Jumat, 20 April 2012

"Kisah Patung Joko Dolog"

"Ajaib! Tiba-tiba Pangeran "Jaka" Taruna berubah menjadi  sebuah "Patung". "Patung" ini ada sampai sekarang dan dinamakan "Patung Joko Dolog".


Kisah ini terjadi pada zaman dahulu kala di Kadipaten Surabaya. Pada suatu hari Pangeran Situbanda putra Adipati Cakraningrat di Madura dengan diikuti oleh kedua pengawalnya yang bernama Gajah Seta dan Gajah Menggala berlayar ke Kadipaten Surabaya. Sesampainya di Kadipaten Surabaya, ia disambut oleh Adipati Jayengrana dengan baik.

"Ada maksud apakah kiranya hingga Pangeran mau datang berkunjung ke Surabaya ini?" tanya Adipati Jayengrana kepada Pangeran Situbanda.
"Maafkan saya, Paman. Kedatangan saya kemari adalah ingin menyampaikan maksud hati saya yang sudah lama terpendam".
"Maksud apakah itu Pangeran?"
"Sudah lama saya menginginkan Adinda Purbawati untuk menjadi istri saya, Paman Adipati".

Mendengar keterangan dari Pangeran Situbanda itu, Adipati Jatengrana tidak dapat memutuskan sendiri. Ia kemudian memanggil anaknya Dewi Purbawati. Kepada anaknya ini diceritakan apa yang menjadi keinginan dari Pangeran Situbanda.

Sebenarnya Dewi Purbawati tidak menyukai Pangeran dari Madura itu. Namun, mau menolak secara langsung, ia tidak enak hati mengingat ayahnya dan ayah Pangeran Situbanda merupakan sahabat yang erat. Tidak ada cara lain bagi Dewi Purbawati kecuali menolaknya dengan cara halus. Lalu, Dewi Purbawati pun melakukan permintaan yang sebenarnya adalah suatu bentuk penolakan secara halus terhadap  pangeran dari Madura ini.

"Baiklah, Ayahanda. Hamba mau jadi istri Kakanda Pangeran Situbanda, asalkan Kakanda Pangeran Situbanda bisa membuka hutan Surabaya agar bisa menjadi perkampungan bagi anak cucu kita di hari nanti!" pinta Dewi Purbawati.

Pangeran Situbanda tertawa senang mendengar bahwa Dewi Purbawati yang diidam-idamkan itu mau menjadi istrinya walaupun dengan syarat yang tidak ringan. Oleh karena itu, Pangeran Situbanda pun menyuruh pengawalnya -- Gajah Seta dan Gajah Menggala, pulang untuk mengabarkan kabar gembira ini kepada ayahnya. Pangeran Situbanda sendiri segera menuju hutan surabaya untuk memulai membabat hutan Surabaya itu.

Di Kadipaten Surabaya sendiri waktu itu ada tamu dari Kadipaten Kediri, yaitu Pangeran "Jaka" Taruna. Karena sudah biasa bermain-main di Kadipaten Surabaya sejak kecil, Pangeran "Jaka" Taruna segera menuju tempat kediaman Dewi Purbawati. Antara Dewi Purbawati dan Pangeran "Jaka" Taruna sudah sejak lama saling mencintai.

Di taman keputren, Pangeran "Jaka" Taruna melihat Dewi Purbawati kekasihnya itu tengah melamun. Melihat yang datang adalah kekasih hatinya, Dewi Purbawati pun menangis di hadapan Pangeran "Jaka" Taruna.

"Apakah yang membuatmu sedih, Dinda?" tanyanya kemudian.
"Oh, Kanda. Mengapa Kanda tega kepadaku. Mengapa Kanda tidak segera melamarku. Sekarang aku dilamar oleh Kanda Pangeran Situbanda", lapor Dewi Purbawati.
"Apa? Kakanda Pangeran Situbanda telah melamarmu? Dan kamu tidak menerimanya, kan?"
"Tentu saja tidak, Kanda. Tetapi aku mempergunakan satu syarat, aku mau diperistri jika dia mampu membabat hutan Surabaya yang terkenal angker itu," kata ewi Purbawati.
"Dinda! Kamu belum mengenal kesaktian Kanda Pangeran Situbanda. Tentu dia akan bisa membabat hutan Surabaya dan akan memperistrimu".

