Jumat, 27 November 2009

"WAKTU WAKTU PUASA SUNAH"

"Puasa" menurut bahasa adalah menahan diri (imsyak). Menurut syariat, "puasa" adalah menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh serta segala yang membatalkan "puasa" dengan niat ibadah dari terbit fajar sampai terbenam matahari.


Rasulullah SAW bersabda : "Puasa" adalah perisai dari neraka, seperti perisai salah seorang kamu dalam perang dari serangan musuh." (Ahmad dan lain-lain).
"Siapa "puasa" sehari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkan mukanya dari neraka dengan "puasa" sehari itu dalam jarak tujuh puluh musim." (Muttafaq 'alaih).

"Puasa" mempunyai manfaat, baik secara kejiwaan, sosial maupun kesehatan.


Untuk kejiwaan, "puasa" membiasakan orang sabar dan memperkuat kesabaran, mengajarkan pengendalian nafsu dan membantu mengendalikan diri, melahirkan takwa dalam jiwa dan mendidiknya. khususnya takwa, merupakan akibat yang ditimbulkan oleh "puasa", sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah dalam Surat Al-Baqarah Ayat 183: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu ber"puasa", sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."


Manfaat sosial kemasyarakatan, "puasa" menjadikan umat disiplin dan bersatu, cinta keadilan dan persamaan serta membentuk rasa kasih sayang dan berbuat kebajikan di kalangan orang-orang beriman, serta menjaga masyarakat dari kejahatan dan kerusakan.


Sedangkan manfaat kesehatan, "puasa" membersihkan lambung dan memperbaiki pencernaan serta membersihkan tubuh dari sisa-sisa makanan dan penimbunan, menghindarkan dari kegemukan dan mengurangi berat badan akibat lemak.


Bagi umat Islam disunahkan "puasa" pada waktu-waktu sebagai berikut :

1. "Puasa" pada hari Arafah bagi yang tidak sedang berhaji, yaitu pada tanggal 9 Zulhijah. Rasulullah bersabda : "Puasa" hari Arafah mengampuni dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang dan "puasa" Asyura menutupi dosa setahun yang lalu." (Muslim).


2. "Puasa" Asyura dan Tasu'a yaitu tanggal 9 dan 10 Muharam. Rasulullah bersabda :"Puasa" hari Asyura menutupi dosa setahun yang lalu." (Muslim). Rasulullah ber"puasa" pada hari Asyura dan menyuruh "puasa" Asyura, seperti sabda Rasulullah : "Pada tahun depan, Insya Allah kita "puasa" tanggal 9 Asyura."


3. "Puasa" enam hari pada bulan Syawal. Nabi Muhammad SAW bersabda : "Siapa yang "puasa" bulan Ramadhan, kemudian diikuti dengan "puasa" enam hari pada bulan Syawal, maka sama baginya dengan "puasa" satu tahun." (Muslim).


4. "Puasa" pada pertengahan pertama bulan Sya'ban, seperti dijelaskan Aisyah : "Aku tak pernah melihat Rasulullah "puasa" sebulan penuh selain bulan Ramadhan. Dan aku tidak melihat beliau puasa lebih banyak dari bulan Sya'ban." (Muttafaq 'Alaih).


5. "Puasa" Sepuluh hari pertama bulan haji. Rasulullah bersabda : "Tak ada amal saleh yang lebih dicintai Allah dari pada "puasa" pada hari-hari tersebut (sepuluh hari pertama bulan haji). Mereka bertanya: Ya Rasulullah, tidakkah lebih baik jihad di jalan Allah? Nabi menjawab: Tidak!, kecuali seorang laki-laki keluar (dari rumahnya) ikut berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali lagi dengan apa pun." (Bukhari).


6. "Puasa" bulan Muharam. Berdasar sabda Rasulullah tatkala beliau ditanya tentang "puasa" apa yang lebih utama dari bulan Ramadhan? Nabi menjawab : "Bulan Allah yang kamu sebut bulan itu, Muharam." (Muslim).


7. "Puasa" 1pada bulan sedang penuh setiap bulan, yaitu setiap tanggal 13, 14 dan 15. Hadits dari Abu Zar menjelaskan: "Rasulullah menyuruh kami ber"puasa" tiga hari pada hari-hari malam terang bulan, yaitu tanggal 13, 14 dan 15. Dan Nabi bersabda : "Puasa" pada tanggal-tanggal tersebut sama seperti "puasa" setahun." (Nasa'i. Disahkan oleh Ibn Hibban).


8. "Puasa" pada hari Senin dan Kamis. Diriwayatkan bahwa Rasulullah lebih banyak "puasa" pada hari Senin dan Kamis. Nabi ditanya mengenai hal itu, jawabnya: "Sesungguhnya amal-amal diperiksa setiap hari Senin dan Kamis. Lalu Allah mengampuni dosa setiap Muslim atau Mukmin, kecuali dua orang yang saling bermusuhan. Kemudian beliau berkata : Kedua orang itu dibelakangkan." (Ahmad, sanad sahih).


