Minggu, 27 November 2011

"Syarat Nisab Benda-benda Yang Dizakati"

"Zakat" adalah kewajiban dari Allah atas setiap Muslim yang memiliki harta "senisab" dengan syarat-syarat tertentu." 


Allah mewajibkan "zakat" antara lain dengan firman-Nya dalam Surat Al-Muzzammil ayat 20: "... dan dirikanlah salat, tunaikanlah "zakat"...."
Hadits Riwayat Muttafaq 'alaih, Rasulullah bersabda: "Islam didirikan di atas lima perkara, yaitu bersaksi tak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan "zakat", haji dan puasa bulan Ramadhan."

Adapun syarat "nisab" benda-benda yang di"zakat"i adalah sebagai berikut:

EMAS, PERAK DAN YANG SEJENIS DENGAN ITU.
a. Emas.
Syarat "zakat" harus haul (berumur setahun) dan mencapi "senisab", yaitu dua puluh dinar (93,6 gram), maka "zakat" yang dikeluarkan sebesar seperempat puluh (2,5%). Jadi setiap dua puluh dinar "zakat"nya setengar dinar dan seterusnya.

b. Perak. 
Syarat wajib "zakat" untuk perak adalah haul dan sampai "nisab". "Nisab" perak adalah lima wasaq, yaitu dua ratus dirham. Kewajiban "zakat"nya sama seperti emas, yaitu seperempat puluh (2,5%), yaitu lima dirham. Lebih dari itu diperhitungkan "zakat"nya.
c. Siapa memiliki emas tidak sampai "senisab" dan memiliki perak tidak sampai "senisab", hendaklah digabungkan. Bila jumlahnya mencapai "senisab", hendaklah dikeluarkan "zakat"nya setelah masing-masing diperhitungkan. Diriwayatkan bahwa Nabi SAW, menggabungkan emas dengan perak danperak dengan emas, lalu mengeluarkan "zakat"nya.
Demikian pula dibolehkan mengeluarkan "zakat" dari salah satu jenis emas atau perak yaitu emas di"zakat"kan dengan perak dan perak di"zakat"kan dengan emas. Siapa yang wajib atasnya "zakat" satu dinar emas, ia boleh "zakat" dengan sepuluh dirham perak atau sebaliknya.
Demikian pula "zakat" uang kertas di"zakat"i dengan emas atau perak. "Zakat"nya tetap sama, seperempat puluh (2,5%), pada saat jaminan uang kertas oleh pemerintah adalah emas dan perak.

d. Barang dagangan.
Barang dagangan bisa berbentuk barang keperluan sehari-hari seperti makanan,pakaian, kelontong dan lain-lain, dan bisa berbentuk barang spekulan, yaitu barang berupa tanah pemukiman, lahan pertanian dan sebagainya. Bila berbentuk barang keperluan sehari-hari, "zakat"nya dihitung dengan bentuk uang setiap akhir tahun dari sejak ia dagang dengan cara menggabungkan barang yang belum terjual, uang tunai dan piutang yang ada di luar. Bila berdagang spekulan "zakat"nya pada waktu barangnya terjual dalam satu tahun, walaupun barang itu ada pada dirinya bertahun-tahun saat ia menunggu naiknya harga barang dagangamnya.
e. Piutang.
Siapa punya piutang pada seseorang dan memungkinkan orang itu bisa membayarnya ketika diminta, maka wajib piutang itu di"zakat"kan setelah digabung dengan barang-barang dan uang tunai yang dihitung pada akhir tahun. Jika hanya punya piutang pada seseorang yang kesusahan dan tak bisa bayar, maka "zakat"nya dibayar pada saat orang itu bmembayar utangnya, walaupun telah berlalu beberapa tahun.

f. Harta rikaz.
Rikaz yaitu harta pendaman orang Jahiliyah. Siapa yang menemukan di tanah miliknya atau di rumahnya harta terpendam dari zaman Jahiliyah, wajib dikeluarkan "zakat"nya seperlima untuk fakir miskin dan badan sosial. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.: "Dari harta rikaz "zakat"nya seperlima."

g. Barang tambang.
Bila barang tambang berupa emas atau perak, wajib di"zakat'kan dari hasil tambangnya bila sampai "senisab", baik setahun atau kurang, dibayar "zakat"nya pada aat tambang itu menghasilkan asal "senisab". Apakah "zakat"nya seperempat puluh atau seperlima seperti rikaz? Para ahli ilmu berbeda pendapat dalam soal tersebut. Ada yang berpendapat "zakat"nya seperlima seperti harta rikaz, ada lagi yang berpendapat sama dengan emas dan perak, mengambil alasan dengan keumuman makna dari  hadits berikut:
"Dan tidak wajib "zakat" harta yang kurang dari lima wasaq."
Lima wasaq mencakup barang tambang an lainnya. Perintah di sana luas artinya.