Terkejutlah Dewi Purbawati mendengar keterangan dari kekasihnya.
Kalau begitu, Kanda harus menghalang-halangi Pangeran Situbanda. Atau Kanda ikut saja membuka hutan Surabaya itu karena hal itu sudah disayembarakan. Siapa yang dapat membabat hutan Surabaya dialah yang berhak memperistri aku".

Pangeran "Jaka" Taruna pun segera menghadap pada Adipati Jayengrana untuk mengatakn bahwa antara dia dan Dewi Purbawati sudah lama menjalin hubungan asmara. Karena Dewi Purbawati sudah membuat sayembara untuk membabat hutan Surabaya, Pangeran "Jaka" Taruna pun ingin mengikuti agar kekasihnya tidak jatuh ke tangan orang lain. Adipati Jayengrana tidak bisa melarang karena dengan cepat Pangeran "Jaka" Taruna sudah berlalu dari hadapannya, berlari menuju hutan Surabaya.

Di dalam hutan Surabaya Pangeran Situbanda tengah beristirahat dari menebang pepohonan. Tiba-tiba dia mendengar suara orang yang menebang kayu di kejauhan. Ia segera mencari arah datangnya suara itu. Ternyata yang sedang menebang kayu itu adalah Pangeran "Jaka" Taruna, putra Adipati Kediri. Pangeran Situbanda pun bertanya apa maksud Pangeran "Jaka" Taruna ikut-ikutan menebang hutan.

Pangeran "Jaka" Taruna mengatakan bahwa dia juga mengikuti sayembara yang diminta leh Dewi Purbawati. Mendengar hal ini Pangeran Situbanda marah dan menyuruh Pangeran "Jaka" Taruna pulang. Pangeran "Jaka" Taruna tidak mau meninggalkan hutan itu. Akhirnya kedua pangeran itu bertarung habis-habisan, mempertaruhkan nyawa demi sang pujaan hati. Dalam pertarungan itu, Pangeran "Jaka" Taruna berhasil dilemparkan oleh Pangeran Situbanda hingga tersangkut di dahan sebuah pohon yang sangat tinggi.

Pangeran "Jaka" Taruna melolong-lolong meminta pertolongan. Namun, Pngeran Situbanda tidak ambil peduli dan meninggalkan Pangeran "Jaka" Taruna. Pangeran "Jaka" Taruna tidak henti-hentinya meminta pertolongan. Pada saat itu, ada seorang pemuda bernama "Jaka" Jumput yang pekerjaan sehari-harinya mencari dedaunan untuk bahan obat-obatan lewat di bawah pohon tempat Pangeran "Jaka" Taruna tersangkut. Mendengar ada suara minta tolong, "Jaka" Jumput segera mencari-cari arah datangnya suara. Ketika sudah ditemukan, "Jaka" Jumput pun menolong Pangeran "Jaka" Taruna dengan menurunkannya dari dahan pohon yang tinggi. "Jaka" Jumput pun menanyakan hal ihwal sampai Pangeran "Jaka" Taruna bisa tersangkut di dahan pohon. Pangeran "Jaka" Taruna pun menceritakan semuanya.

"Andaikan saya bisa mengalahkan orang yang bernama Pangeran Situbanda iu, apakah hadiah yang akan engkau berikan kepadaku?" tanya "Jaka" Jumput.
"Apa pun yang engkau minta, aku akan memenuhinya "Jaka" Jumput!" kata Pangeran "Jaka" Taruna. "Jaka" Jumput pun bersedia untuk mengusir Pangeran Situbanda. Ia segera mencari Pangeran Madura itu di hutan Surabaya.

