Jumat, 28 Mei 2010

"KEPEMIMPINAN DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT"

"Pada saat dua orang atau lebih berkumpul bersama di suatu tempat, maka di antara mereka akan ada yang muncul menjadi "pemimpin".



Sesuai dengan formasi kumpulan manusia tersebut, beberapa anggotanya terlihat berperanan lebih aktif apabila dibandingkan dengan anggota lainnya, lebih disukai, lebih didengar dengan rasa hormat, lebih berpengaruh terhadap yang lainnya. Hal ini merupakan permulaan anggota-anggota kelompok ke dalam penggolongan para "pemimpin" dan para pengikut. Jika kelompok tersebut berkembang dan makin stabil, akan makin terlihat batasan hirarki "pemimpin"-pengikut.



IDENTIFIKASI DAN DEFINISI "PEMIMPIN".


Dalam melakukan identifikasi "pemimpin" suatu kelompok, dapat menggunakan cara sebagai berikut:

1. Bertanya kepada anggota-anggota kelompok, siapakah menurut mereka yang paling berpengaruh di dalam mengarahkan kelompok.


2. Bertanya kepada pengamat kelompok untuk menyebutkan anggota-anggota kelompok yang terlihat berpengaruh terhadap anggota-anggota lainnya. Atau mencatat banyaknya perbuatan-perbuatan yang mempunyai konotasi mempengaruhi anggota-anggota kelompok.



Dari cara-cara di atas dapat diakui bahwa kriteria identifikasi "pemimpin" adalah pengaruh individu terhadap individu lain. Jadi secara sederhana dapat didefinisikan bahwa "pemimpin" adalah anggota kelompok yang dapat mempengaruhi aktivitas-aktivitas kelompok.


Berdasarkan pada definisi tadi dapat diambil kesimpulan, bahwa:


1. Setiap anggota kelompok, pada tingkatan tertentu adalah "pemimpin". Hal ini dengan mudah dapat dimengerti karena setiap anggota kelompok pada saat tertentu dituntut untuk mempengaruhi aktivitas anggota-anggota lain di dalam kelompok.


2. Perbuatan-perbuatan yang mencerminkan "kepemimpinan" merupakan kejadian yang dapat digolongkan ke dalam 'interpersonal-behaviour', misalnya interaksi. Semua interaksi bersifat dua arah dalam hal ini "pemimpin" mempengaruhi pengikut dan sebaliknya pengikut mempengaruhi "pemimpin". Menurut Haythorn, bahwa tingkah laku "pemimpin" pada tingkatan tertentu merupakan fungsi sikap anggota-anggota kelompok.



3. Perlu dibedakan antara "pemimpin" sebagai individu yang mempunyai sejumlah pengaruh yang berarti dengan "pemimpin" formal dari suatu kelompok yang mungkin mempunyai pengaruh yang sangat kecil. Disini dapat dikatakan bahwa tidak semua "pemimpin" formal adalah "pemimpin" yang benar-benar "pemimpin".



TUMBUHNYA SEBUAH "KEPEMIMPINAN".


Struktur, situasi dan tugas-tugas kelompok, akan menentukan "kepemimpinan" yang tumbuh dan berfungsi di dalam suatu kelompok. "Pemimpin" yang merupakan pusat posisi di dalam kelompok memainkan peranan penting di dalam pencapaian tujuan kelompok, ideologi kelompok, struktur kelompok dan di dalam pencapaian aktivitas-aktivitas yang disetujui oleh anggota-anggota kelompok. Disini nampak adanya hubungan timbal-balik antara munculnya "kepemimpinan" dan fungsi-fungsi yang terbentuk dengan struktur, situasi dan tugas-tugas kelompok.


Pada umumnya pengaruh di dalam kelompok lebih diarahkan pada satu atau beberapa orang saja, jarang yang diarahkan pada semua anggota kelompok. Secara alamiah perubahan konsentrasi "kepemimpinan" dapat beraneka ragam sesuai dengan pertumbuhan dan berfungsinya kelompok.


