Selasa, 10 April 2012

"Demonstrasi/Unjuk Rasa"

"Demonstrasi" ("demo")/Unjuk Rasa adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum". 

"Demonstrasi"  biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara  politik oleh kepentingan kelompok. "Demonstrasi" umumnya dilakukan oleh kelompok mahasiswa  yang menentang kebijakan pemerintah, atau para buruh yang tidak puas dengan perlakuan majikannya. Namun "Demonstrasi" juga dilakukan oleh kelompok-kelompok lainnya dengan tujuan lainnya. "Demonstrasi"  kadang dapat menyebabkan pengrusakan terhadap benda-benda. Hal ini dapat terjadi akibat keinginan menunjukkan pendapat para pen"demo" yang berlebihan.

"Demonstrasi"  akhir-akhir ini sudah berlebihan, bahkan cenderung anarkistis. Setiap orang memang berhak memprotes kebijakan yang dianggap tidak tepat. Tapi "Demonstrasi" yang diikuti kekerasan justru membuat masyarakat terganggu. 

Demokrasi dan "Demonstrasi" belakangan ini menjadi dua hal yang selalu hidup berdampingan di negeri ini. Setiap kali ada ketidakpuasan dalam sebuah acara demokrasi semisal pemilukada, lantas muncul aksi turun ke jalan yang melibatkan massa dalam jumlah besar. Setiap kali ada kebijakan atau rencana kebijakan pemerintah yang dianggap kurang populer, seketika itu juga muncul aksi massa turun ke jalan.

Beberapa orang mengatakan bahwa "Demonstrasi" terjadi ketika orang lapar, lapar karena kekurangan makanan, pengetahuan, dan bahkan kekuasaan."Kita semua tahu "Demonstrasi" menjadi sangat tragis dan mematikan. Kebanyakan "Demonstrasi" terjadi ketika sekelompok besar orang tidak puas dengan keadaan tertentu ,dengan orang atau sekelompok orang."

"Demo" sering kali dimulai dengan "Demonstrasi" damai, tetapi berlangsung terus menerus, lalu tumbuh menjadi aksi anarki, para perusuh akan melakukan kekerasan dan polisi akan bereaksi. Hal ini sering menyebabkan luka-luka dan kadang kematian. Banyak kali semprotan merica atau gas air mata akan digunakan untuk membantu membubarkan para perusuh. Jika ini tidak berhasil, langkah-langkah lebih drastis kadang-kadang diambil seperti menggunakan pentungan untuk melumpuhkan orang atau beberapa metode lainnya.

Namun, terkadang, gas air mata dan tongkat tidak cukup, dan pasukan keamanan harus mengandalkan senjata lainnya untuk menghentikan aksi perusuh . Tapi, ini biasanya mengarah kepada kematian,dan terkadang memicu kerusuhan meluas.
"Demonstrasi"  tetap sah-sah saja digelar. Apalagi di Indonesia yang alam demokrasinya tengah tumbuh dan berkembang, maka euforia demokrasi itu antara lain diwujudkan dalam bentuk kebebasan berekspresi, di antaranya dengan ber"Demonstrasi" tadi. Seorang wakil menteri kita bahkan mengatakan, demokrasi tanpa "Demonstrasi" akan terasa hambar, sama seperti orang berumah tangga yang tak pernah berantem.

Persoalannya, "Demonstrasi" yang sebenarnya punya makna positif kemudian diterjemahkan secara bebas, tapi tidak bertanggung jawab. Banyak di antara aksi "Demonstrasi" yang para pesertanya sesungguhnya tidak paham benar dengan maksud dan tujuan "demo" itu sendiri. Banyak di antara peserta "demo" yang tidak paham dengan substansi, tetapi ikut "demo" lebih karena "anut grubyug" atau ikut-ikutan saja, atau bahkan lebih parah karena memang dibayar untuk turun ke jalan.

"Demonstrasi" mungkin menjadi cara damai untuk menyampaikan ketidakpuasan namun dalam situasi tertentu "Demonstrasi" bisa berubah menjadi tidak terkendali, baik dari pihak "demonstran" maupun polisi keamanan saling terpancing dengan situasi yang disulut oleh pihak - pihak yang menginginkan terjadinya kekacauan

Secara logika, masyarakat awam akan berpikir, apa hubungannya perang batu, bakar ban dan menyandera mobil dengan tuntutan yang mereka suarakan? Aksi anarkhis seperti ini tentu lebih banyak mudaratnya. Tak hanya membahayakan pihak-pihak yang terlibat dalam aksi "demo" termasuk polisi yang menjaganya, tetapi juga membahayakan masyarakat sekitar yang katanya mereka bela aspirasinya.

