Sabtu, 30 November 2013

"PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR"

"Bahasa" yang "baik" adalah "bahasa" yang sesuai dengan situasi dan kondisi". 



Ber"bahasa Indonesia" dengan "baik" dan "benar dapat diartikan pemakaian ragam "bahasa" yang serasi dengan sasarannya dan di samping itu mengikuti kaidah "bahasa" yang betul. Ungkapan "bahasa Indonesia" yang "baik" dan benar” mengacu ke ragam "bahasa" yang sekaligus memenuhi persyaratan ke"baik"an dan kebenaran. "Bahasa" yang diucapkan "bahasa" yang baku.

Ber"bahasa Indonesia" dengan "baik" dan "benar mempunyai beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi dan kondisi. Pada kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal penggunaan "bahasa Indonesia" yang benar menjadi prioritas utama. Penggunaan "bahasa" seperti ini sering menggunakan "bahasa" baku. Kendala yang harus dihindari dalam pemakaian "bahasa" baku antara lain disebabkan oleh adanya gejala "bahasa" seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode dan "bahasa"  gaul yang tanpa disadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal ini mengakibatkan "bahasa" yang digunakan menjadi tidak "baik".

Sebagai alat komunikasi, "bahasa" harus dapat efektif menyampaikan maksud kepada lawan bicara. Karenanya, laras "bahasa" yang dipilih pun harus sesuai.

Ada lima laras "bahasa" yang dapat digunakan sesuai situasi. Berturut-turut sesuai derajat keformalannya, ragam tersebut dibagi sebagai berikut.

1.    Ragam beku (frozen); digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit memungkinkan keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan pengadilan, dan upacara pernikahan.

2.    Ragam resmi (formal); digunakan dalam komunikasi resmi seperti pada pidato, rapat resmi, dan jurnal ilmiah.

3.    Ragam konsultatif (consultative); digunakan dalam pembicaraan yang terpusat pada transaksi atau pertukaran informasi seperti dalam percakapan di sekolah dan di pasar.

4.    Ragam santai (casual); digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat digunakan oleh orang yang belum tentu saling kenal dengan akrab.

5.    Ragam akrab (intimate). digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang sangat akrab dan intim.


"Bahasa" yang "benar" adalah "bahasa" yang sesuai dengan kaidah "bahasa" baku, baik kaidah untuk "bahasa" baku tertulis maupun "bahasa" baku lisan. Ciri-ciri ragam "bahasa" baku adalah sebagai berikut.

1.    Penggunaan kaidah tata "bahasa" normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat yang baku: acara itu sedang kami ikuti dan bukan acara itu kami sedang ikuti.

2.    Penggunaan kata-kata baku. Misalnya cantik sekali dan bukan cantik bangetuang dan bukan duit; serta tidak mudah dan bukan nggak gampang.

3.    Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis. Ejaan yang kini berlaku dalam "bahasa Indonesia" adalah ejaan yang disempurnakan (EYD). "Bahasa" baku harus mengikuti aturan ini.

4.    Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Meskipun hingga saat ini belum ada lafal baku yang sudah ditetapkan, secara umum dapat dikatakan bahwa lafal baku adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau "bahasa" daerah. Misalnya: /atap/ dan bukan /atep/; /habis/ dan bukan /abis/; serta /kalaw/ dan bukan /kalo/.

5.    Penggunaan kalimat secara efektif. Di luar pendapat umum yang mengatakan bahwa "bahasa Indonesia" itu bertele-tele, "bahasa" baku sebenarnya mengharuskan komunikasi efektif: pesan pembicara atau penulis harus diterima oleh pendengar atau pembaca persis sesuai maksud aslinya.

Dari semua ciri "bahasa" baku tersebut, sebenarnya hanya nomor 2 (kata baku) dan nomor 4 (lafal baku) yang paling sulit dilakukan pada semua ragam. Tata "bahasa" normatif, ejaan resmi, dan kalimat efektif dapat diterapkan (dengan penyesuaian) mulai dari ragam akrab hingga ragam beku. Penggunaan kata baku dan lafal baku pada ragam konsultatif, santai, dan akrab malah akan menyebabkan "bahasa" menjadi tidak baik karena tidak sesuai dengan situasi.

Jika saya perhatikan, semakin tidak "benar" "bahasa" saya sewaktu menulis atau berbicara, berarti semakin akrab hubungan saya dengan lawan bicara saya.Maaf, Mas Amal, saya belum bisa memenuhi imbauan untuk menggunakan "bahasa" yang "benar" di seluruh kicauan saya.Tapi saya usahakan untuk menggunakan "bahasa" yang "baik".

Fungsi "Bahasa" sebagai alat komunikasi

"bahasa" merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri.
-  Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami.
- Penggunaan "bahasa" sebagai alat komunikasi, memiliki tujuan tertentu yaitu agar kita dipahami oleh orang lain. Jadi dalam hal ini respons pendengar atau lawan komunikan yang menjadi perhatian utama kita.
"Bahasa" sebagai alat komunikasi, "bahasa" merupakan alat untuk merumuskan maksud kita.
·Dengan komunikasi, kita dapat menyampaikan semua yang kita rasakan, pikirkan dan ketahui kepada orang lain.
·         Dengan komunikasi, kita dapat mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita dan apa yang telah dicapai oleh orang-orang sejaman kita.
"Bahasa" adalah alat untuk berkomunikasi melalui lisan ("bahasa" primer) dan tulisan ("bahasa" sekunder). Berkomunikasi melalui lisan (dihasilkan oleh alat ucap manusia), yaitu dalam bentuk symbol bunyi, dimana setiap simbol bunyi memiliki cirri khas tersendiri. Suatu simbol  bisa terdengar sama di telinga kita tapi memiliki makna yang sangat jauh berbeda. Misalnya kata ’sarang’ dalam "bahasa" Korea artinya cinta, sedangkan dalam "bahasa  Indonesia" artinya kandang atau tempat.
·         Tulisan adalah susunan dari simbol (huruf) yang dirangkai menjadi kata bermakna dan dituliskan. "Bahasa" lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau / silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata-kata se"baik"nya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan bicara / target komunikasi.
"Bahasa" sebagai sarana komunikasi mempunyaii fungsi utama  "bahasa" adalah bahwa komunikasi ialah penyampaian pesan atau makna oleh seseorang kepada orang lain. Keterikatan dan keterkaitan "bahasa" dengan manusia menyebabkan "bahasa" tidak tetap dan selalu berubah seiring perubahan kegaiatan manusia dalam kehidupannya di masyarakat. Perubahan "bahasa" dapat terjadi bukan hanya berupa pengembangan dan perluasan, melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami masyarakat. Terutama pada penggunaan Fungsi komunikasi pada "bahasa" asing Sebagai contoh masyarakat "Indonesia" lebih sering menempel ungkapan “No Smoking” daripada “Dilarang Merokok”, “Stop” untuk “berhenti”, “Exit” untuk “keluar”, “Open House” untuk penerimaan tamu di rumah pada saat lebaran. Jadi "bahasa" sebagai alat komunikasi tidak hanya dengan satu "bahasa" melainkan banyak "bahasa". 
Sumber:
1. zulfikar68.blogspot.com/.../penggunaan-bahasa-indon...
2. vhi3y4.wordpress.com/contoh-menggunakan-bahasa-i...
3. hadiyantopratomo.blogspot.com/.../contoh-penggunaa...
4. laely.widjajati.photos.facebook/29-30 Nov. 2013 — at Villa Vanda gardenia Trawas.
5. laely.widjajati.photos.facebook/add-a-description....