Sabtu, 30 Juni 2012

"Kewajiban Berpenampilan Yang Bagus"

"Kita harus senantiasa menyelaraskan diri antara "penampilan" lahir dan "penampilan" batin. Kita diwajibkan untuk selalu memelihara diri kita agar dapat menjadi suri tauladan bagi orang lain".


Islam telah mengajak kaum Muslimin agar selalu bermurah senyum kepada orang, sopan dalam berpakaian, bertindak, bertingkah laku, dan berbuat. Karena dengan seperti itu, kita bisa menjadi suri tauladan yang menjadikan kita layak mengemban risalahnya yang agung bagi manusia. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Al-Handhaliyyah disebutkan bahwa Nabi SAW. pernah bersabda kepada para sahabatnya ketika mereka hendak mendatangi saudara-saudara mereka:

"Kalian akan mendatangi saudara-saudara kalian. Karenanya perbaikilah kendaraan kalian, dan pakailah pakaian yang bagus sehingga kalian menjadi seperti tahi lalat di tengah-tengah umat manusia. Sesungguhnya Allah tidak menyukai suatu yang buruk". (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Hakim dalam bukunya Al-Mustadrak, dan isnadnya hasan).

Rasulullah SAW. telah mengkategorikan "penampilan" yang kurang "bagus", kondisi yang acak-acakan, mengabaikan "penampilan", dan berpakaian amburadul sebagai suatu hal yang buruk, semuanya itu termasuk hal yang dibenci dan sekaligus dilarang oleh Islam. Jadi kita sebagai umat Islam harus selalu ber"penampilan" "bagus", jelas dan berbeda dalam bentuk dan tingkah lakunya, karena akan memberikan imbas bagi kehidupannya dan kehidupan keluarganya.

Bertolak dari semua itu, sebagai kaum Muslimin, kita tidak boleh mengabaikan dirinya, tidak boleh acuh terhadap "penampilan" yang "bagus" dan bersih di tengah-tengah kesibukan kita dalam keseharian kita, bahkan kita harus selalu menganjurkan untuk senantiasa ber"penampilan"  yang "bagus" dengan tidak berlebih-lebihan. Perhatian pada "penampilan" yang "bagus" itu bersumber dari pemahaman akan kepribadian kita, dan menunjukkan cita rasa dan kecermatan pandangan pada peran kita dalam kehidupan ini, serta menunjukkan benarnya gambaran dirinya terhadap kepribadian sebagai kaum Muslimin yang normal yang tidak memisahkan "penampilan" phisik dan "penampilan" batin. Karena "penampilan" yang bersih, "bagus" dan rapi memuat kandungan-kandungan mulia. Dari kedua "penampilan" itu, lahir dan batin, kaum Muslimin terbentuk.

Kaum Muslimin yang cerdas, akan senantiasa menyelaraskan diri antara "penampilan" lahir dengan "penampilan" batin, dan mengetahui bahwa dirinya terdiri dari tubuh, akal, dan jiwa, sehingga dia akan nenberikan hak masing-masing, dan tidak pilih kasih dalam memberikan perhatian tersebut antara satu dengan lainnya. Penyelarasan itu dilakukan dengan berpegang pada petunjuk Islam yang telah mengajak dan sekaligus menganjurkan untuk melakukan penyelarasan tersebut.

Bagaimana realisasi keselarasan antara tubuh, akal dan jiwanya?

A. TUBUHNYA.
1. Sederhana dalam makan dan minum.
2. Rajin berolahraga.
3. Berbadan dan berpakaian bersih.
4. Penuh perhatian terhadap mulut dan giginya.
5. Selalu merawat keindahan rambut.
6. Berparas menarik.
7. Menghindri Tabarruj dan tidak berlebih-lebihan dalam berhias.

B. AKALNYA.
1, Melindungi akalnya dengan ilmu.
2. Mempelajari dan menekuni Kitabullah, Al-Qur'an baik bacaan, tajwid maupun penafsirannya. Selanjutnya adalah ilmu hadits, sirah, kisah para sahabat  dan tabi'in.
3. Menguasai dalam berbagai bidang ilmu.
4. Menjauhkan diri dari hal-hal khurafat.
5. Tidak pernh lepas dari membaca dan menelaah.