Ketika sudah bertemu, "Jaka" Jumput segera menantang Pageran Situbanda. Merasa ada yang mengganggu pekerjaannya, Pangeran Situbanda marah besar. Apalagi orang itu juga telah menantangnya. Antara "Jaka" Jumput dan Pangeran Situbanda pun segera terjadi pertarungan. Ternyata ilmu silat dan kesaktian "Jaka" Jumput jauh melampaui Pangeran Situbanda. Akibatnya, Pangeran Situbanda menjadi bulan-bulanan "Jaka" Jumput hingga pangeran dari Madura melarikan diri ke arah timur, konon akhirnya Pangeran Madura itu tinggal di sebuah tempat yang sekarang bernama Kota Situbondo.

Pangeran "Jaka" Taruna yang sedari tadi mengawasi jalannya pertarungan antara "Jaka" Jumput dengan Pangeran Situbanda, begitu melihat Pangeran Situbanda kalah serta melarikan diri, ia segera berlari menuju Kadipaten Surabaya. "Jaka" Jumput yang melihat orang yang ditolongnya melarikan diri segera diikutinya. Sesampai di Kadipaten Surabaya, Pangeran "Jaka" Taruna melaporkan bahwa Pangeran Situbanda sudah dikalahkannya dan hutan Surabya sudah terbuka semua.

Namun, pada saat itu datang "Jaka" JUmput yang menyanggah keterangan dari Pangeran "Jaka" Taruna. "Hambalah yang dapat mengalahkan dan membunuh Pangeran Stubanda, bukan dia!" kata "Jaka" Jumput sambil menunjuk kepada Pangeran "Jaka" Taruna.
"Jangan percaya omongannya, Paman Jayengrana. Dialah yang berbohong karena menginginkan hadiah dari Paman Adipati Jayengrana". bantah Pangeran "Jaka" Taruna.
"Hamba tidak berbohong, Kanjeng Adipati. Ini saya membawa pusaka dari Pangeran Situbanda sebagai bukti!" "Jaka" Jumput menyerahkan keris pusaka Pangeran Situbanda yang telah diambilnya tadi. Adipati Jayengrana mengangguk-angguk membenarkan apa yang dikatakan oleh "Jaka" Jumput.

"Mana buktinya kalau kamu mengalahkan Pangeran Situbanda, Pangeran "Jaka" Taruna!", tanya Adipati Surabaya itu kepada Pangeran "Jaka" Taruna. Yang ditanya tidak bisa menjawab. "Tapi sayalah yang mengalahkan Pangeran Situbanda Paman Adipati Jayengrana. Anak desa itulah yang mengaku-ngaku!".
"Sudah, untuk membuktikan kebenaran dari kata-kata kalian berdua, kalian harus bertarung. Siapa yang menang, dialah yang telah mengalahkan Pangeran Situbanda dan berhak memperistri anakku".

"Jaka" Jumput dan Pangeran "Jaka" Taruna pun bertarung. Dalam pertarungan itu Pangeran "Jaka" Taruna mengumpat-umpat "Jaka" Jumput karena tidak mau bersabar untuk menerima hadiah darinya. Namun, "Jaka" Jumput juga mengumpat Pangeran "Jaka" Taruna sebagai orang yang tidak mau menepati janjinya dan akan menipunya. Ternyata, "Jaka" Jumput memang hebat. Pangeran "Jaka" Taruna berhasil dikalahkannya dengan Cambuk Gembolo Geni. 

Pangeran "Jaka" Taruna tergeletak tidak berdaya terhampar di tanah. Setelah siuman, Pangeran "Jaka" Taruna ditanya oleh Adipati Surabaya itu, "Apakah kau memang telah menipu "Jaka" Jumput yang telah mengalahkan Pangeran Situbanda?"

Pangeran "Jaka" Taruna diam saja. Berkali-kali Adipati Jayengrana itu bertanya, tidak pernah dijawabnya, Karena jengkelnya, Adipati Jayengrana itu pun berkata dengan marah, "Kau ini ditanya diam saja membisu seperti "patung"!