9. "Puasa" selang sehari. Rasulullah bersabda : "Puasa" yang paling disenangi Allah ialah puasa Nabi Daud dan salat yang paling dicintai Allah adalah salat Nabi Daud. Ia tidur separuh malam dan bangun untuk ibadah sepertiga malam dan tidur lagi seperenam malam. Nabi Daud "puasa" sehari dan berbuka sehari." (Muttafaq 'Alaih).


10."Puasa"nya orang bujangan yang belum mampu menikah. Rasulullah bersabda : "Hai kamu pemuda, siapa diantara kamu mampu untuk menikah, hendaklah ia menikah. Sebab menikah itu akan menjaga mata dan kemaluan. Dan siapa tidak kuasa untuk menikah, hendaklah ia "puasa", sebab "puasa" itu menjadi penjaga baginya." (Muttafaq 'Alaih).

Kamis, 26 November 2009

"IDUL ADHA DAN KETELADANAN NABI IBRAHIM"

"Idul Adha" adalah merupakan Hari Raya Islam yang pada hari ini diperingati suatu peristiwa besar, yaitu hari dimana "Nabi Ibrahim" harus melaksanakan perintah Allah yang sangat berat."
 

Hari dimana "Nabi Ibrahim" diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putranya yaitu Nabi Ismail. Dengan penuh cinta dan ketaatannya yang luar biasa kepada Allah, "Nabi Ibrahim " melaksanakan perintah itu tanpa menawar sedikitpun.

Ada beberapa hikmah yang bisa kita ambil pada "Idul Adha" ini. Kita bisa mencontoh keteladanan "Nabi Ibrahim" as, yaitu :

1. Keteguhan Iman "Nabi Ibrahim". Allah memerintahkan "Nabi Ibrahim" untuk menyembelih putranya, Ismail putra yang sangat dicintainya. Betapa berat perintah itu, namun "Nabi Ibrahim" tetap melaksanakan perintah itu karena cintanya kepada Allah. Cinta kepada anaknya tidak pernah mengalahkan cintanya kepada Allah.

2. Ketaatan yang luar biasa. Walau bagaimanapun beratnya perintah Allah, Nabi Ibrahim tidak pernah menolak perintah Allah. "Nabi Ibrahim" siap melaksanakan perintah itu tanpa menawar sedikitpun. Begitu taatnya "Nabi Ibrahim" as, dia tidak risau walaupun perintah itu resikonya akan kehilangan anaknya. Anak adalah amanah, dan amanah itu diambil oleh Allah, "Nabi Ibrahim" dengan rela menyerahkan kembali kepada Allah.

3. Melaksanakan perintah dengan sabar. Pada saat menerima perintah ini, "Nabi Ibrahim" banyak menerima godaan dari setan. Setan menghalang-halangi "Nabi Ibrahim" agar jangan menyembelih anaknya yang sangat dicintainya itu. Tapi "Nabi Ibrahim" dengan sabar menolak godaan setan itu. Apapun alasannya "Nabi Ibrahim" lebih mencintai Allah dari pada anaknya.


4. Keteladanan "Nabi Ibrahim" sebagai orang tua. "Nabi Ibrahim" sebagai orang tua selalu mendoakan anak-anaknya agar anak-anaknya menjadi anak yang shalih; agar anak-anaknya menjadi anak yang beriman dan selalu taat kepada perintah Allah. Maka dari itu pada saat "Nabi Ibrahim" menceritakan perintahnya untuk menyembelih Ismail, Ismail langsung menerima dan memohon kepada ayahnya agar ayahnya segera melaksanakan perintah Allah tersebut.

Begitu taatnya bapak dan anak ini, sehingga pada saat keduanya melaksanakan perintah yang sangat berat ini, Allah segera menebusnya dengan seekor domba, sebagai pengganti Nabi Ismail; Seekor domba ini disembelih yang kemudian dagingnya dibagikan kepada orang yang sangat membutuhkan.

Rasulullah SAW melakukan salat "Idul Adha", menekuninya dan memerintahkan untuk melaksanakannya serta menyuruh wanita dan anak-anak mengikutinya. Idul Adha merupakan salah satu syiar Islam dan perwujudan yang lahir dari iman dan taqwa.

Waktu salat : Mulai terbit matahari setinggi satu tombak sampai tergelincir matahari. Salat "Idul Adha" sebaiknya dilakukan pada awal waktunya agar memberi kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk memotong korban mereka.

Kaum Muslimin hendaknya keluar dari rumahnya menuju tempat salat Id sambil bertakbir. Tatkala matahari naik beberapa meter, imam pun berdiri, lalu salat dua rakaat, tanpa azan dan iqamat. Pada rakaat pertama bertakbir tujuh kali termasuk takbiratul ihram dan makmum bertakbir mengikuti imam. Kemudian imam membaca Fatihah dan Surah Al-A'la dengan suara keras. Pada rakaat kedua bertakbir enam kali termasuk takbir berdiri, lalu membaca Fatihah dengan Surah Al-Gasyiah atau Asy-Syams. Setelah salam, imampun berdiri di hadapan hadirin lalu berkhutbah.

