"Hati-hati dengan Pesan di Chat "Facebook" ("Inbox") Anda ! Kalau tidak, maka rahasia Anda bisa terbongkar".
Tulisan ini bukan hendak menakut-nakuti Anda, tapi cuma hendak memberi
peringatan. Sebab sesuatu yang kecil bisa menyebabkan sesuatu yang
besar. Salah satunya adalah isi Chatting "Facebook" di "Inbox" Anda.
Berkomunikasi lewat chat di "Facebook" ("Inbox") memang sesuatu yang menyenangkan. Fasilitas ini digunakan bukan hanya saja karena bersifat realtime, tapi karena dianggap lebih bisa menjaga kerahasiaan. Sebab kalau menulis atau memberi komentar di dinding akan diketahui oleh orang banyak.
Chat dalam "Facebook" ("Inbox") sama seperti dengan pesan. Semua chat yang kita lakukan juga akan tersimpan sebagai pesan. Tentu kita sering mengalami kejadian, ketika sedang melakukan chatting dan tiba-tiba koneksi teman chatting kita terputus, maka isi chatting kita dianggap sebagai pesan dan muncul di "Inbox".
Berkomunikasi lewat chat di "Facebook" ("Inbox") memang sesuatu yang menyenangkan. Fasilitas ini digunakan bukan hanya saja karena bersifat realtime, tapi karena dianggap lebih bisa menjaga kerahasiaan. Sebab kalau menulis atau memberi komentar di dinding akan diketahui oleh orang banyak.
Chat dalam "Facebook" ("Inbox") sama seperti dengan pesan. Semua chat yang kita lakukan juga akan tersimpan sebagai pesan. Tentu kita sering mengalami kejadian, ketika sedang melakukan chatting dan tiba-tiba koneksi teman chatting kita terputus, maka isi chatting kita dianggap sebagai pesan dan muncul di "Inbox".
Pesan kita di "Inbox" akan tetap tersimpan jika tidak dihapus. Begitu juga dengan isi percakapan kita di chat. Semuanya akan tersimpan sebelum dihapus.
Saat ini bahkan mobiilitas aktivis dakwah tak hanya memerlukan interaksi secara langsung saja (bartemu secara fisik maksudnya), tapi
mengharuskan bertemu dalam dunia maya juga. Apalagi kalau aktivitis
dakwah taraf Nasional, yang jarang sekali bisa
bertemu secara langsung mengharuskan untuk berkomunikasi lewat
dunia maya. Ada beberapa sarana yang saat ini memang banyak dibutuhkan
aktivitas dakwah dalam dunia maya ini,, diantaranya Hp, email maupun
sarana chat yang sekarang sedang gila-gilanya…Bermula karena elektronik
sekarang menjadi kebutuhan yang penting selain Hp, maka banyak sekali
para pemakai sarana ini, apalagi jaman sekarang yang udah tidak harus ke
warnet lagi buat bisa internetan. Dengan mudah kita bisa internetan
langsung dari Hp, Ipad ataupun Laptop, kita secara langsung soalnya kan dah
banyak modem tuh,,,
Kemudahan akses internet yang disediakan oleh berbagai provider membuat "Facebook" menjadi lebih popular. Di Indonesia "Facebook" merupakan situs yang tergolong banyak diminati, mungkin salah satunya karena "Facebook" termasuk situs yang ‘bersih dan tertutup’. Artinya kita bisa menyeleksi siapa saja yang kita ijinkan masuk dalam daftar teman kita. Kata temanku yang penggemar sastra, "Facebook" ibarat giant novel, dimana setiap penggunanya adalah karakter tersendiri dengan latar belakangnya yang berbeda-beda dan membangun kisah hidupnya sendiri pula. Mereka terhubung satu sama lain oleh hubungan saudara, teman, temannya teman, teman temannya teman, dan seterusnya. Pada halaman home, "Facebook" menyediakan tempat untuk kita menulis apa yang sedang kita pikirkan, kemudian memberi kesempatan bagi teman-teman kita untuk mengomentarinya.
Tadinya aku agak canggung dengan fasilitas ini. Apa yang kita tulis sedikit banyak akan menggambarkan bagaimana sosok kita sebenarnya. Aku merasa ruang ini menyerupai ruang untuk pembentukan karakter kita. Hmm… di jaman yang serba virtual ini, aku menemukan cara lain untuk mengenal orang yaitu melalui tulisan-tulisan pada kolom ‘what’s in your mind’ (Apa yang Anda pikirkan?), termasuk juga komentar-komentar yang menyertai status update tersebut, pada halaman home "Facebook". Aku tertegun membaca note seorang teman “Ketika Iffah mulai luntur” (di balik fenomena "Facebook"). Sebuah note yang mengusik harga diri, moral etik dan kesantunan dalam komunikasi komunal. Wajah "Facebook" semakin menampilkan make up penggunanya yang tak terhingga. Sebagai sebuah fenomena yang rata menggejala, "Facebook" semakin bergeser dari sekedar alternatif jalinan komunikasi di dunia maya. Ada user yang begitu cerdas memanfaatkan statusnya untuk menyampaikan pesan
yang bermanfaat. Menjadikannya sebagai alat penggerak solidaritas yang massif untuk menghimpun dukungan atas penderitaan orang lain. Ada yang mendisainnya sebagai link dakwah dan pesan Islam sebagai rahmatan lil alamin atau aktivitas lain dalam kerangka amar ma’ruf nahi munkar. Alhamdulillah, terhadap yang demikian ini, kita patut bersyukur dan mengapresiasinya dengan tulus. Tapi ada pula user yang menjadikan statusnya sebagai curhatan dan wallnya bagai “tembok ratapan” atas apa yang dialaminya seharian begitu naif. Ada yang sekedar iseng mengumbar kata yang tidak jelas apa makna di balik apa yang ia tulis. Yang lebih dari itu, ada pula "Facebook"er yang memanfaatkan status pertemanan mayanya sebagai alat mengelabui orang lain. Bahkan ada yang sengaja memasang “jerat” untuk orang yang dibidiknya. Terhadap yang demikian, sangat terasa bahwa pertemanan di dunia maya hanyalah mendiskon waktu tanpa mendapatkan manfaat apa-apa selain kesenangan semu belaka. Bahkan bisa jadi, "Facebook" tak ubahnya seperti menggali lubang ”sial” bagi penggunanya. Maka "Facebook", seperti sebilah pisau bermata dua. Bisa dibilang “STATUS FBMU…HARIMAUMU atau bisa juga STATUS FB KAMU…HARGA DIRIMU”.
