"Kosambi" atau "kesambi" (Schleichera  oleosa) adalah pohon yang bisa  tumbuh di daerah kering, Termasuk  kerabat dekat rambutan, karena  sama-sama dari suku Sapindaceae".
Batang "kosambi" bisa tumbuh setinggi 15-40 meter, dengan  diameter  batang 60-175 cm. Di Indonesia ditemukan dua jenis "kosambi" yakni,  "kosambi" kerikil dan "kosambi" kebo (kerbau).  Ciri khas perbedaannya terletak pada daun dan  kulit batang. Jenis  "kosambi"    kerikil mempunyai daun yang lebih kecil dan memanjang. Bentuk   percabangan liar, dan kulitnya tipis dibandingkan dengan jenis "kosambi"  kebo.  Sedangkan "kosambi" jenis kerbau  memiliki daun yang melebar pada ujungnya  dan kulit kayu yang lebih  tebal. Bentuk percabangan teratur dan tegak  lurus ke atas.
Tumbuhan "kosambi"  ini tersebar di  seluruh Asia Tenggara dan di Indonesia dapat  ditemukan di ketinggian  0-1.200 meter dari permukaan laut. Salah satu  indikator pertumbuhan "kosambi" adalah jati. Pada  wilayah yang ditumbuhi jati liar biasanya diikuti tumbuhnya "kosambi". Di Jawa, tanaman "kosambi"  digunakan  sebagai tanaman pengisi  (sekat bakar) dalam hutan jati. Kayu "kosambi"  mempunyai  struktur padat, rapat, kusut sangat keras dan  lebih berat dari kayu  besi. Karena itu apabila dapat mencapai umur yang  lebih matang, kayunya  berubah warna dari merah muda menjadi kelabu dan  tidak berurat. Oleh  karena itu dulu kayu "kosambi"   banyak digunakan untuk bahan pembuatan  jangkar untuk perahu kecil.  Bahkan di Kabupaten Bulukumba, kayu "kosambi"    merupakan bahan dasar untuk membuat perahu. Selain itu, kayu "kosambi"  sangat kuat dan  keras. Namun demikian, salah  satu kelemahannya, kayu "kosambi"  kurang awet. Sehingga sangat  unggul  sebagai kayu bakar dan pembuatan arang. Arang dari kayu "kosambi"  sangat cocok  untuk pembakaran dan bahkan  lebih baik dari pada arang kayu jati dan  kayu asam. Oleh karena itu,  penanaman "kosambi"  untuk produksi kayu bakar perlu dikembangkan  terutama  pada daerah pengembangan industri pembakaran dan wilayah yang  sulit  bahan bakar untuk rumah tangga,
Kulit kayu "kosambi"  dapat di"manfaat"kan  sebagai penyamak kulit. Menurut  hasil penelitian, dalam analisis kimia  kulit "kosambi"   ditemukan 6,1-14,3%  zat penyamak. Bahkan dahulu orang Bali dan Madura  me"manfaat"kan kulit  kayu  "kosambi"  sebagai obat  kulit yang sangat manjur, terutama terhadap  kudis dan penyakit kulit  lainnya. Daun muda "kosambi"  bisa di"manfaat".kan  sebagai sayur asam Bahkan dapat simakan mentah dan di"manfaat"kan  sebagai lalapan meski rasanya  sepat. Daun kering "kosambi"   dapat dibakar  dan asapnya di"manfaat"kan  untuk pengobatan (pengasapan) penyakit kudis dan  gatal-gatal.
Buah "kosambi" yang masih hijau  dapat dimakan dan diolah sebagai asinan, Buah  yang sudah masak berwama  kuning atau kemerah-merahan yang dapat  di"manfaat"kan sebagai buah meja dengan ciri rasa asam  kemanis-manisan. Buah "kosambi"    yang sudah masak sangat digemari oleh monyet dan burung, termasuk   anak-anak. Di beberapa daerah, buah "kosambi"   yang sudah masak dapat  di"manfaat"kan  sebagai manisan.