Bila telah selesai imam berkhutbah, maka bubarlah semuanya, karena tak ada salat sunah sebelum dan sesudahnya, kecuali orang yang luput mengerjakan salat Id, maka hendaklah ia salat empat rakaat, berdasar hadits dari Ibn Mas'ud, Ia berkata : "Siapa yang luput dari salat Id, hendaklah ia salat empat rakaat. Adapun siapa yang ikut salat bersama imam walaupun hanya dapat tasyahud, maka hendaklah ia berdiri sesudah salam menambah kekurangannya."

Prinsip-prinsip dalam "Idul Adha" adalah:

1. Ibadah Haji dan Kurban.
Dalam "Idul Adha" mengandung prinsip-prinsip kemanusiaan atau humanitas. Ibadah Haji merupakan Rukun Islam yang ke lima yang wajib dilaksanakan oleh Umat Islam yang mampu. Sedangkan Kurban wajib dilaksanakan Umat Islam yang mampu yang sedang tidak melaksanakan Ibadah Haji.

2. Hakikat Egalitarianisme.
"Idul Adha" mengandung prinsip egalitarianisme, yaitu bahwa manusia derajatnya sama di hadapan Allah SWT. Yang menentukan tinggi rendahnya derajat seseorang di hadapan Allah adalah tingkat keimanan dan ketakwaan seseorang.

3. Adil.
Dalam "Idul Adha" mengandung prinsip keadilan atau mabadi'ul dalalah. Bahwa Allah selalu memperlakukan umat-Nya dengan adil.

4. Nilai Solidaritas Sosial.
"Idul Adha" mengandung nilai-nilai solidaritas sosial, kaum Muslim yang mampu membantu yang miskin. Dalam penyembelihan hewan kurban, dagingnya dibagikan kepada orang yang membutuhkan. 

Sabtu, 21 November 2009

"AYAT AL-QUR'AN TENTANG HUJAN"

"Ayat-ayat Al-Qur'an" yang menjelaskan tentang "hujan" adalah sebagai berikut :

1. Al Baqarah, ayat 22 :




22. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air ("hujan") dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan "hujan" itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui. (QS. 2:22)

2. Al Baqarah, ayat 264 :

264. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa "hujan" lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. 2:264)

3. Al Baqarah, ayat 265 :

265. Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh "hujan" lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka "hujan" gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. (QS. 2:265)
4. Al An'aam, ayat 99 :

99. Dan Dialah yang menurunkan air "hujan" dari langit lalu kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman. (QS. 6:99)

5. Al A'raaf, ayat 57 :

57. Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya ("hujan"); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan "hujan" di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab angin itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (QS. 7:57)

6. Al Anfaal, ayat 11 :

11. (Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penentramanan daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu "hujan" dari langit untuk menyucikan kamu dengan "hujan" itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu). (QS. 8:11)

7. Yunus, ayat 24 :

24. Sesungguhnya perumpamaan kehidupan dunia itu, adalah seperti air ("hujan") yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman di bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berfikir. (QS. 10:24)

8. Huud, ayat 52 :

52. Dan (dia berkata): Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabbmu lalu taubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan "hujan" yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa. (QS. 11:52)

9. Yusuf. ayat 49 :

49. Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi "hujan" (dengan cukup) dan di masa itu mereka memeras anggur. (QS. 12:49)

10. Ar Ra'd. ayat 17 :

17. Allah telah menurunkan air ("hujan") dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasaan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan. (QS. 13:17)

11. Ibrahim, ayat 32 :

32. Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air "hujan" dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air "hujan" itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. (QS. 14:32)

12. Al Hijr, ayat 22 :


22. Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan "hujan" dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu,dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya. (QS. 15:22)

13. An Nahl, ayat 10 :

10. Dia-lah yang telah menurunkan air "hujan" dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya menyuburkan tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. (QS. 16:10)

14. An Nahl, ayat 11 :

11. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air "hujan" itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS. 16:11)

15. An Nahl, ayat 65 :

65. Dan Allah menurunkan dari langit air ("hujan") dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran). (QS. 16:65)

16. Al Kahfi, ayat 45 :

45. Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air "hujan" yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang di terbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. 18:45)

17. Thaahaa, ayat 53 :

53. Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air "hujan". Maka Kami tumbuhkan dengan air "hujan" itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam. (QS. 20:53)

18. An Nuur, ayat 43 :

43. Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatan olehmu"hujan" keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan. (QS. 24:43)

19. Al Furqaan, ayat 48 :

48. Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-Nya ("hujan"); dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih, (QS. 25:48)

20. Al Furqaan, ayat 50 :

50. Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan"hujan" itu di antara manusia supaya mereka mengambil pelajaran (daripadanya); maka kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (nimat). (QS. 25:50)