Bermula dari pembicaraan aku dengan beberapa teman ternyata dunia maya inipun bisa mencetuskan ikhtilat di antara para aktivis dakwah, maka aku berfikir dan ingin membuat diskusi sharing tentang IKHTILAT DUNIA MAYA. Eits… Jangan tidur dulu yaah,,, aku mau mendongengkan sesuatu… (maksudnya ceritaiin deh, nanti kalo mendongeng bener-bener tidur lagi..!!!). Sebut saja nama akhwat itu Melati. Seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi ternama di Indonesia ini memenangkan award di angkatannya sebagai “TER-jaga”. Predikat itu memang wajar saja disandangnya. Hijab yang membalut tubuhnya dengan rapi, kata-kata yang dilontarkannya begitu tertata, lakunya penuh kesopanan, pandangan matanya jauh dari kesan “jelalatan”, dan sikapnya yang tidak berlebihan.Secara fisik, Melati terbilang menyejukkan mata yang memandangnya. Setidaknya beberapa ikhwah sempat menjulukinya Melati DiSas alias Dian Sastro (walaupun agak dipaksakan n_n). Namun, dengan segala kelembutan yang dimilikinya itu, tidak berarti Melati memiliki kadar ketegasan yang minim . Itulah sebabnya, mantan Ketua Keputrian organisasi keislaman kampus ini menjadi inspirasi dan kantung curahan hati rekan-rekan muslimah yang lain. Hampir tak seorangpun laki-laki yang berani menggodanya. Jangankan untuk mengajaknya diskusi, untuk sekadar menegurnya saja tampak sangat segan. Terbukti dari berbagai pengakuan ikhwan-ikhwan rekan kerjanya yang gak berani macam-macam dengan akhwat yang satu ini. Dalam radius 10 meter, Melati dapat membuat para ikhwan tiba-tiba sok cool dan jaim. Benarkah se-terjaga itu? Ternyata tidak juga. Setidaknya demikianlah yang diakui sendiri oleh Melati pada suatu ketika. "Inbox" message di "Facebook"nya Melati didominasi dengan pesan dari teman-teman ikhwannya. Mulai dari rekan sejawat hingga “senior dakwah”. Mulai dari yang misterius sampai yang terang-terangan. Mulai dari urusan umat sampai urusan pribadi. Mulai dari yang satu kampus sampai di luar kampus. Mulai dari pembahasan yang berbobot sampai yang kopong. Mulai dari taushiyah sampai rayuan. Mulai dari tawaran untuk bekerja sama sampai tawaran untuk berumah tangga bersama! (what??? Ckckck..). Melati bukanlah seorang yang terbilang popular dan menonjol. Entah bagaimana ikhwan-ikhwan tersebut mengenal -dalam arti sebenarnya- Melati. Sebagian dari mereka tidak Melati kenal dengan baik bahkan tidak kenal sama sekali. Tidak ada sangkaan sama sekali mereka ekspresif mengungkapkan perhatiannya di dunia maya. Maklumlah, jika di dunia nyata, mereka begitu mampu menjaga sikapnya. Perlakuan demikianlah yang akhirnya membuat Melati merasa bersalah karena merasa tidak mampu menjaga izzahnya dengan baik. Tidak ada asap kalau tak ada api, kan? Sahabat, aku yakin pastinya begitu banyak Melati-Melati lain yang mengalami hal yang sama (hayo, ngaku??). ya… Walaupun mungkin tidak “semeriah” (he? Semeriah?? kaya pertunjukkan besar aje^^) kisah nyata di atas.
Sebagian dari para aktivis yang begitu menjaga image-nya seringkali menyembunyikan kenakalannya di balik perkembangan teknologi. Berbuat aji mumpung seolah tak seorang pun bisa tahu. Bersyukurlah Allah berkenan menutupi aib kejahiliyahan para aktivis yang seperti ini. Semoga kebarokahan dakwahnya tidak ikutan luntur kerena hal tersebut. Ada baiknya kita memperhatikan sebuah istilah menarik, yaitu Iktilat dunia maya. Ya… ini sih memang buat-buatan aja supaya kita lebih berhati-hati. Tapi tunggu sebentar, coba teruskan membaca tinjauan berikut ini. Ikhtilat menurut bahasa adalah bercampurnya sesuatu dengan sesuatu. (Lihat Lis?nul ?Arab 9/161-162). Adapun menurut istilah, ikhtilat adalah bercampur baur antara laki-laki dan perempuan yang tidak ada hubungan mahram pada suatu tempat. (Lihat Al-Mufashal f? Ahk?mil Mar’ah: 3/421).Allah Azza wa Jalla berfirman: “Dan apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari balik tabir. Cara demikian itu lebih baik bagi hatimu dan hati mereka.” (Al-Ahz?b: 53).Ayat ini walaupun diturunkan kepada isteri-isteri Nabi shallallahu alaihi wa sallam- namun mencakup pula untuk semua umat Islam, karena telah tetap dalam qaidah Syar’iyyah: Letak pelajaran adalah pada keumuman lafazh bukan pada kekhususan sebab.