"Ajaib! Tiba-tiba Pangeran "Jaka" Taruna berubah menjadi  sebuah "Patung". "Patung" ini ada sampai sekarang dan dinamakan "Patung Joko Dolog" yang dapat dijumpai di depan Kantor Gubernur Jawa Timur. Tapi ini hanyalah dongeng belaka, menurut relief yang terdapat di "Patung Joko Dolog" dapat disimpulkan bahwa "Patung" itu adalah "Patung" untuk memperingati Prabu Kertanegara dari Singasari.           

"SANGKURIANG - NYI DAYANG SUMBI (Kisah terjadinya Gunung Tangkuban Prahu)"

"Bayi tersebut dinamakan "Nyi Dayang Sumbi". Makin hari, tumbuhlah "Nyi Dayang Sumbi" menjadi remaja putri yang jelita."


Pada zaman dahulu kala, di daerah Parahyangan yang indah nan subur..... Ada kerajaan besar yang diperintah oleh Prabu Sungging Perbangkara. Raja ini terkenal sebagai penguasa yang adil bijaksana. Pada suatu hari, tiba-tiba raja ingin berburu. Dengan diiringi para pengawalnya yang merupakan orang-orang pilihan dan mahir sebagai pemburu, berangkatlah rombongan Baginda Raja ke hutan dengan menunggang kuda. 

Di tengah suasana pemburuan, tiba-tiba Raja melihat seekor kijang yang berlari cepat. Segera Raja mengejar kijang hingga jauh ke dalam hutan meninggalkan para pengawalnya di belakang. Hari hampir gelap, kijang tersebut tidak dapat ditemukan oleh Raja. Akhirnya Raja mulai putus asa. Karena sangat lelah dan terdesak oleh keinginan buang air kecil, Raja lalu turun dari kudanya dan berhajat kecil di antara semak-semak yang ada di sekitarnya. Tanpa disengaja air seni Raja tertampung ke dalam tempurung yang ada disitu.

Tidak lama kemudian lewat seekor babi berbulu putih, yang merupakan jelmaan Dewi yang dikutuk Dewa. Babi putih itu sangat haus. Ketika ia melihat air di dalam tempurung itu dengan segera diminumnya. Selang beberapa lama babi putih tersebut merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya, perutnya kian mmbuncit, ternyata ia mengandung.

Setelah genap usia kandungannya, bayinya lahir dengan selamat, berupa seorang bayi perempuan yang cantik. Bayi itu diletakkan di atas rerumputan. Kebetulan waktu itu Raja sedang berburu lagi bersama pengiringnya. Tiba-tiba Baginda mendengar suara tangis bayi. Setelah ditelusuri dari mana asalnya, ditemukan seorang bayi yang sebenarnya adalah anaknya sendiri. Dengan segera Baginda menggendong bayi itu dan dibawanya ke istana. Kemudian diserahkan kepada para pelayan. Bayi tersebut dinamakan "Nyi Dayang Sumbi". Makin hari, tumbuhlah "Nyi Dayang Sumbi" menjadi remaja putri yang cantik nan jelita.

Suatu hari "Nyi Dayang Sumbi" menemui ayahnya, dan mengatakan bahwa ia ingin menjadi seorang perapa dan bersemedi di hutan hanya ditemani anjingnya si Tumang yang merupakan jelmaan Dewa. Mula-mula kedua orang tuanya sangat terkejut mendengar keputusan "Nyi Dayang Sumbi", tetapi setelah ia mengemukakan alasannya, maka dengan berat hati kedua orang tuanya menyetujui rencana "Nyi Dayang Sumbi".

"Nyi Dayang Sumbi" tinggal di rumah bambu di dalam hutan. Pekerjaannya sehari-hari untuk mengisi waktu adalah menenun kain. Pada suatu hari ketika "Nyi Dayang Sumbi" sedang menenun kain, tiba-tiba teropong alat menenunnya jatuh ke kolong rumah melalui sela-sela lantai (bambu).

"Nyi Dayang Sumbi" merasa malas untuk turun mengambilnya dan secara iseng "Nyi Dayang Sumbi" bergumam 'Jika ada seseorang mau mengambilkan teropongku, kalau dia perempuan kuangkat sebagai saudara, jika laki-laki akan kujadikan suami.'