21. Ar Ruum, ayat 24 :

24. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan air "hujan" dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya. (QS. 30:24)

22. Ar Ruum,ayat 48 :

48. Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat "hujan" keluar dari celah-celahnya, maka apabila "hujan" itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya tiba-tiba mereka menjadi gembira. (QS. 30:48)

23. Ar Ruum 49 :


49. Dan sesungguhnya sebelum "hujan" diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar telah berputus asa. (QS. 30:49)

24. Lukman, ayat 10 :

10. Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air "hujan" dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik. (QS. 31:10)

25. Lukman, ayat 34 :

34. Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan "hujan", dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. 31:34)

26. As Sajdah, ayat 27 :

27. Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasanya Kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air "hujan" itu tanam-tanaman yang daripadanya (dapat) makan binatang-binatang ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan? (QS. 32:27)

27. Faathir, ayat 9 :

9. Dan Allah, Dialah yang mengirimkan angin; lalu angin itu menggerakkan awan, maka kami halau awan itu ke suatu negeri yang mati lalu kami hidupkan bumi setelah matinya dengan "hujan" itu. Demikianklah kebangkitan itu. (QS. 35:9)

28. Faathir, ayat 27 :

27. Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan "hujan" dari langit lalu Kami hasilkan dari "hujan" itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan diantara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. (QS. 35:27)

29. Asy Syuura, ayat 28 :

28. Dan Dialah Yang menurunkan "hujan" sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji. (QS. 42:28)

30. Al Jaatsiyah, ayat 5 :

5. Dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkanNya dengan air "hujan" itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal. (QS. 45:5)
31. Al Ahqaaf, ayat 24 :

24. Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: Inilah awan yang akan menurunkan "hujan" kepada kami.(Bukan)! bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, (QS. 46:24)
32. Adz Dzaariyat, ayat 2 :

2. dan awan yang mengandung "hujan", (QS. 51:2)
33. Al Hadiid, ayat 20 :

20. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehi
dupan dunia itu hanyalah
permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti "hujan" yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. 57:20)
34. Nuh, ayat 11 :

11. niscaya Dia akan mengirimkan "hujan" kepadamu dengan lebat, (QS. 71:11)

35. At Thaariq, ayat 11 :

11. Demi langit yang mengandung "hujan", (QS. 86:11)

Senin, 09 November 2009

"KEWAJIBAN TERHADAP TETANGGA MENURUT ISLAM"

"Tetangga" adalah orang yang tinggal di sekitar rumah kita, tentunya adalah orang, yang disamping punya kedekatan phisik juga punya kedekatan secara psikhis."




Seorang muslim yang benar-benar sadar dan berada di bawah bimbingan agamanya serta senantiasa berpegang teguh pada talinya, dia akan selalu berbuat baik dan memberikan perhatian kepada "tetangga"nya.





Allah SWT secara tegas telah memerintahkan supaya kita berbuat baik kepada "tetangga", seperti yang telah difirmankan dalam Al-Qur'an Surat An-Nisa' Ayat 36 : "Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, "tetangga" yang dekat dan "tetangga" yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya kalian........"


Yang dimaksud dengan "tetangga" yang dekat" adalah "tetangga" yang masih ada hubungan nasab (darah) atau ikatan agama. Sedangkan "tetangga" yang jauh" adalah yang tidak ada hubungan darah atau ikatan agama. Adapun "teman sejawat" adalah teman dalam hal kebaikan.


Oleh karena itu, setiap orang yang ber"tetangga" dengan orang Muslim mempunyai hak ke"tetangga"an, walaupun tidak ada hubungan darah atau ikatan agama.


Hadits Riwayat Muttafaq Alaihi, menjelaskan : "Senantiasa Jibril berpesan kepadaku tentang (hidup) ber"tetangga", sampai aku menyangka bahwa dia akan mewarisinya."




Hal itu senantiasa ditekankan oleh Jibril kepada Rasulullah SAW, sehingga beliau menyangka bahwa pesan-pesan malaikat itu akan mengangkatnya ke tingkat kekerabatan keluarga yang mendapatkan warisan seperti layaknya keluarga dekat. Melalui pesan yang disampaikan Jibril berkali-kali itu Rasulullah SAW memerintahkan untuk senantiasa berbuat baik kepada "tetangga". Perintah itu disampaikan beliau di setiap ada kesempatan.


Seorang sahabat, Abu Umamah RA telah menyaksikan perhatian besar Rasulullah terhadap kehidupan ber"tetangga" dalam khutbah terakhir beliau pada haji wada'. Sahabat ini menyangka bahwa beliau akan mewarisinya, yaitu dalam ucapannya : "Aku pernah mendengar Rasulullah SAW sedang beliau berada di atas ontanya pada haji wada', beliau berkata 'Aku berwasiat kepada kalian mengenai hidup ber"tetangga".' Hal itu beliau ucapkan berkali-kali hingga aku katakan, 'Beliau mewarisinya (menjadikan "tetangga" berkedudukan seperti ahli waris)'."