Sahabat, Sadarkah kita ketika sedang asyik sendiri berchatting atau kirim pesan "Inbox" dengan “si dia” di hadapan layar dunia maya, sejatinya kita sedang menjalin hubungan “berduan” dengan komunikan kita. Hanya kamu dan dia yang tahu. Memang ini secara fisik terpisah dan mungkin tidak seekstrim “itu”. Tapi setidaknya, waspadai gejolak hati yang bermain. Yang menjadi controller adalah kita sendiri. Jadi, ketika keimanan dalam diri seseorang meredup, maka hal apa yang menjamin tidak ada apa-apa di antara keduanya? Muroqobatullah (Merasakan pengawasan langsung dari Allah Azza wa Jalla) menjadi sebuah keniscayaan yang perlu selalu dipelihara setiap dari kita. Ingatlah, Sahabat, bahwa Allah selalu bersama kita dimana pun kita berada. Dia mengetahui setiap lintasan pikiran, setiap lirikan mata, dan setiap goresan rasa di hati kita. Jangan sampai Allah mendapati kita sedang bermaksiat dengan segala nikmat yang kita terima dariNya. Kecil atau besar, semuanya bukanlah perkara gratis tanpa pertanggungjawaban. Astaghfirullahal Adziim…
Memang dunia dihiasi dengan hal-hal yang menarik hingga membuaikan para penikmatnya. Tak juga luput di kalangan aktivis dakwah. Butuh kebersamaan dalam usaha berbuat ma’ruf dan mencegah munkar. Karena syaitan senang pada orang-orang yang sendiri, itulah arti penting jama’ah. Semoga Allah menjaga kita di jama’ah dakwah ini. Jejaring sosial itu cukup ada manfaatnya juga sich.. Tapi, mengapa waktu itu sampai ada isu bahwa MUI Jawa Timur akan mengeluarkan fatwa haram "Facebook"? Banyak pro dan kontra yang terjadi, tapi bukan itu yang ingin aku bahas. Aku tidak ingin ikut-ikutan mengeluarkan fatwa, nanti akan lebih banyak protes..hihi (karena emang blom ada ilmunya ). Sedangkan menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Selatan (Kalsel) Prof H Asywadie Syukur Lc berpendapat, keberadaan "Facebook" (salah satu sarana komunikasi lewat dunia maya) bisa haram dan tidak. “Kita tidak bisa memfatwakan "Facebook" itu haram atau sebaliknya, kecuali melihat kontekstualnya,” kata alumnus Universitas Al Azhar Kairo Mesir itu.Demikian sedikit berita tentang isu fatwa haram "Facebook", tapi lagi-lagi bukan itu inti yang ingin aku sampaikan. Yang aku fikirkan mendengar isu tersebut adalah “tentu ada sesuatu hal yang bisa menyebabkan penggunaan "Facebook" menjadi haram”. Yah, minimal menimbulkan suatu mudhorat bagi diri sendiri atau orang lain. Dunia maya seringkali membuat orang lupa untuk mengontrol ucapan dan tindakan mereka, membuat mereka jadi lebih berani, karena merasa tidak diperhatikan secara langsung, walaupun sebenarnya banyak yang memperhatikan. Aku teringat ceramah seorang ustadz, yang intinya kalau kita berbicara lewat telpon atau sms dengan lawan jenis yang disenangi, maka keberanian kita akan jauh meningkat dari pada berbicara langsung, kita jadi tak segan mengeluarkan kata-kata rayuan dan semacamnya. Oleh karena itu dalam hal ini berbicara lewat telpon lebih “berbahaya” dari bertemu langsung. Beberapa potensial bahaya jejaring dunia maya antara lain ketagihan dan menghabiskan banyak waktu (melalaikan hati dari mengingat ALLAH), menjadi media penyebaran hal-hal berbau “haram”, kalau tidak hati-hati menulis status dan comment bisa menimbulkan prasangka buruk, fitnah, salah paham, dan sebagainya, karena yang membacanya banyak sekali dengan asumsi yang berbeda-beda. "Facebook" bisa juga menipu, misalnya foto atau profile yang ditampilkan tidak sesuai aslinya, sudah ingin melamar misalnya, setelah lihat aslinya eh kok beda ya? Berteman pada dasarnya adalah naluri. Siapapun memiliki kecenderungan mencari teman, menerima teman dan ingin diterima dalam status pertemanan. Sebab sifatnya yang naluriah (fitrah) itu, Islam mengajarkan agar pertemanan hendaknya diikat dalam bingkai saling menghormati, menghargai dan masing-masing pihak menjaga kehormatan pribadi orang lain dalam jalinan pertemanannya. Bahkan sangat dianjurkan apabila memilih atau menerima teman diniatkan untuk menjalin silaturrahim dan persaudaraan. Inilah kerangka dasar pertemanan yang patut dikembangkan dan diindahkan. Mungkin memang berteman di dunia maya menghadirkan sensasi tersendiri, tidak perlu mandi dan dandan untuk berteman (kita lagi ngapain juga orang lain tidak tahu ^^hihi), kita dapat merancang cerita tentang diri sendiri (politik pencitraan tea mereun), seseorang dapat membangun citranya di dunia maya, menjadi lebih relijius, lebih cantik dengan mempermak foto, menjadi suami/istri yang terlihat harmonis dengan foto2 mesra, menjadi orang tua yang terlihat berdedikasi dengan foto2 bareng anak-anak, atau menjadi lebih lembut, pengertian, menjadi apa saja yang bisa dirancang image-nya ^^ (Apakah setiap orang seperti itu? jawabnya tentu tidak, prasangka baik lebih utama didahulukan, mungkin cukup sebagai pengingat untuk diri sendiri ^_^). Rambu-rambu jalinan pertemanan yang sehat dan hanif sebenarnya sudah sangat jelas kita miliki dalam khazanah Islam; dien yang kita junjung kemuliaannya. Begitu juga dari sisi kejiwaan maupun nilai-nilai moral. Baik nilai-nilai moral yang berkembang di masyarakat (sosial), apatah lagi nilai-nilai Islam sebagai nilai yang paling luhur dalam pola hubungan antar individu seperti telah disinggung. Seyogyanya, seorang "Facebook"er muslim atau muslimah harus setia menampilkan nilai-nilai Islami dan mengembangkannya setiap kali berinteraksi dengan teman di dinding "Facebook"nya. Namun kesadaran demikian belumlah merata dipahami setiap kita. Banyak teman, banyak perhatian, mungkin itu daya tarik dunia maya, seolah-olah kita selalu ada, dan selalu ada orang lain bersama kita. Tetapi aku merasa di tengah hiruk pikuk online online, ada sesuatu yang mengganggu, keramaiannya sering tidak diinginkan, update disana sini, arrrgghhhh pusiiinnnngggggg. Kalau misalnya, sedikit waktu luang online, tengah di perjalanan online, tengah menunggu online, tengah rapat online, tengah belajar online, tengah masak online, tengah ngasuh anak online, haduuhhh kumaha ieuh, kapan kontemplasinya, kapan inget Allah nya, kapan inget dosanya, kapan tobatnya. Mungkin sekarang perlu lebih banyak ruangan yang dahulu dipakai untuk tilawah, merenung, berpikir, shalat dengan khusyuk, juga ruangan-ruangan untuk bercengkrama dengan anak, obrolan dengan suami/istri, berkunjung, menengok tetangga. Singkatnya, agar eksis di dunia non maya (bukan berarti dunia maya tidak ada manfaatnya). Tapi lagi-lagi sesuatu yang berlebihan/over dosis, bukan hasil yang baik yang dituai. Mungkin, ada baiknya pula untuk saat ini aku masih mempertahankan HP yang lama, tanpa koneksi internet, tanpa bisa cek email, cek "Facebook"an, cekcok cekcokan, agar memang online hanya di depan laptop atau Ipad, jika tersambung internet di depan komputer. Selebihnya biarlah aku rasakan kemerdekaan dari hingar bingar online..online..dan..online…Sebenarnya tidak ada yang salah dalam menjalin persahabatan di dunia maya semisal di "Facebook", karena pada prinsipnya silaturahim itu akan menambah rezeki dan memperpanjang usia. Dan manusiawi juga mengungkapkan kekecewaan, selama dilakukan dengan cara yang benar. Permasalahan timbul ketika "Facebook" digunakan secara tidak bijaksana. Atau dengan kata lain, permasalahan akan timbul ketika kita lalai dalam menggunakan media dan fasilitas. Kelalaian pertama adalah kelalaian terhadap waktu. Terbuktilah bahwa waktu luang adalah salah satu nikmat yang kerap disia-siakan. Padahal waktu begitu cepat berlalu dan tidak akan dapat kembali. Padahal kelalaian terhadap waktu adalah kelalaian terhadap kehidupan itu sendiri. Dan kelalaian terhadap waktu pastinya akan berdampak terhadap tidak terpenuhinya amanah waktu yang lain. Waktu untuk bekerja, belajar, beristirahat, beribadah dan sebagainya. Efeknyapun juga terasa mulai dari kian menumpuknya pekerjaan, pemborosan listrik dan dana hingga terisolir dari komunitas sosial.Kelalaian selanjutnya adalah kelalaian terhadap bahaya lisan. Padahal sudah mafhum bahwa mulutmu adalah harimaumu. Betapa banyak orang yang celaka karena tergelincir lidahnya, pun tidak disengaja. Mulai dari canda yang tidak selayaknya hingga umpatan yang menyakitkan. Parahnya lagi, kata-kata yang terungkap adalah bukti tertulis yang tidak dapat hilang begitu saja. Dan ketika setiap kata dan aktivitas menjadi konsumsi publik, seketika itu pula sebagian aib kita akan terungkap.
