Jumat, 02 Agustus 2013

"HUKUM WANITA MELAKSANAKAN I'TIKAF"

"Karena yang sering melaksanakan "i’tikaf" adalah para lelaki, muncul kesan bahwa ibadah "i’tikaf" khusus dilaksanakan oleh kaum Adam". 



Sehingga ada anggapan bahwa kaum "wanita" tidak disyariatkan untuk melaksanakannya. Bagaimana sebenarnya hukum "i’tikaf" ini bagi kaum "wanita" yang juga ingin mendapatkan pahala besar melalui ibadah puncak di bulan penuh berkah?

"I’tikaf" termasuk amal shalih yang disyariatkan pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadlan. Dan sesungguhnya Nabi SAW biasa ber"i’tikaf" pada sepuluh hari terahir dari Ramadlan itu. Dalam Shahih Al-Bukhari (2026) dan Muslim (1172) dari jalur ‘Urwah, dari Aisyah radliyallaahu 'anha,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

"Adalah Nabi SAW ber"i’tikaf" pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadlan hingga Allah mewafatkannya. Kemudian "i’tikaf" dilanjutkan oleh istri-istri beliau." Hal itu menunjukkan bahwa"i’tikaf"  disyariatkan bagi kaum laki-laki dan wanita. Para ulama juga telah berijma’ (bersepakat) "i’tikaf" laki-laki tidak sah kecuali di masjid. Mereka berdalil dengan firman Allah SWT,

 وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

"Dan janganlah kamu campuri mereka itu (istri-istrimua), sedang kamu ber"i’tikaf" dalam masjid." (QS. Al-Baqarah: 187) dan juga dengan dasar pelaksanaan Nabi SAW yang di masjid.

Jumhur ulama dari kalangan Madhab Hanafi, Maliki, syafi’i, Hambali, dan lainnya  berpandangan bahwa kaum "wanita" seperti laki-laki, tidak sah "i’tikaf"nya kecuali di masjid. Maka tidak sah "i’tikaf" yang dilaksanakannya di masjid rumahnya. Pendapat ini berbeda
dengan yang dipahami madhab Hambali, mereka berkata, “Sah "i’tikaf" seorang "wanita" yang dilaksanakan di masjid rumahnya.” Sedangkan pendapat jumhur jelas lebih benar, karena pada dasarnya laki-laki dan "wanita" sama dalam hukum kecuali ada dalil yang menghususkannya. Karena itu disyariatkan bagi "wanita" yang akan ber"i’tikaf" untuk melaksanakannya di masjid-masjid. Namun perlu diketahui, bagi "wanita" yang memiliki suami tidak boleh ber"i’tikaf" kecuali dengan izin suaminya menurut pendapat jumhur ulama. Nabi SAW telah bersabda,

لَا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِه

Janganlah seorang "wanita" berpuasa sementara suaminya ada bersamanya, kecuali dengan seizinnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026 dari jalur Thariq Abu al-Zinad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu)

Apabila dalam urusan puasa saja seperti ini maka dalam "i’tikaf" jauh lebih (ditekankan untuk mendapat izin dari suaminya), karena hak-hak suaminya yang akan terabaikan jauh lebih banyak.

Begitu juga perlu diingatkan, bahwa apabila kondisi diamnya seorang "wanita" di masjid tidak terjamin keamananya, seperti keberadaannya di situ membahayakan bagi dirinya atau akan menjadi tontonan, maka ia tidak boleh ber"i’tikaf". Karena itulah para fuqaha’ menganjurkan bagi "wanita" apabila ber"i’tikaf" supaya menutup diri dengan kemah dan semisalnya
berdasarkan perbuatan Aisyah, Hafshah, Zainab pada masa Nabi SAW

Diterangkan dalam Shahih Al-Bukhari (2033) dan Muslim (1173) dari jalur Yahya bin Sa’id bin Amrah, dari Aisyah,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَادَ أَنْ يَعْتَكِفَ فَلَمَّا انْصَرَفَ إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي أَرَادَ أَنْ يَعْتَكِفَ إِذَا أَخْبِيَةٌ خِبَاءُ عَائِشَةَ وَخِبَاءُ حَفْصَةَ وَخِبَاءُ زَيْنَبَ
Bahwasanya Nabi SAW hendak ber"i’tikaf" Maka ketika beliau beranjak ke tempat yang hendak dijadikan ber"i’tikaf" di sana sudah ada beberapa kemah, yaitu kemah Aisyah, kemah Hafshah, dan kemah Zainab.

Semua itu menunjukkan bahwa disyariatkan mengadakan penutup (satir) bagi "wanita" yang ber"i’tikaf" dengan tenda (kemah) dan semisalnya. Wallahu Ta’ala a’lam.

Sumber:
1. www.voa-islam.com/.../bolehkah-wanita-melaksanaka...
2. laely.widjajati.timeline.photos.facebook/AYO-I'TIKAF....
3. laely.widjajati.timeline.photos.facebook/Bismikallahumma-ahya-wa-amuutu

4. laely.widjajati.timeline.photos.facebook/ALHAMDULILLAH ATAS SMUA BERKAH-MU, JADIKANLAH-HAMBA-MU-INI-ORG-YG-PANDAI-BERSYUKUR.....

"KERIKIL PENGGANJAL PERUT RASULULLAH SAW"

"Islam sampai kepada kita saat ini tidak lain berkat jasa Baginda "Rasulullah SAW" sebagai sosok penyampai risalah Allah yang benar dan diridhai". 
 
Dan nanti di padang mahsyar, tiap umat Islam pasti akan meminta syafa’at dari beliau dan menginginkan berada di barisan beliau. 
 
Namun, pengakuan tidaklah cukup sekadar pengakuan. Pasti yang mengaku umat beliau akan berusaha mengikuti jejak beliau dengan jalan mengikuti sunnah-sunnah beliau dan senantiasa membasahi bibir ini dengan mendoakan beliau dengan cara memperbanyak shalawat kepada "Rasulullah"
 
Sejarah tak akan mampu mengingkari betapa indahnya akhlak dan budi pekerti "Rasulullah" tercinta, Sayyidina Muhammad ShAW hingga salah seorang istri beliau, Sayyidatina Aisyah mengatakan bahwa akhlak "Rasulullah" adalah “Al-Qur’an”. Tidak satu perkataan "Rasulullah" merupakan implementasi dari hawa nafsu beliau, melainkan adalah berasal dari wahyu illahi. Begitu halus dan lembutnya perilaku keseharian beliau. "Rasulullah" adalah sosok yang mandiri dengan sifat tawadhu’ yang tiada tandingnya.
 
Beliau pernah menjahit sendiri pakaiannya yang koyak tanpa harus menyuruh istrinya. Dalam berkeluarga, beliau adalah sosok yang ringan tangan dan tidak segan-segan untuk membantu pekerjaan istrinya di dapur.
Selain itu dikisahkan bahwa beliau tiada merasa canggung makan disamping seorang tua yang penuh kudis, kotor lagi miskin. Beliau adalah sosok yang paling sabar dimana ketika itu pernah kain beliau ditarik oleh seorang Badui hingga membekas merah di lehernya, namun beliau hanya diam dan tidak marah.
 
Dalam satu riwayat dikisahkan bahwa ketika "Rasulullah SAW" mengimami shalat berjamaah, para sahabat mendapati seolah-olah setiap "Rasulullah SAW" berpindah rukun terasa susah sekali dan terdengar bunyi yang aneh.

Seusai shalat, salah seorang sahabat, Sayyidina Umar bin Khattab RA bertanya, "Yaa "Rasulullah", kami melihat seolah-olah baginda menanggung penderitaan yang amat berat. Sedang sakitkah engkau yaa "Rasulullah"?"

"Tidak yaa Umar!. Alhamdulillah aku sehat dan segar" jawab Rasulullah.

"Yaa "Rasulullah", mengapa setiap kali baginda menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi-sendi tubuh baginda saling bergesekkan? Kami yakin baginda sedang sakit". Desak Sayyidina Umar penuh cemas.

Akhirnya, "Rasulullah" pun mengangkat jubahnya. Para sahabat terkejut ketika mendapati perut "Rasulullah SAW" yang kempis tengah dililit oleh sehelai kain yang berisi batu "kerikil" sebagai penahan rasa lapar. Ternyata, batu-batu "kerikil" itulah yang menimbulkan bunyi aneh setiap kali tubuh "Rasulullah SAW" bergerak.

Para sahabat pun berkata, "Yaa "Rasulullah", adakah bila baginda menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mencarikannya untuk tuan?"

Baginda "Rasulullah" pun menjawab dengan lembut, "Tidak para sahabatku. Aku tau, apapun akan kalian korbankan demi "Rasul"mu. Tetapi, apa jawabanku nanti di hadapan Allah, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban bagi umatnya? Biarlah rasa lapar ini sbagai hadiah dari Allah buatku, agar kelak umatku tidak ada yang kelaparan di dunia ini, lebih-lebih di akhirat nanti"

Teramat agung pribadi "Rasulullah SAW" sehingga para sahabat yang ditanya oleh seorang badui tentang akhlak "Rasulullah SAW" hanya mampu menangis karena tak sanggup untuk menggambarkan betapa mulia akhlak beliau SAW ! Beliau diutus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak manusia dan sebagai suri tauladan yang baik sepanjang zaman.


اللهم صلِّ وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعيــــــن
 
 Sumber:
1.  mutakhorij-assunniyyah.blogspot.com/.../kerikil-kerik...
2.  www.jurnalhajiumroh.com/.../kisah-rasulullah-dan-bat...
3.  laely.widjajati.facebook.photos/GOOD-NIGHT-4-ALL....... NICE DREAM.....
4.  laely.widjajati.facebook.photos/Waktunya-Shalat-Duha....


MusicPlaylistView Profile