengampun. Setiap "dosa"
 –baik "dosa" kecil, "dosa" besar, "dosa" syirik bahkan "dosa" kekufuran- bisa 
diampuni selama seseorang ber"taubat" sebelum datangnya kematian walaupun"dosa"  itu sepenuh bumi. Hal ini dikuatkan pula pada ayat dalam Al Qur’an,
 Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ يَا 
عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ 
رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ
 الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku 
yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu 
berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni "dosa"-"dosa" 
semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
 (QS. Az Zumar: 53).
Ibnu Katsir mengatakan, ”Ayat yang 
mulia ini berisi seruan kepada setiap orang yang berbuat maksiat baik 
kekafiran dan lainnya untuk segera ber"taubat" kepada Allah. Ayat ini 
mengabarkan bahwa Allah akan mengampuni seluruh "dosa" bagi siapa yang 
ingin ber"taubat" dari "dosa"-"dosa" tersebut, walaupun "dosa" tersebut amat 
banyak, bagai buih di lautan. ”[1]
Ayat ini menunjukkan 
bahwa Allah akan mengampuni setiap "dosa" walaupun itu "dosa" kekufuran, 
kesyirikan, dan "dosa" besar (seperti zina, membunuh dan minum minuman 
keras). Sebagaimana Ibnu Katsir mengatakan, ”Berbagai hadits menunjukkan
 bahwa Allah mengampuni setiap "dosa" (termasuk pula kesyirikan) jika 
seseorang ber"taubat". Janganlah seseorang berputus asa dari rahmat Allah 
walaupun begitu banyak "dosa" yang ia lakukan karena pintu taubat dan 
rahmat Allah begitu luas.”[2]
Seseorang Yang Melakukan "Dosa" Berulang Kali
Mengenai
 hal ini, cobalah kita renungkan dalam hadits berikut. Dari Abu 
Huroiroh, Rasulullah SAW. bersabda yang 
diceritakan dari Rabbnya ‘azza wa jalla,
أَذْنَبَ
 عَبْدٌ ذَنْبًا فَقَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ 
تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَذْنَبَ عَبْدِى ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا
 يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ 
فَقَالَ أَىْ رَبِّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى 
عَبْدِى أَذْنَبَ ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ 
وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ فَقَالَ أَىْ رَبِّ 
اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَذْنَبَ عَبْدِى 
ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ 
بِالذَّنْبِ وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ

 
“Ada
 seorang hamba yang berbuat "dosa" lalu dia mengatakan ‘Allahummagfirliy 
dzanbiy’ [Ya Allah, ampunilah "dosa"ku]. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku 
telah berbuat "dosa", lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang 
mengampuni "dosa" dan menghukumi setiap perbuatan "dosa"’. (Maka Allah 
mengampuni "dosa"nya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat "dosa", lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’ [Wahai Rabb, 
ampunilah "dosa"ku]. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat "dosa", 
lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni "dosa" dan 
menghukumi setiap perbuatan "dosa"’. (Maka Allah mengampuni "dosa"nya), 
kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat "dosa", lalu dia 
mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’ [Wahai Rabb, ampunilah "dosa"ku]. 
Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat "dosa", lalu dia mengetahui 
bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap 
perbuatan "dosa". Beramallah sesukamu, sungguh engkau telah diampuni.”( 
HR. Muslim no. 2758). An Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan bahwa yang
 dimaksudkan dengan ‘beramallah sesukamu’ adalah selama engkau berbuat "dosa" lalu bertaubat, maka Allah akan mengampunimu.
An 
Nawawi mengatakan, ”Seandainya seseorang berulang kali melakukan "dosa" 
hingga 100 kali, 1000 kali atau lebih, lalu ia ber"taubat" setiap kali 
berbuat "dosa", maka pasti Allah akan menerima "taubat"nya setiap kali ia 
bertaubat, "dosa"-"dosa"nya pun akan gugur. Seandainya ia ber"taubat" dengan 
sekali "taubat" saja setelah ia melakukan semua "dosa" tadi, taubatnya pun 
sah.”[3]
Ya Rabb, begitu luas sekali rahmat dan ampunan-Mu terhadap hamba yang hina ini …
Ber"taubat"lah yang Tulus
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
“Hai
 orang-orang yang beriman, ber"taubat"lah kepada Allah dengan "taubat"an 
nasuhaa ("taubat" yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8)
Dijelaskan oleh Ibnu Katsir rahimahullah bahwa makna "taubat" yang tulus (taubatan nashuhah) sebagaimana kata para ulama adalah,
“Menghindari "dosa" untuk saat ini. Menyesali "dosa" yang telah lalu. Bertekad tidak 
melakukannya lagi di masa akan datang. Lalu jika "dosa" tersebut berkaitan
 dengan hak sesama manusia, maka ia harus menyelesaikannya/ 
mengembalikannya.”[4]
Penuhilah Syarat Diterimanya "Taubat"
Berdasarkan
 penjelasan Ibnu Katsir di atas, syarat "taubat" yang mesti dipenuhi oleh 
seseorang yang ingin ber"taubat" dapat dirinci secara lebih lengkap 
sebagai berikut.
1. Taubat dilakukan dengan ikhlas, bukan karena makhluk atau untuk tujuan duniawi.
2.