Kelalaian yang tidak kalah berbahaya adalah kelalaian hati. Kelalaian hati dari mengingat Allah. Atau berbagai kelalaian yang mungkin timbul dari berbagai penyakit hati. Berbangga ketika status dan notenya banyak dikomentari. Ujub dengan status – status dahsyat yang menunjukkan berbagai kelebihan diri. Sombong dengan keelokan diri dan banyaknya kegiatan. Iri dan dengki hati terhadap teman yang (sepertinya) lebih beruntung. Atau takabur dengan data diri yang memang di atas kebanyakan orang. Sebagai contoh beberapa teman-teman "Facebook"ku yang statusnya berisi dengan kata-kata yang bagus mengandung makna dan hikmah, seakan ia terpedaya akan symbol yang bukan tidak mungkin dapat membuat kita celaka, itulah symbol jempol atau juga “like”, semakin banyak like semakin ia akan terpedaya. Terpedaya akan berbagai macam penyakit hati mulai dari ujub dsb. Jika ada yang nge”like” 20 orang, ia akan merasakan rasa yang teman-teman juga mengerti akan hal ini, karena aku yakin teman-teman pasti suka dengan symbol “suka” atau “like” ini.. dengan begitu ia akan membuat status dengan kata-kata yang sedemikian rupa, bisa berisi nasihat dan sebagainya. Tapi apakah merenungi, jika kita menulis begitu di status kita.. apakah kita seperti apa yang digambarkan seperti status yang dituliskan itu yang mungkin di “like” & dikomentari berpuluh-puluh teman kita?? Sudah berhasil dapat symbol “like” dari teman-temannya, ia pasti belum merasa puas, ia akan mencari-cari kata-kata yang sedemikian rupa itu.. entah itu di sebuah buku, Googling di internet, dan sebagainya. Dengan niatan agar mendapatkan symbol “like” lebih banyak dari status yang sudah-sudah. Tapi jika tidak mencerminkan diri kita juga dalam status-statusnya itu buat apa?? Bisa diambil kesimpulan hanya dengan kata “Apa yang Anda pikirkan?” atau ‘what’s in your mind?’ ini.. dapat membuat kita terbuai & terlena.. dan bukan tidak mungkin dapat menghinggapi penyakit hati, mulai dari sombong, ujub, riya, bahkan bisa juga munafik.. na’udzubillah…‘Ujub adalah mengagumi diri sendiri, yaitu ketika kita merasa bahwa diri kita memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki orang lain.Ibnul Mubarok pernah berkata, “Perasaan ‘ujub adalah ketika engkau merasa bahwa dirimu memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain.”Imam Al Ghozali menuturkan, “Perasaan ‘ujub adalah kecintaan seseorang pada suatu karunia dan merasa memilikinya sendiri, tanpa mengembalikan keutamaannya kepada Allah. ”Memang setiap orang mempunyai kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain, tetapi milik siapakah semua kelebihan itu ? Allah berfirman :“Bagi Allah semua kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antaranya.” (QS. Al Maidah : 120)Ujub merupakan salah satu sifat nafsu lawwamah yang sangat tercela dan membahayakan, Tidak ada obat yang tepat untuk menghilangkan sifat ujub melainkan dengan cara menggantinya dengan sifat tawadhu. Munculnya sifat ujub diawali dari rasa heran terhadap diri sendiri, karena melihat dirinya lebih hebat dan istimewa dari yang lain. Dari ujub selanjutnya muncul sifat sombong, yakni dengan cara mengecilkan dan meremehkan orang lain. Dan termasuk kelalaian adalah ketika ada berbagai pembenaran terhadap kelalaian yang sudah dilakukan. Memang faktanya begitu lah, untuk menyambung silaturahim lah, dan berbagai dalih lain yang jika dicari – cari memang tak akan ada habisnya. Mereka yang tidak punya "Facebook" karena ingin memelihara diri jelas lebih baik daripada mereka yang kerap membenarkan berbagai penyalahgunaan dan berdalih atas berbagai kelalaian. Lebih baik dibilang kurang gaul tapi selamat dibandingkan dianggap sok gaul tapi bertabur dosa dan maksiat. Seperti disampaikan salah seorang teman, "Facebook" ibarat pisau yang manfaat atau mudharatnya tergantung penggunaannya, tulisan ini tidak hendak mengharamkan "Facebook" yang memang tidak ada dalil jelas yang mengharamkannya. Namun, lebih mengingatkan untuk lebih bijaksana dalam menggunaannya, termasuk waspada terhadap berbagai potensi kelalaian yang ada di dalamnya dan berbagai potensi pembenaran yang menyertainya. "Facebook" tetap bisa menjadi sarana silaturahim, memperkaya jaringan yang akan berguna untuk masa depan hingga menjadi sarana penyebar kebaikan dan kebermanfaatan. Namun bagaimanapun, pisau adalah benda tajam yang berbahaya. Jika tidak perlu dan digunakan untuk hal yang bermanfaat, sepertinya lebih bijak untuk tidak menggunakannya. Kalau masih ingin menggunakan jejaring sosial, maka kita wajib untuk lebih sadar dan hati-hati dalam menulis status, memberi comment, dan melakukan aktivitas lainnya, sehingga tidak terjerumus ke dalam status fatwa “haram”. ^_^ itu bukan fatwa dari aku yah, tapi itu tergantung teman-teman menyikapinya gimana.. ^^
Mari berlomba-lomba menjadi manusia yang lebih baik,,, aku sendiri masih belajar untuk menjadi manusia yang lebih baik. Semoga kita selalu istiqomah di jalan Nya… Saling mengingatkan dalam kebajikan yaa akhi wa ukhti,,, Bagaimana dengan antum semua?? Setuju atau tidak?? Kalo tidak setuju juga tidak apa-apa ini hanya sekelumit pendapat aku saja dan sekedar nasihat untuk teman-teman sekalian dan khususnya untuk diri aku pribadi…alfiyandi (fandie^^).:: Hidup Lebih Berarti Dengan Berbagi::.