Hadits Riwayat Muttafaq Alaihi yang lain menjelaskan : "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berbuat baik kepada "tetangga"nya. Dan, barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia menghormati tamunya. Dan, barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengucapkan kata-kata yang baik atau diam."


Sedangkan dalam riwayat Bukhari disebutkan :"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia tidak menyakiti "tetangga"nya."


Seorang Muslim hendaknya selalu berhati lembut, berjiwa pemurah, berperangai halus dan sangat mencintai "tetangga"nya serta memiliki kepekaan perasaan terhadap hal-hal yang dapat menyakiti mereka atau merusak kehormatan mereka atau dapat mencoreng nama baik mereka. Selain itu, dia juga mencintai kebaikan bagi mereka seperti mencintai dirinya sendiri, merasa bahagia atas kebahagiaan mereka, dan sedih atas kesedihan yang mereka rasakan. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW : "Tidaklah salah seorang di antara kalian beriman sehingga dia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri." (Muttafaq Alaihi).


Sedangkan dalam riwayat Muslim dari Anas, dia menceritakan, Rasulullah SAW pernah bersabda: "Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya tidaklah seorang hamba beriman sehingga dia mencintai "tetangga"nya (atau mengatakan) saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri."


Seorang Muslim hendaknya senantiasa membantu "tetangga"nya yang hidup kesulitan dengan memberikan sesuatu, hadiah atau hibah. Atau setiap kali masakannya tercium oleh mereka sehingga mereka menginginkannya padahal mereka tidak mampu untuk membuat seperti masakannya, maka hendaknya mengirimkan sebagian masakannya itu kepada mereka. Hal ini merupakan upaya untuk merealisasikan solidaritas sosial yang sangat ditekankan Rasulullah SAW dalam ucapannya kepada Abu Dzar, "Wahai Abu Dzar, apabila engkau memasak sayur, maka perbanyaklah airnya, dan berikanlah kepada "tetangga-tetangga"mu."(HR. Muslim).


Dalam sebuah hadits disebutkan : "Apabila engkau memasak sayur, maka perbanyaklah airnya, kemudian perhatikanlah anggota keluarga "tetangga"mu, lalu berilah mereka dengan cara yang baik." (HR. Muslim).



Hadits lain yang diriwayatkan oleh Thabrani dan Al-Bazzar dengan isnad hasan : Rasulullah bersabda "Tidaklah beriman kepadaku orang yang kenyang sedang "tetangga" di sampingnya menderita kelaparan, sedang dia mengetahui." Dan juga Hadits lain yang diriwayatkan oleh Thabrani dan Abu Ya'la : Rasulullah SAW bersabda : "Tidak termasuk Mukmin orang yang kenyang sedang "tetangga"nya kelaparan."


Tidak diperbolehkan bagi seorang "tetangga" menghina kebaikan yang diberikan oleh "tetangga"nya yang lain, meskipun kebaikan itu hanya sedikit. Namun sebaliknya, "tetangga" itu harus mensyukurinya, karena dengan mensyukuri kebaikan akan terwujud kasih sayang di antara "tetangga", di samping itu akan tumbuh pula kecintaan, kerukunan dan kedamaian dalam kehidupan ber"tetangga". Selain mensyukuri atas kebaikan itu sendiri merupakan akhlak pokok Islam, seperti yang ditegaskan Rasulullah SAW sekaligus diperintahkanya : "Tidak bersyukur kepada Allah, orang yang tidakbersyukur kepada manusia."


Berbuat baik kepada "tetangga" itu sangat luas, tidak hanya pada kerabat dekat atau karena adanya ikatan agama, tetapi meluas sampai kepada "tetangga" non Muslim, seiring dengan petunjuk, toleransi dan pesan Islam kepada seluruh umat manusia dengan perbedaan agamanya masing-masing selama mereka tidak menyakiti atau memusuhi kaum Muslimin; "Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian karena agama dan tidak pula mengusir kalian dari negeri kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (Al-Mumtahanah).


Begitu luas rahmat Islam bagi manusia. Sejarah telah mencatat bahwa Ahlul Kitab hidup ber"tetangga" dengan kaum Muslimin di pelbagai belahan dunia Islam dalam keadaan aman dan tenteram baik harta, jiwa, kehormatan dan keyakinannya. Kaum Muslimin telah berbuat baik kepada "tetangga"nya, menghormati mereka, menjamin kebebasan keyakinan mereka, dan membiarkan rumah ibadah mereka tetap berdiri tegak sejak lama di negeri-negeri Muslim, sedang di sekelilingnya ribuan kaum Muslimin memperlakukan "tetangga"nya dari kalangan Ahlul Kitab dengan baik, juga sangat perhatian, memberikan perlindungan, berbuat baik dan adil kepada mereka.