 Menyesali "dosa" yang telah dilakukan dahulu sehingga ia pun tidak ingin 
mengulanginya kembali. Sebagaimana dikatakan oleh Malik bin Dinar, 
“Menangisi "dosa"-"dosa" itu akan menghapuskan "dosa"-"dosa" sebagaimana angin 
mengeringkan daun yang basah.”[5] ‘Umar, ‘Ali dan Ibnu Mas’ud mengatakan
 bahwa "taubat" adalah dengan menyesal.[6]
3. Tidak terus 
menerus dalam berbuat "dosa" saat ini. Maksudnya, apabila ia melakukan 
keharaman, maka ia segera tinggalkan dan apabila ia meninggalkan suatu 
yang wajib, maka ia kembali menunaikannya. Dan jika berkaitan dengan hak
 manusia, maka ia segera menunaikannya atau meminta maaf.
4.
 Bertekad untuk tidak mengulangi "dosa" tersebut di masa akan datang 
karena jika seseorang masih bertekad untuk mengulanginya maka itu 
pertanda bahwa ia tidak benci pada maksiat. Hal ini sebagaimana tafsiran
 sebagian ulama yang menafsirkan "taubat" adalah bertekad untuk tidak 
mengulanginya lagi.[7]
5. "Taubat" dilakukan pada waktu 
diterimanya "taubat" yaitu sebelum datang ajal atau sebelum matahari 
terbit dari arah barat. Jika dilakukan setelah itu, maka "taubat" tersebut
 tidak lagi diterima.[8]
Bacalah Do’a Ampunan Versi Abu Bakr
Do’a
 yang bisa diamalkan adalah do’a meminta ampunan yang diajarkan oleh 
Nabi SAW. pada Abu Bakr Ash Shiddiq 
ra.
Dari Abu Bakr Ash Shiddiq, beliau berkata kepada Rasulullah SAW.,
عَلِّمْنِى
 دُعَاءً أَدْعُو بِهِ فِى صَلاَتِى . قَالَ « قُلِ :اللَّهُمَّ إِنِّى 
ظَلَمْتُ نَفْسِى ظُلْمًا كَثِيرًا وَلاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ 
أَنْتَ ، فَاغْفِرْ لِى مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ ، وَارْحَمْنِى إِنَّكَ 
أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ »
“Ajarkanlah aku suatu do’a 
yang bisa aku panjatkan saat shalat!” Maka Beliau pun berkata, “Bacalah:
 ‘ALLAHUMMA INNII ZHOLAMTU NAFSII ZHULMAN KATSIIRAN WA LAA YAGHFIRUDZ 
DZUNUUBA ILLAA ANTA FAGHFIRLII MAGHFIRATAN MIN ‘INDIKA WARHAMNII INNAKA 
ANTAL GHAFUURUR RAHIIM (Ya Allah, sungguh aku telah menzhalimi diriku 
sendiri dengan kezhaliman yang banyak, sedangkan tidak ada yang dapat 
mengampuni "dosa"-"dosa" kecuali Engkau. Maka itu ampunilah aku dengan suatu
 pengampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha 
Pengampun lagi Maha Penyayang) ‘.” (HR. Bukhari no. 834 dan Muslim no. 
2705)
Lakukan Shalat "Taubat"
Shalat "taubat" adalah shalat yang dianjurkan berdasarkan kesepakatan empat madzhab[9]. Hal ini berdasarkan hadits,
«
 مَا مِنْ عَبْدٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَقُومُ 
فَيُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللَّهَ إِلاَّ غَفَرَ اللَّهُ
 لَهُ ». ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ (وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا 
فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ) إِلَى آخِرِ 
الآيَةِ
“Tidaklah seorang hamba melakukan "dosa" kemudian ia
 bersuci dengan baik, kemudian berdiri untuk melakukan shalat dua 
raka’at kemudian meminta ampun kepada Allah, kecuali Allah akan 
mengampuninya.” Kemudian beliau membaca ayat ini: “Dan (juga) 
orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
 sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap "dosa"-"dosa"
 mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni "dosa" selain dari pada 
Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka 
mengetahui.[10]” (HR. Tirmidzi no. 406, Abu Daud no. 1521, Ibnu Majah 
no. 1395. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)[11]. 
Meskipun sebagian ulama mendhoifkan hadits ini, namun kandungan ayat 
sudah mendukung disyariatkannya shalat taubat.[12]
Shalat "taubat" ini bisa cukup dengan dua raka’at dan cukup niat dalam hati, tanpa perlu melafazhkan niat tertentu.
Jauhilah Lingkungan Yang Buruk Demi Memperkuat "Taubat"
An
 Nawawi mengatakan, ”Hendaklah orang yang ber"taubat" mengganti temannya 
dengan teman-teman yang baik, sholih, berilmu, ahli ibadah, waro’dan 
orang-orang yang meneladani mereka-mereka tadi. Hendaklah ia mengambil 
manfaat ketika bersahabat dengan mereka.”[13]
Nabi SAW. juga mengajarkan kepada kita agar 
bersahabat dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering 
menasehati kita.
مَثَلُ الْجَلِيسِ
 الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ 
الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ،
 أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ 
ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“Seseorang 
yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah 
bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika 
engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli 
darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, 
jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, 
minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101, 
dari Abu Musa)
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Hadits 
ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak 
agama maupun dunia kita. Dan hadits ini juga menunjukkan dorongan agar 
bergaul dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan
 dunia.”[14]
Semoga Allah menerima setiap "taubat" kita dan mengampuni setiap "dosa" yang kita sesali. Hanya Allah yang beri taufik.
Sumber:
1. https://id-id.facebook.com/...cara-bertaubat...bertaubat...
2. https://abumuhammadblog.wordpress.com/.../bertauba...
3. www.qothrotulfalah.com/.../302-setelah-taubat-berdos...