Kemudahan akses internet yang disediakan oleh berbagai provider membuat "Facebook" menjadi lebih popular. Di Indonesia "Facebook" merupakan situs yang tergolong banyak diminati, mungkin salah satunya karena "Facebook" termasuk situs yang ‘bersih dan tertutup’. Artinya kita bisa menyeleksi siapa saja yang kita ijinkan masuk dalam daftar teman kita. Kata temanku yang penggemar sastra, "Facebook" ibarat giant novel, dimana setiap penggunanya adalah karakter tersendiri dengan latar belakangnya yang berbeda-beda dan membangun kisah hidupnya sendiri pula. Mereka terhubung satu sama lain oleh hubungan saudara, teman, temannya teman, teman temannya teman, dan seterusnya. Pada halaman home, "Facebook" menyediakan tempat untuk kita menulis apa yang sedang kita pikirkan, kemudian memberi kesempatan bagi teman-teman kita untuk mengomentarinya.
Tadinya aku agak canggung dengan fasilitas ini. Apa yang kita tulis sedikit banyak akan menggambarkan bagaimana sosok kita sebenarnya. Aku merasa ruang ini menyerupai ruang untuk pembentukan karakter kita. Hmm… di jaman yang serba virtual ini, aku menemukan cara lain untuk mengenal orang yaitu melalui tulisan-tulisan pada kolom ‘what’s in your mind’ (Apa yang Anda pikirkan?), termasuk juga komentar-komentar yang menyertai status update tersebut, pada halaman home "Facebook". Aku tertegun membaca note seorang teman “Ketika Iffah mulai luntur” (di balik fenomena "Facebook"). Sebuah note yang mengusik harga diri, moral etik dan kesantunan dalam komunikasi komunal. Wajah "Facebook" semakin menampilkan make up penggunanya yang tak terhingga. Sebagai sebuah fenomena yang rata menggejala, "Facebook" semakin bergeser dari sekedar alternatif jalinan komunikasi di dunia maya. Ada user yang begitu cerdas memanfaatkan statusnya untuk menyampaikan pesan
yang bermanfaat. Menjadikannya sebagai alat penggerak solidaritas yang massif untuk menghimpun dukungan atas penderitaan orang lain. Ada yang mendisainnya sebagai link dakwah dan pesan Islam sebagai rahmatan lil alamin atau aktivitas lain dalam kerangka amar ma’ruf nahi munkar. Alhamdulillah, terhadap yang demikian ini, kita patut bersyukur dan mengapresiasinya dengan tulus. Tapi ada pula user yang menjadikan statusnya sebagai curhatan dan wallnya bagai “tembok ratapan” atas apa yang dialaminya seharian begitu naif. Ada yang sekedar iseng mengumbar kata yang tidak jelas apa makna di balik apa yang ia tulis. Yang lebih dari itu, ada pula "Facebook"er yang memanfaatkan status pertemanan mayanya sebagai alat mengelabui orang lain. Bahkan ada yang sengaja memasang “jerat” untuk orang yang dibidiknya. Terhadap yang demikian, sangat terasa bahwa pertemanan di dunia maya hanyalah mendiskon waktu tanpa mendapatkan manfaat apa-apa selain kesenangan semu belaka. Bahkan bisa jadi, "Facebook" tak ubahnya seperti menggali lubang ”sial” bagi penggunanya. Maka "Facebook", seperti sebilah pisau bermata dua. Bisa dibilang “STATUS FBMU…HARIMAUMU atau bisa juga STATUS FB KAMU…HARGA DIRIMU”.
Bermula dari pembicaraan aku dengan beberapa teman ternyata dunia maya inipun bisa mencetuskan ikhtilat di antara para aktivis dakwah, maka aku berfikir dan ingin membuat diskusi sharing tentang IKHTILAT DUNIA MAYA. Eits… Jangan tidur dulu yaah,,, aku mau mendongengkan sesuatu… (maksudnya ceritaiin deh, nanti kalo mendongeng bener-bener tidur lagi..!!!). Sebut saja nama akhwat itu Melati. Seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi ternama di Indonesia ini memenangkan award di angkatannya sebagai “TER-jaga”. Predikat itu memang wajar saja disandangnya. Hijab yang membalut tubuhnya dengan rapi, kata-kata yang dilontarkannya begitu tertata, lakunya penuh kesopanan, pandangan matanya jauh dari kesan “jelalatan”, dan sikapnya yang tidak berlebihan.Secara fisik, Melati terbilang menyejukkan mata yang memandangnya. Setidaknya beberapa ikhwah sempat menjulukinya Melati DiSas alias Dian Sastro (walaupun agak dipaksakan n_n). Namun, dengan segala kelembutan yang dimilikinya itu, tidak berarti Melati memiliki kadar ketegasan yang minim . Itulah sebabnya, mantan Ketua Keputrian organisasi keislaman kampus ini menjadi inspirasi dan kantung curahan hati rekan-rekan muslimah yang lain. Hampir tak seorangpun laki-laki yang berani menggodanya. Jangankan untuk mengajaknya diskusi, untuk sekadar menegurnya saja tampak sangat segan. Terbukti dari berbagai pengakuan ikhwan-ikhwan rekan kerjanya yang gak berani macam-macam dengan akhwat yang satu ini. Dalam radius 10 meter, Melati dapat membuat para ikhwan tiba-tiba sok cool dan jaim. Benarkah se-terjaga itu? Ternyata tidak juga. Setidaknya demikianlah yang diakui sendiri oleh Melati pada suatu ketika. "Inbox" message di "Facebook"nya Melati didominasi dengan pesan dari teman-teman ikhwannya. Mulai dari rekan sejawat hingga “senior dakwah”. Mulai dari yang misterius sampai yang terang-terangan. Mulai dari urusan umat sampai urusan pribadi. Mulai dari yang satu kampus sampai di luar kampus. Mulai dari pembahasan yang berbobot sampai yang kopong. Mulai dari taushiyah sampai rayuan. Mulai dari tawaran untuk bekerja sama sampai tawaran untuk berumah tangga bersama! (what??? Ckckck..). Melati bukanlah seorang yang terbilang popular dan menonjol. Entah bagaimana ikhwan-ikhwan tersebut mengenal -dalam arti sebenarnya- Melati. Sebagian dari mereka tidak Melati kenal dengan baik bahkan tidak kenal sama sekali. Tidak ada sangkaan sama sekali mereka ekspresif mengungkapkan perhatiannya di dunia maya. Maklumlah, jika di dunia nyata, mereka begitu mampu menjaga sikapnya. Perlakuan demikianlah yang akhirnya membuat Melati merasa bersalah karena merasa tidak mampu menjaga izzahnya dengan baik. Tidak ada asap kalau tak ada api, kan? Sahabat, aku yakin pastinya begitu banyak Melati-Melati lain yang mengalami hal yang sama (hayo, ngaku??). ya… Walaupun mungkin tidak “semeriah” (he? Semeriah?? kaya pertunjukkan besar aje^^) kisah nyata di atas.