Islam juga berpesan supaya kita mendahulukan berbuat baik kepada "tetangga" terdekat sebagai usaha untuk mempertahankan kekuatan hubungan antara dua yang berdampingan, dan menjaga kemungkinan timbulnya kesalahpahaman, dalam rangka mewujudkan kasih sayang, kecintaan dan kelembutan. Hadits Riwayat Bukhari, menjelaskan, dari Aisyah RA., dia menceritakan : "Aku pernah berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai dua "tetangga", kepada "tetangga" mana aku harus memberikan hadiah?' Beliau menjawab, 'Kepada yang paling dekat pintu rumahnya'."
Hal ini tidak berarti kita harus memalingkan pandangan dari perhatian berbuat baik kepada "tetangga"nya yang jauh, karena semua rumah yang berada di sekitar tempat tinggal kita adalah "tetangga" kita, dan mempunyai hak hidup berumah tangga. Mendahulukan "tetangga" terdekat itu hanya merupakan pengaturan semata, yang Rasulullah sangat memelihara perasaan "tetangga" terdekat, karena biasanya "tetangga" dekat memiliki hubungan, mu'amalah dan keeratan yang lebih kental.


Berbuat baik kepada "tetangga" merupakan akhlak Islam yang paling dasar dan mendalam dalam perasaan kaum Muslimin yang sejak kecil dididik akhlak Islam yang cemerlang, yang menjadikan "tetangga" yang paling banyak berbuat baik kepada "tetangga"nya sebagai "tetangga" paling baik di sisi Allah. Hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dengan isnad shahih, menjelaskan bahwa : "Teman yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik kepada temannya, dan "tetangga" yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik kepada "tetangga"nya."


Petunjuk Rasulullah SAW mempertegas bahwa "tetangga" yang baik merupakan salah satu sendi kebahagiaan manusia Muslim dalam kehidupan ini, karena dia menjamin kesejukan pandangan, ketenangan, kegembiraan, dan keamanan bagi "tetangga"nya. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Al-Hakim dengan isnad shahih : "Diantara kebahagiaan orang Muslim di dunia adalah "tetangga" yang baik, rumah yang luas dan kendaraan yang menyenangkan."


Orang-orang shalih terdahulu sangat menghargai nilai hidup ber"tetangga" yang baik dan menganggapnya sebagai nikmat yang tidak dapat ditukar dengan materi. Demikian tadi lembaran putih "tetangga" yang baik. Lalu bagaimana lembaran "tetangga" yang jahat?


"Tetangga" yang jahat akan hidup sengsara dan kesulitan serta dijauhkan dari nikmat iman yang merupakan nikmat terbesar dalam kehidupan manusia. Rasulullah SAW telah mempertegas dilepaskannya nikmat iman dari setiap orang yang berbuat jahat kepada "tetangga"nya sehingga dikategorikan sebagai "tetangga" jahat, suatu penegasan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, dimana beliau bersumpah dengan menggunakan nama Allah sampai tiga kali; Seperti Hadits yang diriwayatkan oleh Muttafaq Alaihi : "Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. "Ditanyakan kepadanya, "Siapakah di itu ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Yaitu orang-orang yang "tetangga"nya merasa tidak aman dari kejahatannya."
Sedangkan Hadits Riwayat Muslim menyebutkan, "Tidak akan masuk surga orang yang "tetangga"nya tidak merasa aman dari kejahatannya."


Begitu besar dosanya berbuat jahat terhadap "tetangga"! Setiap orang yang berbuat jahat kepada "tetangga"nya, akan dilepas dari nikmat iman serta diharamkan masuk surga.


Orang Muslim yang jujur dan bersih hatinya, akan senantiasa memperhatikah nash-nash tersebut dan hukum-hukum permanen yang sudah bersemayam dalam otaknya. Dengan demikian tidak akan pernah terlintas dalam hatinya untuk berbuat jahat kepada "tetangga", bagaimanapun keadaannya. Yang demikian itu karena berbuat jahat kepada "tetangga", baik dalam bentuk tipuan, tuduhan, kebencian maupun permusuhan, termasuk perbuatan yang berdosa besar yang menghancurkan iman dan mendapatkan tempat yang menakutkan di akhirat kelak.


Seperti yang telah diterangkan dalam beberapa hadits, bahwa "tetangga" jahat akan kehilangan iman dan musnah semua amalnya. Pernah ditanyakan kepada Rasulullah SAW, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada seorang yang senantiasa bangun malam dan berpuasa, berbuat baik dan bersedekah, tetapi dia senantiasa menyakiti "tetangga"nya melalui ucapan?" Rasulullah pun menjawab, "Tiada kebaikan baginya, dan dia termasuk penghuni neraka." Kemudian para sahabat berkata, "ada wanita lain yang selalu mengerjakan shalat wajib, bersedekah dengan susu yang dikeringkan, dan dia tidak pernah menyakiti satu orang pun dari "tetangga"nya." Maka Rasulullah menjawab, "Dia itu termasuk penghuni surga." (HR. Imam Bukhari).