Biji "kosambi"  dilapisi dan  diselimuti oleh kulit yang berwama cokelat,  bentuknya bulat panjang  dengan ukuran antara 6-14 mm. Mudah pecah dan  daging bijinya mengandung  70 persen minyak sangat ber"manfaat"  sebagai bahan  pembuatan minyak gosok. Minyak yang berasal dari biji "kosambi"  sangat  baik  untuk mengobati penyakit dalam, kudis dan luka-luka. Dalam upaya  pengembangan biodisel, biji "kosambi"   dapat diolah menjadi  minyak pelumas, pembuatan lilin, industri batik,  dan bahan membuat  sabun. Menurut beberapa hasil penelitian, kulit biji  "kosambi"  sangat  cocok  untuk pertumbuhan jagung lokal.
Pada masa perjuangan, minyak "kosambi"  terkenal di kalangan tentara   Kraton Jogjakarta sebagai minyak gosok badan, dan disebut dengan minyak   Makassar. Minyak ini dibawa tentara Raja Gowa yang membantu kraton,  yang  dikenal dengan nama minyak nileo. Hasil penelitian menyebutkan,  minyak  biji "kosambi"   dapat pula diolah menjadi salep dan industri obat-obatan  lainnya.  Minyak biji "kosambi"  biasanya diberi tambahan ramuan pengharum dan  dijadikan minyak gosok  badan. Sangat berkhasiat/ber"manfaat"  dalam pengobatan  penyakit punggung dan dada pada penderita batuk.  Apabila di"manfaat"kan   sebagai minyak rambut maka dapat merangsang pertumbuhan rambut (anti   botak).
Kalau  penjajah Belanda berhasil mengembangkan kutu lak yang menghasilkan  lak,  belakangan setelah 66 tahun Indonesia merdeka, ada dua investor  Jepang  yang tertarik terhadap "kosambi".  Dua investor Jepang itu, Hakikiko Morita  dan Katsuhito Segawa tertarik  untuk mengolah buah "kosambi"   menjadi bahan  bakar nabati (biofuel). Kedua investor itu awal Oktober  (2011) lalu menemui Perum Perhutani KPH  Probolinggo, juga Bupati  Probolinggo Hasan Aminuddin. Intinya, mereka  tertarik memanfaatkan buah  "kosambi"  di area hutan  "kosambi"  seluas 3.500   hektare, yang selama ini tidak di"manfaat"kan.
“Saya dengar  sejak jaman Belanda, "kosambi"   hanya diambil kayu dan  di"manfaat"kan  untuk budidaya kutu lak. Padahal buahnya bisa diolah untuk  biofuel,”  ujar Morita saat menemui Bupati Hasan. Keduanya bermaksud membangun  pabrik pengolahan buah "kosambi"  menjadi  biofuel di Desa Pajurangan, Kecamatan Gending, Kabupaten  Probolinggo.  Awalnya investor itu bermaksud membangun pabrik di  Situbondo, namun  dengan pertimbangan kedekatan dengan pelabuhan  Tanjung, Tembaga, Kota  Probolinggo akhimya bakal lokasi pabrik  dipindahkan ke Probolinggo.
“Silakan kalau tertarik berinvestasi di  Probolinggo. Prinsipnya  asalkan bisa mensejahterakan warga Probolinggo,  kami terima dengan  tangan terbuka,” ujar Bupati Hasan. Bupati juga  mempersilakan investor membebaskan lahan di Desa  Pajurangan. Diharapkan  kelak investor mau melibatkan warga sekitar  menjadi tenaga kerja di  pabrik tersebut. Morita mengatakan, dengan jaminan dari Bupati  Probolinggo dan  ketersediaan hutan "kosambi"   seluas 3.500 hektare, bakal menjadi garansi  berdirinya pabrik  pengolahan buah "kosambi".
