"Tawassul" berasal dari kata wasilah (perantara). Ber"tawassul" artinya menggunakan perantara.Secara Syar’i, "tawassul" artinya: menjadikan sesuatu sebagai perantara dalam permohonan kepada Allah agar permohonan itu lebih dikabulkan. (Lihat Mu’jam Lughah Fuqaha’, bagian entri “tawassul”).
Biasanya "tawassul" yang kita lihat di masyarakat, yaitu dengan menyebut nama-nama ulama atau wali yang sudah wafat, supaya mereka itu menyampaikan hajat orang yang ber"tawassul" itu kepada Allah, kiranya mereka berkenan memohonkan kepada Allah.
"Tawassul" seperti itu, tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Bahkan bertentangan dengan firman Allah, yang menyatakan bahwa Allah itu dekat; Seperti yang telah difirmankan Allah dalam Al-Qur'an Surat Al Baqarah ayat 186: "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (bahwasanya) Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran."
"Tawasul" dilakukan ketika seseorang merasa dirinya tidak bisa berdoa dengan baik, atau merasa doanya tidak didengar oleh Allah (padahal Allah itu Maha Mengdengar doa-doa), atau merasa dirinya kotor sehingga membutuhkan orang-orng yang dianggap bersih untuk menyampaikan permohonan kepada Allah. Intinya, rasa tidak percaya diri dengan keadaan diri sendiri, sehingga membutuhkan pihak tertentu untuk memanjatkan doa. Atau bisa jadi karena kondisi yang sedemikian pelik, sehingga membutuhkan cara-cara khusus untuk mendatangkan pertolongan Allah.
"Tawassul" yang ada dalam Hadits Nabi SAW adalah:
a. "Tawassul" dengan amal shalihnya sendiri.
Seperti disebut dalam hadits Bukhari-Muslim, dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma. Ada tiga orang yang terperangkap di sebuah gua, sedangkan mulut gua tertutup oleh batu besar. Mereka tidak bisa keluar dari gua tersebut. Lalu mereka memohon pertolongan kepada Allah dengan "tawassul" sambil menyebut amal-amal shalih yang telah mereka lakukan masing-masing. Atas ijin Allah, batu itu sedikit-sedikit bergeser sampai mereka bisa keluar dari gua dengan selamat.
b. "Tawassul" dengan melalui orang lain yang masih hidup.
Sedangkan "tawassul" dengan meminta didoakan oleh seseorang, adalah sesuatu yang dikenal sejak jaman Nabi Muhammad SAW. "Tawassul" dengan orang yang masih hidup, caranya dengan meminta doanya, atau mengingat-ingat amal shalih yang telah dilakukan, lalu berdoa dengan kebaikan dari amal shalih itu. Salah satu contoh yang baik adalah ketika Nabi SAW menyarankan agar para Shahabatnya kalau bertemu Uwais Al Qarani Ra, mereka meminta kepadanya agar didoakan agar diampuni oleh Allah. (HR. Muslim dari Umar bin Khattab Ra.). Hingga ketika Khalifah Umar Ra bertemu dengannya, beliau mendapati ciri-cirinya sama seperti yang disebutkan oleh Nabi. Maka Khalifah yang mulia itu –semoga Allah Ta’ala meridhainya- meminta agar Uwais memohonkan ampunan baginya kepada Allah, dan Uwais pun melakukannya. Ketika memuji Uwais Ra, Nabi mengatakan, “Sesungguhnya sebaik-baik pengikutku adalah seseorang yang dipanggil Uwais, dia mempunyai seorang ibu, dan pada kulitnya terdapat belang (bekas penyakit) berwarna putih. Maka temuilah dia, dan mintalah dia agar memohonkan ampunan bagi kalian.” (HR. Muslim).
Tetapi kalau "tawasul"nya dengan mengatakan misalnya, “Ya Allah aku memohon kepadamu dengan kemuliaan, keshalihan, karamah dari hamba-Mu yang shalih ini, yang bernama Fulan bin Fulan.” Ya, "tawasul" seperti ini juga tidak boleh, sebab di dalamnya ada pengagungan terhadap manusia secara berlebihan.
c. Dengan menggunakan sifat Allah. Misalnya: dengan rahmat-Mu ya Allah aku mohon.... (sebutkan permohonannya).
":Tawassul" dengan menyebut salah satu asma Allah disebutkan Al-Qur'an dalam Surat Al-A'raf ayat 180: "Hanya milik Allah asma'ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma'ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan."
Asma'ul husna adalah nama-nama mulia yang sesuai dengan sifat-sifat Allah. Nama-nama atau salah satu dari nama-nama itulah yang kita sebut ketika berdo'a. Menyebut nama selain nama Allah suatu hal yang tidak dibenarkan, bahkan dapat dianggap syirik. Hal ini seperti perbuatan orang-orang jahiliyah yang menyebut nama barhala Lata dan Uzza untuk menjadi wasilah kepada Allah. Nama-nama ini tidak sesuai dengan sifat-sifat dan keagungan Allah SWT.
Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an Surat Al Isra' ayat 110:"Katakanlah, Serulah Allah atau serulah Ar Rahman dengan nama yang mana saja kamu seru. Dia mempunyai Al asma'ul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan caeilah jalan tengah di antara kedua itu."
(Sumber: Majalah Al Falah Januari 2011 dan Pustaka Langit Biru).