C. JIWANYA.
1. Tekun beribadah dan membersihkan diri.
2. Memilih teman yang shalih serta senantiasa menghadiri majelis-majelis keimanan.
3. Senantiasa membaca do'a.

Sumber: Jati Diri Wanita Muslimah. Oleh: Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi.

Jumat, 29 Juni 2012

"Faktor Faktor Situasional Yang Mempengaruhi Perilaku Manusia"

"Edward G. Sampson merangkumkan seluruh "faktor" "situasional" yang mempengaruhi "perilaku" "manusia".


"Faktor"-"faktor" tersebut adalah sebagai berikut:

I. Aspek-aspek obyektif dari lingkungan:
a. "Faktor" ekologis, terdiri dari "faktor" geografis dan "faktor" iklim dan meteorologis.
b. "Faktor" desain dan arsitektural.
c. "Faktor" temporal.
d. Analisis suasana "perilaku".
e "Faktor" teknologis.
f. "Faktor" sosial, terdiri dari struktur organisasi, sistem peranan, struktur kelompok dan karakteristik populasi.

II. Lingkungan Psikososial seperti dipersepsi oleh kita:
a. Iklim organisasi dan kelompok.
b. Ethos dan iklim institusional dan kultural.

III. Stimuli yang mendorong dan mempengaruhi "perilaku":
a. Orang lain.
b. Situasi pendorong "perilaku".

"FAKTOR" EKOLOGIS.
Kaum determinisme lingkungan sering menyatakan bahwa keadaaan alam mempengaruhi gaya hidup dan "perilaku". Banyak orang menghubungkan kemalasan bangsa Indonesia pada mata pencaharian bertani dan matahari yang selalu bersinar setiap hari. Sebagian pandangan mereka telah diuji dalam berbagai penelitian, seperti efek temperatur pada tindakan kekerasan, "perilaku" interpersonal, dan suasana emosional. Yang belum diteliti, antara lain pengaruh temperatur ruangan pada efektivitas komunikasi.

"FAKTOR"   RANCANGAN DAN ARSITEKTURAL.
Dewasa ini telah tumbuh perhatian di kalangan para arsitek pada pengaruh lingkungan yang dibuat manusia terhadap "perilaku" penghuninya. Satu rancangan arsitektur dapat mempengaruhi pola komunikasi antara orang-orang yang hidup dalam naungan arsitektural tertentu. Osmond dan Sommer membedakan antara desain bangunan yang mendorong orang untuk berinteraksi (sociopetal) dan rancangan bangunan yang menyebabkan orang menghindari interaksi (sogiofugal). Pengaturan ruangan juga telah terbukti mempengaruhi pola-pola "perilaku" yang terjadi di tempat itu.

"FAKTOR" TEMPORAL.
Telah banyak diteliti pengaruh waktu terhadap bioritma "manusia", misalnya, dari tengah malam sampai pukul 4 fungsi tubuh "manusia" berada pada tahap yang paling rendah, tetapi pendengaran sangat tajam; pada pukul 10, bila ada orang introvert, konsentrasi dan daya ingat anda mencapai puncaknya; pada pukul 3 sore orang-orang ekstrovert mencapai puncak dalam kemampuan analisis dan kreativitas. Tanpa mempengaruhi bioritme sekalipun banyak kegiatan kita diatur berdasarkan waktu; makan, pergi sekolah, bekerja, beristirahat, berlibur, dan sebagainya. Satu pesan komunikasi yang disampaikan pada pagi hari akan memberikan makna yang lain bila disampaikan pada tengah malam. Jadi yang mempengaruhi "manusia" bukan saja dimana mereka berada, tetapi juga bilamana mereka berada.