Hierarkhi "kepemimpinan" berkembang di dalam kelompok yang tumbuh menjadi besar dan kompleks karena tuntutan dan fungsi "pemimpin" kelompok serta pelengkap tujuan kelompok meningkat. Pada tingkat tertinggi dari hierarkhi "kepemimpinan" dipegang oleh "pemimpin" utama, satu tingkat lebih rendah dipegang oleh "pemimpin" kedua, satu tingkat lebih rendah dipegang oleh "pemimpin" ketiga, dan seterusnya. Pada tingkat yang paling rendah terdapat pengikut.


Di dalam hierarkhi "kepemimpinan" yang membentuk struktur kelompok ada pendelegasian atau penyebaran "kepemimpinan". Sering diduga bahwa "kepemimpinan" yang hierarkhis adalah "kepemimpinan" yang mempunyai konsentrasi "kepemimpinan" di satu tangan manusia. Dugaan seperti ini tidak benar ! Mengapa? ---- Karena makin besar dan makin kompleks suatu kelompok atau organisasi, makin dibutuhkan banyak "pemimpin", karena makin banyak memberikan kondisi untuk munculnya "pemimpin-pemimpin".


"Kepemimpinan" akan muncul pula pada situasi dimana usaha-usaha pencapaian tujuan kelompok mengalami hambatan atau pada saat kelompok menderita tekanan-tekanan dari luar yang mengancam keselamatan kelompok. Situasi kelompok yang demikian menuntut adanya pengertian yang dapat melangkahkan kelompok mencapai tujuannya atau mengatasi bahaya yang dihadapinya. Pengertian tersebut dapat muncul pada individu di dalam kelompok yang diterima oleh kelompok karena karakteristik pribadinya yang berani, terampil, berpengetahuan, percaya diri sendiri dan karakteristik lainnya, sehingga diakui kelompok sebagai seorang "pemimpin". Dengan demikian dapat dikatakan bahwa situasi kelompok yang mengalami krisis dapat mengarahkan munculnya "kepemimpinan". Analisa historis terhadap munculnya kediktatoran terbukti karena adanya situasi krisis yang menuntut perubahan-perubahan segera di dalam pencapaian tujuan kelompok.


Apabila masalah dalam kelompok tersebut sangat rumit, fungsi "kepemimpinan" didistribusikan diantara sejumlah anggota sehingga muncul "pemimpin-pemimpin" baru. Dengan berkurangnya tugas yang dilakukan karena sebagian tugas didelegasikan kepada anggota lain, maka "kepemimpinan" dapat dilaksanakan dengan lebih berkonsentrasi lagi. Pembagian tugas yang mewujudkan tugas-tugas semudah mungkin sehingga setiap orang dapat melaksanakan pekerjaannya merupakan kunci kesuksesan di dalam pencapaian tujuan kelompok.


"Pemimpin-pemimpin" baru juga dapat muncul seandainya "pemimpin" formal kelompok tersebut tidak menjalankan fungsinya sebagai seorang "pemimpin".


Namun..... Walaupun situasi dan kondisi kelompok memungkinkan munculnya "kepemimpinan", tetapi tidak ada anggota kelompok yang mempunyai potensi "pemimpin", maka tidak akan muncul seorang pemimpin pun di dalam kelompok tersebut. Jadi ..... Selain kesempatan, potensi psikologis "pemimpin" dibutuhkan untuk muncul "kepemimpinan". "Pemimpin" yang muncul adalah "pemimpin-pemimpin" yang mempunyai keinginan-keinginan terutama keinginan untuk meningkatkan kekuasaan, prestasi dan materi.



FUNGSI-FUNGSI "PEMIMPIN".


Bagaimanapun alam dan situasi kelompok. semua "pemimpin" harus dapat menjalankan fungsi-fungsi "pemimpin" sesuai dengan tujuan kelompok. Fungsi-fungsi tersebut adalah:

1. "Pemimpin" sebagai orang yang menjalankan "kepemimpinan"nya.
Peranan "pemimpin" yang paling jelas di dalam setiap kelompok adalah sebagai koordinator tertinggi di dalam mengelola aktivitas-aktivitas kelompok. "Pemimpin" dituntut berperan langsung di dalam pemutusan kebijaksanaan atau penentuan tujuan-tujuan kelompok. Namun.... "pemimpin" tidak diharuskan untuk melakukan sendiri semua aktivitas kelompok.

