"DI dalam pergaulan manapun juga, baik pergaulan 
offline maupun online, suatu saat pasti kita akan berhadapan dengan "orang yang suka ngeyel". 
Dan celakanya, kita juga ikut-ikutan "ngeyel". 
Masing-masing merasa benar, lebih benar dan paling benar. Lantas 
kadang-kadang diselesaikan dengan kalimat “Sudahlah. Kita sama-sama 
benar. Hanya sudut pandang kita yang berbeda”. Kalimat itu jelas 
diucapkan oleh "orang" yang tidak menguasai ilmu logika yang sempurna.
APA SIH "NGEYEL" ITU?
"Ngeyel" adalah sebuah perilaku manusia di dalam 
mempertahankan pendapatnya tetapi biasanya tidak disertai argumentasi 
atau penalaran yang masuk akal, rasional dan objektif namun semata-mata 
hanya ingin mendapatkan “kemenangan” atas pendapatnya agar "orang" lain 
mau mengakui pendapatnyalah yang benar dengan cara setengah memaksa atau
 memaksa disertai dalih-dalih yang mengada-ada tanpa menyadari atau 
mengakui bahwa pendapat "orang" lain sudah benar dan bahkan 
menganggapnya salah dan selalu salah.
"Kenapa ada orang suka ngeyel"?
Ada beberapa penyebab "orang suka ngeyel":
1.Pengetahuan dan ilmu pengetahuan yang terbatas
2.Salah persepsi
3.Salah berlogika
4.IQ rendah
5.Egosentrik (Terlalu harga diri)
add.1.Pengetahuan dan ilmu pengetahuan yang terbatas
"Orang" yang pengetahuan atau ilmu pengetahuannya terbatas, menganggap 
pengetahuannya atau ilmu pengetahuannya yang sedikit merasa sudah cukup 
memahami suatu persoalan. Padahal, pendapatnya tidak didukung 
pengetahuan atau ilmu pengetahuan yang memadai.
Contoh:
"Orang" yang awam ilmu aerodinamika, begitu melihat kanopi/atap motor 
akan langsung berkomentar, kanopi motor itu tidak tahan angin. Padahal, 
pembuat kanopi motor yang faham ilmu aerodinamkika itu sudah 
memperhitungkan faktor aerodinamika. Aerodinamkia adalah ilmu yang 
mempelajari perilaku angin dan cara mengatasinya. Karena keterbatasan 
pengetahuan dan ilmu pengetahuan itulah, sampai kapanpun tetap "ngeyel" 
pada keyakinannya yang salah itu.
add.2.Salah persepsi
"Orang yang suka ngeyel" juga bisa jadi karena salah persepsi. Dari 
hari ke hari melihat fakta yang itu-itu saja sehingga menimbulkan 
persepsi bahwa apa yang dilihatnya sehar-hari itulah yang benar.
Contoh:
"Orang" yang tiap hari melihat motor tiga roda ditumpangi "orang" cacat, maka punya persepsi bahwa motor tiga roda hanya untuk "orang" cacat. Ketika ada "orang" tidak cacat naik motor tiga roda, maka dia akan menilai "orang" itu salah. bahkan bisa jadi beranggapan orang" yang tidak cacat itu telah melanggar undang-undang atau peraturan lalu lintas. Jika pendapatnya dibantah, maka dia akan "ngeyel". Padahal, tidak ada satu undang-undang atau peraturan yang melarang "orang" tidak cacat naik motor tiga roda.
"Orang" yang tiap hari melihat motor tiga roda ditumpangi "orang" cacat, maka punya persepsi bahwa motor tiga roda hanya untuk "orang" cacat. Ketika ada "orang" tidak cacat naik motor tiga roda, maka dia akan menilai "orang" itu salah. bahkan bisa jadi beranggapan orang" yang tidak cacat itu telah melanggar undang-undang atau peraturan lalu lintas. Jika pendapatnya dibantah, maka dia akan "ngeyel". Padahal, tidak ada satu undang-undang atau peraturan yang melarang "orang" tidak cacat naik motor tiga roda.
add.3.Salah berlogika
"Orang" bisa saja "suka ngeyel" karena salah berlogika. Kalau dikoreksi, 
dia tetap akan mempertahankan pendapatnya yang salah itu. Tetap ngeyel 
dan mengatakan "orang" yang berbeda pendapat dengannya adalah "orang" yang 
salah. Padahal, sesungguhnya dia tidak memahami cara berlogika yang 
benar. Melihat satu aspek tanpa mengaitkan aspek lainnya yang bisa 
berpengaruh.