Adapun bila barang tambang tersebut berbentuk besi, tembaga, fosfor, dan sebagainya, disunahkan mengeluarkan "zakat"nya dari harga perolehannya dengan perbandingan dua setengah persen, karena tidak ada nas yang jelas mengenai kewajiban "zakat" pada barang-barang tersebut. Tapi bila tambang emas atau perak, wajib di"zakat"kan.

h. Kekayaan hasil produksi.
Bila hasil suatu produksi, baik keuntungan yang diperoleh dari perusahaan atau hasil peternakan, wajib di"zakat"kan dengan "zakat" asalnya, tidak memandang pada haul (setahun). Bila produksi itu bukan daqri keuntungan dagang atau peternakan, maka dilihat dulu. Bila sudah setahun dan cukup "nisab"nya, hendaklah di"zakat"kan. Siapa yang mendapat hibah ataupun warisan, tidak wajib "zakat" sebelum hibah atau warisan itu cukup setahun.


BINATANG TERNAK.

a. Unta.
Syarat "zakat" untuk unta adalah haul dan cukup "senisab". Sedang "nisab"nya sudah mencapai lima ekor atau lebih. 
Hadits Riwayat Muttafaq 'alaih, Nabi SAW bersabda: "Tidak wajib "zakat" pada unta yang kurang dari lima ekor."
"Zakat" yang dikeluarkan dari lima ekor unta adalah seekor kambing atau domba umur setahun masuk dua tahun, sebagaimana biasanya umur kambing yang mesti di"zakat"kan, untuk sepuluh ekor unta "zakat"nya  dua ekor kambing, untuk lima belas ekor unta, tiga ekor kambing, untuk dua puluh ekor unta, empat ekor kambing, untuk dua puluh lima ekor unta, "zakat"nya seekor anak unta umur satu tahu (bintu makhad). Bila tidak ada boleh dengan unta jantan (ibnu labun) umur dua tahun lebih samai tiga tahun. "Zakat " tiga puluh enam ekor unta adalah seekor anak unta betina (bintu labun) umur dua tahun lebih. Untuk empat puluh enam ekor unta "zakat"nya seekor anak unta (hiqqah) umur tiga tahun lebih. Bila mencapai jumlah enam puluh satu ekor unta, "zakat"nya adalah seekor unta jazah yang berumur empat tahun lebih. Kalau telah mencapai tujuh puluh enam ekor unta, "zakat"nyaadalah dua ekor anak unta bintu labun yang berumur dua tahun lebih. Bila mencapai jumlah sembilan puluh satu ekor unta, "zakat"nya dia ekor hiqqah umur tiga tahun lebih. Jika mencapai seratus dua puluh ekor unta, maka tiap empat puluh ekor "zakat"nya seekor bintu labun umur dua tahun lebih. 

Perhatian: Siapa yang diwajibkan kepadanya "zakat" dengan unta pada umur yang ditentukan, kemudian tidak mendapatkannya, maka ia wajib membayar dengan unta yang ada. Bila ternyata umur unta yang ada itu lebih muda dari yang diminta, hendaknya ditambah dengan dua ekor kambing atau dua puluh dirham uang. Bila lebih tua dari yang ditentukan, maka tetap harus ditambah dengan dua ekor kambing atau uang dua puluh dirham untuk menambah yang kekurangan, kecuali ibnu labun dianggap cukup menutupi bintu labun.

b. Sapi atau kerbau.
Syarat sapi yang di"zakat"kan adalah haul dan "nisab". Batas "nisab" sapi adalah tiga puluh ekor, "zakat"nya adalah seekor anak tabi (Tabi adalah anak sapi yang berumur satu tahun lebih). Bila mencapai empat puluh ekor sapi atau kerbau, "zakat"nya seekor musinnah (Musinnah adalah anak sapi yang berumur dua tahun lebih).
Hadits Riwayat Abu Daud, Tirmidzi dianggap saheh oleh Ibn Hibban dan Hakim, menjelaskan bahwa Rasulullah bersabda: Setiap tiga puluh ekor sapi "zakat"nya satu ekor tabi umur satu tahun lebih dan tiap empat puluh ekor, seekor musinnah umur dua tahun lebih."