Sebagian dari para aktivis yang begitu menjaga image-nya seringkali menyembunyikan kenakalannya di balik perkembangan teknologi. Berbuat aji mumpung seolah tak seorang pun bisa tahu. Bersyukurlah Allah berkenan menutupi aib kejahiliyahan para aktivis yang seperti ini. Semoga kebarokahan dakwahnya tidak ikutan luntur kerena hal tersebut. Ada baiknya kita memperhatikan sebuah istilah menarik, yaitu Iktilat dunia maya. Ya… ini sih memang buat-buatan aja supaya kita lebih berhati-hati. Tapi tunggu sebentar, coba teruskan membaca tinjauan berikut ini. Ikhtilat menurut bahasa adalah bercampurnya sesuatu dengan sesuatu. (Lihat Lis?nul ?Arab 9/161-162). Adapun menurut istilah, ikhtilat adalah bercampur baur antara laki-laki dan perempuan yang tidak ada hubungan mahram pada suatu tempat. (Lihat Al-Mufashal f? Ahk?mil Mar’ah: 3/421).Allah Azza wa Jalla berfirman: “Dan apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari balik tabir. Cara demikian itu lebih baik bagi hatimu dan hati mereka.” (Al-Ahz?b: 53).Ayat ini walaupun diturunkan kepada isteri-isteri Nabi shallallahu alaihi wa sallam- namun mencakup pula untuk semua umat Islam, karena telah tetap dalam qaidah Syar’iyyah: Letak pelajaran adalah pada keumuman lafazh bukan pada kekhususan sebab.
Sahabat, Sadarkah kita ketika sedang asyik sendiri berchatting atau kirim pesan "Inbox" dengan “si dia” di hadapan layar dunia maya, sejatinya kita sedang menjalin hubungan “berduan” dengan komunikan kita. Hanya kamu dan dia yang tahu. Memang ini secara fisik terpisah dan mungkin tidak seekstrim “itu”. Tapi setidaknya, waspadai gejolak hati yang bermain. Yang menjadi controller adalah kita sendiri. Jadi, ketika keimanan dalam diri seseorang meredup, maka hal apa yang menjamin tidak ada apa-apa di antara keduanya? Muroqobatullah (Merasakan pengawasan langsung dari Allah Azza wa Jalla) menjadi sebuah keniscayaan yang perlu selalu dipelihara setiap dari kita. Ingatlah, Sahabat, bahwa Allah selalu bersama kita dimana pun kita berada. Dia mengetahui setiap lintasan pikiran, setiap lirikan mata, dan setiap goresan rasa di hati kita. Jangan sampai Allah mendapati kita sedang bermaksiat dengan segala nikmat yang kita terima dariNya. Kecil atau besar, semuanya bukanlah perkara gratis tanpa pertanggungjawaban. Astaghfirullahal Adziim…
Memang dunia dihiasi dengan hal-hal yang menarik hingga membuaikan para penikmatnya. Tak juga luput di kalangan aktivis dakwah. Butuh kebersamaan dalam usaha berbuat ma’ruf dan mencegah munkar. Karena syaitan senang pada orang-orang yang sendiri, itulah arti penting jama’ah. Semoga Allah menjaga kita di jama’ah dakwah ini. Jejaring sosial itu cukup ada manfaatnya juga sich.. Tapi, mengapa waktu itu sampai ada isu bahwa MUI Jawa Timur akan mengeluarkan fatwa haram "Facebook"? Banyak pro dan kontra yang terjadi, tapi bukan itu yang ingin aku bahas. Aku tidak ingin ikut-ikutan mengeluarkan fatwa, nanti akan lebih banyak protes..hihi (karena emang blom ada ilmunya ). Sedangkan menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Selatan (Kalsel) Prof H Asywadie Syukur Lc berpendapat, keberadaan "Facebook" (salah satu sarana komunikasi lewat dunia maya) bisa haram dan tidak. “Kita tidak bisa memfatwakan "Facebook" itu haram atau sebaliknya, kecuali melihat kontekstualnya,” kata alumnus Universitas Al Azhar Kairo Mesir itu.Demikian sedikit berita tentang isu fatwa haram "Facebook", tapi lagi-lagi bukan itu inti yang ingin aku sampaikan. Yang aku fikirkan mendengar isu tersebut adalah “tentu ada sesuatu hal yang bisa menyebabkan penggunaan "Facebook" menjadi haram”. Yah, minimal menimbulkan suatu mudhorat bagi diri sendiri atau orang lain. Dunia maya seringkali membuat orang lupa untuk mengontrol ucapan dan tindakan mereka, membuat mereka jadi lebih berani, karena merasa tidak diperhatikan secara langsung, walaupun sebenarnya banyak yang memperhatikan. Aku teringat ceramah seorang ustadz, yang intinya kalau kita berbicara lewat telpon atau sms dengan lawan jenis yang disenangi, maka keberanian kita akan jauh meningkat dari pada berbicara langsung, kita jadi tak segan mengeluarkan kata-kata rayuan dan semacamnya. Oleh karena itu dalam hal ini berbicara lewat telpon lebih “berbahaya” dari bertemu langsung. Beberapa potensial bahaya jejaring dunia maya antara lain ketagihan dan menghabiskan banyak waktu (melalaikan hati dari mengingat ALLAH), menjadi media penyebaran hal-hal berbau “haram”, kalau tidak hati-hati menulis status dan comment bisa menimbulkan prasangka buruk, fitnah, salah paham, dan sebagainya, karena yang membacanya banyak sekali dengan asumsi yang berbeda-beda. "Facebook" bisa juga menipu, misalnya foto atau profile yang ditampilkan tidak sesuai aslinya, sudah ingin melamar misalnya, setelah lihat aslinya eh kok beda ya? Berteman pada