2. "Pemimpin" sebagai perencana.

3. "Pemimpin" sebagai pembuat kebijaksanaan.

4. "Pemimpin" sebagai seorang ahli.

5. "Pemimpin" sebagai wakil kelompok.

6. "Pemimpin" sebagai pengawas hubungan di dalam kelompok.

7. "Pemimpin" sebagai orang yang mampu memberikan hadiah dan hukuman (reward and punishmant).

8. "Pemimpin" sebagai pelerai dan penengah.

9. "Pemimpin" sebagai contoh.

10. "Pemimpin" sebagai simbol kelompok.

11. "Pemimpin" sebagai pengganti tanggung jawab individu.

12. "Pemimpin" sebagai orang yang mempunyai ideologi.

13. "Pemimpin" sebagai tokoh ayah.

14. "Pemimpin" sebagai orang yang selalu dipersalahkan.


Dari semua fungsi yang disebutkan tadi dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu:

1. Fungsi utama.

2. Fungsi pelengkap.


Yang termasuk dalam fungsi utama adalah: fungsi sebagai orang yang menjalankan "kepemimpinan", sebagai perencana, sebagai pembuat keputusan, sebagai ahli, sebagai wakil kelompok, sebagai pengawas hubungan dalam kelompok, sebagai orang yang mampu memberikan hadiah dan hukuman, sebagai penengah dan pendamai.


Sedangkan fungsi pelengkap adalah: Fungsi sebagai model atau contoh, sebagai simbol kelompok, sebagai pengganti tanggung jawab individu, sebagai orang yang mempunyai ideologi, sebagai tokoh ayah, sebagai orang yang selalu dipersalahkan.



PERSEPSI PENGIKUT TENTANG "PEMIMPIN".


Supaya "pemimpin" dapat diterima oleh pengikutnya, maka perlu diketahui bagaimana persepsi pengikut tentang "pemimpin". Persepsi tersebut adalah:

1. "Pemimpin" harus diterima sebagai salah satu dari anggota kelompok (one of us).

2. "Pemimpin" harus diterima sebagai anggota kelompok pada umumnya (most of us).

3. "Pemimpin" harus diterima sebagai orang yang paling baik dibandingkan dengan anggota kelompok lainnya (the best of us).

4. "Pemimpin" harus menyesuaikan diri dengan harapan-harapan pengikut.



KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN "PEMIMPIN".


Pada umumnya seorang "pemimpin" memiliki intelegensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan intelegensi para pengikutnya. Disamping itu seorang "pemimpin" juga memperlihatkan karakteristik penyesuaian diri yang lebih baik, lebih dominan, lebih ekstrovert, lebih jantan, tidak konservatif dan lebih sensitif di dalam hubungan antar manusia bila dibandingkan dengan anggota kelompok lainnya.


Karakteristik "pemimpin" akan berkembang apabila berperanan sebagai "pemimpin", artinya apabila bergumul dengan masalah-masalah yang menuntut usaha mengarahkan kelompok. Dengan demikian pola "pemimpin" pada seseorang adalah hasil dari proses belajar.


Penampilan yang terus menerus dalam waktu yang cukup lama di dalam melakukan suatu pekerjaan akan membentuk kepribadian tertentu. Misalnya seseorang yang bekerja sebagai pedagang akan memperlihatkan kepribadian yang berbeda dengan kepribadian seorang yang mempunyai pekerjaan sebagai guru atau pegawai negeri, dan seterusnya. Jadi dapat dikatakan bahwa kantor atau pekerjaan dapat membentuk pribadi manusia. Demikian pula dengan kedudukan "pemimpin" dengan hak dan kewajiban yang harus dilaksanakannya dapat mempengaruhi dan membentuk pribadi tertentu pada seorang "pemimpin".