c. Kambing.
Yang termasuk kambing adalah domba dan kambing. Syarat wajib "zakat"nya adalah haul dan "nisab". "Nisab" kambing adalah empat puluh ekor, "zakat"nya satu ekor kambing betina umur dua tahun lebih. Bila mencapai seratus dua puluh satu ekor, "zakat"nya dua ekor kambing betina umur dua taun lebih. Bila mencapai dua ratus satu ekor, "zakat"nya tiga ekor kambing umur dua tahunlebih. Bila lebih dari tiga ratus ekor, "zakat"nya tiap seratus ekor, satu ekor kambing betina umur dua tahun lebih.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Bila lebih dari tiga ratus, maka "zakat"nya seekor kambing betina umur dua tahun lebih."


BUAH-BUAHAN DAN BIJI-BIJIAN.

Syarat buah-buahan dan biji-bijian yang di"zakat"kan ialah buah yang matang kuning atau merah. Sdang biji-bijian, bila telah dapat dipecahkan (digiling). Dan anggur sudah harus manis.

Allah berfirman dalam Surat Al-An'am ayat 141: "... dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan "zakat"nya)......"

"Nisab"nya lima wasaq. Satu wasaq adalah enam puluh sa'. Satu sa' ada empat mud. 
Rasulullah SAW. bersabda: "Tidak ada "zakat" bagi biji-bijian yang kurang dari lima wasaq."
Yang wajib di"zakat"kan adalah bila diairi tanpa susah payah seperti dengan air hujan, mata air atau air sungai. Maka "zakat"nya sepersepuluh. Maka dari lima wasaq "zakat"nya setengah wasaq. Bila diairi dengan susah payah seperti dengan diangkat atau pakai kincir, dan lain-lain, maka "zakat"nya seperdua puluh. Maka dari lima wasaq, zakatnya seperempat wasaq. Selebihnya dihitung dan di"zakat"kan.
Sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Muttafaq 'alaih, bahwa Nabi SAW bersabda: "Pada biji yang diairi dengan air hujan atau mata air, atau yang menghisap air tanah dengan akarnya, "zakat"nya sepersepuluh dan yang diairi dengan kincir adalah seperduapuluh."

Perhatian:
a. Tanaman yang sekali diairi dengan menggunakan alat dan pada waktu lain tanpa alat, "zakat"nya tiga perempat dari sepersepuluh (7,5%). Dengan menurut pendapat ahli ilmu, Al-Allama bin Qudamah berkata: Kami tidak tahu, apakah ada khilaf dalam soal tersebut.

b. Bermacam kurma dicampur satu sama lain. Bila sampai satu "nisab", wajib di"zakat"kan dan tidak dipisah-pisah mana yang baik, mana yang buruk.

c. Semua jenis gandum dijumlahkan. Bila jumlahnya mencapai "nisab", wajib di"zakat"kan dari bagian yang terbanyak jumlahnya.

d. Bermacam-macam kacang-kacangan seperti kedelai, kacang tanah, kacang pendek dan lain-lain dijumlahkan. Bila mencapai "nisab" wajib di"zakat"kan.

e. Bila biji zaitun dan biji-biji lainnya yang dibuat minyak, yang dikeluarkan "zakat"nya adalah minyaknya.

f. Bermacam-macam anggur dijumlahkan satu sama lain. Bila mencapai "nisab" di"zakat"kan. Bila dijual sebelum dibuat kismis, dikeluarkan "zakat"nya dari hasil penjualannya, yaitu seperempat puluh atau seperdua puluh.

g. Padi, jagung dan tembakau, masing-masing berdiri sendiri. Maka tidak dijumlahkan atau digabungkan. Bila hanya dapat setengah "nisab", maka tidak wajib di"zakat"kan.

h. Siapa menyewa tanah dan hasilnya mencapai "nisab", maka wajib dikeluarkan "zakat"nya.

i. Siapa yang memiliki buah-buahan atau biji-bijian yang diperolehnya dengan cara hibah, membeli atau warisan dalam keadaan telah matang (dipanen), maka tidak wajib di"zakat"kan, karena yang wajib mengeluarkan "zakat"nya adalah yang memberi atau yang menjualnya. Tapi jika dimilikinya sebelum dipanen, maka berkewajiban baginya membayar "zakat"nya.

j. Orang yang mempunyai utang, apabila hartanya akan habis untuk membayar utangnya, maka tidak wajib "zakat".

(Sumber: Pedoman Hidup Muslim, oleh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi).