Sabtu, 19 Juni 2010

"GUNAKAN WAKTUMU UNTUK BERAMAL SALEH"

"Hampir setiap Muslim telah mengenal dan hafal firman Allah tentang kewajiban kita untuk menggunakan "waktu" kita dengan mengerjakan "amal saleh".


Firman Allah itu yang telah kita kenal dengan Surat Al-'Ashr. Bahkan merekapun berulangkali membaca dan mendengarnya dalam shalat mereka. Surat itu yang mempunyai arti:

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan "amal saleh" dan saling nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya mentaati supaya menetapi kesabaran."


Namun kenyataan menunjukkan masih banyak dari kalangan kaum Muslimin yang belum pandai menghayati dan meng"amal"kannya. Hal ini terbukti bahwa pandangan dan sikap hidup mereka masih belum sejalan dengan apa yang diajarkan oleh firman Allah tersebut. Bahkan tidak sedikit pula dari kalangan mereka yang justru menganut filsafat beruang. "Waktu" adalah uang. --- Artinya, pandangan dan kegiatan hidup mereka senantiasa dikaitkan dengan nilai-nilai yang bersifat duniawi/bendawi semata, yang mendatangkan keuntungan keuangan ataupun kesenangan duniawi belaka; dan bukan sebagaimana yang diajarkan dalam firman Allah tersebut, bahwa "waktu" itu adalah "amal saleh" dan kebajikan, yang akan melestarikan nilai-nilai manusiawi, disamping mendatangkan keuntungan ukhrawi yang bersifat abadi.


Filsafat beruang yang lebih populer dengan faham materialisme itu bukan saja akan meruntuhkan martabat manusia yang luhur dan terhormat, tapi juga akan mendatangkan kerugian yang fatal di akhirat kelak. Sebab filsafat beruang akan menuntun dan mengajarkan manusia ke arah pengabdian kepada harta dan kesenangan duniawi. Dokterin mereka adalah sebagaimana yang telah digambarkan oleh Allah dalam firman-Nya dalam Surat Al-Mu'minun Ayat 37: "Tidak lain kehidupan itu hanyalah kehidupan dunia kita sekarang ini. (disini) kita mati dan (disini pula) kita hidup, dan kita tidak bakal dibangkitkan (lagi sesudah mati nanti)."


Untuk melindungi diri dan sekaligus menanggulangi bahaya materialisme yang kini banyak melanda kaum Muslimin, maka kaum Muslimin harus kembali sepenuhnya kepada petunjuk-petunjuk Illahi. Kaum Muslimin harus berpegang teguh pada aqidahnya, dan menjadikan Islam secara utuh sebagai pedoman dan tuntunan hidupnya. Apabila umat manusia benar-benar ingin selamat dari kerugian yang fatal dalam menjalani kehidupan dunia yang fana ini, maka hendaklah kita pandai-pandai memanfaatkan "waktu" hidup kita dengan sebaik-baiknya. "Waktu" kita jangan kita sia-siakan begitu saja. Karena tujuan Allah menciptakan manusia di bumi ini adalah untuk beribadah kepada-Nya, maka memanfaatkan "waktu" dengan sebaik-baiknya itu berarti mengisi dengan semaksimal mungkin "waktu-waktu" hidup kita ini dengan beribadah kepada Allah, dengan mengikuti segenap petunjuk-Nya, melaksanakan segenap perintah-Nya dan menjauhi segenap larangan-Nya.


Lingkup ibadah yang diajarkan oleh Islam memang sangat luas, seluas ajaran Islam itu sendiri. Yang garis besarnya mencakup ikhwal hubungan manusia dengan Khaliqnya dan hubungan manusia dengan sesama makhluk. Tentang hubungan manusia dengan sesama makhluk mencakup ekonomi, politik dan sosial. Jadi apabila kesemuanya itu dilaksanakan sesuai dengan petunjuk dan aturan-Nya, dengan mengharap keridhaan-Nya semata, tentu mempunyai nilai ibadah atau "amal saleh". Demikian pula halnya mencari, mengelola dan mendayagunakan harta kekayaan, sesuai dengan petunjuk dan aturan Allah demi mengharap ridha-Nya, juga dinilai sebagai ibadah atau "amal saleh". Disini terlihat betapa peranan keimanan terhadap Allah serta kepatuhan terhadap petunjuk dan aturan-Nya; Bukan saja merupakan kunci bagi diterimanya "amal" perbuatan kita, akan tetapi juga merupakan faktor bagi terwujudnya keseimbangan hidup. Dengan demikian kedudukan dan martabat manusia yang luhur itu tetap terpelihara.


Harta kekayaan memang amat vital bagi kesempurnaan peribadatan dan "amal saleh", namun ia harus tetap diletakkan sebagai sarana, bukan tujuan. Sehingga kita tetap dapat menjaga jarak, tidak terjerumus mempertuhankan harta dan kesenangan duniawi. Sementara itu, masih banyak "amal saleh" yang dapat kita lakukan dengan potensi lain yang non materi.


Pernah di masa Rasulullah SAW, sejumlah orang dari kalangan yang lemah ekonominya menghadap beliau, lalu mereka mengadu:

"Ya Rasulullah, para hartawan telah memborong pahala, mereka melakukan shalat sebagaimana kami juga melakukannya, mereka mengerjakan puasa sebagaimana kami mengerjakannya, sementara itu mereka bisa bershadaqah dengan kelebihan harta kekayaan mereka".

Lalu Nabi menjawabnya:

"Apakah Allah tidak memberi potensi yang dapat kamu gunakan untuk bershadaqah (berbuat kebajikan)?. Sesungguhnya pada setiap bacaan tashbih ada shadaqah, pada setiap bacaan takbir ada shadaqah, pada setiap bacaan tahmid ada shadaqah, pada setiap bacaan tahlil ada shadaqah, amar ma'ruf shadaqah dan nahi munkar juga shadaqah. Bahkan seseorang menyetubuhi istrinya juga shadaqah."

Ketika Rasulullah SAW menyebut yang terakhir ini mereka heran sambil bertanya:

"Ya Rasulullah benarkah seseorang menyetubuhi istrinya mendapat pahala?"

Lalu Nabi pun menjawab:

"Bagaimana pikiranmu kalau ia menyalurkannya pada wanita lacur, bukankah ia berdosa? Nah, begitu pula halnya, kalau ia menyalurkannya pada istrinya, tentu ia memperoleh pahala." (Hadits Riwayat Muslim).


Begitu luasnya lingkup "amal saleh" yang diajarkan oleh Islam, sehingga amat luas kesempatan terbuka bagi kita untuk melakukannya, sesuai dengan kondisi dan kadar kemampuan kita. Yang penting jangan menyimpang dari petunjuk dan aturan Islam, dan dengan niat demi mengharap keridhaan-Nya semata. Marilah kita pergunakan "waktu" kita untuk berbuat "amal saleh".

(Sumber: Al Muslimun, No. 204 Thn XVII (32) Rajab 1407 - Maret 1987).

"Waktu" adalah ibadah --- "Time" is praying..........