Rasulullah SAW menyebut "tetangga" jahat sebagai orang yang mandul, seperti yang dijelaskan dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rijal (para perawi) hadits ini adalah tsiqat (dapat dipercaya) : "Ada tiga golongan orang mandul : Seorang pemimpin yang apabila kamu berbuat baik kepadanya, dia tidak bersyukur, dan apabila kamu berbuat kesalahan, dia tidak akan memaafkan. Kedua, "tetangga" jahat yang apabila melihat kebaikan, dia menguburkannya, dan apabila melihat kejahatan, dia menyebarkannya. Dan ketiga, seorang istri yang apabila engkau di sisinya akan menyakitimu, dan apabila engkau tidak berada di sisinya, dia akan mengkhianatimu."


Demikianlah serangkaian nash-nash yang melukiskan gambaran yang menyeramkan tentang "tetangga" jahat.



Orang Muslim harus selalu bersabar atas perlakuan "tetangga"nya yang menyakitkan, tidak membalas kejahatan yang dilakukan "tetangga"nya, tidak marah jika diperlakukan kurang baik oleh "tetangga", tidak menghitung kekeliruan, kekurangan dan kesalahannya; tetapi sebaliknya kita harus selalu memaafkan dan berlapang dada dengan keyakinan bahwa semua itu akan mendapatkan pahala di sisi Allah SWT, bahkan kita akan mendapatkan cinta dan ridha-Nya.



Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari menjelaskan, Rasulullah SAW bersabda : "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia tidak menyakiti "tetangga"nya."


Bergembiralah para "tetangga" yang penuh sopan, sabar, penyantun, kasih dan berlaku baik yang tidak membalas perlakuan buruk "tetangga"nya dengan perlakuan yang sama. Sesungguhnya "tetangga" seperti itu merupakan "tetangga" yang baik dan yang diridhai oleh Allah SWT.

Minggu, 08 November 2009

"KHADIJAH ISTRI PERTAMA RASULULLAH"

"Khadijah" adalah orang pertama yang beriman kepada "Rasulullah". Pada saat orang meragukan bahkan menentang wahyu yang disampaikan oleh "Rasulullah", "Khadijah" justru sangat mendukung apa yang disampaikan oleh "Rasulullah."



"Khadijah" adalah istri "Rasulullah" yang pertama. "Rasulullah" yang karim sebelum diangkat menjadi Rasul. Usianya baru 25 tahun. Sedangkan "Khadijah" waktu itu adalah wanita janda (armalah), berumur 40 tahun. Sebelumnya, "Khadijah" adalah istri Abu Halah bin Zararah. Kemudian dikawini Athiq bin A'idz. Baru sesudah itu "Rasulullah" SAW menikahinya, seperti termaktub dalam kitab Al Ishabah.


"Khadijah" dipilih "Rasulullah" SAW sebagai teman hidupnya karena keteguhan pendiriannya serta kecerdasan akalnya. Pernikahan "Khadijah" dengan "Rasulullah" merupakan perjodohan yang patut dan sangat sesuai. Dan tidak ada sesuatupun yang menghalangi terlaksananya pernikahan tersebut. Bukan karena motivasi dorongan hawa nafsu, melainkan oleh cita-cita yang luhur dan rasa budi kemanusiaannya.


Muhammad SAW adalah Utusan Allah. Dia telah mempersiapkan jauh sebelumnya untuk membawa risalah, memikul beban dakwah. Allah mempermudah baginya buat mendapatkan "Khadijah", yang penuh taqwa lagi suci jiwanya. Dan yang cerdas akalnya. Supaya "Khadijah" membantu "Rasulullah" menyampaikan dakwah dan menyebar luaskan risalah.


Salah satu contoh yang menunjukkan kekuatan akal "Khadijah" dan keluasan pandangannya, adalah ketika "Rasulullah" SAW didatangi Malaikat Jibril pada saat beliau ada di Gua Hira', kembali menemui "Khadijah" dengan hati gemetar. "Rasulullah" masuk dan berkata: "Selimuti aku, selimuti aku!". Sehingga hilang gemetar tubuhnya. "Rasulullah" lalu menceritakan kepada "Khadijah", dan berkata: "Aku khawatir sangat akan diriku!".
"Khadijah" berkata: "Bergembiralah! Usah engkau khawatir. Demi Allah, Dia tak hendak mencelakakan dirimu, selama-lamanya. Sungguh engkau telah memggalakkan pertautan hubungan kerabat, jujur perkataan, berat menanggung derita umat, menyediakan lapangan kerja untuk kaum penganggur, memuliakan tamu dan menolong umat yang tertimpa bencana alam!". (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).