dasarnya adalah naluri. Siapapun memiliki kecenderungan mencari teman, menerima teman dan ingin diterima dalam status pertemanan. Sebab sifatnya yang naluriah (fitrah) itu, Islam mengajarkan agar pertemanan hendaknya diikat dalam bingkai saling menghormati, menghargai dan masing-masing pihak menjaga kehormatan pribadi orang lain dalam jalinan pertemanannya. Bahkan sangat dianjurkan apabila memilih atau menerima teman diniatkan untuk menjalin silaturrahim dan persaudaraan. Inilah kerangka dasar pertemanan yang patut dikembangkan dan diindahkan. Mungkin memang berteman di dunia maya menghadirkan sensasi tersendiri, tidak perlu mandi dan dandan untuk berteman (kita lagi ngapain juga orang lain tidak tahu ^^hihi), kita dapat merancang cerita tentang diri sendiri (politik pencitraan tea mereun), seseorang dapat membangun citranya di dunia maya, menjadi lebih relijius, lebih cantik dengan mempermak foto, menjadi suami/istri yang terlihat harmonis dengan foto2 mesra, menjadi orang tua yang terlihat berdedikasi dengan foto2 bareng anak-anak, atau menjadi lebih lembut, pengertian, menjadi apa saja yang bisa dirancang image-nya ^^ (Apakah setiap orang seperti itu? jawabnya tentu tidak, prasangka baik lebih utama didahulukan, mungkin cukup sebagai pengingat untuk diri sendiri ^_^). Rambu-rambu jalinan pertemanan yang sehat dan hanif sebenarnya sudah sangat jelas kita miliki dalam khazanah Islam; dien yang kita junjung kemuliaannya. Begitu juga dari sisi kejiwaan maupun nilai-nilai moral. Baik nilai-nilai moral yang berkembang di masyarakat (sosial), apatah lagi nilai-nilai Islam sebagai nilai yang paling luhur dalam pola hubungan antar individu seperti telah disinggung. Seyogyanya, seorang "Facebook"er muslim atau muslimah harus setia menampilkan nilai-nilai Islami dan mengembangkannya setiap kali berinteraksi dengan teman di dinding "Facebook"nya. Namun kesadaran demikian belumlah merata dipahami setiap kita. Banyak teman, banyak perhatian, mungkin itu daya tarik dunia maya, seolah-olah kita selalu ada, dan selalu ada orang lain bersama kita. Tetapi aku merasa di tengah hiruk pikuk online online, ada sesuatu yang mengganggu, keramaiannya sering tidak diinginkan, update disana sini, arrrgghhhh pusiiinnnngggggg. Kalau misalnya, sedikit waktu luang online, tengah di perjalanan online, tengah menunggu online, tengah rapat online, tengah belajar online, tengah masak online, tengah ngasuh anak online, haduuhhh kumaha ieuh, kapan kontemplasinya, kapan inget Allah nya, kapan inget dosanya, kapan tobatnya. Mungkin sekarang perlu lebih banyak ruangan yang dahulu dipakai untuk tilawah, merenung, berpikir, shalat dengan khusyuk, juga ruangan-ruangan untuk bercengkrama dengan anak, obrolan dengan suami/istri, berkunjung, menengok tetangga. Singkatnya, agar eksis di dunia non maya (bukan berarti dunia maya tidak ada manfaatnya). Tapi lagi-lagi sesuatu yang berlebihan/over dosis, bukan hasil yang baik yang dituai. Mungkin, ada baiknya pula untuk saat ini aku masih mempertahankan HP yang lama, tanpa koneksi internet, tanpa bisa cek email, cek "Facebook"an, cekcok cekcokan, agar memang online hanya di depan laptop atau Ipad, jika tersambung internet di depan komputer. Selebihnya biarlah aku rasakan kemerdekaan dari hingar bingar online..online..dan..online…Sebenarnya tidak ada yang salah dalam menjalin persahabatan di dunia maya semisal di "Facebook", karena pada prinsipnya silaturahim itu akan menambah rezeki dan memperpanjang usia. Dan manusiawi juga mengungkapkan kekecewaan, selama dilakukan dengan cara yang benar. Permasalahan timbul ketika "Facebook" digunakan secara tidak bijaksana. Atau dengan kata lain, permasalahan akan timbul ketika kita lalai dalam menggunakan media dan fasilitas. Kelalaian pertama adalah kelalaian terhadap waktu. Terbuktilah bahwa waktu luang adalah salah satu nikmat yang kerap disia-siakan. Padahal waktu begitu cepat berlalu dan tidak akan dapat kembali. Padahal kelalaian terhadap waktu adalah kelalaian terhadap kehidupan itu sendiri. Dan kelalaian terhadap waktu pastinya akan berdampak terhadap tidak terpenuhinya amanah waktu yang lain. Waktu untuk bekerja, belajar, beristirahat, beribadah dan sebagainya. Efeknyapun juga terasa mulai dari kian menumpuknya pekerjaan, pemborosan listrik dan dana hingga terisolir dari komunitas sosial.Kelalaian selanjutnya adalah kelalaian terhadap bahaya lisan. Padahal sudah mafhum bahwa mulutmu adalah harimaumu. Betapa banyak orang yang celaka karena tergelincir lidahnya, pun tidak disengaja. Mulai dari canda yang tidak selayaknya hingga umpatan yang menyakitkan. Parahnya lagi, kata-kata yang terungkap adalah bukti tertulis yang tidak dapat hilang begitu saja. Dan ketika setiap kata dan aktivitas menjadi konsumsi publik, seketika itu pula sebagian aib kita akan terungkap.