SUASANA "PERILAKU" (BEHAVIOR SETTINGS).
Selama bertahun-tahun, Roger Barker dan rekan-rekannya meneliti efek lingkungan terhadap individu. Lingkungan dibaginya ke dalam beberapa satuan yang terpisah, yang disebut suasana "perilaku". Pesta, ruangan kelas, toko, rumah ibadat, pemandian, bioskop, adalah contoh-contoh suasana "perilaku". Pada setiap suasana terdapat pola-pola hubungan yang mengatur "perilaku" orang-orang di dalamnya. Di masjid orang tidak akan berteriak keras, seperti dalam pesta orang tidak akan melakukan upacara ibadat. Dalam suatu kampanye di lapangan terbuka, komunikator akan menyusun dan menyampaikan pesan dengan cara yang berbeda dari pada ketika ia berbicara di hadapan kelompok kecil di ruang rapat partainya.

TEKNOLOGI.
Pengaruh teknologi terhadap "perilaku manusia" sudah sering dibicarakan orang. Revolusi teknologi sering disusul dengan revolusi dalam "perilaku" sosial. Alvin Tofler melakukan tiga gelombang peradaban "manusia" yang terjadi sebagai akibat perubahan teknologi. Lingkungan teknologis (technosphere) yang meliputi sistem energi, sistem produksi dan sistem distribusi, membentuk serangkaian "perilaku" sosial yang sesuai dengannya (sociosphere). Bersamaan dengan itu tumbuhlah pola-pola penyebaran informasi (infosphere) yang mempengaruhi suasana kejiwaan (psychosphere) setiap anggota masyarakat. Dalam ilmu komunikasi, Marshall McLuhan, menunjukkan bahwa bentuk teknologi komunikasi lebih penting dari padaisi media komunikasi. Misalnya, kelahiran mesin cetak mengubah masyarakat tribal menjadi masyarakat yang berpikir logis dan individualis; sedangkan kelahiran televisi membawa "manusia" kembali pada kehidupan neo-tribal.

"FAKTOR"-"FAKTOR" SOSIAL.
Sistem peranan yang diterapkan dalam suatu masyarakat, struktur kelompok dan organisasi, karakteristik populasi, adalah "faktor"-"faktor" sosial yang menata "perilaku manusia". Dalam organisasi, hubungan antara  anggota dengan ketua diatur oleh sistem peranan dan norma-norma kelompok. Besar-kecilnya organisasi akan mempengaruhi jaringan komunikasi dan sistem pengambilan keputusan. Karakteristik populasi seperti usia, kecerdasan, karakteristik biologis, mempengaruhi pola-pola "perilaku" anggota populasi itu. Kelompok orang tua melahirkan pola "perilaku" yang pasti berbeda dengan kelompok anak-anak muda. Dari segi komunikasi, teori penyebaran inovasi dan teori kritik memperlihatkan bagaimana sistem komunikasi sangat dipengaruhi oleh struktur sosial.

LINGKUNGAN PSIKOSOSIAL.
Persepsi kita tentang sejauh mana lingkungan memuaskan atau mengecewakan kita, akan mempengaruhi "perilaku" kita dalam lingkungan itu. Lingkungan dalam persepsi kita lazim disebut sebagai iklim. Dalam organisasi, iklim psikososial menunjukkan persepsi orang tentang kebebasan individual, keketatan pengawasan, kemungkinan lemajuan dan tingkat keakraban. Studi tentang komunikasi organisasional menunjukkan bagaimana iklim organisasi mempengaruhi hubungan komunikasi antara atasan dan bawahan, atau di antara orang-orang yang menduduki posisi yang sama. Para antropolog telah memperluas istilah iklim ini ke dalam masyarakat secara keseluruhan. Pola-pola kebuayaan yang dominan atau ethos, ideologi dan nilai dalam persepsi anggota masyarakat yang ber-synergy rendah. Pada masyarakat yang pertama, orang belajar sejak kecil, bahwa ganjaran yang diterimanya terpaut erat dengan ganjaran kolektif. Cita-cita perorangan dicapai melalui usaha bersama. Pada masyarakat seperti ini orang cenderung untuk mengurangi kepentingan dirinya, bersifat kompromistis. "Perilaku" sosial yang sebaliknya terjadi pada masyarakat yang ber-synergy rendah. Margareth Mead, walaupun belakangan dikritik orang, mewakili aliran determinisme budaya, yang menunjukkan bagaimana nilai-nilai yang diserap anak pada waktu kecil mempengaruhi "perilaku"nya di kemudian hari.