Contoh:
Banyak "orang" Islam bermimpi agar Indonesia menjadi Negara Islam 
Indonesia. Atau banyak "orang" Islam beranggapan, hukum buatan manusia itu
 jelek dan hanya hukum Islam yang baik. Oleh karena itu sebaiknya hukum 
Islam diterapkan di Indonesia. Logikanya begitu. Dia lupa bahwa, 
walaupun hukum Islam itu baik, tapi kalau dipegang dan dilaksanakan "orang" yang brengsek, hasilnya brengsek juga. Sebaliknya, hukum buatan 
manusia kalau dipegang oleh "orang" yang baik, hasilnya adil juga. kalau 
dikoreksi demikian, "orang" Islam yang logikanya dangkal itu tetap akan"ngeyel" . bahkan, seumur hidup tetap akan "ngeyel". Sebab, logika yang salah
 telah berubah menjadi keyakinan yang salah pada dirinya.
add.4.IQ yang rendah
"Orang suka ngeyel" juga karena faktor IQ yang rendah. "Orang" yang IQ 
rendah adalah "orang" yang bodoh. Ada bodoh relatif dan ada bodoh 
permanen. "Orang" yang bodoh permanen, mau menerima pendapat "orang" lain 
yang berbeda. Sedangkan "orang" yang bodoh permanen, selalu menolak 
pendapat "orang" lain yang berbeda.
Contoh:
"Orang" awam sering mengatakan, tanpa belajar ilmu logikapun dia bisa 
berlogika. Hanya buang-buang waktu saja berlogika. Toh dia merasa punya 
otak. Merasa bisa berpikir.Dan merasa pendapatnya benar. Dia tidak tahu 
kalau ada dua kategori logika. Yaitu Logika Awam awat Logika Spekulatif.
 Yaitu logika yang bisa benar dan bisa salah, tetapi banyak salahnya 
daripada benarnya. Dan Logika Akademik atau Logika Ilmiah yang pasti 
selalu benar karena berdasarkan rumus-rumus, dalil-dalil atau 
format-format logika yang sudah teruji kebenarannya sejak jaman Yunani 
hingga jaman sekarang dan jaman yang akan datang. Meskipun demikian, dia
 tetap "ngeyel", karena dia mengalami bodoh permanen atau IQ-nya rendah 
sekali.
add.5.Egosentrik (Terlalu harga diri)
Yaitu "orang yang suka ngeyel" karena pribadi SNOB (sok tahu, sok 
mengerti sok pintar). Dia merasa tahu segala-galanya, padahal hanya tahu
 sedikit atau bahkan samasekali tidak tahu. Kepada tiap "orang" dia selalu
 berkata seolah-olah pendapatnya yang benar. Apalagi kalau pendapatnya 
dibantah, maka diapun "ngeyel" tanpa didukung penalaran yang logis dan 
benar.  Pokoknya pendapat "orang" lain yang berbeda dengan pendapatnya 
dianggap salah dan pasti salah. Maka, jadilah dia "orang" yang 
berkepribadian egosentrik dan "suka ngeyel".
Contoh:
Ketika Si A menulis sebuah artikel berjudul “Korupsi Terjadi Karena 
Rakyat Salah Memilih dan Masih Bodoh”. Maka Si B berkomentar “Jangan 
membodoh-bodohkan rakyat, sebab sebetulnya rakyat sudah yakin calon 
pemimpin yang dipilihnya adalah berkualitas. Masalahnya, calon pemimpin 
tersebut telah menyalahgunakan amanah dari rakyat sehingga melakukan 
suap,sogok dan korupsi”. Si A memberikan pencerahan “Kalau bodoh ya 
harus dikatakan bodoh. Kalau salah pilih itu artinya bodoh. "Orang" yang 
tidak bodoh tentu akan memilih calon pemimpin dengan cara mempelajari 
track recordnya terlebih dulu apapun parpolnya, apapun sukunya, apapun 
agamanya, apapun ras/bangsanya dan apapun antargolongannya. Dan kalau 
track recordnya bagus (shiddiq, tabliq,amanah dan fatonah),maka "orang" 
yang cerdas tidak akan salah pilih”. Namun Si B yang egosentrik tetap "ngeyel" bahwa pendapatnyalah yang benar dan berkata “Pokoknya rakyat yang
 salah memilih bukan rakyat yang bodoh”. Tentu, ini cara berlogika yang 
salah dan egosentrik.
SOLUSI
Jika kita mendapatkan pendapat yang berbeda, sebaiknya jangan 
langsung disalahkan, kecuali kita memang tahu benar bahwa itu salah dan 
kita menyalahkan karena kita benar-benar mengetahui masalah itu dan 
memahami cara berlogika yang benar. Tapi, jika kita belum memahami 
masalahnya, sebaiknya kita diam dulu untuk menganalisanya secara cermat.
 Sesudah menganalisa, kita berkomentar yang didukung logika yang benar 
apakah masalah itu benar ataukah tidak benar. Jadi, kita tidak boleh 
berpikir secara apriori (belum mengerti, tapi berkomentar), tetapi harus
 berpikir secara apostetriori (sesudah mengerti, berkomentar).
CATATAN
Sebuah kebenaran, harus didukung logika yang logis dan benar, objektif,rasional, realistis dan faktual. 
(Hariyanto Imadha, Pengamat Perilaku Sejak 1973)
Sumber: 
1. psikologi2009.wordpress.com/.../psikologi-kenapa-ad...
2. psikologi2009.wordpress.com/.../psikologi-kenapa-ad...
3. laely.widjajati.photos.facebook/Add-a-description-1.....
4. laely.widjajati.photos.facebook/Add-a-description-2.....