Selama ini buah "kosambi"  memang dibiarkan  terbuang percuma paling  hanya dijadikan bibit untuk perluasan lahan "kosambi" . Buah "kosambi"  yang  mirip  kelengkeng itu biasanya disukai binatang hutan seperti monyet dan   musang. "Kosambi"  termasuk tanaman yang mempunyai sifat toleran terhadap  tumbuhan  lainnya. Dalam pengembangan tanaman jati, "kosambi"  merupakan  pasangan yang paling ideal.  Bahkan dalam berbagai literatur dikemukakan  bahwa pada umumnya dimana  ada pertumbuhan jati secara alami/liar di situ  pasti terdapat "kosambi"  yang dapat tumbuh  dengan baik.
Selain  toleran terhadap sesama pepohonan, "kosambi"   dapat berasosiasi  dengan tanaman holtikultura, antara lain jagung dan  kacang-kacangan.  Beberapa hasil penelitian menunjukkan, bungkil/kulit  biji "kosambi" sangat   cocok di"manfaat"kan  sebagai pupuk pada tanaman jagung. Dengan demikian  pe"manfaat"an ruang tumbuh sekitar tanaman "kosambi" dapat di"manfaat"kan  untuk tanaman  pangan dan obat-obatan, sesuai dengan kebutuhan  masyarakat. Tanaman "kosambi"  juga tahan  terhadap api dan kekeringan, dapat tumbuh di  lahan kritis, tidak  disenangi hewan dan rimbun sepanjang pertumbuhannya.
Mengenai "manfaat" tanaman "kosambi" ini ada kisah yang sangat menarik:
Pada zaman dahulu kala, ada seorang tokoh agama di wilayah Kerajaan Bangkalan yang bernama Sayyid Husen. Beliau wafat dibunuh oleh Prajurit Kerajaan atas perintah Raja. Sebenarnya beliau tidak bersalah karena hanya difitnah. Beliau wafat meninggalkan dua orang putra. Dua orang putranya ini sepakat untuk lari guna menyelamatkan diri.
Putra sulung beliau yang bernama Syekh Abdul Mannan. lari dan menjauhkan diri dari wilayah kekuasaan Raja Bangkalan. Hari demi hari dilaluinya dengan sengsara dan penuh penderitaan, namun beliau menerima semua itu dengan tabah dan sabar. Hingga akhirnya, sampailah beliau di sebuah hutan lebat di tengah perbukitan di wilayah Batu Ampar ( Kabupaten Pamekasan ). Di hutan inilah akhirnya beliau merasakan ketenangan dalam hatinya. Kemudian di tempat ini pula beliau bertapa / bertirakat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam melaksanakan hajatnya beliau memilih tempat di bawah Pohon "Kosambi".
Itulah kisah keajaiban yang terjadi berkaitan dengan pohon "Kosambi", yang dapat kita ambil sebagai pelajaran.
Mengenai "manfaat" tanaman "kosambi" ini ada kisah yang sangat menarik:
Pada zaman dahulu kala, ada seorang tokoh agama di wilayah Kerajaan Bangkalan yang bernama Sayyid Husen. Beliau wafat dibunuh oleh Prajurit Kerajaan atas perintah Raja. Sebenarnya beliau tidak bersalah karena hanya difitnah. Beliau wafat meninggalkan dua orang putra. Dua orang putranya ini sepakat untuk lari guna menyelamatkan diri.
Putra sulung beliau yang bernama Syekh Abdul Mannan. lari dan menjauhkan diri dari wilayah kekuasaan Raja Bangkalan. Hari demi hari dilaluinya dengan sengsara dan penuh penderitaan, namun beliau menerima semua itu dengan tabah dan sabar. Hingga akhirnya, sampailah beliau di sebuah hutan lebat di tengah perbukitan di wilayah Batu Ampar ( Kabupaten Pamekasan ). Di hutan inilah akhirnya beliau merasakan ketenangan dalam hatinya. Kemudian di tempat ini pula beliau bertapa / bertirakat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam melaksanakan hajatnya beliau memilih tempat di bawah Pohon "Kosambi".