Mengenai sifat "kepemimpinan" ada dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa "kepemimpinan" itu bersifat umum, artinya seseorang yang menjadi "pemimpin" di dalam suatu situasi akan menjadi "pemimpin" di dalam situasi-situasi lainnya. Pendapat kedua, menyatakan bahwa "kepemimpinan" itu bersifat khusus, artinya seorang "pemimpin" dari suatu kelompok dengan tugas dan karakteristik tertentu belum tentu dapat menjadi "pemimpin" dari kelompok dengan tugas dan karakteristik yang lain. Perubahan tugas dan karakteristik kelompok dapat menyebabkan timbulnya perubahan di dalam cara memimpinnya.


Menurut Carter dan Nixon, ada tiga macam tugas dalam kelompok, yaitu:

1. Tugas yang menuntut pemikiran.

2. Tugas yang menuntut keahlian mekanis.

3. Tugas yang ada kaitannya dengan keagamaan.


Dari ketiga macam tugas tadi dihitung korelasinya sehingga dihasilkan adanya dua macam "kepemimpinan", yaitu:

1. "Kepemimpinan" Intelektual.

2. "Kepemimpinan" mekanik (tehnik).


Di dalam studi lebih lanjut lagi, Carter menyimpulkan hanya ada dua macam tugas yaitu tugas yang menuntut pemikiran dan tugas yang menuntut penggunaan obyek.

(Sumber: Psikologi Sosial, Oleh Carolina Nitimihardjo).

"Pemimpin" sering diilustrasikan sebagai:

1. Matahari yang memberikan sinar kehangatannya tanpa membeda-bedakan yang baik, yang buruk, yang kaya, yang miskin, suku, keyakinan, ras dan mampu memancarkan cahaya untuk menyingkirkan kegelapan sebagai sumber kejahatan. Seorang "Pemimpin" harus mampu memberi kehangatan, kejelasan, berlaku adil tanpa membeda-bedakan dan mampu menumbuhkan kebaikan dan mengubah lingkungan menjadi lebih baik.

2. Air yang siap memberi kehidupan dan kesuburan, jernih, transparan dan selalu siap dibersihkan kalau kotor tetapi mampu juga menghukum bila manusia salah, tanpa pandang bulu. Seorang "Pemimpin" juga harus mampu memberi kehidupan kpada para pengikutnya, transparan dan siap dikoreksi/mengkoreksi diri bila bersalah dan berani menghukum bila ada yang salah tanpa membeda-bedakan.

3. Bintang yang memberi arah kepada siapa saja yang sedang dalam kegelapan dan membutuhkan tuntunan. Seorang "Pemimpin" harus mampu menjadi penuntun dan penerang dalam kegelapan melalui keteladanan hidup.

4. Angin yang selalu dirindukan karena mampu memberi kesejukan kepada siapa saja yang kegerahan dan membutuhkan kesgaran. Seorang "Pemimpin" harus selalu dirindukan bila tidak ada karena mampu memberi kesejukan dan kesegaran waktu hadir.

5. Bumi yan g siap diinjak, dikotori tetapi tetap setia memberi kehidupan bagi para penghuninya dan mampu memendam segala keburukan atau hal-hal yang kurang bermanfaat lagi dan selalu siap enerima siapa saja yang datang kepadanya. Seorang "Pemimpin" harus juga mampu memberi maaf, tidak pendendam, teta setia, akomodatif dan mengayomi.

6. Api yang mampu mengubah segala sesuatu sehingga bermanfaat bagi manusia, mampu mengubah yang keras menjadi lunak, memberi terang dan kehangatan. Seorang "Pemimpin" juga harus mampu mengubah sesuatu yang tidak/kurang bermanfaat menjadi bermanfaat untuk kehidupan pengikutnya.

7. Kemudi karena seorang "Pemimpin" harus mampu membawa pengikutnya menuju tujuan yang dicita-citakan.

8. Rem karena seorang "Pemimpin" juga harus mampu berfungsi mencegah hal-hal yang buruk terjadi.

Dengan demikian, maka ciri utama seorang "Pemimpin" masyarakat justru tidak langsung dikaitkan dengan keterampilan, kecakapan, jenis kelamin dan sebagainya, tetapi lebih dikaitkan dengan sifat-sifat luhur manusia yang diperankannya; jujur, adil, transparan, kerendahan hati, setia dan kearifan selalu mampu berperan dalam memberi penerangan dalam kegelapan, penunjuk arah melalui keteladanan, kesejukan dalam kegelisahan, mencegah hal-hal yang buruk terjadi, akomodatif dan mengayomi, dan sebagainya yang secara keseluruhan menunjukkan keluhuran budi seorang manusia sejati.