"Khadijah" adalah seorang istri "Rasulullah" yang mencintai suaminya dan juga orang pertama yang beriman, berdiri mendampingi "Rasulullah" yang dicintainya untuk menolong, menguatkan dan membantunya serta menolong beliau dalam menghadapi kerasnya gangguan dan ancaman sehingga dengan hal itulah Allah meringankan beban "Rasulullah". Tidaklah beliau mendapatkan sesuatu yang tidak disukai, baik penolakan maupun pendustaan yang menyedihkan beliau ("Rasulullah") kecuali Allah melapangkannya melalui istrinya bila beliau kembali ke rumahnya. Beliau ("Khadijah") meneguhkan pendiriannya, menghiburnya, membenarkannya dan mengingatkan tidak berartinya celaan manusia pada beliau. (Sumber : LINTASAN HATI - "Istri "Rasulullah" Khadijah Binti Khuwalid").


"Rasulullah" SAW telah menghabiskan masa bunga kepemudaannya bersama "Khadijah". "Rasulullah" tidak memadunya dengan wanita lain. Dan tidak ada cinta Rasulullah yang melebihi cintanya kepada "Khadijah". Aisyah sendiri pernah cemburu kepada "Khadijah" padahal dia tidak pernah bergaul dengan "Khadijah", dan bahkan tidak pernah pula melihat "Khadijah". Sampai-sampai ketika "Rasulullah" SAW menceritakan kepada Aisyah, Aisyah pernah sekali berani bicara:

"Bukankah ia cuma perempuan tua, debu zaman (sudah lampau)? Padahal Allah telah memberikan ganti untukmu yang lebih baik daripadanya" -- yakni dirinya.

"Rasulullah" SAW marah sekali mendengar ucapan Aisyah ini. Kemudian Rasulullah bersabda:

"Tidak! Demi Allah. Aku belum diberi ganti Allah dengan wanita yang lebih baik dari padanya. Ia telah Iman kepadaku ketika manusia lain kufur. Dia membenarkan kerasulanku, seawktu manusia sama mendustakan diriku. Dia ulurkan tangannya dengan harta miliknya, ketika manusia menjauh dariku, selannya tidak!".

Kata Aisyah:

"Sesudah itu aku tak pernah lagi meski sekali, menyebut-nyebutnya dengan kejelekan."


Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Aisyah, bahwa dia berkata:

"Aku sama sekali tak cemburu kepada salah seorang istri Nabi SAW. Aku tidak cemburu kepada "Khadijah", sedang aku juga tak pernah bertatap muka melihatnya. Tetapi Nabi SAW sering amat menuturkannya. Pernah kata beliau, ketika menyembelih seekor beri-beri kemudian mengirimkannya kepadanya sewaktu memberikan emas kawinnya. Dan pernah pula aku berucap kepada beliau: "Seolah-olah di dunia ini tak ada wanita lain selain "Khadijah"!."

Beliau menjawab: "Sesungguhnya, memang begitulah kenyataannya. Dan aku daripadanya memperoleh anak!".


Ada beberapa alasan mengapa "Rasulullah" SAW sangat mencintai "Khadijah", yaitu :

1. "Khadijah" adalah orang pertama yang beriman kepada "Rasulullah". Pada saat orang meragukan bahkan menentang wahyu yang disampaikan oleh "Rasulullah", "Khadijah" justru sangat mendukung apa yang disampaikan oleh "Rasulullah".


2. "Khadijah" merupakan orang yang membenarkan Risalah "Rasulullah". Pada saat orang-orang mengolok-olok Risalah "Rasulullah", "Khadijah" malah membenarkan Risalah itu. "Khadijah" sangat mempercayai apa yang disampaikan oleh "Rasulullah".


3. "Khadijah" adalah orang yang mau mengorbankan hartanya untuk perjuangan "Rasulullah". Pada saat semua orang kikir kepada "Rasulullah", "Khadijah" justru berani mengorbankan apa yang dimilikinya.


4. "Khadijah" adalah satu-satunya istrinya yang bisa memberi keturunan. Jadi "Khadijah" adalah istri yang mampu mewariskan nilai-nilai terhadap keturunannya.


"Khadijah" menghabiskan masa hidupnya bersama "Rasulullah" selama 25 tahun sebelum diangkat menjadi Rasul, dan 10 tahun sesudahnya. Selama itu "Rasulullah" tidak memadunya dengan wanita lain. Semua puteri "Rasulullah" diperoleh dari "Khadijah", kecuali Ibrahim. Sewaktu "Khadijah" wafat, pulang ke rahmatullah dengan ridha dan diridhai, usia "Rasulullah" menginjak 50 tahun, sedang tidak ada lagi istri yang mendampingi selain "Khadijah". "Rasulullah" tidak polygami kecuali sesudah"Khadijah" wafat.


Ya Allah ridhailah "Khadijah binti Khuwailid", As-Sayyidah Ath-Thahirah. Seorang istri yang setia dan tulus, mukminah mujahidah di jalan diennya dengan seluruh apa yang dimilikinya dari perbendaharaan dunia. Semoga Allah memberikan balasan yang paling baik karena jasa-jasanya terhadap Islam dan kaum muslimin. Surga adalah tempat yang paling layak untuk "Khadijah".