Hari   berganti minggu, bulan berganti tahun, tahun demi tahun berlalu.....   Syahdan tapa beliau  di bawah pohon "Kosambi"  ini berlangsung selama 41 tahun (Wallahu'alam yang sebenarnya berapa  lama, tidak perlu diperdebatkan).  Kalau beliau bisa bertahan hidup, walau  bertapa sekian lama itu adalah kehendak Allah SWT.  Sebagaimana para  pemuda yang tinggal di dalam gua Kahfi selama 309 tahun, mereka bisa   bertahan hidup sekian lama (Al-Qur'an Surat Al-Kahfi Ayat 25), hal itu semua atas kehendak  Allah SWT.  Saat  memulai tapa  itu beliau berumur 21 tahun. Hingga  akhirnya beliau  ditemukan anak  seorang penduduk desa ( Wanita ) yang  sedang mencari kayu  di hutan. Beliau diketemukan sudah dalam keadaan  tua, berbadan kurus kering duduk  bersila di bawah pohon "Kosambi"  dengan tubuh yang  hampir terlilit penuh oleh akar pohon "Kosambi".  Karena beliau bertapa di bawah Pohon "Kosambi" inilah yang  akhirnya beliau dijuluki dengan Buju' Kosambi". Buju' adalah Bahasa Madura  yang berarti Buyut.  Sedangkan "Kesambi"  atau  "Kosambi"  (Schleichera  oleosa) adalah  nama sejenis pohon daerah kering,  kerabat rambutan   dari suku  Sapindaceae. yang mempunyai banyak "manfaat" seperti yang telah  dijelaskan di  atas. Jadi Buju' "Kosambi"  berarti Buyut  yang pernah bertapa  di bawah Pohon "Kosambi".
Singkat   cerita akhirnya Syekh Abdul Mannan (Buju' " Kosambi")  dibawa ke rumahnya. Dari  hubungan tersebut,  timbullah kesepakatan  antara orang tua si anak tersebut  untuk  menjodohkan Syekh abdul  Mannan  (Buju' "Kosambi") dengan  salah seorang putrinya.   Sebagai tanda terima kasih, beliau memilih si  sulung sebagai istrinya,   walaupun dalam kenyataannya sisulung  menderita penyakit kulit. Anehnya   terjadi  keajaiban di hari ke 41 pernikahan mereka. Saat itu juga sang   istri  yang semula menderita penyakit kulit tiba-tiba sembuh seketika.   Dan  bukan hanya itu kulitnya bertambah putih bersih dan cantik jelita,    sampai-sampai kecantikannya tersiar kemana-mana. Dan konon  kabarnya pula   bahwa Raja Sumenep mengagumi dan tertarik akan  kecantikan istri Syekh   Abdul Mannan ini.
Keajaiban itu  terjadi atas kehendak Allah SWT. Beliau hidup berdiam diri sekian lama  di bawah pohon "Kosambi",  tentunya khasiat tanaman "Kosambi"  ini akan merasuk dalam tubuh beliau. Sehingga dapat dimungkinkan,  apabila orang berdekatan dengan beliau akan  mendapat "manfaat" apa yang terkandung dalam tubuh  beliau. Sehingga tidak mengherankan, kalau istrinya yang semula buruk  rupa karena menderita penyakit kulit, akhirnya bisa sembuh karena setiap  hari hidup bersama.
Itulah kisah keajaiban yang terjadi berkaitan dengan pohon "Kosambi", yang dapat kita ambil sebagai pelajaran.
Sumber:
1. perumperhutani.com/tag/tumpangsari/page/5/
2. Sejarah Auliya' Batu Ampar. Disusun oleh: KH. Ach. Fauzy Damanhuri.
2. Sejarah Auliya' Batu Ampar. Disusun oleh: KH. Ach. Fauzy Damanhuri.