"INTERAKSI SOSIAL DALAM KEHIDUPAN MANUSIA"

"Sebagian besar dari kehidupan "manusia", sejak lahir di dunia sampai akhir hayat dikandung badan, terlibat di dalam "interaksi sosial".



Pada saat masih bayi terlibat "interaksi" terutama dengan ibu atau pengasuhnya. Setelah besar terlibat "interaksi" dengan tetangga, teman-teman sepermainan dan teman-teman sekolah. Setelah dewasa terlibat "interaksi" dengan teman-teman seprofesi dan seterusnya. Sangat sulit menemukanmanusia yang menyendiri tanpa melakukan "interaksi" dengan "manusia" lain.


Pada dasarnya "manusia" selalu ingin berkumpul dengan "manusia" lain, selalu ingin bertemu, berbicara atau ingin melakukan kegiatan-kegiatan lain dengan "manusia". Faktor yang menimbulkan dorongan atau keinginan untuk berkumpul dengan "manusia" lain dikenal sebagai 'gregariousness'.


Gregariousness ini pada awalnya dianggap sebagai instink "manusia", artinya sebagai faktor yang dibawa sejak lahir dan tidak dipelajari. Namun..... seiring dengan ilmu pengetahuan, pada saat ini gregariousness tidak dianggap sebagai instink lagi, tapi merupakan faktor yang telah terkondisikan pada diri seseorang. Dengan kata lain, gregariousness pada seseorang tumbuh dengan melalui proses belajar. Seseorang merasa aman atau selalu ingin bertemu dengan orang lain pada saat dia sendiri karena pada dirinya telah terkondisikan dari sejak dilahirkan berada diantara "manusia". Apabila sejak lahir tidak pernah berada diantara "manusia" lain, maka gregariousness pada orang tersebut tidak akan muncul. Artinya orang itu tidak akan merasa ada keinginan berkumpul dengan "manusia" lain --- bahkan akan merasa takut apabila bertemu dengan "manusia".


Dengan demikian dapat dikatakan bahwa "interaksi sosial" terjadi karena faktor kebiasaan yang tumbuh berdasarkan pada proses belajar yang dialaminya.



PENGERTIAN "INTERAKSI SOSIAL".


Di dalam "interaksi sosial", minimal ada dua individu yang terlibat. Individu di dalam "interaksi sosial" memperlihatkan aktion yang berupa perbuatan sebagai reaksi terhadap lingkungannya. Reaksi yang diperlihatkan tidak hanya dibatasi oleh pengaruh-pengaruh dari luar saja, namun dipengaruhi pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang memerlukan pemuasan. Jadi reaksi yang diperlihatkan tidak hanya berdasarkan pada rangsangan "sosial" saja, namun dipengaruhi pula oleh seleksi individu sesuai dengan pemuasan kebutuhannya. Reaksi yang aktif ini terjadi karena adanya proses belajar pada diri individu.


Tidak akan ada reaksi apabila tidak ada aksi. Tidak akan ada respon apabila tidak ada rangsang. Jadi dalam "interaksi sosial", tidak akan ada aktion-aktion yang berupa reaksi atau respon apabila tidak ada aktion-aktion yang berupa aksi atau rangsang. Supaya terjadi reaksi atau respon, maka harus ada hubungan atau kontak antara individu pemberi rangsang dengan individu yang akan menerima rangsang dan memberikan respon.


Di dalam "interaksi sosial" tidak hanya sekedar ada kontak atau hubungan antar individu saja, namun dalam proses "interaksi sosial" juga harus ada individu yang memperhatikan dan memberikan respon terhadap individu lain yang juga memperhatikan dan memberikan respon terhadap individu pertama. Jadi dapat dikatakan bahwa "interaksi sosial" merupakan proses dimana masing-masing individu yang terlibat di dalam proses "interaksi sosial" saling memperhatikan dan saling menerima serta memberikan respon. Disini jelas bahwa "interaksi sosial" merupakan proses dua arah, dimana masing-masing individu saling mempengaruhi dan dipengaruhi.