Aksi "Demonstrasi" yang anarkhis dan merugikan kepentingan masyarakat tentu tidak akan mendapat simpati. Alih-alih menyuarakan dan membela kepentingan rakyat, rakyatnya justru mengeluh karena aktivitasnya jadi terganggu. 

Sesuai dengan undang-undang, rencana "Demonstrasi" , termasuk tempat dan rute, serta koordinatornya harus diberitahukan kepada kepolisian. Para "demonstran" juga diwajibkan mematuhi sederet aturan, antara lain dilarang membawa benda yang membahayakan keselamatan umum. Tentu membawa bom molotov dan batu tidak diperbolehkan. Pelanggaran terhadap aturan seperti inilah yang membuat kepolisian mempunyai alasan untuk membubarkan "Demonstrasi", bahkan menangkap para pelaku "Demonstrasi".

Para "demonstran" selama ini cenderung mendobrak barikade polisi. Ini justru membuat kita bertanya-tanya apa tujuan mereka ber"Demonstrasi". "Demonstrasi", bagaimanapun, hanyalah salah satu cara berkomunikasi, salah satu alat untuk mengungkapkan keinginan atau pendapat. Tujuan kegiatan ini tentu agar unek-unek mereka terdengar lebih keras--dibanding jika disampaikan lewat cara lain, seperti tulisan di media massa. Namun "Demonstrasi" tidak boleh berubah menjadi upaya memaksakan kehendak. 

"Demonstrasi" memang hak setiap orang. Tapi kita berhak pula menilai apakah tuntutan mereka masuk akal. Orang juga akan kesal bila "Demonstrasi" yang mereka gelar justru merugikan masyarakat. 

Rasulullah SAW. bersabda:

“Barangsiapa yang hendak menasihati pemerintah dengan suatu perkara maka janganlah ia tampakkan di khalayak ramai. Akan tetapi hendaklah ia mengambil tangan penguasa (raja) dengan empat mata. Jika ia menerima maka itu (yang diinginkan) dan kalau tidak, maka sungguh ia telah menyampaikan nasihat kepadanya. Dosa bagi dia dan pahala baginya (orang yang menasihati).” (Hadits Imam Ahmad, Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Dzilalul Jannah fi Takhriji Sunnah 2/521-522.)

Gejolak "Demonstrasi" yang saat ini sedang marak, mengundang komentar banyak pengamat. Sebagian mereka mengatakan : “Aksi "Demonstrasi" ini dipelopori oleh oknum-oknum tertentu.”

Adapula yang berkomentar : “Tidak mungkin adanya gejolak kesemangatan untuk aksi kecuali ada yang memicu atau ngompori.” Sedangkan yang lain berkata : “Demonstrasi" ini adalah ungkapan hati nurani rakyat.”

Demikian komentar para pengamat tentang "Demonstrasi" yang terjadi di hampir semua universitas di Indonesia. Sebagian mereka menentangnya dan menganggap para mahasiswa itu ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu. Sebagian lain justru mendukung mati-matian dan menganggapnya sebagai jihad.

Namun dalam tulisan ini kita tidak menilai mana pendapat pengamat yang benar dan mana yang salah. Tetapi kita berbicara dari sisi apakah "Demonstrasi" ini bisa digunakan sebagai sarana/alat dakwah kepada pemerintah atau tidak? Atau apakah tindakan ini bisa dikatakan sebagai jihad?

Suatu negara yang dipimpin oleh pemimpin yang dzalim yang di dalamnya ditaburi praktek-praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme merupakan buah dari tindakan rakyatnya juga. Maka kalau rakyatnya baik, niscaya Allah SWT. akan menganugerahkan kepada mereka pemimpin yang arif dan bijaksana. Hal ini sudah dibuktikan oleh junjungan kita Nabi Muhammad SAW. dan para Khulafaur Rasyidin. Situasi yang kacau balau ini solusinya bukan dengan "Demonstrasi" tetapi dengan amar ma’ruf nahi mungkar dengan cara yang tepat dan benar. Kemudian menyebarkan ilmu yang haq di kalangan umat agar muncul generasi-generasi yang berbekal ilmu. Akhirnya diharapkan nanti setiap langkah yang mereka lakukan diukur dengan ilmu syar’i yang haq. Dengan demikian akan musnahlah virus kolusi, korupsi, dan virus-virus lainnya.
 
Referensi:
1. id.wikipedia.org/wiki/Unjuk_rasa
2. www.tempo.co/read/opiniKT/2012/.../Demonstrasi-yang-Kebablasan  
3. berita.liputan6.com/.../demonstrasi-anarkhisme-dan-polwan-cantik 
4. www.danishe.com/.../foto-foto-nuansa-dramatik-dari-berbagai.html 
5. berita-politik-dunia.infogue.com/foto_eksklusif_demonstrasi_unjuk_...
6. religi.xinthinx.us/2012/04/demonstrasi-unjuk-rasa-laki-laki.html