STIMULI YANG MENDORONG DAN MEMPERTEGUH "PERILAKU".
Beberapa peneliti psikologi sosial, seperti Fredericson dan Bouffard, meneliti kendala situasi yang mempengaruhi kelayakan melakukan "perilaku" tertentu. Ada situasi yang memberikan rentangan kelayakan "perilaku", seoerti situasi di taman, dan situasi yang banyak memberikan kendala pada "perilaku", seperti gereja. Situasi yang permisif memungkinkan orang melakukan banyak hal tanpa harus merasa malu. sebaliknya, situasi restriktif menghambat orang untuk ber"perilaku" sekehendak hatinya.

"Faktor"-"faktor" "situasional" di atas tidaklah mengesampingkan "faktor"-"faktor" personal. Kita mengakui besarnya pengaruh situasi dalam menentukan "perilaku manusia". Tetapi "manusia" memberikan reaksi yang berbeda-beda terhadap situasi yang dihadapinya, sesuai dengan karakteristik personal yang dimilikinya. "Perilaku manusia" memang merupakan hasil interaksi yang menarik antara keunikan individual dengan keumuman "situasional".

Sumber: Psikologi Komunikasi. Oleh: Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc. 


Minggu, 17 Juni 2012

"Dampak Buruk Rasa Marah Yang Tidak Dikontrol"

"Dampak buruk akibat rasa "marah" yang tidak dikontrol, tidak hanya mempengaruhi kejiwaan, rasa "marah" juga dapat membahayakan kesehatan tubuh".


Menurut Psikolog Alima Philip, rasa "marah" yang tidak dikontrol mempunyai dampak buruk, antara lain:

1. Naiknya tekanan darah dan kerja jantung.
Ketika kehilangan kontrol, tubuh kitalah yang menerima dampak langsungnya. Seketika tekanan darah meningkat dan irama napas menjadi cepat. Pada beberapa kasus, tekanan darah tinggi dapat menyebabkan sakit kepala mendadak. Dalam jangka panjang, dapat meningkatkan resiko serangan jantung.

2. Letih.
Ketika "marah", kita mungkin merasa memegang kendali sementara. Tapi tanpa disadari hal itu justru menguras habis energi kita. Akibatnya, produktivitas berkurang.

3. Sulit tidur.
Ketika kita tidur dengan rasa "marah", tidur pun tidak akan nyenyak. Adapun kekurangan tidur akan menyebabkan pikiran negatif yang akan memicu emosi. Lebih lanjut, insomnia dan masalah tidur lainnya pun akan berdatangan seiring dengan perasaan emosi anda yang berkelanjutan.

4. Depresi,
Terus menerus menyimpan rasa "marah" dapat berujung pada depresi. Hal itu akan memicu serangkaian perilaku yang membahayakan kesehatan seperti merokok dan miras. Terkadang, orang menggunakan a"marah" untuk meluapkan perasaan depresi dan ketidakberdayaan. A"marah" bukan lagi rasa alamiah yang menyehatkan. Maka itu, bila terus dirasakan, kesehatan kita pun akan terancam.

5. Terasing.
Kita memang terkadang dapat kehilangan kontrol diri, tapi bila terlalu sering tentu akan berdampak pada aspek sosial. Kita pun akan lebih nyaman sendirian ketimbang bergaul. Dalam lingkungan kantor, bila tidak bersosialisasi, bawahan kita akan kurang menghormati dan atasan kita akan melihat kita sebagai orang yang tidak dapat mengontrol emosi.

6. Mengambil keputusan yang salah.
A"marah" dapat membuat kita tidak rasional. Kita pun terjebak dan kehilangan fokus dalam menghadapi suatu masalah. Kita pun tidak mampu melihat masalah dari perspektif yang berbeda dan berujung dengan mengambil keputusan yang salah.

Sumber: Majalah Al Falah, Edisi 275, Februari 2011.