Minggu, 17 April 2011

"KEMISKINAN DI NEGARA-NEGARA DUNIA KETIGA"

"Tampaknya merupakan suatu hal yang paradoksal apabila di tengah-tengah gegap gempitanya pembangunan kita membicarakan masalah "kemiskinan".


Karena di satu pihak "kemiskinan" adalah gambaran tentang segala bentuk kehidupan yang serba rendah, kekurangan dan terbelakang, sementara itu lain pihak pembangunan senantiasa memberikan janji-janji yang terkadang sangat muluk tentang berbagai bentuk kemajuan dan kehidupan yang sophisticated.

Namun walau bagaimanapun "kemiskinan" adalah suatu realita yang memang ada. Dan realitas ini tak dapat disangkal dengan berbagai retorika dan gaya bahasa yang eufimistis. "Kemiskinan" salah satu masalah yang dimiliki manusia, yang sama tuanya dengan usia kemanusiaan itu sendiri dan implikasi permasalahannya dapat melibatkan keseluruhan aspek kehidupan manusia tetapi sering tidak disadari kehadirannya sebagai masalah.

Dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, "kemiskinan" adalah sesuatu yang nyata adanya, bagi mereka yang tergolong miskin, mereka sendiri merasakan dan menjalani kehidupan dalam "kemiskinan" tersebut. "Kemiskinan" akan lebih terasa apabila mereka telah membandingkan dengan kehidupan orang lain yang lebih tinggi tingkat kehidupannya.

Pada dasarnya "kemiskinan" dapat dibagi menjadi tiga kriteria:

a. "Kemiskinan" yang disebabkan oleh aspek badaniah atau mental seseorang.
Orang-orang ini mengalami "kemiskinan" karena mereka tidak bisa berbuat maksimal sebagaimana manusia lain yang sehat jasmaninya. Karena mengalami cacad badaniah, mereka lantas berbuat atau bekerja secara tidak wajar, seperti menjadi pengemis atau peminta-minta. Sedangkan yang menyangkut aspek mental, biasanya mereka punya sifat malas bekerja.

b. "Kemiskinan" yang disebabkan oleh bencana alam.
"Kemiskinan" yang disebabkan bencana, apabila tidak segera diatasi, akan menimbulkan beban bagi masyarakat umum lainnya. "Kemiskinan" ini biasanya pihak pemerintah mengatasinya dengan dua cara: Pertama sebagai pertolongan sementara diberikan bantuan secukupnya  dan tindakan selanjutnya mentransmigrasikan mereka ke tempat-tempat lain yang lebih aman dan memungkinkan mereka bisa hidup lebih layak.

c. "Kemiskinan" buatan atau "kemiskinan" struktural.
"Kemiskinan" ini ditimbulkan oleh dan dari struktur-struktur ekonomi, budaya dan kultur serta politik. "Kemiskinan" struktur ini selain ditimbulkan oleh struktur nrimo, juga mereka menganggap bahwa "kemiskinan" sebagai nasib malahan sebagai takdir Tuhan.

Di negara-negara sedang berkembang atau lazim dinamakan negara-negara dunia ketiga (The Third World), termasuk di Indonesia, memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan "kemiskinan" di negara-negara yang sudah memasuki abad teknologi tinggi atau lazim disebut dengan negara maju. Sifat dan karakter "kemiskinan" di negara sedang berkembang dapat disimak dari penggunaan istilah "kemiskinan" struktural bagi fenomena sosial ekonomis. "Kemiskinan" yang mencengkeram masyarakat di negara dunia ketiga bukan semata-mata disebabkan oleh sikap perilaku masyarakat itu sendiri yang irrasional dalam segi ekonomi, seperti malas, boros, tidak bisa menabung dan tidak mampu menciptakan berbagai kemungkinan yang dapat meningkatkan penghasilan mereka. Namun mereka lebih merupakan korban dari struktur perekonomian yang timpang, baik di tingkat Internasional maupun di tingkat Nasional negara sedang berkembang itu sendiri.

Dalam skop Internasional, ketimpangan perekonomian ini ditunjukkan antara lain oleh dalamnya jurang perbedaan pendapatan antara negara-negara kaya dan negara "miskin". Dan realita yang tak teringkari, bahwa dalam permainan ekonomi (dan juga politik) maka berlaku prinsip Survival of the fittest (yang terkuatlah yang jaya).

Sedamgkan dalam skop Nasional, tampaknya terjadi hal yang tak berbeda. Dalam suatu negeri yang sedang berkembang, tak dapat dihindarkan terjadinya suatu ketimpangan dalam hal pembagian kemakmuran.

Pada hakekatnya "kemiskinan" langsung berkaitan dengan sistem masyarakat secara menyeluruh dan bukan hanya ekonomi atau politik, sosial dan budaya. Sehingga penanganannya harus dilaksanakan secara menyeluruh dengan suatu strategi yang mengandung kaitan-kaitan semua aspek dari perikehidupan manusia.

"Kemiskinan" merupakan masalah yang membutuhkan perhatian yang serius serta tindakan nyata untuk mengatasinya, dan bukan berseminar-seminir, beretorika dan beradu referensi dengan pendapat-pendapat sarjana-sarjana asing yang sama sekali tidak relevan dengan situasi, kondisi dan kebutuhan mendesak yang berupa tindakan. Tindakan itu bisa dimulai dengan resep ekonomi, "kemiskinan" ditunjang oleh tindakan sosial dan politik yang nyata. Misalnya dengan cara memberikan pekerjaan yang layak kepada orang-orang "miskin". Dengan cara ini bukan hanya tingkat pendapatan saja yang dinaikkan, tetapi harga diri sebagai manusia dan sebagai anggota warga masyarakat juga ditingkatkan setaraf dengan warga masyarakat lainnya. Dengan lapangan kerja dapat memberikan kesempatan mereka untuk bekerja dan merangsang berbagai kegiatan di sektor-sektor ekonomi lainnya. Dengan terangkatnya status mereka, maka mereka dapat diajak untuk berpartisipasi dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas pembangunan.