Tiba-tiba si Tumang datang ke hadapan "Nyi Dayang Sumbi" dengan menyerahkan teropong itu di mulutnya.

'Hah? Kau Tumang...! Bukan kau yang kumaksudkan!' pekik "Nyi Dayang Sumbi".

"Nyi Dayang Sumbi" benar-benar kecewa dan lemas sehingga ia tertidur pulas. Dalam tidurnya "Nyi Dayang Sumbi" seakan bermimpi berhubungan suami-istri dengan Tumang jelmaan Dewa. Hal ini menyebabkan dirinya hamil.

Beberapa bulan kemudian "Nyi Dayang Sumbi" melahirkan bayi yang diberi nama "Sangkuriang". "Sangkuriang" makin hari makin tumbuh dan sepuluh tahun kemudian sudah nampak sebagai remaja yang tampan.

"Sangkuriang" suka berburu di hutan, jika berburu ia selalu ditemani anjing si Tumang. Pada suatu hari "Nyi Dayang Sumbi" ingin dicarikan hati rusa. "Sangkuriang" menyanggupi permintaan ibunya dengan  senang hati. Berangkatlah "Sangkuriang" ke hutan bersama si Tumang.

Namun hari itu "Sangkuriang" sedang sial. Sudah sekian lama "Sangkuriang" tidak menemukan seekor hewan pun. Tengah dalam keputus-asaan, tiba-tiba lewatlah seekor babi putih. Segera "Sangkuriang" menyuruh anjingnya mengejar babi itu. Anjing itu segera mengejar si babi putih, namun setelah terkejar ia malah tidak berbuat sesuatu pada babi itu. Sebab si Tumang tahu bahwa babi putih itu adalah mertuanya sendiri yaitu ibunya "Nyi Dayang Sumbi".

'Tumang cepat gigit!' teriak "Sangkuriang".
Namun si Tumang hanya diam saja.
'Anjing bodoh!' teriak "Sangkuriang", lalu ia melemparkan tombaknya ke arah anjingnya sendiri, tewaslah si Tumang seketika itu. Perutnya dibedah hatinya diambil dibawa pulang

Hati itu dimasak dengan lezat oleh "Nyi Dayang Sumbi". Kemudian dimakan bersama-sama dengan "Sangkuriang". Usai makan "Nyi Dayang Sumbi" seperti biasa mencari si Tumang untuk diberi sisa-sisa makanan. Tapi "Nyi Dayang Sumbi" tidak mendapatkan si Tumang - suaminya itu.

'Kemana si Tumang?' Tanya "Nyi Dayang Sumbi".
'Ibu, anjing itu sudah mulai melawan perintahku, jadi dialah yang tadi kutombak dan kuambil hatinya' jawab "Sangkuriang" tanpa merasa bersalah.
'Apa kau bunuh si Tumang?' pekik "Nyi Dayang Sumbi".
'Benar Nu! Dia membendel!'
'Anak durhakaaa!' "Nyi Dayang Sumbi" mengambil centong nasi bekas makan lalu sekuatnya dipukulkan ke arah kepala "Sangkuriang".

"Sangkuriang" menjerit kesakitan dan mearikan diri dari rumah. Hatinya sangat sedih mmikirkan sikap ibunya, tak pernah sekalipun ibunya bersikap kasar kepadanya, tapi kali ini hanya gara-gara seekor anjing ia mendapat pukulan keras di kepalanya hingga terluka dan berdarah.

"Sangkuriang" bertekad tidak akan kembali ke rumah. "Sangkuriang" mengembara tak tentu arah sampai akhirnya bertemu dengan seorang pertapa sakti. "Sangkuriang" diangkat sebagai murid terkasih semua ilmu dilimpahkan kepada "Sangkuriang".  

Setelah gurunya meninggal dunia "Sangkuriang" meneruskan pengembaraannya. Dalam petualangannya "Sangkuriang" berkelahi dengan raja jin dan mengalahkan raja jin tersebut sehingga tunduk takluk dan bersedia diperintah apa saja oleh "Sangkuriang".

"Sangkuriang" terus mengembara hingga pada suatu hari di tepi sungai yang berair jernih, "Sangkuriang" bertemu dengan seorang gadis yang cantik luar biasa. "Sangkuriang" terpesona, si gadis juga menaruh hati. Akhirnya "Sangkuriang" tinggal bersama si gadis untuk waktu beberapa lama.

Pada suatu hari ketika mereka sedang bercengkerama, si gadis mencari kutu di kepala "Sangkuriang". Tiba-tiba si gadis terkejut melihat luka di kepala kekasihnya. Ia menanyakan sebab-sebab terjadinya luka itu. "Sangkuriang" menceriterakan apa adanya. Seketika itu terkejutlah gadis itu, ia bangkit berdiri.
'Kalau begitu kau adalah "Sangkuriang" anakku, anakku sendiri!' pekik gadis itu yang tak lain adalah "Nyi Dayang Sumbi". Sebagai wanita keturunan bidadari "Nyi Dayang Sumbi" memang tak pernah tua, wajahnya tetap cantik dan kelihatan tetap awet muda.

'Tidak mungkin! Jangan mencari-cari alasan!' kata "Sangkuriang".

"Nyi Dayang Sumbi" berusaha meyakinkan "Sangkuriang" dengan menceriterakan kejadian-kejadian paling berkesan di masa kecil "Sangkuriang", namun pemuda itu tetap tidak mau mempercayainya.

'Kisahmu memanh mirip dengan apa yang kualami,' kata "Sangkuriang". 'Tapi tidak mungkin kau ini ibuku. Ibuku pastilah sudah berusia lanjut dan tidak secantik dirimu.'

'Oh, Dewa... bagaimana ini bisa terjadi...' keluh "Nyi Dayang Sumbi".

'Bagaimanapun kau harus jadi istriku!' tegas "Sangkuriang".
'Tidak mungkin aku menikah dengan anakku sendiri' kata "Nyi Dayang Sumbi".

'Kau bukan ibuku. Dan aku bukan anakmu, sementara kita terlanjur jatuh cinta.'
"Sangkuriang" terus mendesak. "Nyi Dayang Sumbi" tak bisa menolak lagi. Ia bersedia menjadi istri "Sangkuriang" kalau pemuda itu mampu membuatkan sebuah telaga di puncak gunung, berikut sebuah perahu besar untuk bulan madu mereka. Semua itu harus dikerjakan dalam tempo semalam saja. Sebelum ayamberkokok semua harus sudah selesai.

"Sangkuriang" menyanggupinya. "Nyi Dayang Sumbi" terkejut, ia berharap pemuda itu menggagalkan niatnya demi mendengar syarat yang tidak masuk akal itu, tapi "Sangkuriang" malah menyanggupinya.

Memang tidak ada masalah dengan "Sangkuriang". Ia segera memanggil jin yang pernah ditaklukkannya. Jin itulah yang bertugas membuat telaga, sementara "Sangkuriang" membuat perahu besar.

Dalam kerisauan hatinya, "Nyi Dayang Sumbi" berdo'a, memohon pertolongan ewa. Sementara menjelang tengah malam semua pekerjaan "Sangkuriang" hampir selesai. Namun Dewa mengabulkan do'a "Nyi Dayang Sumbi". Seketika mentari mulai bersinar di ufuk timur, ayam berkokok, para penduduk bangun dan segera menumbuk padi.

Mengetahui hal ini jin-jin pekerja tak berani meneruskan proyek dari "Sangkuriang". Mereka segera menghilang. "Sangkuriang" sangat marah mengetahui hal ini. Pemuda sakti ini menendang perahu yang dibuatnya, ketika telungkup ke bumi perahu itu berubah menjadi sebuah gunung dan hingga sekarang dinamakan Gunung Tangkuban Prahu.

(Sumber: Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara (Legenda), oleh MB. Rahimsyah).