FAKTOR PENUNJANG TERJADINYA "INTERAKSI SOSIAL".


Supaya terwujud suatu situasi "interaksi sosial", maka setiap individu harus:


1. Menerima Rangsang.
Individu dituntut mampu mempergunakan alat inderanya di dalam menerima rangsang yang datang pada dirinya. Baik rangsang berupa suara, cahaya, getaran, temperatur maupun bau-bauan. Individu harus mampu menyadari adanya perubahan yang terjadi pada dirinya karena adanya rangsang. Jika seseorang tidak mampu menerima rangsang yang datang pada dirinya, tentu tidak akan dapat memberikan respon terhadap rangsang tersebut. Orang yang tidak mampu menerima rangsang dan memberikan respon tentu tidak dapat berpartisipasi di dalam "interaksi sosial".


2. Memberikan Respon.
Dalam "interaksi sosial", selain dituntut mampu menerima rangsang, individu juga dituntut mampu memberikan respon. Setelah proses penerima rangsang, individu harus mampu mengolahnya sehingga timbul reaksi atau respon terhadap hasil pengolahan tersebut. Jika individu tidak dapat memberikan respon terhadap rangsang yang datang pada dirinya, si pemberi rangsang tentu saja tidak akan menerima umpan balik. Hal ini berarti antara pemberi dan penerima rangsang tidak terjadi "interaksi" walaupun sudah ada kontak.


3. Terlibat Dalam Proses Belajar.
Di dalam "interaksi sosial", penerima rangsang dan munculnya respon pada diri seseorang berdasarkan pada proses belajar. Manusia tidak terlepas dari proses belajar sejak dia dilahirkan. Jika individu tidak mampu terlibat di dalam proses belajar, dia tidak akan mampu menerima rangsang dan mengolahnya serta memberikan respon terhadap rangsang tersebut.


Ketiga kemampuan di atas merupakan faktor yang mempunyai hubungan erat satu sama lain. Apabila salah satu faktor mengalami hambatan, maka individu tersebut akan mengalami hambatan pula di dalam "interaksi"nya.



SIFAT RESPON ANTAR PERSON.


Menurut Krech, Crutchfield dan Ballachey di dalam bukunya berjudul 'Individual in Society', menyatakan bahwa sifat respon antar golongan, yaitu:


1. Role dispositions, terdiri dari:
a. Sifat berpengaruh (ascendance).
b. Sifat menguasai (dominance).
c. Sifat yang memperlihatkan inisiatif "sosial" (social initiative).
d. Sifat tidak tergantung pada orang lain (independence).


2. Sociometric Dispositions, terdiri dari:
a. Sifat menerima orang lain (accepting of others).
b. Sifat bermasyarakat (sociability).
c. Sifat berteman (friendliness).
d. Sifat bersimpati (sympathetic).


3. Expressive Dispositions, terdiri dari:
a. Sifat berkompetisi (competitiveness).
b. Sifat agresif (aggresiveness).
c. Sifat sadar akan dirinya (self consciousness).
d. Sifat pamer diri (exhibitionistic).



BENTUK "INTERAKSI SOSIAL".


Menurut Horney, ada tiga tipe sifat respon individu pada saat ber"interaksi", yaitu:


1. Bergerak menghadapi orang lain.


2. Bergerak melawan orang lain.


3. Bergerak menjauhi orang lain.



Sebenarnya tipe sifat respon yang ada pada setiap bentuk "interaksi sosial" sama dengan sifat respon antar person di atas. Perbedaannya tipe sifat respon lebih sederhana pengelompokkannya dibandingkan dengan pengelompokkan yang disampaikan oleh Krech, Crutchfield dan Ballachey.

(Sumber: Psikologi Sosial, Oleh Carolina Nitimihardjo).


"Interaksi sosial" akan selalu terjadi dalam kehidupan "manusia" di dunia ini.