Kelalaian yang tidak kalah berbahaya adalah kelalaian hati. Kelalaian hati dari mengingat Allah. Atau berbagai kelalaian yang mungkin timbul dari berbagai penyakit hati. Berbangga ketika status dan notenya banyak dikomentari. Ujub dengan status – status dahsyat yang menunjukkan berbagai kelebihan diri. Sombong dengan keelokan diri dan banyaknya kegiatan. Iri dan dengki hati terhadap teman yang (sepertinya) lebih beruntung. Atau takabur dengan data diri yang memang di atas kebanyakan orang. Sebagai contoh beberapa teman-teman "Facebook"ku yang statusnya berisi dengan kata-kata yang bagus mengandung makna dan hikmah, seakan ia terpedaya akan symbol yang bukan tidak mungkin dapat membuat kita celaka, itulah symbol jempol atau juga “like”, semakin banyak like semakin ia akan terpedaya. Terpedaya akan berbagai macam penyakit hati mulai dari ujub dsb. Jika ada yang nge”like” 20 orang, ia akan merasakan rasa yang teman-teman juga mengerti akan hal ini, karena aku yakin teman-teman pasti suka dengan symbol “suka” atau “like” ini.. dengan begitu ia akan membuat status dengan kata-kata yang sedemikian rupa, bisa berisi nasihat dan sebagainya. Tapi apakah merenungi, jika kita menulis begitu di status kita.. apakah kita seperti apa yang digambarkan seperti status yang dituliskan itu yang mungkin di “like” & dikomentari berpuluh-puluh teman kita?? Sudah berhasil dapat symbol “like” dari teman-temannya, ia pasti belum merasa puas, ia akan mencari-cari kata-kata yang sedemikian rupa itu.. entah itu di sebuah buku, Googling di internet, dan sebagainya. Dengan niatan agar mendapatkan symbol “like” lebih banyak dari status yang sudah-sudah. Tapi jika tidak mencerminkan diri kita juga dalam status-statusnya itu buat apa?? Bisa diambil kesimpulan hanya dengan kata “Apa yang Anda pikirkan?” atau ‘what’s in your mind?’ ini.. dapat membuat kita terbuai & terlena.. dan bukan tidak mungkin dapat menghinggapi penyakit hati, mulai dari sombong, ujub, riya, bahkan bisa juga munafik.. na’udzubillah…‘Ujub adalah mengagumi diri sendiri, yaitu ketika kita merasa bahwa diri kita memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki orang lain.Ibnul Mubarok pernah berkata, “Perasaan ‘ujub adalah ketika engkau merasa bahwa dirimu memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain.”Imam Al Ghozali menuturkan, “Perasaan ‘ujub adalah kecintaan seseorang pada suatu karunia dan merasa memilikinya sendiri, tanpa mengembalikan keutamaannya kepada Allah. ”Memang setiap orang mempunyai kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain, tetapi milik siapakah semua kelebihan itu ? Allah berfirman :“Bagi Allah semua kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antaranya.” (QS. Al Maidah : 120)Ujub merupakan salah satu sifat nafsu lawwamah yang sangat tercela dan membahayakan, Tidak ada obat yang tepat untuk menghilangkan sifat ujub melainkan dengan cara menggantinya dengan sifat tawadhu. Munculnya sifat ujub diawali dari rasa heran terhadap diri sendiri, karena melihat dirinya lebih hebat dan istimewa dari yang lain. Dari ujub selanjutnya muncul sifat sombong, yakni dengan cara mengecilkan dan meremehkan orang lain. Dan termasuk kelalaian adalah ketika ada berbagai pembenaran terhadap kelalaian yang sudah dilakukan. Memang faktanya begitu lah, untuk menyambung silaturahim lah, dan berbagai dalih lain yang jika dicari – cari memang tak akan ada habisnya. Mereka yang tidak punya "Facebook" karena ingin memelihara diri jelas lebih baik daripada mereka yang kerap membenarkan berbagai penyalahgunaan dan berdalih atas berbagai kelalaian. Lebih baik dibilang kurang gaul tapi selamat dibandingkan dianggap sok gaul tapi bertabur dosa dan maksiat. Seperti disampaikan salah seorang teman, "Facebook" ibarat pisau yang manfaat atau mudharatnya tergantung penggunaannya, tulisan ini tidak hendak mengharamkan "Facebook" yang memang tidak ada dalil jelas yang mengharamkannya. Namun, lebih mengingatkan untuk lebih bijaksana dalam menggunaannya, termasuk waspada terhadap berbagai potensi kelalaian yang ada di dalamnya dan berbagai potensi pembenaran yang menyertainya. "Facebook" tetap bisa menjadi sarana silaturahim, memperkaya jaringan yang akan berguna untuk masa depan hingga menjadi sarana penyebar kebaikan dan kebermanfaatan. Namun bagaimanapun, pisau adalah benda tajam yang berbahaya. Jika tidak perlu dan digunakan untuk hal yang bermanfaat, sepertinya lebih bijak untuk tidak menggunakannya. Kalau masih ingin menggunakan jejaring sosial, maka kita wajib untuk lebih sadar dan hati-hati dalam menulis status, memberi comment, dan melakukan aktivitas lainnya, sehingga tidak terjerumus ke dalam status fatwa “haram”. ^_^ itu bukan fatwa dari aku yah, tapi itu tergantung teman-teman menyikapinya gimana.. ^^
Mari berlomba-lomba menjadi manusia yang lebih baik,,, aku sendiri masih belajar untuk menjadi manusia yang lebih baik. Semoga kita selalu istiqomah di jalan Nya… Saling mengingatkan dalam kebajikan yaa akhi wa ukhti,,, Bagaimana dengan antum semua?? Setuju atau tidak?? Kalo tidak setuju juga tidak apa-apa ini hanya sekelumit pendapat aku saja dan sekedar nasihat untuk teman-teman sekalian dan khususnya untuk diri aku pribadi…alfiyandi (fandie^^).:: Hidup Lebih Berarti Dengan Berbagi::.
Sumber;
1. www.carakumembuat.com › Facebook
2. https://www.facebook.com/.../hati-hati-dengan-status-facebookmu-tausiy.
3. laely.widjajati.photos.facebook/ALHAMDULILLAH...Limpahan RahmatMU pd saat Dhuha....
4. laely.widjajati.photos.profile.of.picturesfacebook/
5. laely.widjajati.photos.facebook/Hati-hati dg Hati.......
6. laely.widjajati.photos.facebook/Indahnya Kebersamaan..........
7. laely.widjajati.photos.facebook/mobile-uploud......